7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Beton
Beton merupakan bahan komposit yang terdiri dari tiga jenis bahan utama
pembentuknya yaitu semen, agregat, dan air. Selain ketiga jenis bahan tersebut juga
terdapat bahan ke-empat yang biasanya juga sering digunakan dalam pembuatan beton
berupa admixture. Dalam stuktur sebuah bangunan, beton memiliki peranan yang paling
penting, dimana beton berfungsi sebagai penahan beban. Dikarenakan beton memang
memiliki fungsi utama untuk menahan beban maka aplikasi beton kurang baik jika
digunakan untuk menahan gaya tarik. Sehingga biasanya digunakan tulangan-tulangan
baja untuk membantu dalam mengatasi hal tersebut, dikarenakan baja memiliki
ketahanan gaya tarik yang baik.
Beton dengan kualitas yang baik haruslah kedap terhadap air, tahan terhadap
cuaca, tahan lama dan tidak retak. Admixture atau zat tambahan biasanya diberikan pada
beton untuk memberikan karakteristik khusus yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas beton, mulai dari proses pengerjaan seperti kemudahan pengerjaan
(workability), waktu pengerasan sampai dengan meningkatkan nilai kuat tekan beton dan
durabilitasnya.
Nilai kuat tekan beton sendiri sangatlah dipengaruhi oleh interaksi antar
komponen-komponen penyusunnya, dimana semen, agregat halus dan air yang
membentuk pasta cair berupa mortar mengikat agregat kasar satu sama lain, kemudian
partikel-partikel dari agregat halus yang mengisi rongga-rongga pada beton.
|
8
2.2
Beton Berpori
Beton berpori yang juga dikenal sebagai pervious concrete atau porous concrete
merupakan jenis beton yang memiliki pori-pori atau rongga pada strukturnya, sehingga
memungkinkan cairan mengalir melalui rongga-ronnga yang terdapat pada beton.
Menurut ACI 522R-10 Report on Pervious Concrete beton berpori dapat di deskripsikan
sebagai beton yang
memiliki nilai slump
mendekati nol, yang terbentuk dari semen
portland, agregat kasar, sedikit agregat halus atau tidak sama sekali, campuran tambahan
(admixture), dan air.
Beton
berpori bukanlah suatu jenis beton yang umum dipakai dalam suatu
konstruksi dikarenakan oleh sifatnya yang berongga. Menjadikan aplikasi penggunaan
beton berpori masih terbatas, bahkan di Indonesia sendiri masih kurang dirasakan.
Dikarenakan jenis konstruksi yang biasanya diandalkan untuk penyerapan air pada jalan
adalah berbentuk
paving block. Sifat berongga yang dimiliki oleh beton berpori
membuat beton jenis ini memiliki kuat tekan lebih rendah dari pada jenis beton padat
yang biasanya digunakan, sehingga membuat beton berpori lebih cocok untuk bila
digunakan untuk aplikasi yang tidak membutuhkan nilai kuat tekan
yang tinggi. Jenis
stuktur yang dapat menggunakan beton berpori adalah lapangan parkir, lantai rumah
kaca, perkerasan lapisan atas untuk taman, lapangan tenis, tempat pejalan kaki, dan juga
sebagai perkerasan kaku untuk jalan lokal dengan intensitas lalulintas yang rendah.
Sehingga secara garis besar beton berpori dapat diaplikasikan untuk jenis struktur yang
tidak membutuhkan tulangan beton, karena dengan adanya tulangan pada beton berpori
akan memberikan resiko karat pada tulangan yang disebabkan oleh cairan yang dapat
menembus rongga beton.
|
![]() 9
Gambar 2.1
Beton Berpori Dituangkan Air
Jika dilihat dari bentuknya beton berpori memiliki tekstur yang lebih kasar dari
pada beton normal yang padat, dimana tekstur kasar ini dihasilkan oleh rongga yang ada
pada beton. Jika digunakan untuk perkerasan, tekstur kasar dan berongga ini membuat
perkerasan beton berpori
memiliki
suhu permukaan yang lebih rendah daripada
perkerasan lentur dan juga perkerasan kaku normal dikarenakan luas permukaan
penguapan yang ada lebih sedikit. Selain itu tekstur kasar juga membuat permukaan
beton berpori menjadi lebih kesat dibandingkan dengan perkerasan normal.
Gambar 2.2
Perbedaan Tekstur Permukaan Beton Berpori Dengan Beton Normal
(Sumber: Florida Concrete & Product Assosiation)
|
![]() 10
2.3
Beton Berpori Sebagai Perkerasan
Keuntungan yang diapatkan dengan menggunakan beton berpori sebagai
perkerasan adalah:
Pengolahan air hujan lebih baik, beton berpori sebagai material konstruksi yang
multifungsi selain berfungsi sebagai komponen struktural juga berfungsi sebagai
saluran drainase air masuk ke dalam tanah sehingga mampu mengurangi
limpasan permukaan.
Membantu menambah cadangan penyimpanan air tanah, dengan air hujan yang
langsung mengalir ke dalam tanah maka akan membantu tanah dalam menambah
cadangan air yang biasanya tidak terjadi pada perkerasan yang tidak tembus air.
Mengurangi potensi banjir, penanganan air hujan membantu peresapan air lebih
baik dimana lahan permukaan peresapan air ke dalam tanah menjadi lebih luas.
Mengurangi penggunaan lahan untuk drainase, pemanfaatan lahan yang lebih
efisien dengan mengurangi kebutuhan penyediaan kolam penyimpanan air hujan,
selokan, dan sarana pengelolaan air hujan lainnya.
Mengurangi kelicinan pada jalan terutama pada saat hujan, permukaan yang
lebih kasar dari perkerasan normal sangat membantu pada saat terjadinya hujan.
Membantu peresapan air lebih baik ke tanah sehingga dapat mencapai akar
pepohonan walau perkerasan menutupi pohon.
Dapat didaur ulang, tidak seperti pada beton konvensional, setelah mencapai
umur rencana beton berpori dapat didaur ulang menjadi material beton berpori
yang baru sehingga tidak menimbulkan limbah buangan.
|
![]() 11
Gambar 2.3
Perkerasan Tembus Air Menutupi Penyerapan Pohon
(Sumber: Ferguson 2005)
Instalasi yang lebih cepat, dimana proses pemasangan beton berpori akan lebih
cepat selesai jika dibandingkan dengan pemasangan perkerasan bata beton.
Rongga pada beton berpori dapat meredam kebisingan suara yang ditimbulkan
oleh roda kendaraan, hal ini disebabkan karena pori-pori pada beton terbentuk
secara tidak teratur dan memiliki permukaan yang tidak rata, sehingga
gelombang suara yang dipantulkan secara baur oleh pori-pori pada beton menjadi
saling bertumbukan dan saling meredam.
Gambar 2.4
Pantulan Gelombang Suara
Mengurangi tingkat pencemaran terhadap air tanah, fungsi utama beton berpori
adalah mengalirkan air yang ada di permukaan sehingga dapat diserap oleh
tanah. Karena tidak menggunakan bahan kimia berbahaya di dalam
campuran
beton, maka potensi tercemarnya air tanah menjadi semakin kecil.
|
![]() 12
Dibandingkan dengan beton aspal dan perkerasan bata beton, perkerasan dengan
menggunakan beton berpori memiliki keuntungan berjangka panjang. Walaupun
biaya awal pada beton berpori lebih mahal dibandingkan dengan beton aspal,
tetapi karena kekuatan dan daya tahan beton berpori yang lebih besar
dibandingkan dengan aspal ataupun bata beton, maka menyebabkan biaya
pemeliharaan yang diperlukan pada beton berpori selama umur rencana beton
menjadi lebih kecil.
Kekurangan potensial yang dimiliki adalah:
Kurang baik digunakan untuk perkerasan yang membutuhkan kuat tekan besar
atau lalulintas yang padat, hal ini dikarenakan oleh nilai kuat tekan beton berpori
yang relatif kecil membuat aplikasi beton berpori sebagai perkerasan jalan sangat
terbatas.
Dibutuhkan waktu proses curing yang lebih lama, dimana proses curing beton
berpori harus dilakukan sesegera mungkin dari saat pengecoran dan baru selesai
kurang lebih sekitar 7 hari.
Sensitif terhadap
faktor air semen sehingga dibutuhkan kontrol air yang cermat
karena untuk mengontrol kadar air beton berpori di lapangan sangatlah sulit,
terlebih pada keadaan cuaca yang panas atau terlalu dingin.
Kurangnya standarisasi mengenai beton berpori dalam bidang pengujian, metode
serta perencanaan di Indonesia.
Memiliki spesifikasi khusus dan cara instalasi khusus, sehingga dibutuhkannya
tenaga yang sudah ahli dalam melakukannya menjadikan pengeluaran awal lebih
mahal dari pada beton normal.
|
![]() 13
Perkerasan beton berpori membutuhkan kedalaman yang lebih besar saat
pemasangan, sebagai tempat untuk menampung air hujan dan juga meningkatkan
ketebalan perkerasan beton berpori untuk alasan kekuatan
Tabel 2.1 Aplikasi Awal Beton Berpori di Florida, Amerika Serikat
Nama
Tanggal instalasi
Lokasi
Royal Building
1976
Cape Coral
1492 Colonial
1978
Fort Meyers
Palm Frond
1980
North Fort Meyers
Witch's Brew Restaurant
1982
Naples
Hampton Inn
1984
North Fort Meyers
(Sumber : Ferguson 2005)
2.4
Komposisi Beton Berpori
Seperti halnya beton normal komposisi yang digunakan untuk beton berpori
tidak jauh berbeda,
dimana material umum yang digunakan tetaplah semen, agregat,
admixture
dan air.
Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam proses pembuatan beton
berpori adalah:
2.4.1
Agregat
Agregat adalah butir-butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lain, berasal
dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun
kecil. Agregat sendiri merupakan komponen utama dari berbagai macam konstruksi,
mulai dari konstruksi struktural yang menggunakan beton sampai dengan infrastruktur
perkerasan jalan.
Sebagai perkerasan,
agregat sendiri berkisar 90
95%
berdasarkan
persentase berat keseluruhan dan 75 85% dari persentase volume perkerasan. Sehingga
kualitas dari pekerjaan struktur dan infrastruktur seperti beton dan perkerasan jalan
ditentukan dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Pada
|
![]() 14
campuran beton agregat digunakan sebagai bahan pengisi, untuk mengurangi
penyusutan pada waktu beton mengeras (stabilitas volume), serta meningkatkan
kekuatan dan keawetan dari beton.
Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur
permukaan agregat memegang peranan yang sangat penting, terutama pada campuran
beton. Dimana batuan yang berbentuk kaku memiliki permukaan yang rata dan kasar,
sehingga tiap permukaan batuan akan saling mengikat satu sama lain. Dengan
permukaan yang kaku agregat akan saling mengunci posisi, membuat agregat menolak
pergerakan memutar serta pergeseran antar agregat. Sedangkan untuk agregat yang
berbentuk bulat akan mudah untuk saling berputar dan bergeser,
dimana permukaan
agregat yang licin dapat mengurangi ikatan antara pasta beton dengan agregat itu sendiri.
Sehingga biasanya agregat yang digunakan dihancurkan terlebih dahulu untuk
mendapatkan agregat yang tidak berbentuk bulat.
Gambar 2.5
Batuan Kaku Dengan Sudut (a) Batuan Bulat (b)
(Sumber: Fergunson 2005)
Berdasarkan jenis pengolahannya agregat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu agregat
alam dan agregat olahan hasil pengolahan.
|
![]() 15
Agregat alam adalah agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di
alam atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui
proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan proses
pembentukannya.
Dimensi agregat menjadi kecil biasanya dikarenakan oleh
pelapukan batuan, contohnya adalah seperti kerikil dan pasir.
Digunung-gunung atau dibukit-bukit, dan sungai-sungai sering ditemui agregat
yang masih berbentuk batu gunung, dan dalam ukuran yang besar sehingga
diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai
agregat konstruksi.
Sehingga biasanya agregat-agregat dengan dimensi besar
sepeti ini dihancurkan terlebih dahulu menjadi lebih kecil, biasanya agregat jenis
ini disebut dengan batu pecah.
Agregat yang baik untuk digunakan memiliki butiran keras tidak berpori serta
bersifat kekal (tidak pecah terhadap pengaruh cuaca), selain itu juga tidak mengandung
zat yang dapat merusak batuan. Agregat juga harus bersih dari debu atau tanah yang
biasanya melekat pada agregat. Sehingga dibutuhkannya pemeriksaan terhadap agregat
kasar yang akan digunakan sangatlah penting, karena kualitas dari agregat akan
mempengaruhi kualitas beton.
Berdasarkan ukurannya agregat dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu agregat halus dan
agregat kasar. Berdasarkan ASTM (American Society for Testing and Materials) C-33,
agregat halus mempunyai
batas
ukuran butiran atas sebesar 4,7
mm berdasarkan
saringan nomor 4, dan memiliki batas bawah sebesar 0,075
mm berdasarkan saringan
nomor 200. Bahan yang digunakan sebagai agregat halus bisanya berupa pasir. Untuk
agregat kasar memiliki ukuran 5
70 mm,
dengan batas bawah sebesar 4,75
mm
|
![]() ![]() 16
berdasarkan saringan nomor 4. Kemudian bahan yang digunakan secara umum sebagai
agregat kasar
adalah kerikil dari batuan alam ataupun batuan pecah. Menurut Bina
Marga (2002), terdapat agregat berupa bahan pengisi (filler) yang merupakan bagian
dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan no. 200 (0,075 mm).
Klasifikasi gradasi dimensi agregat dilakukan dengan ayakan berdasarkan
standard dari ASTM.
Agregat kasar yang digunakan
pada beton normal
haruslah
memenuhi komposisi persyaratan gradasi, dengan menggunakan analisa saringan dengan
nomor:
Tabel 2.2
Tabel Analisa Saringan Agregat Kasar
Ukuran saringan
(mm)
Persentase Lolos (%)
Gradasi Agregat
40 mm
20 mm
10 mm
76
100
38
95 100
100
19
35 70
95 100
100
9,6
10 40
30 60
50 85
4,8
0 5
0 10
a)
10
Sehingga berdasarkan pembagian agregat berdasarkan saringan tersebut,
terbentuklah gradasi agregat berdasarkan campuran ukurannya. Dimana gradasi agregat
adalah susunan dari beberapa ukuran butiran agregat yang membentuk suatu campuran
agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat.
Kemudian berdasarkan gradasi penyebaran ukurannya, agregat dibagi menjadi 2
jenis, yaitu agregat dengan gradasi baik dan agregat dengan gradasi buruk.
|
![]() 17
a)
Agregat dengan gradasi baik adalah campuran agregat dengan ukuran butiran yang
terdistribusi merata dalam rentang ukuran butiran, agregat dengan gradasi baik
sering juga disebut dengan agregat bergradasi rapat. Agregat dengan gradasi baik
dapat didominasi oleh agregat dengan ukuran butiran kasar maupun halus. Dimana
gradasi agregat yang didominasi oleh butiran kasar disebut agregat bergradasi
kasar, dan agregat bergradasi halus bila gradasi agregat didominasi oleh agregat
dengan butiran halus.
b)
Agregat dengan gradasi buruk
adalah distrubusi ukuran agregat yang tidak
memenuhi persyaratan agregat bergradasi baik.
Dimana agregat dengan gradasi
buruk dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
Gradasi Seragam, adalah campuran agregat yang tersusun dari agregat dengan
ukuran butirannya sama atau hampir sama.
Gradasi Terbuka, adalah campuran agregat dengan distribusi ukuran butiran
sedemikian rupa sehingga pori-pori antar agregat tidak terisi dengan baik.
Gradasi Senjang, adalah campuran agregat yang ukuran butirannya terdistribusi
tidak menerus, atau ada bagian yang hilang.
Pada beton berpori sendiri jenis gradasi agregat yang digunakan biasanya adalah
agregat dengan gradasi yang buruk, dimana agregat dengan gradasi buruk memiliki
rongga-rongga antar tiap susunan agregatnya. Biasanya agregat kasar yang digunakan
memiliki dimensi yang seragam (uniform) atau dapat juga dikombinasikan dengan
agregat berdimensi lain dengan minimal dimensi 9
mm
5
mm. Sedangkan untuk
agregat halus pada beton berpori hanya digunakan sedikit atau tidak dipakai sama sekali.
|
![]() 18
Untuk kualitas agregat sebaiknya digunakan yang baik, dimana agregat sebaiknya tidak
berbentuk serpihan atau batuan yg pipih memanjang ataupun juga batuan yang
berbentuk terlalu bulat.
Sehingga penelitian ini dilakukan dengan pemilihan gradasi buruk sebagai acuan
komposisinya, dimana:
Komposisi I yang digunakan pada penelitian ini termasuk dalam gradasi buruk
senjang, karena terdapat bagian ukuran gradasi yang tidak digunakan (2 1 cm).
Komposisi II mengacu pada gradasi seragam, dimana gradasi yang digunakan
70% adalah gradasi yang sama, dengan sisanya adalah ukuran butiran lebih kecil.
Komposisi III adalah gradasi terbuka campuran dari 3 jenis ukuran agregat yang
tidak menggunakan agregat halus sama sekali.
2.4.2
Semen
Semen yang biasa digunakan adalah semen Portland yaitu semen hidrolik yang
dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri
dari kalsium silikat hidrolik dan
bahan tambahan berbentuk kalsium sulfat. Fungsi semen adalah untuk mempersatukan
agregat kasar dan agregat halus menjadi satu kesatuan yang kuat setelah semen bereaksi
dengan air. Semen yang dibutuhkan dalam pembuatan beton berpori sebaiknya dalam
kondisi yang baik
serta memenuhi standard SNI 15-2049-2004 mengenai semen
Portland.
Jenis semen yang digunakan adalah Portland Composite Cement (terlampir
hasil uji semen).
|
![]() 19
2.4.3
Air
Kualitas air yang digunakan dalam campuran beton berpori tidak berbeda dengan
beton normal, dimana air yang digunakan memiliki kualitas yang baik juga.
Sesuai
dengan persyaratan SNI 03-6817-2002, air yang dapat digunakan dalam proses
pencampuran beton adalah sebagai berikut:
a.
Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-
bahan yang merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik,
atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
b.
Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di
dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam
agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
c.
Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama
Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji yang dibuat dari
adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan
sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat
dengan air yang dapat diminum.
Pada pembuatan beton, air diperlukan dalam proses pengadukan untuk
melarutkan semen supaya membentuk pasta semen yang kemudian mengikat semua
agregat dari yang paling besar sampai yang paling halus dan menjadi bahan pelumas
antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dalam proses pengadukan,
|
![]() 20
penuangan, maupun pemadatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa air berperan sebagai
penyatu dari keseluruhan komponen beton.
Air memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembuatan beton
berpori, dimana kontrol serta ketelitian dalam penggunaan air pada campuran sangat
berpengaruh pada pasta yang dihasilkan.
Pasta semen merupakan hasil reaksi kimia
antara air dan semen, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat
campuran yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen atau yang biasa
disebut
f
aktor air semen (FAS).
Faktor air semen berpengaruh sangat besar, dimana terlalu banyak air pada
campuran akan mengakibatkan rongga-rongga pada beton berpori akan tertutup oleh
pasta semen yang cair
(bleeding). Sedangkan terlalu sedikit air akan membuat beton
menjadi rapuh karena daya lekat semen dan
antar
agregat tidak sempurna,
sehingga
membuat ketahanan serta kuat tekan beton berpori menurun.
Pengaruh kurangnya air pada campuran beton berpori sangat dirasaan ketika
proses pelepasan benda uji dari cetakan dilakukan, dimana beton berpori yang rapuh
sangat mudah hancur ketika dilepas dari cetakannya.
Sehingga
air tidak dapat
ditambahkan sembarangan saat pengadukan pasta beton, tetapi harus disesuaikan dengan
kebutuhan dalam kemudahan pengerjaan serta mutu beton yang diinginkan.
Gambar 2.6
Campuran Beton Kelebihan Air
(sumber: Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)
|
![]() 21
Gambar 2.7
Campuran Beton Kekurangan Air
(sumber: Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)
Menurut ACI 522R-10 persentase faktor air semen yang paling baik dicapai oleh
beton berpori pada 0,26 sampai dengan 0,45, dimana memberikan kondisi pasta yang
stabil dan lapisan yang cukup merata pada agregat.
Gambar 2.8
Campuran Beton Deangan Jumlah Air yang Tepat
(sumber: Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)
2.4.4
Admixture
Pencampuran beton dapat menggunakan bahan tambahan (admixture) yang
menggunakan bahan kimia ataupun bahan mineral. Bahan-bahan admixture yang dapat
larut dalam air digolongkan sebagai chemical admixture
dan biasanya berbentuk zat
kimia yang memiliki fungsi-fungsi khusus. Sedangkan bahan-bahan yang tidak dapat
|
22
larut dalam air digolongkan sebagai mineral admixture
sehingga dicampurkan
bersamaan dengan semen.
Dalam penerapannya zat tambahan yang sering digunakan untuk aplikasi beton
berpori adalah admixture
dengan jenis viscosity modifying admixtures
(VMA) yang
berfungsi untuk meningkatkan workability. Hal ini paling dirasakan pada saat
pengerjaan di kondisi yang panas, menjadikan pasta tidak mudah mengering.
Admixture untuk memperlambat waktu pengerasan juga dapet digunakan pada
keadaan yang panas. Sedangkan untuk keadaan yang dingin dapat digunakan admixture
untuk mempercepat waktu pengeringan beton dikarenakan suhu udara yang lembab akan
membuat waktu pengeringan beton menjadi lebih lama.
Selain itu juga digunakan admixture
jenis air-entraining, admixture
ini akan
memberikan ketahanan terhadap beku dan cair pada beton, memberikan workability
yang lebih baik serta menambahkan butiran-butiran udara pada beton.
Layaknya penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap beton normal, dengan
menggunakan admixture
berupa bahan-bahan yang sekiranya mungkin berguna untuk
meningkatkan kualitas, kemudahan kerja, ketahanan, serta mutu beton dibutuhkan
penelitian lanjut dengan admixture yang beragam terhadap kecocokan admixture dengan
beton berpori.
Admixture yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
2.5
Abu Terbang (Fly Ash)
Abu terbang atau fly ash
merupakan produk sisa hasil pembakaran batu bara
yang berupa bubuk yang sangat halus
dan memiliki gradasi seragam.
Abu terbang
memiliki sifat yang pozolanic
sehingga sering digunakan sebagai bahan pengganti
|
![]() 23
sebagian semen. Dimana abu terbang sendiri sudah sangat sering sekali digunakan untuk
baha tambahan beton normal, tetapi belum pada beton berpori
Gambar 2.9
Abu Terbang (Fly Ash)
Abu terbang sendiri merupakan salah satu emisi
limbah industri yang cukup
besar, dimana penangannan yang baik dibutuhkan dalam pengolahan limbah ini.
Kualitas dari abu terbang sendiri dipengaruhi oleh proses pembakaran (suhu) dan juga
jenis batu bara yang digunakan.
Emisi pembakaran batu bara yang berupa abu terbang sendiri dapat mencemari
atmosfer.
Selain itu pembuangan abu terbang dalam sistem air dapat membahayakan
ekosistem,
kandungan bahan kimia yang terdapat pada abu terbang bersifat racun
berbahaya bagi tubuh manusia serta kehidupan.
Sehingga dibutuhkannya cara
pengolahan serta pemanfaatan abu terbang merupakan hal yang penting.
Membantu terealisasinya Green Engineering, dimana pemanfaatan abu terbang
sebagai bahan campuran dalam semen, mortar, pengisi, pembuatan batu bata dan lainnya
merupakan salah satu cara terbaik dalam pengolahan limbah ini.
Dimana menurut
penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, penggunaan abu terbang dalam campuran
beton memberikan efek yang positif terhadap hasil akhir campuran beton.
|
![]() 24
Kelebihan dari penggunaan abu terbang pada beton berpori adalah:
Menurunkan panas hidrasi yang terjadi, sehingga dapat mencegah terjadinya
retakan dan mengurangi polusi karbon dioksida hasil dari hidrasi
Meningkatkan ketahanan dan keawetan terhadap ion sulfat
Lapisan beton akan lebih kedap air, sehingga air akan mengalir dengan baik pada
pori-pori beton.
Mempermudah pengerjaan, karena membuat campuran beton lebih plastis
Mengurangi biaya pengerjaan dimana abu terbang befungsi sebagai penganti
sebagian semen, sehingga penggunaan semen lebih sedikit
Meningkatkan kuat tekan beton.
2.6
Kuat Tekan Beton Berpori
Persyaratan standard mengenai mutu beton berpori belum terdapat pada SNI,
sehingga nilai kuat tekan beton penelitian yang dilakukan berpacu pada nilai mutu yang
tercantum pada SNI 03-0691-2002
tentang Bata Beton (Paving Block). Dimana
klasifikasi bata beton dibagi menjadi 4 jenis menurut kelas penggunaannya, yaitu :
a.
Bata beton mutu A
: digunakan untuk jalan
b.
Bata beton mutu B
: digunakan untuk pelataran parkir
c.
Bata beton mutu C
: digunakan untuk pejalan kaki (sidewalk)
d.
Bata beton mutu D
: digunakan untuk taman dan penggunaan lain
Mutu bata beton memiliki kuat tekan minimum sebagai berikut :
|
![]() ![]() 25
Tabel 2.3
Mutu Bata Beton (Paving Block)
Mutu
Kuat Tekan (MPa)
Ketahanan aus (mm/menit)
Penyerapan Air
rata-rata maks.
Rata-rata
Minimum
Rata-rata
Maksimum
%
A
40
35
0,090
0,103
3
B
20
17
0,130
0,149
6
C
15
12,5
0,160
0,184
8
D
10
8,5
0,219
0,251
10
Keterangan pada tabel :
MPa = Mega Pascal, 1 MPa = 10,2 kg/cm²
Terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi nilai kuat tekan beton berpori, dari
perencanaan
proporsi pembuatan, proses pemadatan sewatu penempatan, serta proses
curing di lapangan. Yang dimaksutkan dengan perencanaan proporsi pembuatan adalah
proporsi dari material-material penyusun beton berpori, yaitu dari segi agregat yang
digunakan
(kualitas dan ukuran dimensi),
jenis admixture yang akan digunakan, dan
khususnya adalah parameter dari jumlah air yang digunakan.
Menambah dimensi agregat pada campuran beton akan mengurangi kuat tekan
dari beton berpori, dikarenakan kandungan udara dalam beton semakin besar juga (Jing
dan Guoliang 2003).
Dikarenakan rongga-rongga yang ada pada beton berpori maka
kuat tekan dari beton berpori relatif rendah. Akan tetapi sebenarnya beton berpori dapat
mencapai kuat tekan yang relatif besar dengan mengorbankan kapasitas porositasnya.
Sehingga semakin tinggi kuat tekan beton maka kemampuan porositas beton tersebut
terhadap cairan akan semakin kecil, jadi apabila semakin kecil kuat tekan beton maka
porositas beton terhadap cairan akan semakin tinggi (Meiniger 1988). Dimana porositas
beton dipengaruhi oleh kandungan udara dalam beton berpori.
|
![]() 26
(a)
(b)
Gambar 2.10
Ilustrasi 2 Dimensi Rongga Agregat Besar (kiri) Kecil (kanan)
Faktor air semen mempengaruhi seberapa baik lapisan semen membungkus serta
merekatkan antar agregat. Pada beberapa kasus tertentu penggunaan air yang berlebih
sebenarnya dapat menambah kuat tekan dari beton dikarenakan pasta semen yang cair
menutupi pori-pori beton. Membuat sifat beton berpori seperti beton normal dimana
rongga-rongga pada beton tertutup oleh semen.
Tetapi penggunaan air yang terlalu
banyak juga mengakibatkan pasta yang terlalu encer dapat melemahkan
fungsi semen
yang mengikat antar agregat. Dan kurang nya air membuat semen tidak bereaksi dengan
baik, menjadikan pasta semen terlalu kering menjadikan semen tidak menyatu dengan
baik dengan agregat penyusunnya.
Menurut ACI (American Concrete Institute) 522R-10
mengenai Pervious
Concrete dimana biasanya beton berpori memiliki kuat tekan sebesar 400 sampai 4000
psi (2,8
Mpa sampai dengan 28 Mpa). Sehingga beton berpori sendiri memiliki kuat
tekan yang relatif kecil dibandingkan beton normal, menjadikan beton berpori memiliki
aplikasi yang terbatas jika dibandingkan dengan beton normal.
Dimana aplikasi yang
sering digunakan adalah sebagai perkerasan, untuk tempat parkir ataupun sidewalk.
|
27
Menurut PBI 71 pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7, 14, 21, dan
28 hari. Pengujian pada umur 7,14 dan 21 hari ini dimaksutkan agar hasil uji kuat tekan
beton dapat di pantau tingkat perkembangan kenaikan kuat tekan beton secara betahap.
Dimana kuat tekan beton paling tinggi biasanya dicapai pada umur ke 28 hari. Sehingga
menggunakan faktor pembagi sebesar 0,65 untuk umur 7 hari; 0,88 untuk umur 14 hari;
0,95 untuk umur 21 hari dan 1 untuk umur 28 hari untuk pemeriksaannya.
2.7
Porositas Beton Berpori
Yang membuat beton berpori berbeda dengan beton normal adalah rongga-
rongga yang terdapat pada struktur beton, dimana rongga dihasilkan dari tidak
digunakannya agregat halus atau hanya sedikit agregat halus yang digunakan sebagai
pengisi. Rongga-rongga ini memiliki tujuan agar cairan dapat mengalir melalui struktur
beton, sehingga membuat beton dapat ditembus oleh air (permeabel).
Nilai besarnya porositas beton berpori sendiri dipengaruhi oleh seberapa besar
rongga yang dihasilkan oleh beton berpori, dimana semakin besar rongga yang
dihasilkan akan memberikan nilai permeabilitas yang semakin besar juga, dimana air
akan lebih mudah untuk mengalir pada struktur beton. Semakin besarnya pori yang
dihasilkan juga dapat membuat beton berpori menjadi lebih mudah untuk dibersihkan
pada proses pemeliharaan karena akan mengurangi kemungkinan pori-pori beton
tersumbat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Ready Mixed Concrete
Association, nilai porositas dari beton berpori adalah beragam berdasarkan besarnya
rongga yang dihasilkan oleh beton berpori. Nilai porositas yang
didapatkan biasanya
sebesar 480 in./jam (0.34 cm/detik atau sebesar 3,4 x10
-3
m/detik)
dimana nilai
permeabilitas yang lebih besar dapat dicapai.
|
28
2.8
Aplikasi Beton Berpori Sebagai Perkerasan
Dengan banyaknnya permasalahan lingkungan di Indonesia, maka
dibutuhkannya cara-cara untuk membuat lingkungan menjadi lebih baik sangatlah
penting. Dimana salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah kurang baiknya
pengolahan aliran air yang ada, terutama pada pengolahan air hujan. Sehingga
penggunaan perkerasan dengan pori menjadi salah satu pilihan yang dapat digunakan
sebagai pengendalian aliran air permukaan, khususnya air hujan.
Menggunakan beton berpori sebagai salah satu alternatif perkerasan diharapkan
dapat mengurangi permasalahan lingkungan yang ada. Dengan penggunaan beton
berpori maka air permukaan, terutama air hujan akan dapat disalurkan ke dalam tanah
kembali agar tidak terbuang begitu saja. Sehingga dapat menambah cadangan air tanah,
serta mencegah terjadinya kebanjiran. Akan tetapi dengan adanya pori-pori pada beton
maka kuat tekan beton berpori akan lebih rendah dari pada beton normal, sehingga beton
jenis ini lebih cocok digunakan untuk menahan beban lalulintas yang rendah
pada
aplikasinya sebagai perkerasan.
Secara garis besar menurut ACI 522R-10 Report of Pervious Concrete aplikasi
beton berpori sebagai perkerasan secara menyeluruh terdiri dari 3 lapisan
dimana
geosintetik berupa geotekstil digunakan antara 2 dan 3, yaitu:
2.8.1
Lapisan Permukaan
Tebal beton berpori yang digunakan sebagai lapisan atas perkerasan minimum
kurang lebih setebal 15cm, dimana jika dibandingkan memiliki kekuatan yang kurang
lebih sama dengan perkerasan aspal normal dengan ketebalan 4 cm dengan lapisan dasar
sebesar 13 cm (Ferguson 2005). Ketebalan dari beton berpori sendiri sebenarnya lebih
tergantung pada tujuan untuk apa lapisan perkerasan tersebut dibutuhkan. Karena
|
29
semakin padat lalulintas dan semakin berat jenis kendaraan yang melintas maka akan
semakin tebal juga lapisan beton berpori yang dibutuhkan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa kualitas dan spesifikasi dari lapisan permukaan ini sangat tergantung pada fungsi
dari lapisan beton berpori itu sendiri.
2.8.2
Subbase
Lapisan yang berada dibagian lapisan permukaan adalah lapisan subbase.
Lapisan ini berfungsi sebagai pemisah antara lapisan permukaan (beton berpori) dengan
tanah dasar (subgrade), sebagai penendukung beban vertikal lapisan permukaan dan
memiliki tebal minimal 10cm berupa agregat terbuka.
Lapisan subbase
setidaknya
dipadatkan
mencapai nilai 90%
~ 95%
Standard Proctor Maximum Dry Desity
(unpublished information from Florida Concrete and Product Assosiation, Orlando,
1983), sehingga lapisan ini juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan air hujan serta
membantu penyaringan cairan.
Lapisan ini dapat ditebalkan untuk menambah kapasitas penampungan air hujan,
untuk menambah daya dukung beban lapisan permukaan dan apabila lapisan tanah dasar
berupa tanah lunak. Semakin padat lapisan ini maka semakin besar daya dukung yang
diberikan pada lapisan permukaan. Sebenarnya untuk beberapa kasus lapisan subbase ini
dapat tidak digunakan apabila lapisan tanah dasar sudah memberikan daya serap yang
baik serta daya dukung yang cukup terhadap lapisan permukaan.
Dalam konstruksi pelaksaannya lapisan subbase
dibuat lebih memanjang dari
pada lapisan permukaan. Hal ini dilakukan untuk mendukung bagian pinggir dari lapisan
permukaan serta tidak terjadi retakan apabila beban lewat pada bagian pinggir.
|
![]() 30
Gambar 2.11
Gambaran Umum Konstruksi Lapisan Perkerasan Beton Berpori
(Sumber: Ferguson 2005)
2.8.3
Geotekstil
Geotekstil terbuat dari serat sintetik yang teranyam membentuk seperti kain
berpori yang fleksibel tersusun secara rapih menggunakan mesin tenun standard ataupun
teranyam secara acak, bahkan bebepara dibuat dengan cara ditenun. Geotekstil
merupakan material yang tembus air baik searah maupun tegak lurus bidangnya. Pada
aplikasinya geotekstil memiliki area yang luas dalam menyelesaikan masalah, akan
tetapi penggunaannya pasti memiliki fungsi paling tidak satu dari empat fungsi
utamanya: pemisah, perkuatan, penyaringan, dan/atau drainase.
Secara garis besar geotekstil terbagi menjadi 2 jenis, yaitu geotekstil woven dan
non-woven. Yang dimaksut dengan woven adalah jenis geotekstil yang dibuat dengan
susunan rapih teranyam, jenis geotekstil woven memiliki daya kuat tarik dua arah
(vertikal dan horizontal) yang sejajar berdasarkan permukaannya. Selain itu jenis
geotekstil ini memiliki nilai permeabilitas yang sangat rendah serta lebih mudah rusak
dari pada jenis non-woven. Untuk geotekstil jenis non-woven sendiri memiliki tekstur
seperti layaknya karpet, dimana geotekstil ini teranyam secara acak dan membentuk
Pervious Concrete
Subgrade
Geotextile
Aggregate Subbase
|
![]() 31
lapisan. Geotekstil non-woven memiliki kuat tarik dari berbagai arah (multidirectional)
yang sejajar dengan permukaannya dikarenakan teksturnya yang acak.
Gambar 2.12
Geotekstil Non-woven (kiri) Woven (kanan)
(Sumber : http://geotextile.web.id)
Fungsi lapisan geotekstil dalam konstruksi beton berpori adalah sebagai pemisah
antara lapisan subbase dengan lapisan tanah dasar kemudian juga berfungsi perkuatan
untuk mendukung lapisan subbase. Selain itu geotekstil juga dapat berperan sebagai
penyaring cairan yang lewat, sehingga dapat berperan sebagai drainase ke lapisan tanah
dasar.
2.8.4
Lapisan tanah dasar
Lapisan tanah dasar merupakan lapisan terbawah, dimana lapisan ini sebaiknya
tidak dipadatkan. Kapasitas penyerapan air pada tanah dasar menentukan banyaknya air
yang dapat dikeluarkan dari lapisan agregat ke dalam tanah sekitarnya. Lapisan berupa
geotekstil non woven
dapat diletakan antara subbase
dengan lapisan tanah dasar,
geotekstil ini berfungsi sebagai pemisah antara lapisan permukaan dengan subbase
karena sifatnya yang dapat ditembus oleh air akan tetapi tidak oleh tanah.
Selain itu
geotekstil juga berfungsi sebagai penyaring polusi yang terkandung didalam cairan yang
akan meresap ke dalam tanah.
|
![]() 32
2.9
Metode pelaksanaan Konstruksi Beton berpori
Sebelum memulai konstruksi pastikan bahwa area yang akan digunakan tidak
berlumpur dan jenuh air. Kemudian tanah dasar diratakan untuk mendapatkan elevasi
yang tepat
(biasanya pada tanah dasar tidak dilakukan pemadatan),
kemudian
penempatan geotekstil diatas lapisan tanah dasar apabila digunakan. Setelah itu
dilakukan pengerjaan subbase, dimana lapisan ini dipadatkan sesuai dengan spesifikasi
perencanaan yang dibutuhkan.
Pengecoran lapisan permukaan dilakukan dengan
menggunakan bekisting sebagai batas atau cetakan dalam penempatan beton berpori.
Pengerjaan perkerasan dengan beton berpori dilakukan dengan sesegera
mungkin, dikarenakan
perencanaan spesifikasi awal
adonan semen
tidak memilki
kandungan air yang berlebih. Adonan beton berpori yang tidak terlindungi dalam waktu
yang lama akan mengurangi kandungan air pada adonan beton, hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya air yang dibutuhkan dalam proses hidrasi. Proses
pemadatan dilakukan dengan menggunakan penggilas setelah adonan beton berpori rata.
Untuk pekerjaan skala besar bisanya digunakan penggilas
3,7
m
dan
berat 227
kg,
sedangkan penggilas kecil memiliki berat 32 kg.
Gambar 2.13
Alat Penggilas Besar
(Sumber: Florida Concrete & Product Assosiation)
|
![]() 33
Gambar 2.14
Alat Penggilas Kecil
(sumber: American Concrete Institue)
Sambungan pada beton berpori dilakukan sesegera mungkin setelah proses
pemadatan. Proses sambungan dilakukan dengan menggunakan alat yang menyerupai
penggilas, akan tetapi terdapat semacam pisau pada bagian tengahnya.
Proses
sambungan dilakukan untuk mengontrol keretakan yang mungkin terjadi pada proses
pemasangan perkerasan beton berpori.
Gambar 2.15
Proses Pembentukan Ruas Beton Berpori
(sumber: Tri-North Builders)
Proses curing dilakukan 20 menit dari proses pengecoran. Semakin cepat proses
curing dilaksanaan akan semakin baik, hal ini dilakukan untuk menghindari proses
dehidrasi pada permukaan lapisan beton berpori.
Dimana seluruh permukaan beton
berpori dilapisi oleh polyethylene sheet. Kemudian diletakan pemberat seperti kayu atau
|
![]() 34
benda lain untuk mencagah lembaran penutup diterbangkan oaleh angin atau hujan.
Proses curing sendiri berlangsung minimal selama 7 hari.
2.10
Perawatan Beton Berpori
Perawatan perkerasan dengan menggunakan beton berpori haruslah dilakukan
secara berkala.
Mengingat air yang mengalir melewati beton memungkinkan untuk
membawa polusi yang larut dalam air maupun yang tidak larut, serta juga sampah yang
dapat menyumbat rongga-rongga pada beton.
Kebanyakan dari serpihan-serpihan ini
akan tersimpan dekat dengan permukaan beton berpori sehingga dibutuhkan perawatan
khusus dalam mengatasinya.
Dilakukannya vacuming atau power blowing untuk membersihkan pori-pori pada
beton berpori
apabila terjadi penyumbatan pada beton berpori. Power blowing
atau
pressure washing cukup efektif dalam mendorong serpihan-serpihan yang menyumbat
turun kebagian bawah beton, tetapi
penggunaan tekanan yang terlalu besar
dapat
merusak beton berpori. Kemudian proses vacuming dapat menyedot serpihan-serpihan
yang ada pada rongga-rongga beton berpori pada proses pembersihan.
Gambar 2.16
Beton Berpori yang Kotor dan Tersumbat
(Sumber: PCA-Northeast Cement Shippers Association)
|
![]() 35
Gambar 2.17
Beton Berpori Setelah Proses Power Vacuum
(Sumber: PCA-Northeast Cement Shippers Association)
Disarankan proses pemeliharaan beton berpori dilakukan secara berkala. Proses
vacuuming atau power blowing dapat dilakukan seperlunya atau sekitar 2 sampai 3 kali
selama 1 tahun.
Proses vacuming
atau power blowing
pada beton berpori
dapat
mencegah penyumbatan berkelangsungan yang tidak terlihat oleh mata.
Pemeliharaan
yang teratur
dapat menjaga kondisi beton berpori tetap baik dan memastikan beton
berpori masih berfungsi dengan baik.
|