3
BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1. Sumber Data
2.1.1. Situs
-
Indonesia memiliki tipografi vernakular sendiri tetapi belum pernah ada yang
mensosialisasikannya secara resmi kepada publik bahwa tipografi jalanan itu
bukan tulisan semata melainkan karya seni. Di negara lain telah banyak
bermunculan situs
tipografi vernakular yang dibagi berdasarkan negara.
Bahkan ada satu negara yang khusus mendokumentasikan tipografi
vernakularnya dalam satu website. Handpaintedtype.com merupakan website
hasil kolaborasi beberapa desainer India yang khusus mendokumentasikan
seni tipografi vernakular India dan membuka kontribusi masyarakat untuk
turut serta menyumbang dokumentasi dan font yang dapat dibeli ke dalam
situs tersebut.
-
Ada pula situs
dengan nama vernaculartypograpy.com
yang memuat
dokumentasi tipografi vernakular yang dikelompokkan melalui negara.
Sehingga kita dapat melihat bagaimana ciri khas tipografi vernakular masing-
masing negara.
-
Situs ini
milik seorang desainer dari San Fransisco yang sudah terkenal
sering membuat font vernakular yaitu Pablo A. Medina. Situs ini penulis
jadikan referensi karakter desain vernakular dan penerapannya.
-
Situs ini membahas khusus font FF Scala dan familynya. Dari sejarah hingga
spesifikasi fontsylenya secara teknikal dan penerapan-penerapannya. Situs ini
digunakan sebagai referensi teknis dalam membuat font.
-
Di dalam website ini tertulis data tentang sejarah pecel lele di Jakarta dan
asal mula berkembangnya usaha pecel lele Lamongan hingga sesukses saat
ini. Soen'an yang saat ini menjabat Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
Departemen Kelautan dan Perikanan
(DKP) mengemukakan, berdasarkan
hasil penelitian Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi
dan Sosial (LP3ES), warga Lamongan telah membuka lapak soto di Jakarta
|
4
sejak 1952. Yang memulai satu keluarga dari Desa Siman, 25 km barat Kota
Lamongan, dan kemudian diikuti generasi berikutnya.
Soen'an yang juga pendiri Koperasi Pecel Lele mengemukakan, warga pesisir
Lamongan kebanyakan merantau ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah,
atau biasa disebut sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI). Sedangkan
masyarakat yang bermukim di pedalaman, memilih merantau ke kota di
seantero Nusantara, berjualan soto yang terkenal dengan nama soto
Lamongan, dan pecel lele.
Kepergian orang Lamongan meninggalkan kampung halaman untuk
menangguk rezeki, disebabkan oleh perpaduan dua faktor. Pertama adalah
faktor pendorong berupa kondisi alamiah Kabupaten Lamongan yang kurang
menjanjikan.
Sedangkan yang kedua adalah faktor penarik, yakni tersedianya rezeki yang
berlimpah
di kota-kota tempat merantau, seperti Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Medan, Pontianak, Makassar, Manado, sampai Sorong. Di mana
pun ada keramaian, di situ didirikan tenda warung soto dan pecel lele.
Bermodal Rp 10 juta sampai Rp 20 juta dan keuletan, mereka sanggup
memancing pelanggan berdatangan.
-
Situs ini berisi fakta bahwa warung tenda Lamongan sudah tersebar hampir
di seluruh kota besar di Indonesia, dengan kisaran harga 10-15 ribu rupiah
menghasilkan omset dan keuntungan yang besar.
-
Situs
portfolio desainer Amerika Michael R. Heck yang membuat essay
dengan judul vernacular typography.
Di dalam essaynya tersebut tertulis
hasil riset dan analisa tentang ciri-ciri tipografi vernakular. Salah satunya ia
menyebutkan ciri-ciri tipografi vernakular adalah display type.
2.2.
Data Hasil Survei
2.2.1. Observasi
Setelah melakukan survei lapangan hampir di seluruh wilayah Jakarta
yang menjadi pusat-pusat warung tenda di jalan tersebut banyak tersebar
warung tenda yang memasang spanduk sebagai penutup tendanya dan
sebagai signage
warung mereka yang beraneka jenis. Pemilik warung
makanan biasanya merupakan orang yang berasal dari daerah dan datang
ke Jakarta khusus untuk membuka dan menjalani usaha warung mereka.
Banyak dari mereka mengaku bahwa spanduk tulisan nama warung
mereka itu, mereka peroleh dari asal kampungnya.
Berikut beberapa
spanduk warung tenda Jakarta:
|
![]() 5
Warung Nasi Uduk
Gambar 2.1. Warung Nasi Uduk di Sunter, Jakarta Utara.
Gambar 2.2. Warung Nasi Uduk di Jalan Pemuda, Jakarta Timur.
|
![]() 6
Gambar 2.3. Warung Nasi Uduk asal Surabaya di Sumur Batu, Jakarta Pusat.
|
![]() 7
Gambar 2.4. Warung Nasi Uduk di Sumur Batu, Jakarta Pusat.
Gambar 2.5. Warung Nasi Uduk di Fatmawati, Jakarta Selatan.
Gambar 2.6. Warung Nasi Uduk di Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
|
![]() 8
Gambar 2.7. Warung Nasi Uduk di Radio Dalam, Jakarta Selatan
Warung Pecel Lele
Gambar 2.8. Warung Pecel Lele di Jalan Pemuda
Gambar 2.9. Kata sedia yang terlipat di ujung kiri spanduk juga memiliki gaya yang
khas dan sering penulis lihat di warung tenda lainnya.
|
![]() 9
Gambar 2.10. Warung Pecel Lele di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Gambar 2.11. Warung Pecel Lele di Jalan PAM, Jakarta Pusat.
Gambar 2.12. Warung Pecel Lele di Kem,ayoran, Jakarta Pusat.
|
![]() 10
Gambar 2.13. Warung Pecel Lele di Jalan Pemuda, Jakarta Timur.
Gambar 2.14. Warung Pecel Lele di Kemayoran, Jakarta Selatan
Warung Seafood
|
![]() 11
Gambar 2.15. Warung Seafood di Jalan Danau Sunter, Jakarta Selatan
Gambar 2.16. Warung Seafood di Jalan Pemuda, Jakarta Timur.
Gambar 2.17. Warung Seafood di Jalan Pemuda, Jakarta Timur.
|
![]() 12
Gambar 2.18. Warung Seafood di Kemayoran, Jakarta Pusat.
Warung Nasi Goreng
Gambar 2.19. Warung Nasi Goreng Comal di Ruko Sunter Indah, Jakarta Utara.
|
![]() 13
Gambar 2.20. Warung Nasi Goreng di Jalan Fatmawati , Jakarta Selatan.
Gambar 2.21. Warung Nasi Goreng di Jalan Dharmawangsa , Jakarta Selatan.
Warung Roti Panggang
|
![]() 14
Gambar 2.22. Warung Roti Panggang di Jalan Danau Sunter, Jakarta Utara.
Warung Lain-lain
Gambar 2.23. Warung Ayam Bakar di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
|
![]() 15
Gambar 2.24. Warung Minuman Sinar Garut di Jalan Dharmawangsa, Jakarta Pusat.
Gambar 2.25. Warung Ayam Taliwang khas Lombok di Jalan Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Gambar 2.26. Warung Cak SH di Kemayoran, Jakarta Pusat.
|
![]() 16
Gambar 2.27. Warung Joko Tingkir di Jalan Sumur Batu, Jakarta Pusat.
Gambar 2.28. Warung Nasi Bebek di Jalan Sum,ur Batu, Jakarta Pusat.
2.3.
Hasil Wawancara
-
Sandi seorang penjual nasi uduk yang berumur 37 tahun asal Brebes ini sudah
merintis usaha warung tendanya sejak tahun 1998 di daerah Danau Sunter Raya
tepatnya dekat kali. Oleh karena itu di spanduk warungnya tertulis angka 98
yang dilingkari dan terdapat nama bintang Scorpio dengan alas an keluarganya
banyak yang memiliki bintang Scorpio. Menurut hasil wawancara dengan
pemilik warung tenda ini, ia mengatakan bahwa gambar lingkaran dan bintang
yang tergambar di spanduk tersebut merupakan khas Brebes atau Tegal.
Pemilihan warna dominan biru karena daerah mereka dekat pesisir. Ia mengaku
mendapatkan spanduk ini dari kampungnya Brebes. Ia membelinya dari seorang
kenalan yang khusus membuat spanduk ini yang dahulunya belajar dari Bosnya
yang juga memiliki usaha membuat spanduk ini bernama Amrin yang tinggal di
Brebes juga hanya beda kecamatan. Ia membelinya dengan harga Rp. 300.000,-
sudah dengan gambar dan hurufnya.
|
![]() 17
Gambar 2.29. Warung Nasi Uduk milik Mas Sandy, Jakarta Utara.
-
Ega seorang pedagang warung tenda seafood asal Brebes yang berumur 32 tahun
dan sudah merintis usahanya di lokasi yang berdekatan dengan Pak Sandi
tersebut sudah 15 tahun. Ia merupakan saudara dari pembuat spanduk miliknya
dan milik Pak Sandi. Hanya saja ketika penulis bertanya apakah saudaranya bisa
dihubungi untuk diwawancara, ia tidak memiliki nomor yang bisa dihubungi,
mereka hanya bertemu jika pulang kampung saja. Ia mengatakan bahwa
saudaranya dulu belajar membuat spanduk ini di sekolah yang berlokasi di jalan
Pramuka, hanya saja ia tidak mengetahui nama sekolahnya dan keberadaannya
hingga sekarang. Pak Ega berkata ia pernah mendengar daerah Ciledug atau
Cilegon ada yang juga menjual spanduk yang dilukis sendiri itu. Atau mungkin
bisa didapatkan di tempat jual stempel, plat atau spanduk
Gambar 2.30. Warung Nasi Uduk milik Mas Ega, Jakarta Utara.
-
Zainal Arifin, 53 tahun, adalah seorang pedagang berbagai macam hidangan
nasi dan ayam yang bernama Comal mengaku bahwa spanduk warungnya
disablon di daerah Poncol dekat Pasar Nangka. Sebelumnya ia juga memakai
spanduk yang dilukis sendiri oleh saudaranya yang sekarang bekerja di Honda
dan tinggal di Bekasi. Sayangnya saudaranya itu tidak bisa dihubungi dan ia
|
![]() 18
sudah tidak pernah bertemu lagi kaena kesibukan saudaranya yang suka bekerja
lembur setiap hari. Ia mengatakan bahwa saudaranya pernah belajar melukis
spanduk tersebut dari sekolahnya di daerah Jawa.
Gambar 2.31. Warung Nasi Uduk milik Mas Zainal, Jakarta Utara.
-
Naomi Haswanto,
Head of Visual Communication Design di Institut
Teknologi Bandung
Wawancara dilakukan di ITB dengan menanyakan pertanyaan dan diskusi
secara langsung direkam dengan handphone. Dengan gelar doktornya yang baru
ia dapatkan setelah mengerjakan desertasinya selama 5 tahun dengan judul
"Fenomena Tipografi Vernakular Masyarakat Sektor Informal Perkotaan
Sebagai Ekspresi Budaya Masyarakat Urban Kota Bandung" membuat penulis
menjadikannya sebagai salah satu narasumber utama dalam penelitian tugas
akhir ini.
Menurut Naomi Haswanto, tipografi vernakular di Indonesia berawal karena
alasan ekonomi, banyak orang yang tidak memiliki pendidikan tinggi yang
akhirnya mengambil usaha yang disebut sektor informal, yaitu pekerjaan yang
tidak terkena pajak yaitu pedagang kaki lima (PKL). Karena keterbatasan
ekonomi ini, para PKL ini membuat gerobak untuk berjualan, dan seiring
berjalannya waktu mereka merasa perlu untuk mengkomunikasikan apa yang
mereka jual kepada orang sekeliling
dan mereka mulai menulisi gerobak
mereka.
Ada berbagai tipe pedagang yang memiliki cara menulis yang berbeda yaitu,
ada yang sekedar menulis karena pendidikan yang rendah, ada yang merasa
perlu menghiasnya karena memiliki rasa seni yang muncul dari seni tradisional
misalnya kalau di Bandung, mereka mengambil kesenian Sunda seperti Wayang
Golek, dan ada yang ingin gerobaknya dihias dengan bagus mereka meminta
bantuan pelukis profesional atau pelukis jalanan pada saat itu.
Dengan
keterbatasan pengetahuan dan ekonomi, mereka mulai berkreasi dengan meniru
huruf-huruf yang sedang populer untuk menulis becak atau gerobaknya.
|
![]() 19
Dan sejak tahun 1970an di saat mulai banyak munculnya transportasi seperti
becak yang ditulis dengan huruf-huruf hias. Dan saat krisis moneter mulai
merajalela dan banyak pekerja yang di PHK, muncullah banyak pedagang kaki
lima (PKL) yang bertahan hidup dengan membuka usaha di pinggir-pinggir
jalan.
Keunikan dan keragaman tipografi vernakular tersebut terbentuk akibat hasil
dari sudut pandang pemikiran PKL dan sikap hidup, norma dan nilai-nilai
kehidupan PKL sebagai kaum urban yang berjiwa bebas, kausalitas tidak terikat
aturan formal, senang menghias, suka meniru, lugas, sederhana dan naif, bebas
dalam memilih atau menentukan gaya tulisan, bebas dalam mengolah gagasan,
yang diperoleh dari lingkungan sehari-hari, dan dipengaruhi budaya populer.
Oleh karena itu
pemikiran ini mengakibatkan visual tipografi vernakular
sifatnya luwes dan dinamis karena menerima perubahan segala sesuatu yang
menjadi tren dengan cepat. Sifatnya yang senang meniru, dipengaruhi oleh
lingkungan, lokalitas habitat kebiasaan hidup sehari-hari (pengaruh budaya
asal/budaya bawaan) dan huruf yang dipengaruhi panutan.
Pengaruh lain yang menyebabkan keragaman adalah perbedaan cara pembuatan
tipografi vernakular yang terkait dalam Sejarah (era tulisan tangan, era sablon,
era digital) yang ketiganya masih dipergunakan hingga kini, hanya saja untuk
kasus warung tenda di Jakarta sudah jarang ditemukan yang membuat huruf
dengan tulisan tangan, lebih banyak sablon dan cetak digital. Salah satu ciri dari
tipografi vernakular yang diwariskan sejarah juga adalah penggunaan huruf
kapital yang cenderung lebih banyak dipakai sebagai identitas.
Sifat tipografi vernakular yang kasual dan tidak terikat aturan formalitas
menyebabkan cara mengungkap huruf bebas, mengolah gagasan bisa dari apa
saja, dengan memanfaatkan gagasan dan benda yang ada di lingkungan sehari-
hari.
Gambar 2.32. Diagram 3 hal yang mempengaruhi tipografi vernakular
(Sumber : Dra. Naomi Haswanto, MSn.).
|
20
Ciri-ciri tipografi vernakular :
-
Dinamis karena banyak terpengaruh tren.
-
Sering meniru budaya popular.
-
Tipografi vernakular juga romantik, dalam cara pandang pembuatnya
menonjolkan perasaan indah, dan bangga akibat pengaruh penggunaan material
ataupun meniru dan melestarikan gaya ungkap penggambaran jaman dahulu
(tradisi).
-
Huruf cenderung ramai dengan hiasan.
-
Warna yang cerah, kontras.
-
Susunan yang geometris, melingkar, berbingkai dan berulang (pola redundan).
-
Terkadang berpenampilan lucu, aneh, dan mengejutkan.
Keunikan dan keragaman bentuk anatomi dan karakter huruf-huruf terbentuk
karena huruf dihias, diolah, diberi ornamen, diberi tambahan gambar, ditebal-
tipiskan, ditonjolkan dengan diberi bayangan, dilapis, diberi warna kontras,
sehingga tipografi vernakular cenderung berpenampilan bebas, ornamental,
dekoratif dan figuratif.
2.4. Hasil Analisa
Pengaruh Pasca Modern terhadap Tipografi Vernakular
Peradaban manusia telah melewati tahap-tahap pra-sejarah, sejarah, klasik, modern,
dan
kini memasuki era pascamodern. Pascamodern adalah sebuah tahap
perkembangan sosial yang dipikirkan sebagai melampaui modernitas. Sudut
pandang yang diangkat adalah menyorot pada dampak perubahan radikal dari
ekonomi era industri yang berkutat seputar produksi barang dan jasa menuju
ekonomi pascaindustri yang diorganisasikan seputar konsumsi budaya, permainan
media massa dan perkembangan teknologi informasi. Perubahan masyarakat
modern menuju era pascamodern membawa dampak besar terhadap perkembangan
budaya dan komunikasi.
Ciri-ciri budaya masyarakat pascamodern:
-
Pengaruh budaya & media massa yang menjadi sedemikian kuat
-
Konsumsi tinggi berbagai bentuk simbol-simbol & gaya hidup
-
Serangan/kritik atas ide tentang realitas dan representasinya
-
Prinsip pemersatu dari produksi kultural adalah imaji & ruang, bukan lagi narasi
dan sejarah.
-
Bentuk-bentuk seni urban menonjolkan unsur hiburan, dan gaya hidup.
-
Pemujaan hibriditas. Klasifikasi, batas-batas, seperti batas antara budaya
tinggi/elite dan budaya rendah/popular semakin mengabur bahkan ditinggalkan.
Vernakular muncul pada era pascamodern ini, sejak kemunculan desain retro yang
merujuk pada desain tahun 1930an. Terminologi vernakular ini memang hadir atas
bentuk perlawanan pada era modern yang kaku dan tidak dinamis dan sebagai
paham liberal yang mempengaruhi desain menjadi intuitif dan personal. Oleh
karena itu vernakular menghasilkan tipografi yang ekspresif, kasual, tidak konsisten
|
21
dan dinamis.
Oleh karena itu tipografi warung tenda
ada pada era ini, karena
kemunculannya yang ada di Indonesia tak lama sejak zaman penjajahan berakhir
dan era kemerdekaan di Indonesia dimana rakyat Indonesia baru saja membangun
ekonominya salah satunya dengan berdagang kaki lima.
Pengaruh Karakter Huruf Roman pada Tipografi Vernakular
Setelah diteliti struktur bentuk dari huruf-huruf yang ada pada warung tenda banyak
dipengaruhi oleh karakter huruf Roman.
Proporsi dan karakter yang menonjol dari huruf Roman :
-
huruf proporsional dan stabil
-
bentuk huruf berdasar pada unsur-unsur geometris seperti kotak, segitiga, lingkaran
tebal-tipis stroke dinamis dan kontras
-
terdiri dari unsur garis horizontal dan vertikal dalam komposisi seimbang
-
jarak antar huruf (kerning) tampak menyatu dalam bentukan tiap kata, sedangkan
antar kata dipisahkan oleh jarak spasi
-
jarak atas dan bawah antar baris kalimat (leading) fleksibel, dapat diatur sesuai
keperluan layout
Dalam tipografi Latin, roman adalah salah satu dari tiga jenis utama dari sejarah
tipografi, bersama Blackletter dan Italic. Huruf Roman merupakan model dari gaya
penulisan naskah Eropa dari tahun 1400-an, berdasarkan pasangan ibukota
inscriptional digunakan di Roma kuno dengan Carolingian Minuscules Script yang
merupakan standarisasi gaya huruf yang dikembangkan di Kekaisaran Romawi
Suci.
Pada awal abad Renaisans, roman dan huruf italic digunakan secara terpisah. Saat
ini, jenis roman dan miring adalah dicampur, dan tipografi sebagian besar terdiri
dari gaya romawi tegak dengan gaya italic atau italic terkait.
Tipografi Populer
Romawi termasuk Bembo, Baskerville, Caslon, Bodoni, Times Roman dan
Garamond.
Pengaruh Tren pada Tipografi Vernakular
Tren merupakan suatu fenomena yang mengambil andil dalam kehidupan manusia.
Tren selalu diikuti oleh mayoritas orang dalam kelompok tertentu, dan skalanya
bisa sangat besar hingga seluruh dunia dan selalu berubah-ubah dalam kurun waktu
tertentu. Tren sangat dipengaruhi oleh lingkungan, siapa yang dianngap trendsetter
dan kekuatan media informasi.
Dalam prakteknya pada tipografi warung tenda pengaruh tren sangatlah besar, tren
apapun yang mempengaruhi si pemilik warung tenda atau pada lingkungannya akan
mempengaruhi visualnya juga, dan praktik meniru atau mencontoh tipografi yang
sedang tren di tempat tinggalnya. Tren juga bisa berupa iklan yang sering muncul di
TV atau radio dan juga bisa berupa produk yang sering dipakai oleh pedagang
warung tenda. Contohnya pada warung tenda pecel lele Budiono di
bawah ini,
memakai visual yang mirip logo Dji Sam Soe yang sedang tren pada saat
pembuatan spanduk ini.
|
![]() 22
Gambar 2.33. Logo Dji Sam Soe pada tipografi warung tenda di Pecel Lele Budiono.
Gambar 2.34. Logo Sepatu Fila pada huruf F Firda.
|