(diwakili oleh Ti Pat Kay), kebodohan batin yang merupakan refleksi karakter
manusia yang lemah dan selalu membutuhkan dorongan semangat (diwakili oleh Wu
Ching), kesombongan, keegoisan dan pikiran yang liar (diwakili oleh Sun Go Kong).
Dia adalah kera nakal yang tak pernah diam. Selalu bergerak ke sana dan ke sini
dengan begitu cepatnya. Kalau sudah tidak bisa dikendalikan oleh biksu Tong
(Hsuan-tsang), maka akan diperingati terlebih dahulu, tapi kalau masih nakal maka
akan dibacakan mantra pemberian Avalokitesvara Bodhisattva.
Sedangkan biksu Tong sendiri menggambarkan suatu kesadaran bahwa setiap
tindakan akan ada akibatnya. Tidak kalah pentingnya adalah jubah yang dikenakan
oleh biksu Tong, merupakan suatu simbol perlindungan kesucian dari sifat dasar
manusia. Jubah ini dikisahkan banyak memberikan perlindungan kepada biksu itu
dari segala gangguan siluman yang mencoba membinasakannya ataupun
menggodanya. Sedangkan Pai-Ma (kuda putih) hanyalah merupakan pelengkap
cerita saja dan tidak mewakili apa-apa.
Di dalam cerita perjalanan menuju ke Barat untuk mencari kitab Buddha di bawah
lindungan oleh para dewa di langit ini, tidak sulit ditemukan bahwa masalah langit
dan bumi mempunyai urutannya. Dewa pada tingkat yang tinggi mengurus Dewa
tingkatan rendah dan Dewa tingkatan rendah mengurus dunia manusia. Siapa yang
telah merusak urutan ini, akan menerima hukumannya. Sun Go Kong menganggap
dirinya paling hebat, dan mengangkat dirinya sendiri sebagai dewa tertinggi,
kemudian membuat keributan di istana langit. Prajurit dari langit juga tidak bisa
berbuat apa-apa terhadapnya. Namun di hadapan Buddha, kecilnya bagaikan sebutir
kelereng yang tinggal disentil dan meskipun mengeluarkan seluruh kemampuannya
juga tidak akan bisa melepaskan diri dari telapak tangan Buddha. Setelah dibebaskan
oleh biksu Tong, ia mengikuti perjalanan ke Barat mencari kitab suci sekaligus
menebus karmanya
|