terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya
ajaran Hindu dan tulisan Bahasa Sanskerta dari India pada 100 SM
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya
semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan
di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari
Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa
inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi
keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit
(12931500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan
kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara
beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di
nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan,
pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa
ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda
pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung
Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya
di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir
kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku.
Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi
permanen yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang
saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut
dan darat terhadap daerah Sanur dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang
kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah,
sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan
yang melibatkan
seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000
orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka
untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja
memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan
budaya umumnya tidak berubah.
2.6.2 Strata Sosial
|