3
BAB 2
DATA & ANALISA
2.1 Sumber Data
Data-
data yang didapat untuk mendukung proyek berasal dari media
internet, buku, dan artikel. Data
tersebut ada yang berhubungan dengan kehidupan suku Asmat dan ada juga yang berguna sebagai teori
pendukung.
2.2 Data Umum
2.2.1 Animasi
Animasi berasal dari bahasa latin, anima, yang artinya jiwa, hidup, nyawa dan semangat.
Animasi ialah suatu seni untuk memanipulasi gambar menjadi seolah-olah hidup dan bergerak, yang
terdiri dari animasi 2 dimensi maupun 3 dimensi. Animasi 2D membuat benda seolah hidup dengan
mengunakan kertas atau komputer. Animasi 3D merupakan animasi yang dibuat dengan menggunakan
model seperti yang berasal dari lilin, clay, boneka/marionette dan menggunakan kamera animasi yang
dapat merekam frame demi frame.Ketika gambar-gambar tersebut diproyeksikan secara berurutan dan
cepat, lilin atau clay boneka atau marionette tersebut akan teihat seperti hidup dan bergerak.
Animasi 3D dapat juga dibuat dengan menggunakan komputer. Proses awalnya adalah membentuk
model, pemberian tekstur, warna, hingga cahaya.Kemudian model tersebut diberi kerangka, warna,
hingga cahaya. Setelah itu model tersebut diberi kerangka dan gerakanya dirancang satu persatu. Seluruh
proses pembuatannya dari awal hingga akhir dikerjakan di komputer.
|
4
Animasi itu sendiri telah dimulai dari jaman purba, dengan ditemukannya lukisan-lukisan pada
dinding goa di Spanyol yang menggambarkan gerak dari binatang-binatang. Pada 4000 tahun yang lalu
bangsa Mesir juga mencoba menghidupkan suatu peristiwa dengan gambar-gambar yang dibuat
berurutan pada dinding.
Sejak menyadari bahwa gambar bisa dipakai sebagai alternatif media
komunikasi, timbul keinginan menghidupkan lambang-lambang tersebut menjadi cermin ekspresi
kebudayaan. Terbukti dengan diketemukannya berbagai artefak pada peradapan Mesir Kuno 2000
sebelum masehi. Salah satunya adalah beberapa panel yang menggambarkan aksi dua pegulat dalam
berbagai pose. Animasi tidak akan pernah berkembang tanpa ditemukannya prinsip dasar dari karakter
mata manusia yaitu: persistance of vision (pola penglihatan yang teratur). Paul Roget, Joseph Plateau dan
Pierre Desvigenes, melalui peralatan optic yang mereka ciptakan, berhasil membuktikan bahwa mata
manusia cenderung menangkap urutan gambar-gambar pada tenggang waktu tertentu sebagai suatu pola.
Dalam perkembangannya animasi secara umum bisa didefinisikan sebagai suatu sequence gambar yang
diekspos pada tenggang waktu tertentu sehingga tercipta sebuah ilusi gambar bergerak
2.2.2 Tentang Suku Asmat
Suku Asmat
adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya
yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang
tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara
hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu
suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda Asmat.
Pada umumnya, yang menyebabkan
pertentangan adalah adanya perzinahan, pelanggaran batas daerah sagu, pencurian ulat sagu, ataupun
hanya sekedar mencari gara-gara karena terjadinya salah paham atau tersinggung. Konflik antara dua
orang biasanya meningkat menjadi konflik antar keluarga, kemudian antar clan, hingga akhirnya
melibatkan seluruh kampung.
Yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai Suku Asmat untuk
membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan
dibagikan kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan
memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan.
Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu kampung. Setiap kampung punya satu
rumah Bujang dan banyak rumah keluarga. Rumah Bujang dipakai untuk upacara adat dan upacara
|
![]() 5
keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan
dapur sendiri. Hari ini, ada kira-kira 70.000 orang Asmat hidup di Indonesia. Mayoritas anak-anak
Asmat sedang bersekolah.
Gambar 2.1 Suku Asmat
Orang-orang Asmat merasa dirinya bagian dari alam. Karena itulah mereka sangat menghormati
dan menjaga alam sekitarnya bahkan, pohon di sekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran
dirinya. Batang pohon menggambarkan tangan. Buah menggambarkan kepala. Akar menggambarkan
kaki.
Sehari-hari orang Asmat bekerja di lingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan. Anak-anak
harus membantu orangtuanya. Mereka mencari umbi, udang, kerang, kepiting, dan belalang untuk
dimakan. Sementara itu para bapak menebang pohon sagu serta berburu binatang di hutan. Bahan
makanan yang sudah terkumpul dimasak oleh para ibu. Selain punya tugas memasak, para ibu juga
mempunyai tugas menjaring ikan di rawa-rawa.
Karya ukir kayu khas Suku Asmat adalah salah satu kekayaan budaya nasional yang sudah
memiliki nama bagi para turis asing. Karakteristik ukiran Suku Asmat mempunyai pola yang unik dan
bersifat naturalis. Dari pola-pola itu terlihat kerumitan cara membuatnya sehingga membuat karya ukir
mereka bernilai tinggi dan cukup banyak diminati para turis asing. Dari segi model, ukiran Suku Asmat
sangat beragam, mulai dari patung manusia, perahu, panel, perisai, tifa, telur kaswari, sampai ukiran
tiang. Suku Asmat biasanya mengadopsi pengalaman dan lingkungan hidup sehari-hari sebagai pola
ukiran mereka, seperti pohon, perahu, binatang, orang berperahu, dan lain-lain
|
![]() 6
Gambar 2.2 Ukiran kayu suku Asmat
Masyarakat Asmat terdiri dari 12 sub etnis, dan masing-masing memiliki ciri khas pada karya
seninya. Begitu juga dengan kayu yang digunakan, ada juga perbedaannya. Ada sub etnis yang menonjol
ukiran patungnya, ada yang menonjol ukiran salawaku atau perisai.
Ada pula yang memiliki ukiran untuk hiasan dinding dan peralatan perang.
Yang paling istimewa dan unik adalah bahwa setiap karya ukir tidak memiliki kesamaan atau
duplikatnya karena mereka tidak memproduksi ukiran berpola sama dalam skala besar. Jadi, kalau kita
memiliki satu ukiran dari Asmat dengan pola tertentu, itu adalah satu-satunya yang ada karena orang
Asmat tidak membuat pola sama dalam ukirannya. Bentuk boleh sama, misalnya perisai atau panel,
tetapi soal pola pasti akan berbeda. Itulah keunikan ukiran Suku Asmat.
Mengenal Suku Asmat merupakan wahana tersendiri akan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Suku
Asmat merupakan salah satu ikon budaya Indonesia yang menjadi nilai tersendiri untuk dikembangkan
menjadi surga pariwisata di kawasan timur Indonesia. Suku Asmat memiliki ragam budaya dan seni
pertunjukan yang luar biasa. Setiap wisatawan yang datang ke wilayah Suku Asmat pastilah akan
disuguhkan suatu fenomena alami yang menyatu dengan lingkungan alamnya yang masih perawan.
Sungguh suatu petualangan yang sulit untuk dilupakan.
Orang-orang Asmat tidak mengenal besi. Selain itu, tidak juga ditemukan tanahliat pada daerah
ini sehingga tidak mengenal barang-barang keramik. Oleh karena itu, orang-orang Asmat biasa memasak
makanannya di atas api terbuka.
Berapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang Asmat adalah :
|
7
a) Makanan pokok (sagu)
Sagu sebagai makan pokok dapat banyak ditemukan di hutan oleh masyarakatAsmat. Untuk
mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon itu harusditebang, kulitnya dibuka sebagian, dan isinya
ditumbuk hingga hancur.Kemudian, isi tersebut dipindahkan
ke dalam suatu saluran air sederhana
yangterbuat dari daun sagu untuk dibersihkan. Tepung sagu yang diperoleh diolahmenjadi adonan yang
beratnya kira-kira 5 kilogram. Adonan ini kemudian dibakar untuk mendapatkan bentuk yang semipadat
supaya mudah dibawa dandisimpan sampai diperlukan.Proses pembuatan sagu, mulai dari penebangan
pohon hingga terbentuknya adonan siap masak memakan waktu sehari penuh, dari matahari terbit hingga
terbenam.
b) Makanan tambahan
Sebagai makanan tambahan, suku Asmat juga mengumpulkan ulat sagu yangdidapatkan di dalam batang
pohon sagu yang sudah membusuk.
Ulat sagu yangmerupakan sumber protein dan lemak adalah
makanan yang lezat dan bernilai
tinggi bagi mereka. Telur-telur ayam hutan yang ditemukan di pasir
delata-delta
yang sering
tertutup air pada waktu air pasang juga dikumpulkan. Telur-telur ini
dikumpulkan dan dibungkus dakan daun dan dipanggang hingga keras. Apapun yang ditemukan di hutan,
seperti babi hutan, kuskus, burung, dan segala jenis
daun-daunan yang dapat dimakan, dikumpulkan
sebagai tambahan makanan pedamping sagu.Orang Asmat juga memburu iguana (sejenis kadal) untuk
mengambil dagingnya
yang kemudian dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun mereka tangkap dan
dijadikan makanan tambahan.
c) Makanan lainnya
Orang Asmat pun terkadang memiliki bahan makan lainnya yang tidak setiap
harinya ada. Musuh yang
telah mati ditombak saat perang, dibawa pulang kekampung dengan perahu lesung panjang diiringi
dengan nyanyian. Setiba dikampung, mayatnya dipotong-potong dan dibagi-bagikan kepada
seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Sambil menyanyikan lagu kematian, kepala
musuh tersebut
dipotong dan dipanggang, sedangkan otaknya dibungkus dengan
daun sagu untuk kemudian
dipanggang.Walaupun nampak primitif karena penampilannya yang sederhana, namun ternyata Suku
Asmat adalah suku yang memegang kuat filosofi hidup dan nilai-nilai kesopanan. Hal itu juga termasuk
|
![]() 8
dalam cara mereka membangun rumah adat Suku Asmat tanpa adanya campur tangan jasa arsitek
di
dalamnya
·
Jew
Rumah adat Suku Asmat yang dikenal dengan nama Jew, adalah rumah yang khusus diperuntukkan bagi
pelaksanaan segala kegiatan yang sifatnya tradisi. Misalnya untuk rapat adat, melakukan pekerjaan
membuat noken (tas tradisional Suku Asmat), mengukir kayu, dan juga tempat tinggal para bujang. Oleh
karena itu, rumah Jew juga disebut sebagai Rumah Bujang.Rumah ini unik karena dibangun sangat
panjang, bahkan hingga mencapai 50 meter. Karena masyarakat Asmat kuno belum mengenal paku,
maka pembuatan rumah Jew sampai saat ini tidak menggunakan paku.
·
Rumah Tysem
Ada satu lagi rumah adat Suku Asmat yaitu, Tysem. Rumah ini bisa juga disebut sebagai rumah
keluarga, karena yang menghuni adalah mereka yang telah berkeluarga. Biasanya, ada 2 sampai 3 pasang
keluarga yang mendiami Tysem.Ukurannya lebih kecil dari pada rumah Jew. Letak rumah Tysem
biasanya di sekeliling rumah Jew. Sebuah rumah Jew dapat dikelilingi oleh sekitar 15 sampai 20 rumah
Tysem.
Bahan membangun rumah Tysem hampir sama dengan bahan pembuat rumah Jew. Semua dari bahan
alami yang terdapat di hutan sekitar lokasi Suku Asmat berada.
Gambar 2.3 rumah adat suku Asmat (interior)
Gambar 2.4 rumah adat suku Asmat (eksterior)
|
![]() 9
2.2.3 Tentang Topeng dan Pesta Roh
Topeng merupakan media atau alat utama yang digunakan oleh orang-orang Suku Asmat di
Papua dalam upacara yang disebut Pesta Roh atau Pesta Topeng. Dalam istilah orang Asmat, pesta ini
disebut dengan mamar atau bunmar pokbui. Intinya Pesta Roh bukan untuk menghadirkan 'setan' atau
'roh jahat' tetapi justru 'roh' para saudara. Roh yang dekat dengan keluarga yang masih hidup inilah yang
mau diperingati. Pesta Roh merupakan pesta yang cukup umum di setiap kolompok Suku Asmat, topeng
mereka gunakan bervariasi, tidak hanya terbuat dari akar-akar pohon, tetapi juga dari belahan-belahan
rotan atau kulit kayu fum. Yang terbuat dari rotan disebut Manimar sedangkan yang dari kulit kayu fum
disebut ndat jamu
Gambar 2.5 Anak-anak bermain dengan manimar
Gambar 2.6 Ndat jamu
Gambar 2.7 Ndat jamu diberi makan oleh warga
|
![]() 10
Gambar 2.8 Figur Patung Manimar
2.2.4 Tentang Kondisi Cerita Rakyat Indonesia
Berikut adalah
salah satu
kutipan berita mengenai kondisi cerita rakyat di Indonesia:
Medan ( Berita ) : Berkembangnya film dan dongeng dari negara Barat yang ditayangkan melalui media
televisi, menyebabkan cerita rakyat di Sumatera Utara hampir terlupakan oleh generasi muda.
Padahal cerita-cerita rakyat yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal penuh dengan nasihat-
nasihat yang sangat bermanfaat untuk generasi muda, kata Wardijah, Kepala Sub Bidang Layanan
Badan Perpustakaan Daerah Sumatera Utara di Medan, Rabu [17/06].
Cerita rakyat bagi bangsa Indonesia sudah menjadi kekayaan budaya sejak dahulu dan selama ini
kekayaan itu terpendam dalam komunitas terbatas, seperti dalam ingatan orangtua atau para pendongeng
dalam lingkungan mereka sendiri.
Badan Perpustakaan Daerah Sumut (Baperdasu), kini mulai menggalakkan kembali cerita rakyat tersebut
khususnya di kalangan pelajar, sehingga cerita rakyat tidak terus dilupakan oleh generasi muda.
|
11
Tujuannya, melestarikan budaya Indonesia agar cerita rakyat tidak dilupakan dan hilang dari masyarakat.
Terkait hal tersebut, Baperdasu pada tahun ini akan menyelenggarakan sayembara penulisan cerita
rakyat. Kegiatan itu diharapkan akan membangkitkan kembali gairah kecintaan masyarakat kepada
cerita rakyat.
Dengan demikian, kekhawatiran terhadap efek negatif era globalisasi dan pasar bebas yang menyerbu
negeri kita dapat ditangkal dengan kepercayaan diri dan tanpa rasa takut akan kehilangan identitas
budaya yang menjadi kebanggaan bangsa, ucapnya.
Sayembara ini diharapkan mampu meningkatkan minat masyarakat terhadap budaya bangsa, khususnya
cerita rakyat, mendorong kreativitas masyarakat dalam menulis cerita rakyat, mengumpulkan cerita
rakyat dan mentransformasikannya dari lisan ke tulisan. Saat ini di Baperdasu ada 15 karya cerita rakyat
yang sudah dipindahkan dalam bentuk tulisan. Salah satunya adalah cerita legenda Putri Hijau. ( ant )
2.3 Target Audience
Primer
:
Anak- anak sampai remaja menengah keatas dengan kondisi psikografi
menyukai cerita, senang menonton televisi, dan senang akan animasi
Sekunder
:
Dewasa menengah keatas dengan kondisi psikografi menyukai animasi
2.4 Sinopsis
Versi cerita rakyat nusantara :
Alkisah, di sebuah kampung di hulu Sungai Sirets di pedalaman Merauke, Papua, hiduplah
seorang anak yatim piatu atau yang biasa panggil si Yatim. Anak itu menjadi sebatang kara
karena
dusunnya diserang oleh kampung lain sehingga menyebabkan seluruh keluarganya meninggal dunia.
Kini, si Yatim hidup sendiri di sebuah rumah yang sudah hampir roboh. Hidupnya sungguh
memprihatinkan. Setiap hari ia selalu menyendiri karena tidak disenangi oleh warga tanpa alasan yang
|
12
jelas. Walaupun penduduk di kampung itu hidup makmur, namun tak seorang pun dari mereka yang mau
membantu si Yatim.
Nasib si Yatim semakin parah ketika suatu hari ia dituduh mencuri makanan dan barang-barang milik
penduduk kampung tanpa disertai dengan bukti. Saat ia mengelak, warga justru hendak menghukumnya.
Karena merasa tidak bersalah, si Yatim pun melarikan diri meninggalkan kampungnya. Melihat si Yatim
melarikan diri, seorang warga langsung berteriak.
Ayo, kejar anak itu!
Orang-orang segera mengejar si Yatim beramai-ramai untuk menangkapnya. Sedangkan si Yatim terus
berlari ketakutan masuk ke dalam hutan. Saat tiba di tengah hutan, ia beristirahat sejenak di bawah
sebuah beringin yang rindang. Di situlah ia berpikir bahwa kalau ia terus berlari maka dirinya pasti akan
tertangkap. Akhirnya, si Yatim memutuskan untuk bersembunyi di atas pohon beringin tersebut.
Ah, sebaiknya aku bersembunyi di atas pohon ini. Aku yakin, mereka tidak akan melihatku,
gumamnya seraya memanjat pohon beringin itu.
Setelah berada di atas pohon, si Yatim kemudian bersembunyi di balik rerimbunan daun dan jumbaian
akar-akar beringin. Tak lama kemudian, orang-orang yang mengejarnya tiba dan berhenti sejenak di
bawah pohon beringin itu karena kehilangan jejak.
Hai, lari ke mana anak itu? celetuk salah seorang dari mereka, kebingungan.
Penduduk yang lain pun sama bingungnya. Sementara itu, si Yatim yang bersembunyi di atas pohon
beringin merasa ketakutan kalau-kalau keberadaannya diketahui oleh orang-orang yang mengejarnya.
Untung para penduduk segera meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan pengejaran sampai ke dalam
hutan. Setelah aman, si Yatim pun keluar dari persembunyiannya dengan perasaan lega. Ia kemudian
duduk di salah satu cabang pohon beringin itu untuk melepaskan lelah.
Hari sudah gelap. Anak sebatang kara itu masih saja duduk melamun di atas pohon. Tampaknya si Yatim
sedang bingung memikirkan bagaimana cara membuat penduduk kampung tidak lagi mengejarnya.
Akhirnya, si Yatim menemukan sebuah ide, yaitu ia ingin menakut-nakuti para penduduk dengan
mengenakan topeng yang menyeramkan. Ketika hendak turun dari pohon itu untuk mencari akar-akar
kayu yang akan dibuat topeng, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sesosok makhluk menyeramkan yang berdiri
di cabang pohon beringin yang lain. Rupanya, makhluk itu adalah roh penunggu pohon beringin itu.
|
13
Hai, anak manusia! Kamu siapa dan kenapa kamu berada di atas pohon ini? tanya makhluk itu.
Sa... saya si Yatim, jawab si Yatim piatu dengan gugup karena ketakutan.
Bocah itu kemudian menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga ia berada di atas pohon
beringin itu. Makhluk penunggu pohon beringin itu pun merasa iba terhadap nasib yang dialami si
Yaitm. Meskipun wajahnya tampak menakutkan, makhluk itu ternyata baik hati. Ia kemudian
memberikan makanan dan minuman kepada si Yatim. Akhirnya, mereka pun bersahabat.
Setelah itu, si Yatim turun dari atas pohon untuk mencari akar-akar pohon yang akan dianyam menjadi
sebuah topeng yang menyerupai roh penunggu pohon beringin itu. Membuat topeng seperti itu tidaklah
mudah bagi si Yatim. Ia membutuhkan waktu sekitar lima hari baru bisa menyelesaikannya. Setelah
selesai, topeng itu ia pakai dan kemudian bercermin di air. Betapa senangnya hati si Yatim karena topeng
hasil buatannya benar-benar menyerupai wajah roh penunggu pohon beringin itu.
Aku yakin, para penduduk pasti akan ketakutan melihatku, gumamnya.
Ketika hari mulai gelap, si Yatim pergi ke perkampungan dengan mengenakan topeng dan menyelinap
masuk ke salah satu rumah penduduk. Penghuni rumah itu pun langsung lari terbirit-birit karena
ketakutan.
Tolong...! Tolong...! Ada setaaaan...! teriak penduduk yang ketakutan itu.
Mendengar teriakan tersebut, penduduk kampung lainnya segera berhamburan keluar rumah dan
mengerumuni warga yang berteriak itu.
Hai, apa yang terjadi denganmu? tanya kepala kampung.
Ada setan di dalam rumahku. Sungguh, aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Wajahnya sangat
menyeramkan jelas warga itu.
Mendengar keterangan tersebut, kepala kampung segera memerintahkan seluruh warganya agar
mengumpulkan sagu untuk dipersembahkan kepada makhluk itu dengan harapan makhluk itu
meninggalkan kampung mereka. Para warga pun segera pulang ke rumah mereka masing-masing untuk
mengambil sagu. Namun, setelah mereka kembali menemui kepala kampung, tak seorang pun yang
membawa sagu. Ternyata, persediaan sagu di desa tersebut telah habis.
Kalau begitu, besok pagi-pagi sekali kalian pergi ke hutan untuk memangkur sagu, ujar kepala
kampung.
|
14
Pada keesokan harinya, semua orang di kampung itu beramai-ramai berangkat ke hutan. Sementara itu, si
Yatim pun segera menyusun siasat. Ia akan menakut-nakuti orang-orang yang memangkur sagu di dekat
pohon beringin tempat ia bersembunyi. Ketika hari mulai gelap, si Yatim menutupi jalan setapak di dekat
pohon beringin itu dengan dahan-dahan pohon. Jalan itu nantinya akan dilewati oleh para pemangkur
sagu saat hendak pulang ke perkampungan. Selesai menutupi jalan, si Yatim segera memakai topengnya
lalu bersembunyi di balik semak belukar yang ada di bawah pohon beringin.
Tak lama kemudian, tampak serombongan wanita yang membawa sagu hendak melintasi jalan setapak
itu. Melihat jalan terhalang oleh dahan-dahan pohon beringin, rombongan wanita itu terpaksa berhenti
dan meletakkan sagu mereka di tanah. Pada saat mereka sibuk membersihkan dahan-dahan yang
menghalangi jalan, si Yatim membuat suara menakutkan lalu muncul dari semak belukar dengan
memakai topeng. Tak ayal, rombongan wanita pembawa sagu itu langsung berteriak ketakutan.
Ada setaaan...! Ada setaaan...! teriak rombongan wanita itu saat melihat topeng yang amat
menyeramkan.
Rombongan wanita itu pun lari terbirit-birit dan meninggalkan sagu-sagu mereka. Melihat rombongan
wanita itu telah pergi, si Yatim segera membuka topengnya lalu mengambil sagu-sagu tersebut untuk
dibawa ke tempat persembunyiannya. Ia kemudian membakar sagu itu dan memakannya sampai
kenyang.
Sejak itu, si Yatim selalu menakut-nakuti setiap warga yang melintasi jalan itu dan mengambil sagu-sagu
mereka. Hal itu ia lakukan untuk membuat orang-orang kampung yang dulu menganiaya dirinya semakin
jera. Sementara itu, penduduk kampung menjadi resah dengan kejadian-kejadian menyeramkan yang
sering mereka alami.
Sebenarnya makhluk apa yang suka menakut-nakuti kita itu? tanya seorang warga.
Tak seorang pun warga mengetahuinya. Karena penasaran, mereka bersepakat untuk menjebak makhluk
itu. Suatu hari, serombongan wanita diperintahkan untuk pergi memangkur sagu ke dalam hutan.
Sementara itu, sejumlah kaum laki-laki yang kuat dan pemberani diperintahkan untuk mengintai
makhluk itu saat melakukan aksinya. Ketika para wanita pulang dan menemukan dahan-dahan yang
menghalangi jalan, makhluk yang tidak lain adalah si Yatim bertopeng itu segera menakut-nakuti
mereka. Setelah rombongan pemangkur itu lari meninggalkan sagu mereka, anak yatim piatu itu segera
membuka topengnya. Ia tak sadar jika ada sejumlah orang yang mengintainya.
|
15
Hai, lihat! seru seorang warga saat melihat wajah di balik topeng itu,
Oh, rupanya makhluk itu
ternyata si anak yatim piatu yang selama ini kita kejar.
Ketika si Yatim hendak mengambil sagu-sagu yang tergeletak di tanah, penduduk kampung keluar dari
tempat persembunyian mereka dan segera mengepung bocah itu.
Mau lari ke mana kamu, hai anak yatim?! hardik seorang warga.
Si Yatim akhirnya tertangkap basah oleh penduduk dan tidak dapat berbuat apa-apa. Ia pun digiring ke
perkampungan untuk diadili secara adat. Namun, sebelum memasuki perkampungan, si Yatim tiba-tiba
hilang secara gaib. Orang-orang kampung yang menggiringnya hanya terperangah menyaksikan
peristiwa itu.
Sejak si Yatim menghilang, para penduduk merasa sudah aman karena tak ada lagi orang yang menakut-
nakuti mereka. Namun, setiap kali melintas di dekat pohon beringin itu mereka masih saja sering
diganggu oleh roh si Yatim. Untuk menghalau roh itu, mereka pun membuat topeng yang menyerupai
topeng si Yatim. Sejak itu, topeng seperti itu digunakan dalam sebuah ritual yang dikenal dengan Pesta
roh atau Pesta Topeng yang oleh masyarakat setempat disebut dengan mamar atau bunmar pokbui.
Versi cerita orang Asmat dari kelompok Joerat:
Pesta Roh bermula dari kisah dua orang yatim piatu yang hidup di hulu sungai Sirets bersama
orang kampung lain. Ringkasan ceritanya sebagai berikut: Kedua yatim piatu tersebut hidup susah.
Rumah mereka juga sudah mau roboh. Dusun mereka juga sudah dirampas oleh orang lain. Semua orang
kampung hidup makmur tapi mereka tidak pernah memberikam makanan kepada kedua adik-kakak
yatim piatu tersebut. Suatu hari kedua anak itu membuat rencana.
Mereka lalu menganyam dua topeng. Yang satu dari belahan-belahan rotan sedang topeng yang satu lagi
dibuat dari kulit kayu Fum (Genemo hutan). Topeng dari rotan mereka sebut Manimar sedangkan yang
dari kulit Genemo hutan disebut Ndat Jumu.Mereka pergi ke hutan. Lalu remaja yatim piatu itu mulai
memakai topeng-topeng tersebut, kelihatan seram sekali. Lalu mereka mulai mengatur strategi.
Ketika orang kampung pulang memangkur sagu, kedua yatim piatu tersebut sudah menunggu. mereka
mematahkan dahan-dahan pohon beringin untuk menutup jalan. Kedua yatim piatu itu mengintip, tampak
bapak, ibu dan anak membawa banyak sagu. Si bapak, istrinya dan anak mereka meletakan sagu di atas
|
16
tanah dan mulai mengeluarkan dahan-dahan beringin yang menghalangi jalan. Saat itu kedua yatim piatu
membuat suara menakutkan dan keluar dari tempat persembunyian. Ketika keluarga itu melihat kedua
topeng, mereka berteriak, Setaaaaann sambil lari terbirit-birit meninggalkan sagu mereka menuju
perahu dan mendayung pulang ke kampung. Kedua adik-kakak itu segera melepaskan topeng dan
mengambil sagu yang ditinggalkan keluarga itu. mereka kemudian membakar sagu tersebut dan makan
sampai kenyang. beberapa hari berikutnya, kedua adik-kakak itu kembali beraksi dan selalu berhasil.
Orang kampung mulai merasa tidak aman dan mulai bertanya-tanya tentang kedua topeng itu.
Sebenarnya makluk apa yang menakuti kita ini? Tanya seorang kepada yang lain. Orang kampung lalu
membuat jebakan untuk menangkap kedua adik-kakak yatim piatu itu. Seperti biasa, sebuah keluarga
pergi memangkur sagu dan pulang menemukan lagi ada halangan di jalanan yang mereka lewati.
Sementara itu beberapa orang kampung telah siap di pinggir jalan itu. Kedua yatim piatu kembali
beraksi.
Mereka memakai topeng Ndat Jumu dan Manimar. Setelah keluarga itu lari meninggalkan
tumang sagu mereka, kedua yatim piatu mengambilnya dan mulai lari. Saat itu pria-pria dari kampung
mengintip, ternyata kedua yatim itu mulai melepaskan topeng itu. saat itulah orang kampung mengenal
orang topeng itu sebagai kedua anak yatim piatu di kampung. Orang kampung segera keluar mau
mengepung mereka tapi adik-kakak itu berhasil melarikan diri. Hei, jangan panah mereka, pasti mereka
akan kembali ke kampung!
Benarlah yang diduga orang kampung. Menjelang malam, kedua remaja yatim piatu itu kembali
ke kampung. Keesokan harinya, tua-tua adat memanggil semua orang berkumpul di Jew, kedua anak itu
juga dihadirkan. Lalu Tanya tua-tua adat kepada kedua remaja itu, Mengapa kamu menakuti orang dan
merampas sagu orang? lalu remaja yatim piatu itu berkata, Kami berdua lapar, tidak ada orang yang
Bantu kami, dusun kami sudah dirampas sehingga kami anyam topeng dan menakuti orang iuntuk bisa
mengambil sagu dan makan. Lalu siapa yang mengajar kalian membuat topeng? Tanya tua adat. Kata
remaja yatim piatu, Ato-Ipit yang mengajarkannya kepada kami. Lalu mereka mulai menceritakan
kepada tua-tua adat bagaimana caranya mereka menganyam topeng Ndat Jumu dan Manimar.
Mendengar alas an kedua remaja yatim piatu itu, semua orang kampung menyadari bahwa mereka tidak
pernah menolong kedua anak itu lalu mereka memaafkan kesalahan kedua remaja itu. Mulai saat itu
semua orang kampung memperhatikan dan menjamin kehidupan kedua remaja itu. Kedua remaja itu pun
bertumbuh menjadi dewasa, kawin dan hidup bersama dengan damai. Sebagai peringatan akan kisah
Kedua anak yatim piatu itu, secara turun-temurun Suku Asmat membuat Pesta Roh.
|
17
2.5 Faktor pendukung dan penghambat
2.5.1 Faktor pendukung
a.
Tingginya minat masyarakat saat ini terhadap animasi
b.
Teknologi yang semakin memudahkan pemakai untuk membuat animasi
c.
Belum ada animasi yang mengangkat cerita rakyat tentang topeng dan pesta roh
2.5.2 Faktor penghambat
a.
Kurangnya minat anak terhadap cerita rakyat
b.
Kurangnya pengalaman penulis dalam membuat film
c.
Keterbatasan waktu di dalam proses pembuatan sehingga sulit mendapatkan hasil yang
diinginkan
d.
Data yang sangat terbatas memungkinkan adanya ketidaksesuaian dengan adat aslinya
|