22
campuran suku Wedda dengan suku Negrito, yang kemudian disebut seba-
gai suku Weddoid.
Orang Anak Dalam dibedakan atas suku yang jinak dan liar.
Sebutan
"jinak"
diberikan
kepada golongan yang telah dimasyarakatkan,
memiliki tempat tinggal yang tetap, dan telah mengenal tata cara pertanian.
Sedangkan yang disebut "liar" adalah mereka yang masih berkeliaran di
hutan-hutan dan tidak
memiliki tempat tinggal tetap, belum
mengenal sistem
bercocok
tanam,
serta
komunikasi
dengan
dunia
luar
sama
sekali
masih
tertutup.
Suku-suku bangsa di Jambi pada umumnya bermukim di daerah
pedesaan dengan pola yang mengelompok. Mereka yang hidup menetap
tergabung dalam beberapa larik (kumpulan rumah panjang beserta pekarang-
annya).
Setiap
desa
dipimpin
oleh
seorang
kepala
desa (Rio),
dibantu
oleh
mangku, canang, dan tua-tua tengganai
(dewan desa).
Mereka inilah yang
bertugas mengambil keputusan yang
menyangkut
kepentingan
hidup
ma-
syarakat desa.
Strata Sosial
Masyarakat di Jambi tidak mempunyai suatu konsepsi yang jelas
tentang
sistem pelapisan
sosial
dalam masyarakat.
Oleh
sebab
itu
jarang
bahkan tidak pernah terdengar istilah-istilah atau gelar-gelar
tertentu
untuk
menyebut lapisan-lapisan sosial dalam
masyarakat. Mereka
hanya
mengenal
sebutan-sebutan yang "kabur" untuk
menunjukkan status seseorang, seperti
orang pintar, orang kaya, orang kampung dsb.
Pakaian
Pada awalnya
masyarakat pedesaan
mengenal pakaian sehari-hari
berupa kain dan baju tanpa lengan. Akan tetapi setelah mengalami proses
akulturasi dengan berbagai kebudayaan, pakaian sehari-hari yang dikenakan
kaum wanita berupa baju kurung dan selendang yang dililitkan di kepala
sebagai
penutup
kepala
atau
biasa
disebut
masyarakat
setempat
tengkuluk.
|