5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Pengukuran Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja
     Pengertian kinerja (performance) menurut Drucker (2002:134) adalah “Tingkat
prestasi atau hasil nyata yang dicapai kadang-kadang dipergunakan untuk
memperoleh suatu hasil positif”. Kinerja juga didefinisikan sebagai keberhasilan
personel dalam mewujudkan sasaran strategik di empat perspektif: keuangan,
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan
(Mulyadi,2007:363)
     Dari pengertian di atas maka dapat terlihat bahwa kinerja perusahaan
merupakan hasil keputusan-keputusan manajemen untuk mencapai suatu tujuan
secara efektif dan efisien. Sistem pengukuran kinerja hanyalah suatu mekanisme
yang memperbaiki kemungkinan bahwa organisasi tersebut akan
mengimplementasikan strateginya dengan baik. Gambar di bawah ini memberikan
kerangka dalam merancang sistem pengukuran kinerja.
Gambar 2.1 Kerangka Merancang Sistem Pengukuran Kinerja
Sumber: Robert N. Anthony and Vijay Govindorajan (2005:169)
  
6
2.1.2 Tujuan Dan Manfaat Pengukuran Kinerja
     Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan agar dapat
mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, agar menghasilkan tindakan yang diinginkan oleh organisasi.
Penilaian kinerja juga digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya
diingankan melalui umpan balik hasil kerja, serta sebagai landasan untuk
memberikan penghargaan kepada orang yang telah mencapai atau melebihi tujuan
yang telah ditetapkan.
     Menurut Lynch dan Cross (1993) yang ditulis dalam Sony Yuwono (2007:29)
manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik ialah sebagai berikut :
1)
Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat lagi dengan pelanggannya dan membuat seluruh
orang dalam organisasi ikut terlibat dalam upaya memberi kepuasan
kepada pelanggan.
2)
Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata
rantai pelanggan dan pemasok internal.
3)
Mengidentifikasi berbagai pemborosan serta mendorong upaya-
upaya
pengurangan pemborosan tersebut.
4)
Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur dan menjadi
lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5)
Membangun konsesus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
penghargaan atas perilaku yang diharapkan tersebut.
  
7
2.1.3 Karakteristik Dalam Pengukuran Kinerja
     Menurut Gaspersz (2006:68-69), karakteristik yang biasa digunakan oleh
organisasi kelas dunia dalam menerapkan Balanced ScoreCard
untuk
mengevaluasi sistem pengukuran kinerja mereka adalah:
1)
Biaya yang dikeluarkan untuk pengukuran kinerja tidak lebih besar
daripada manfaat yang diterima.
2)
Pengukuran harus dimulai pada permulaan program Balanced ScoreCard.
Berbagai masalah yang berkaitan dengan kinerja beserta kesempatan-
kesempatan untuk meningkatkannya harus dirumuskan secara jelas.
3)
Pengukuran harus terkait langsung dengan tujuan-tujuan strategis yang
dirumuskan. Setiap tujuan strategi yang dirumuskan dalam kisi strategis
(strategic grid) harus memiliki paling sedikit satu pengukuran.
4)
Pengukuran harus sederhana serta memunculkan data yang mudah untuk
digunakan, mudah dipahami, dan mudah melaporkannya.
5)
Pengukuran harus dapat diulang terus-menerus, sehingga dapat
diperbandingkan antara pengukuran pada satu titik waktu dan pengukuran
pada waktu titik yang sama.
6)
Pengukuran harus dilakukan pada sistem secara keseluruhan, yang
menjadi ruang lingkup Balanced ScoreCard.
7)
Pengukuran harus dapat digunakan untuk menetapkan target, mengarah
kepada peningkatan kinerja di masa mendatang.
8)
Ukuran-ukuran kinerja dalam program Balanced ScoreCard
yang diukur
itu seharusnya telah dipahami secara jelas oleh semua individu yang
  
8
terlibat, terutama mengenai keterkaitan ukuran-ukuran kinerja itu dengan
sasaran program Balanced ScoreCard.
9)
Pengukuran seharusnya melibatkan semua individu yang berada dalam
proses dengan program Balanced ScoreCard.
10) Pengukuran harus diterima dan dipercaya sebagai sahih (valid)
oleh
mereka yang akan menggunakannya. Hal ini berarti data sebagai hasil
pengukuran harus akurat, dapat diandalkan, dapat diverifikasi, dan lain-
lain.
11) Pengukuran harus berfokus pada tindakan korektif dan peningkatan, bukan
sekadar ada pemantau (monitoring) atau pengendalian.
2.2 Visi, Misi, dan Strategi
2.2.1 Visi Perusahaan
     Visi adalah sebuah pencitraan atau gambaran yang konseptual mengenai masa
depan yang diinginkan. Dalam pengertian lain, visi menggambarkan akan menjadi
apa  suatu organisasi di masa depan. Ia bersifat sederhana, menumbuhkan rasa
wajib, memberikan tantangan, praktis dan realistik, dan ditulis dalam satu kalimat
pendek. 
     Contoh visi adalah sebagai berikut:  “Menjadi perusahaan terkemuka di bidang
Asuransi dengan mengutamakan penyelenggaraan program Asuransi Sosial dan
Asuransi Wajib sejalan dengan kebutuhan masyarakat.” (Asuransi Jasa
Raharja,2012).
  
9
     Visi perlu diperinci dalam berbagai perspektif Balanced ScoreCard. Dalam
perspektif keuangan, misalnya: “Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang
berkesinambungan.”
Dalam perspektif pelanggan: “Mengutamakan
penghimpunan dana konsumer dan penyaluran pembiayaan pada segmen
UMKM.” Dalam perspektif proses bisnis internal: “Menyelenggarakan
operasional bank sesuai standar perbankan yang sehat.”
dan “Mengembangkan
nilai-nilai syariah universal.” Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan:
“Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan kerja
yang sehat.”  (Bank Syariah Mandiri,2012).
2.2.2 Misi Perusahaan
     Memiliki peran yang signifikan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Misi
tersebut memberikan arahan sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Dengan
demikian, pemilik dan manajemen tidak saja sekedar berusaha mencapai tujuan
tesebut haruslah sesuai dengan karakter perusahaan, tidak secara sembarangan.
     Pernyataan misi perusahaan berusaha membuat berbagai hal menjadi
transparan bagi berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Tidak hanya
bagi pemilik, manajemen, dan karyawan, tetapi juga pihak-pihak yang lain
memiliki kepentingan langsung dan tidak langsung terhadap perusahaan, antara
lain : pesaing, konsumen, pemasok, kreditur, pemerintah, dan masyarakat banyak.  
     Misi perusahaan yang jelas ditandai dengan adanya spesifikasi karakter,
keunggulan dan keunikan perusahaan yang mampu membedakan secara
transparan perusahaan tersebut dengan perusahaan pesaing pokok, akan cukup
  
10
banyak membawa manfaat bagi perusahaan yang bersangkutan. Di antaranya
seperti: (1) Terjaminnya kesatuan dan kebulatan tujuan perusahaan. (2)
Tersedianya dasar alokasi sumber daya dan dana. (3). Tersedianya dasar
pengembangan iklim organisasi dan motivasi kerja. (4) Tersedianya dasar 
identifikasi diri dan evaluasi bagi karyawan. (5) Terfasilitasinya proses
penerjemahan ke dalam tujuan struktur organisasi. (6) Tersedianya dasar evaluasi
kinerja perusahaan. 
2.2.3 Strategi Perusahaan
     Strategi adalah suatu kesatuan rencana organisasi yeng menyeluruh,
komprehensif, dan terpadu yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen strategi adalah suatu tindakan manajerial yang mencoba untuk
mengembangkan potensi organisasi dalam mengeksploitasi peluang yang muncul
guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Implikasi dari pengertian
tersebut adalah organisasi berusaha meminimalkan kekurangan (kelemahan) dan
berusaha melakukan adaptasi dengan lingkungan sekitar baik mikro maupun
makro, serta berusaha mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya
ancaman organisasi lain.
     Faktor yang mempengaruhi manajemen strategi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi manajemen strategi adalah Lingkungan eksternal dan Lingkungan
Internal. Beberapa manfaat dalam penerapan manajemen strategi: Dapat
meningkatkan kesejahteraan organisasi, Sebagai alat untuk mengomunikasikan
tujuan organisasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 
  
11
     Salah satu manfaat lain manajemen strategi adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan organisasi yang meliputi: 
1)
Formulasi strategi akan memperkuat kemampuan organisasi dalam
mencegah dan menyelesaikan permasalahan yang timbul.
2)
Keputusan strategi yang didasarkan pada kelompok dapat menghasilkan
altenatif terbaik.
3)
Kesenjangan dan tumpang tindih kegiatan antar individu dan kelompok
berkurang karena partisipasi dalam perumusan strategi yang memperjelas
adanya perbedaan peran masing-masing.
4)
Membantu meningkatkan komunikasi, koordinasi,
mengalokasikan
sumber-sumber dan penyusunan jangka panjang.
5)
Penolakan terhadap organisasi berkurang karena seluruh anggota
organisasi terlibat langsung dalam perumusan strategi.
6)
Mengurangi resiko dan mendidik manajer menjadi pembuat keputusan
yang baik.
7)
Penerapan manajemen strategi yang efektif akan dapat mengurangi
kemungkinan - kemungkinan yang terjadi di luar kemampuan organisai. 
     Menurut beberapa pandangan dari beberapa ahli mengenai penjabaran
penjelasan diatas adalah sebagai berikut: 
     Sony Yuwono,  (2007:104), Visi: Gambaran menantang dan imajinatif tentang
peran, tujuan dasar, karakteristik, dan filosofi organisasi di masa datang yang akan
menajamkan tugas-tugas strategik perusahaan.  
  
12
    
Menurut Suwarsono Muhammad (2004:188), misi perusahaan adalah jawaban
terhadap pertanyaan ‘what is our business
untuk masa sekarang dan masa yang
akan datang. Ada tiga komponen pokok yang biasanya ditemukan dalam
pernyatan misi perusahaan yaitu : (1) spesifikasi kebutuhan konsumen yang
hendak dipuaskan oleh perusahaan yang dalam bentuk riilnya berupa barang dan
atau jasa yang dihasilkan perusahaan; (2) spesifikasi segmen pasar yang dituju
sebagai kelompok sasaran dan wilayah pemasaran yang hendak dijangkau; dan (3)
spesifikasi teknologi dan fungsi manajerial yang dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen yang telah dipilih. 
     Namun demikian, di samping ketiga komponen tersebut, biasanya juga
ditemukan tiga komponen lain sebagai pelengkap yang meberikan kejelasan
terhadap misi perusahaan. Ketiga komponen pelengkap tersebut adalah:
Komitmen untuk bertahan hidup, pertumbuhan, dan laba. 
     Niven, P. R. (2002:71), nilai merupakan ’guiding principles’
adalah falsafah
untuk menuntun semua anggota perusahaan dalam melaksanakan pekerjaan
sehari-hari dan menjadi latar penuntun anggota perusahaan dalam mencari jalan
keluar dari masalah-masalah yang timbul. 
     Robert S Kaplan dan David P Norton, (2000:27), Strategi adalah seperangkat
hipotesis mengenai hubungan sebab-akibat. Sistem pengukuran harus membuat
hubungan (hipotesa) yang ada di antara berbagai tujuan perusahaan (dan ukuran)
dalam berbagai perspektif eksplisit, sehingga dapat dikelola dan divalidasi. 
     Kesimpulan dari penjabaran penjelasan di atas mengenai visi, misi, dan strategi
adalah suatu
ruang lingkup yang menjadi bagian saling berhubungan untuk
  
13
kepentingan perusahaan dalam menjalankan sistem manajemennya. Semua
keterkaitan yang ada akan dapat menjawab kerumitan yang di dalam perusahaan
apabila satu ruang lingkup ini dikelola dan diterapkan dengan baik. 
     Mulyadi (2007:192); Terdapat keyakinan salah dalam masyarakat tentang visi,
misi, dan strategi perusahaan berikut ini:
1)
Misi tidak boleh diubah.
2)
Setiap perusahaan hanya memiliki satu misi.
3)
Misi dan Visi perusahaan tidak perlu diketahui oleh karyawan.
4)
Strategi adalah sesuatu yang bersifat rahasia; hanya kalangan terbatas di
puncak organisasi yang berhak mengetahui strategi.
2.2.4 Hubungan Balanced ScoreCard dengan Visi, Misi dan Strategi
Perusahaan
     Balanced ScoreCard
menerjemahkan visi, misi dan strategi ke dalam empat
perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan
pertumbuhan, serta mengukur kinerja berdasarkan empat perspektif tersebut.
Berbeda dengan sistem manajemen tradisional yang melihat dari ukuran keuangan
saja. Dewasa ini, ukuran keuangan tidak mencukupi dalam menuntun dan
mengevaluasi perusahaan untuk keberlangsungan usahanya di masa depan.
     Gambar di bawah ini memperlihatkan hubungan antara visi, strategi dan
keempat perspektif Balanced ScoreCard.
  
14
Gambar 2.2 Hubungan Visi, Strategi dan Balanced Scorecard
(Kaplan dan Norton, 2000)
     Menurut Sony Yuwono (2007), penerjemahan visi dan strategi ke dalam empat
perspektif Balanced Scorecard
dimaksudkan untuk menjawab empat pertanyaan
pokok, yaitu:
1.
Dari perspektif pelanggan, bagaimana pandangan para pelanggan
terhadap perusahaan?
2.
Dari perspektif proses bisnis internal, proses bisnis apa yang harus
ditingkatkan/diperbaiki perusahaan?
3.
Dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, apakah perusahaan
dapat melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara
berkesinambungan?
4.
Dari perspektif keuangan, bagaimana penampilan perusahaan di mata
pemegang saham?
  
15
2.3 Pengenalan Balanced ScoreCard
2.3.1 Pengertian Balanced ScoreCard
     Balanced ScoreCard
adalah suatu pendekatan manajemen strategis yang
dikembangkan pada awal 1990an oleh Robert
S. Kaplan dan David P. Norton.
Balanced ScoreCard
dikembangkan sebagai jawaban atas kelemahan dan
ketidakjelasan pendekatan manajemen sebelumnya.
     Sistem manajemen baru
ini menggambarkan kondisi perusahaan dalam
beberapa ukuran, yang bukan hanya dalam bentuk ukuran-ukuran keuangan, akan
tetapi juga ukuran-ukuran pada perspektif lainnya yang menjadi pemicu
tercapainya ukuran keuangan, yaitu ukuran pada perspektif pelanggan, perspektif
proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Semua
ukuran ini terkait membentuk suatu hubungan sebab akibat yang seimbang.
     Selain mengembangkan kondisi perusahaan, sistem ini juga memberitahu dan
membantu mengkomunikasikan apa yang harus dilakukan oleh para manajer dan
bawahannya ketika ingin mencapai suatu target tertentu, karena di tiap ukuran di
Balanced ScoreCard, terdapat tindakan inisiatif (program) yang harus dilakukan.
Menurut pandangan dari berbagai ahli, Balanced ScoreCard
dapat dijelaskan
sebagai berikut :
     Sony Yuwono, (2007:8), “Balanced ScoreCard
merupakan suatu sistem
manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan
komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performa
bisnis.”
  
16
     Menurut Amin Widjaja (2003:2), Balanced ScoreCard merupakan sekolompok
tolak ukur kinerja yang terintegrasi yang berasal dari strategi perusahaan dan
mendukung strategi perusahaan di seluruh organisasi. Jadi, Balanced ScoreCard
dapat dikatakan sebagai alat pembantu dalam sistem manajemen perusahaan, yang
memiliki tujuan meningkatkan kinerja dan target perusahaan baik jangka panjang
maupun jangka pendek. Tolak ukur yang dijadikan dalam perancanagan Balanced
ScoreCard
adalah dengan menggunakan penyelarasan empat perspektif yang
terdapat pada Balanced ScoreCard
guna sistem pengendalian manajemen
perusahaan.
2.3.2 Sejarah Balanced ScoreCard
     Pada awalnya, Balanced ScoreCard
diciptakan untuk mengatasi masalah
tentang sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan.
Selanjutnya, Balanced ScoreCard
mengalami perkembangan dalam
implementasinya; tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun
mulai berkembang sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik
manajemen.
     Telah terjadi perubahan yang signifikan pada konsep dan implementasi dari
Balanced ScoreCard semenjak pertama kali diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan
dan David P. Norton pada tahun 1992 di Amerika Serikat. Sebelum tahun 1990-
an, kinerja eksekutif hanya diukur dari perspektif keuangan. Akibatnya, fokus
perhatian dan usaha dari para ekseskutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan
kinerja dalam bidang keuangan; sehingga terdapat kecenderungan bahwa para
  
17
eksekutif mengabaikan kinerja dari bagian non keuangan. Kinerja non keuangan
tersebut misalnya, seperti kepuasan konsumen, produktivitas kerja, dan proses
cost-effectiveness yang digunakan untuk menghasilkan produk ataupun jasa yang
ada, serta pemberdayaan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan
jasa bagi kepuasan konsumen.
     Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, yang merupakan bagian riset kantor
akuntan publik KPMG di Amerika Serikat yang dipinjam oleh David P. Norton,
mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan.”
Studi ini didukung oleh kesadaran bahwa pada saat itu ukuran dari kinerja
keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja
eksekutif tidak lagi dirasa memadai. Pada tahun 1992, Robert S. Kaplan dan
David P. Norton mulai mempublikasikan kartu skor berimbang melalui rangkaian
artikel-artikel jurnal dan buku The Balanced ScoreCard pada tahun 1996. Sejak
diperkenalkannya konsep aslinya, Balanced ScoreCard telah menjadi lahan subur
untuk pengembangan teori dan penelitian, dan banyak praktisi yang telah
menyimpang dari artikel asli Kaplan dan Norton. Kaplan dan Norton sendiri
melakukan tinjauan ulang terhadap konsep ini satu darsawasa kemudian
berdasarkan pengalaman penerapan yang mereka lakukan.
     Dengan memperluas ukuran kinerja eksekutif kepada kinerja non keuangan,
ukuran kinerja eksekutif menjadi komprehensif. Balanced ScoreCard
telah
memperluas ukuran kinerja eksekutif menjadi penjabaran empat perspektif:
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
(Kaplan & Norton, 2000)
  
18
2.3.3 Konsep Balanced ScoreCard
     Konsep  Balanced ScoreCard  berkembang sejalan dengan perkembangan
implementasi konsep dari yang telah ada. Secara harafiah,  Balanced ScoreCard
terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (ScoreCard)
dan (2) berimbang (balanced)
(Umar, 2002:168). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor
dari hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan
skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor,
skor yang hendak diwujudkan personel di masa depan dibandingkan dengan hasil
kinerja yang sesungguhnya. Hasil perbandingan ini kemudian digunakan untuk
melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan.
     Sedangkan kata
berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja
personel diukur secara berimbang dari dua aspek; keuangan dan non keuangan,
jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu, jika kartu
skor personel tersebut digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan, personel tersebut kemudian harus memperhitungkan
keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, antara
kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang, serta antara kinerja yang
bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern. 
Kinerja seseorang atau kelompok tertentu akan diukur secara berimbang dari
antara indikator-indikator berikut ini:
  
19
Indikator keuangan dan non-keuangan 
Balanced ScoreCard
menggunakan indikator pengukuran berdasarkan aspek
keuangan (perspektif keuangan) dan aspek non-keuangan (yaitu perspektif
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan).
Indikator kinerja masa lampau, masa kini, dan masa depan 
     Laporan keuangan adalah indikator yang menilai kinerja organisasi di masa
lampau. Laporan keuangan itu tidak bisa dijadikan patokan tunggal untuk
menentukan strategi di masa depan. Bila memimpin organisasi diibaratkan seperti
mengendarai sebuah mobil, laporan keuangan adalah kaca spion yang berfungsi
menunjukkan hal-hal yang terjadi di belakang. Sedangkan Balanced ScoreCard
dapat diibaratkan sebagai dashboard mobil yang terdiri dari panel yang
memungkinkan kita untuk melihat kecepatan mobil saat ini, jumlah bensin yang
tersisa, tingkat temperatur mesin, tanda peringatan bila bensin hampir habis, tanda
peringatan bila ada pintu mobil yang masih belum terkunci, dan sebagainya.
Dengan demikian, Balanced ScoreCard berguna untuk melihat kinerja masa lalu,
dan masa kini, serta mendorong organisasi
untuk meningkatkan kinerja di masa
depan.
Indikator internal dan eksternal
     Dari empat perspektif dalam Balanced ScoreCard, perspektif proses bisnis
internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan lebih berfokus ke internal
perusahaan. Sedangkan perspektif pelanggan dan keuangan lebih berfokus ke
eksternal perusahaan.
  
20
Indikator yang bersifat leading (cause/drivers) dan lagging (effect/outcome)
Balanced ScoreCard dapat menggambarkan hubungan sebab-akibat yang jelas.
Balanced ScoreCard
memetakan penyebab yang mendorong terciptanya kinerja
yang baik atau buruk, serta akibat yang dapat ditimbulkan atau dihasilkan dari
sebab-sebab tersebut.
Indikator dari sisi proses dan orang
     Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan serta perspektif pelanggan lebih
berfokus ke orang (people). Sedangkan perspektif keuangan dan perspektif proses
bisnis internal lebih berfokus ke proses (process).
     Balanced ScoreCard
membantu orang-orang yang terlibat dalam perencanaan
strategis perusahaan –
misalnya dewan direktur, manajer, supervisor –
untuk
berkomunikasi. Masalah yang umum terjadi ialah produk akhir (barang dan/atau
jasa), rencana strategis, proses-proses manajemen, tidak dikomunikasikan secara
baik kepada pengguna akhir. 
Balanced ScoreCard
melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja
masa lalu dengan ukuran pendorong kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran
ScoreCard
diturunkan dari visi dan strategi. Tujuan dan ukuran memandang
kinerja perusahaan dari empat perspektif, yaitu: keuangan, pelanggan, proses
bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.  
     Balanced ScoreCard
menekankan bahwa semua ukuran keuangan dan non
keuangan harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua
tingkat perusahaan. Balanced ScoreCard
seharusnya menterjemahkan misi dan
strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, Balanced ScoreCard
  
21
menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal para
pemegang saham dan pelanggan, dengan berbagai ukuran internal proses bisnis
penting, inovasi serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga
dinyatakan antara semua ukuran hasil apa yang dicapai di perusahaan di  masa
lalu dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan. Dan 
ScoreCard
juga menyatakan keseimbangan antara semua ukuran hasil yang
objektif, dan mudah dikuantifikasi dengan faktor penggerak kinerja berbagai
ukuran hasil yang subjektif dan berdasarkan pertimbangan sendiri (Norton, 1999).  
     Menurut Kaplan dan Norton (1999:15) ‘if we can measure it, we can manage
it, if we can manage it, we can achieve it’, pendapat ini menjadi dasar pemikiran
untuk melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan baik aktivitas yang dapat diukur secara kualitatif maupun kuantitatif.
2.3.4 Perspektif Balanced ScoreCard
     Pada dasarnya, Balanced ScoreCard ialah sistem manajemen bagi perusahaan
untuk berinvestasi dalam jangka panjang –
untuk pelanggan, pembelajaran dan
pertumbuhan, dan proses bisnis internal
demi mencapai hasil-hasil finansial
yang memungkinkan perkembangan oragnisasi bisnis daripada sekedar mengelola
bottom line untuk memacu hasil-hasil jangka pendek.
     Balanced ScoreCard
memberi manajemen organisasi suatu pengetahuan,
keterampilan, dan sistem yang memungkinkan karyawan dan manajemen belajar
dan berkembang terus-menerus (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) dalam
berinovasi untuk membangun kapabilitas strategis yang tepat serta efisiensi
  
22
(perspektif proses bisnis internal) agar mampu menyerahkan nilai spesifik ke
pasar (perspektif pelanggan), dan selanjutnya akan mengarah pada nilai saham
yang terus-menerus meningkat (perspektif finansial).
1)
Perspektif Keuangan
     Menurut Gaspersz (2006:38) untuk membangun suatu Balanced
ScoreCard, unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan tujuan keuangan
yang
berkaitan dengan strategi perusahaan. Tujuan keuangan
berperan sebagai
fokus bagi tujuan-tujuan strategis dan ukuran-ukuran semua perspektif
dalam Balanced ScoreCard.
     Menurut Kaplan dan Norton (2000:42) pengukuran kinerja keuangan
mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu :
(1) Bertumbuh (Growth)
     Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan
memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi
pertumbuhan terbaik. Pada tahap ini, perusahaan mungkin beroperasi
dengan arus kas negatif dan pengambilan modal investasi yang rendah.
(2) Bertahan (Sustain)
     Tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik.
Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar
yang ada, bahkan mengembangkannya, jika mungkin. Investasi yang
dilakukan umumnya diarahkan untuk mengembangkan kapasitas dan
meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten.
  
23
(3) Menuai (Harvest)
     Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar memanen atau
menuai hasil investasi di tahap-tahap sebelumnya. Sasaran-sasaran
keuangan dianggap paling utama dalam tahap ini, sehingga diambil
sebagai tolak ukur adalah memaksimumkan arus kas masuk dan
pengurangan modal kerja.
     Untuk setiap strategi pertumbuhan, bertahan, dan menuai, ada tiga tema
finansial yang dapat mendorong penetapan strategi bisnis, yaitu :
(1) Bauran dan pertumbuhan pendapatan. 
     Bauran produk dan pertumbuhan pendapatan adalah berbagai usaha
dalam pengembangan produk dengan perluasan pasar, teknologi,
pelanggan, dan segala penciptaan nilai tambah yang tinggi.
     Berdasarkan visi dan misi yang telah dirumuskan, perusahaan pada
intinya ingin meningkatkan pendapatan dengan cara menjawab
kebutuhan konsumen dengan produk-produk yang dijual. 
(2) Penghematan biaya/ peningkatan produktivitas. 
     Selain menetapkan tujuan bauran pertumbuhan dan pendapatan,
perusahaan dapat meningkatkan kinerja biaya dan produktivitas.
Misalnya dengan meningkatkan produktivitas pendapatan, mengurangi
biaya satuan, meningkatkan bauran saluran, dan mengurangi biaya
operasi. 
  
24
(3) Pemanfaatan aktiva/strategi investasi. 
     Tujuan seperti return-on-capital,
tingkat pengembalian investasi,
dan nilai tambah ekonomis, memberikan ukuran keberhasilan strategi
finansial dalam peningkatan pendapatan, penghematan biaya, dan
pemanfaatan aktiva.
2)
Perspektif Pelanggan
     Menurut Gaspersz (2006:52) dalam perspektif pelanggan dari 
Balanced ScoreCard, perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan
segmen pasar di mana mereka akan berkompetisi. Elemen yang paling
penting dalam suatu bisnis adalah kebutuhan pelanggan. Karena itu,
identifikasi secara tepat sesuai kebutuhan pelanggan sangat diperlukan. 
     Menurut Sony Yuwono (2007:32), filosofi manajemen terkini telah
menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya  customer focus 
dan  customer satisfaction. Jadi, jika pelanggan tidak puas, mereka akan
mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja
yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa
depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. 
     Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu: 
(1) Pengukuran Utama Pelanggan (Customer Core Measurement)
Customer Core Measurement
memiliki beberapa komponen
pengukuran, yaitu: 
  
25
a.
Pangsa Pasar (Market Share) 
     Pengukuran ini mencerminkan bagian yang  dikuasai
perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara
lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit
penjualan. 
b.
Tingkat Retensi Pelanggan (Customer Retention)
     Mengukur di mana perusahaan dapat mempertahankan
hubungan dengan konsumen.
c.
Tingkat Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition) 
     Mengukur di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan
baru atau memenangkan bisnis baru.
d.
Tingkat kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) 
     Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria
kinerja spesifik dalam value proposition. 
e.
Profitabilits Pelanggan (Customer Profitability) 
     Mengukur laba bersih dari seseorang pelanggan atau segmen
setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung
pelanggan tersebut. 
  
26
Gambar 2.3 Customer Core Measurement
Sumber : Kaplan dan Norton (1999: 68)
(2) Proporsi Nilai Pelanggan (Customer Value Proposition)
Customer value proposition
memiliki tiga komponen pengukuran,
yaitu: 
a.
Atribut produk atau jasa (Product/ service attribut) 
     Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. 
b.
Hubungan dengan Pelanggan (Customer Relationship) 
     Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian
produk yang ditawarkan perusahaan. 
c.
Pemikiran dan Reputasi (Image and Reputation) 
     Menggambarkan faktor-faktor  intangible  yang menarik
seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan.
Membangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan
menjaga kualitas seperti yang dijanjikan. 
  
27
3)
Perspektif Proses Bisnis Internal
     Menurut Gaspersz (2006:59) dalam perspektif proses bisnis internal
Balanced ScoreCard, manajer harus mengidentifikasi proses-proses yang
paling kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan
(perspektif pelanggan) dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham
(perspektif keuangan).
Banyak organisasi memfokuskan untuk melakukan
peningkatan proses-proses operasional.  
Gambar 2.4 Analisis Rantai Proses Bisnis Internal
Sumber : Gasperz (2006: 59)
     Proses bisnis internal dapat dianalisis dengan menggunakan analisis
rantai nilai seperti terlihat pada Gambar 2.3  
Perspektif proses bisnis internal terbagi ke dalam tiga bagian utama,
yaitu:  
(1) Proses Inovasi 
     Di dalam proses inovasi ini unit bisnis menggali pemahaman
tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan solusi untuk
memenuhi kebutuhan itu. Selanjutnya perusahaan mendesain dan
mengembangkan produk/ jasa baru yang mampu meningkatkan pasar
dan meraih pelanggan baru. 
  
28
(2) Proses Operasional 
     Aktivitas proses operasi terbagi ke dalam dua bagian, yaitu proses
pembuatan produk dan penyampaian produk kepada pelanggan.
Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi adalah waktu,
kualitas, dan biaya. Proses ini mengidentifikasi sumber-sumber
pemborosan dalam proses operasional serta mengembangkan solusi
masalah yang terdapat dalam proses operasional itu demi
meningkatkan efisiensi produksi, meningkatkan kualitas produk dan
proses, memperpendek waktu siklus sehingga meningkatkan
penyerahan produk berkualitas tepat waktu dan lain-lain. 
(3) Proses Pelayanan 
     Proses ini berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti:
pelayanan purna jual, menyelesaikan masalah yang timbul pada
pelanggan dalam kesempatan pertama secara cepat, melakukan tindak
lanjut secara proaktif dan tepat waktu, dan lain-lain. 
4)
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
     Menurut Gaspersz (2006:62) tujuan-tujuan dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan merupakan pengendali untuk mencapai
keungggulan  outcome
perspektif finansial, pelanggan dan proses bisnis
internal. 
     Menurut Kaplan dan Norton (2000:110) terdapat tiga kategori yang
sangat penting dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu:
  
29
kompetensi pegawai, infrastruktur teknologi, serta motivasi,
pemberdayaan, dan keselarasan.
     Ukuran perspektif ini dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
a.
Kapabiltas karyawan (Employee capabilities)
     Bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya
untuk organisasi. Untuk itu, perencanaan dan upaya implementasi
reskilling pekerja yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat
dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Tiga pengukuran yang
digunakan ialah kepuasan, retensi, dan produktivitas pekerja.
b.
Kapabilitas sistem informasi (Information system capabilities)
     Meskipun motivasi dan keahlian pekerja telah mendukung
pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-
informasi yang terbaik yang dapat mendukung kinerja pekerja.  
c.
Motivasi, pemberdayaan, dan keselarasan (Motivation,  empowerment, 
and alignment)
     Perspektif ini penting untuk menjamin terciptanya proses
berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif
yang sebesar-besarnya bagi pekerja.
2.3.5 Keunggulan Balanced ScoreCard
     Balanced ScoreCard
memiliki keunggulan yang menjadikan sistem
manajemen strategik saat ini berbeda secara signifikan dengan  sistem manajemen
strategik dalam manajemen tradisional (Mulyadi,2001). Manajemen strategik
  
30
tradisional hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan
sistem  manajemen strategik kontemporer mencakup perspektif yang luas yaitu
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Selain itu berbagai sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem manajemen
strategik tradisional tidak koheren satu dengan  lainnya, sedangkan berbagai
sasaran strategik dalam sistem manajemen strategik
kontemporer  dirumuskan
secara koheren.  Di samping itu, Balanced ScoreCard
menjadikan sistem
manajemen strategik kontemporer memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh
sistem manajemen strategik tradisional, yaitu dalam karakteristik keterukuran dan
keseimbangan. 
     Menurut Mulyadi (2001), keunggulan pendekatan  Balanced ScoreCard dalam
sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik
yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
Komprehensif
     Sebelum konsep Balanced ScoreCard
lahir, perusahaan beranggapan bahwa
perspektif keuangan adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja
perusahaan. Setelah  Balanced ScoreCard
berhasil diterapkan, para eksekutif
perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan
hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu pelanggan,
proses bisnis, dan pembelajaran
pertumbuhan. Pengukuran yang lebih holistic,
luas dan menyeluruh
(komprehensif) ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih
strategi korporat dan memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang
kompleks.
  
31
Koheren
     Di dalam Balanced ScoreCard
dikenal dengan istilah hubungan sebab akibat
(causal relationship). Setiap perspektif (keuangan, pelanggan, proses bisnis, dan
pembelajaran-pertumbuhan) mempunyai suatu sasaran strategik (strategic
objective) yang  mungkin jumlahnya lebih dari satu.
     Definisi dari sasaran strategik adalah keadaan atau kondisi yang akan
diwujudkan di masa yang akan datang yang merupakan penjabaran dari tujuan
perusahaan. Sasaran strategik untuk setiap perspektif harus dapat dijelaskan
hubungan sebab akibatnya, sebagai contoh pertumbuhan return on investment
(ROI) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan kepada customer,
pelayanan kepada customer bisa ditingkatkan karena perusahaan menerapkan
teknologi informasi yang tepat guna. dan keberhasilan penerapan teknologi
informasi didukung oleh kompetensi dan komitmen dari karyawan. Hubungan
sebab akibat ini disebut koheren, kalo disimpulkan semua sasaran strategik yang
terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan. Sebagai contoh mengapa loyalitas
customer menurun, mengapa produk perusahaan menurun, mengapa komitmen
karyawan menurun dan sebagainya.
Seimbang 
     Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam 4 perspektif meliputi
Jangka pendek dan panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal.
Keseimbangan dalam Balanced  ScoreCard
juga tercermin dengan selarasnya
ScoreCard  personal staff dengan ScoreCard perusahaan sehingga setiap personal
yang ada di dalam perusahaan bertanggungjawab untuk memajukan perusahaan.
  
32
Terukur
     Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya
keyakinan bahwa ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it,
we can achieve it’.
Sasaran strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif 
pelanggan,
proses bisnis serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan
menggunakan Balanced ScoreCard dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan. 
     Menurut Kaplan dan Norton (1999) perusahaan dapat menggunakan Balanced
ScoreCard untuk:
Klarifikasi dan memperoleh konsensus tentang strategi
Mengkomunikasikan strategi ke seluruh organisasi
Menyelaraskan tujuan-tujuan departemen dan perorangan dengan strategi
Mengkaitkan tujuan-tujuan strategi pada target-target jangka
panjang dan
anggaran tahunan
Melaksanakan tinjauan ScoreCard secara periodik dan sistematis
Memperoleh umpan balik untuk mempelajari dan memperbaiki strategi  
     Balanced ScoreCard
menutup lubang yang ada di sebagian besar sistem
manajemen, yakni kurangnya proses sistematis untuk melaksanakan dan
memperoleh umpan balik sebuah strategi. Proses manajemen yang di bangun di
seputar ScoreCard
memungkinkan adanya keselarasan dan pemusatan perhatian
kepada pelaksanaan strategi jangka panjang. Bila digunakan secara tepat.
Balanced ScoreCard merupakan dasar pengelolaan perusahaan di abad informasi.
  
33
2.3.6 Faktor Penghambat
     Menurut Biromo
(2007:8), terdapat empat faktor penghambat dalam
implementasi rencana-rencana bisnis strategis, yaitu: 
Hambatan visi (vision barrier) 
     Tidak banyak orang dalam organisasi yang memahami strategi organisasi
mereka.
Hambatan orang (people barrier) 
     Banyak orang dalam organisasi yang memiliki tujuan yang tidak terkait dengan
strategi organisasi.
Hambatan sumber daya (resource barrier) 
     Waktu, energi, dan uang tidak dialokasikan pada hal-hal yang penting (kritis)
dalam organisasi. Misalnya, anggaran tidak dikaitkan dengan strategi bisnis,
sehingga menghasilkan pemborosan sumber daya.
Hambatan manajemen (management barrier) 
     Manajemen menghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategi organisasi dan
terlalu banyak waktu untuk pembuatan keputusan taktis jangka pendek.
     Berdasarkan kenyataan di atas, dibutuhkan suatu cara baru untuk
mengkomunikasikan rencana-rencana bisnis strategis kepada pengguna akhir. Alat
komunikasi antara manajemen organisasi dan karyawan itu adalah Balanced
ScoreCard. Dengan memakai Balanced ScoreCard, rencana-rencana strategis
akan mencapai setiap orang dalam organisasi, karena semua orang dalam
organisasi telah memiliki alat komunikasi (bahasa) yang sama. Bila rencana-
rencana bisnis strategis itu dinyatakan dalam bentuk pengukuran dan target,
  
34
karyawan dapat mengerti dan mengaitkan dengan apa yang akan terjadi. Hal ini
akan mengarah ada pelaksanaan rencana-rencana strategis yang lebih baik.
2.3.7 Peran Balanced ScoreCard Dalam Sistem Manajemen Strategis
     Pada awalnya, Balanced ScoreCard
diciptakan untuk mengatasi masalah
tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada
aspek keuangan, tidak memperhatikan aspek-aspek lain seperti pelanggan, proses
bisnis, dll. Aspek keuangan berfokus pada pengukuran kinerja secara tradisional
sehingga masih kurang mendapatkan kontribusi penilaian yang baik untuk saat
ini, karena untuk ukuran perusahaan saat ini banyak faktor yang harus dilihat
dalam menjalankan strategi perusahaan dalam menentukan target jangka panjang
maupun jangka pendek demi kelangsungan berjalannya perusahaan. Serta
Balanced ScoreCard
dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang akan menjadi
permasalahan dalam sistem manajemen perusahaan. Cukup dapat berperan dalam
perusahaan apabila sistem pengukuran Balanced ScoreCard
dapat diterapkan
dalam manajemen perusahaan.
     Selanjutnya, Balanced ScoreCard
mengalami perkembangan dalam
implementasinya, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun
meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik. Peran Balanced
ScoreCard
dalam sistem manajemen strategis tergambar secara jelas dalam
gambar 2.5 berikut;
  
35
Gambar 2.5 Peran Balanced ScoreCard Dalam Setiap Tahap Sistem
Manajemen Strategis
Sumber : Mulyadi, (2001:60)
     Sony Yuwono (2007:16) menjelaskan bahwa, terdapat empat tahap yang harus
dilakukan perusahaan untuk menggunakan Balanced ScoreCard
yang disebut
sebagai empat komponen sistem manajemen strategis, yaitu;
(1)Memformulasikan dan mentransformasikan visi dan strategi perusahaan.
Strategi adalah titik tolak atau referensi bagi keseluruhan proses manajemen
Shared Vision adalah fondasi bagi pembelajaran strategis.
  
36
(2)Mengkomunikasikan tujuan-tujuan dan tolak ukur strategis.
Seluruh sasaran perusahaan harus selaras dari manajemen tingkat atas
sampai individu tingkat bawah
Pendidikan dan komunikasi yang terbuka tentang strategi adalah basis bagi
pemberdayaan karyawan
Sistem kompensasi harus terhubung dengan strategi
(3)Merencanakan, menyusun target-target, dan menyelaraskan inisiatif-inisiatif
strategis.
Stretch targets dibuat dan disetujui
Inisiatif strategis secara jelas diidentifikasi
Investasi ditentukan oleh strategi
Anggaran tahunan dihubungkan ke perencanaan jangka panjang
(4)Mempertinggi umpan balik dan pembelajaran strategis.
Feedback system
digunakan untuk menguji hipotesis dimana strategi
didasarkan
Dibentuk team problem solving
Pengembangan strategi dilakukan secara berkesinambungan
2.4 Pengukuran Kinerja Dengan Metode Balanced ScoreCard
     Menyusun Balanced ScoreCard
hendaknya dilaksanakan dengan proses yang
sistematis agar terciptanya suatu kejelasan bagaimana misi dan strategi
perusahaan diterjemahkan kedalam tujuan dan ukuran operasional.
  
37
     Gasperz (2006:69) terdapat dua jenis pengukuran dalam Balanced ScoreCard,
yaitu : (1) outcome kinerja – outcome (lagging) measurements, dan (2) pengendali
kinerja – performance driver (leading) measurements.
     Menurut Paul R. Niven (2002:39-196) bahwa dalam merancang Balanced
ScoreCard terdapat beberapa tahapan yang diuraikan sebagai berikut :
1)
Merumuskan visi, misi, tujuan, dan strategi perusahaan
Tahap pertama dalam penyusunan Balanced ScoreCard
adalah
merumuskan misi, nilai, visi, tujuan dan strategi perusahaan. Dimana
perusahaan harus dapat merumuskannya dengan jelas agar mudah
dimengerti oleh seluruh personel dalam perusahaan.
2)
Menentukan perspektif
Tahap berikutnya adalah memilih dan merumuskan perspektif. Perspektif
yang dipilih haruslah dapat mencerminkan strategi perusahaan, karena
berfungsi sebagai penerjemah strategi perusahaan. Ada empat persektif
yang bisa digunakan, tetapi empat perspektif tersebut hanya sebagai
‘template’ bukan suatu keharusan. Jadi, pemilihan perspektif disesuaikan
dengan kondisi perusahaan serta misi, nilai, visi, tujuan, dan strategi dari
perusahaan tersebut.
3)
Merumuskan sasaran strategis (objectives)
Setelah perspektif dirumuskan, maka tahap selanjutnya adalah
menerjemahkan strategi kedalam setiap perspektif yang berupa sasaran-
sasaran strategis pada setiap perspektif. Sasaran-sasaran strategi tersebut
haruslah dapat mendukung pencapaian misi, nilai, visi, tujuan perusahaan,
  
38
dan strategi perusahaan. Kemudian dari sasaran-sasaran strategis tersebut
dapat dibuat strategy map
terlebih dahulu atau dapat dilakukan setelah
tahap keempat dilakukan.
4)
Menentukan ukuran strategis (measure)
Sasaran strategis yang telah dirumuskan melalui strategi perlu ditetapkan
ukuran pencapaiannya. Ada dua ukuran yang perlu ditentukan untuk
mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis, yaitu :
Ukuran hasil (outcome measure atau lag indicator)
Merupakan ukuran yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pencapaian sasaran strategis.
Ukuran pemicu kerja (performance driver measure atau lead indicator) 
Merupakan ukuran yang menunjukkan penyebab dicapainya ukuran
hasil, berfungsi sebagai pemacu agar ukuran hasil tercapai.
5)
Menentukan target
Tahap berikutnya adalah menentukan target. Target merupakan pernyataan
kuantitatif dari kinerja yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu di
masa datang dalam mewujudkan sasaran strategis dalam setiap perspektif. 
6)
Merumuskan inisiatif strategis
Inisiatif strategis merupakan action program yang bersifat strategik untuk
mewujudkan sasaran strategis pada setiap perspektif. Inisiatif strategis
dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan kualitatif yang berupa
langkah besar yang akan dilaksanakan di masa depan serta membantu
pencapaian target yang telah ditetapkan.
  
39
7)
Implementasi Balanced ScoreCard
Balanced ScoreCard tidak hanya diimplementasikan pada level korporasi
saja, tetapi harus diimplementasikan atau tepatnya diturunkan ke setiap
level perusahaan dan bahkan ke setiap individu agar mendapatkan hasil
yang dijanjikan menggunakan Balanced ScoreCard.
Gambar 2.6 Tahapan Perancangan Balanced ScoreCard
Sumber: Niven, P. R. (2002)
2.5 Peta Strategi
     Menurut Kaplan dan Norton  (2004:30-32),  Balanced ScoreCard strategy map
seperti pada Gambar 2.6
menyediakan  frameworks
untuk mengilustrasikan
bagaimana strategi menghubungkan intangible assets
pada value-creating
proceesses. 
  
40
     Sudut pandang keuangan
mendeskripsikan hasil  tangible dari strategi dalam
wujud keuangan.
Pengukuran seperti ROI, shareholder value, keuntungan,
pertumbuhan pendapatan, dan cost
per unit adalah indikator yang menunjukan
apakah strategi organisasi berhasil atau gagal. 
     Sudut pandang pelanggan mendefiniskan nilai harapan untuk target pelanggan.
Nilai harapan memberikan konteks untuk intangible assets
dalam menciptakan
nilai. Jika pelanggan menghargai kualitas dan  kecepatan pelayanan, maka
kemampuan, sistem, dan proses yang menghasilkan dan memberikan kualitas
produk dan layanan menjadi sangat berharga bagi perusahaan. Jika pelanggan
menghargai inovasi dan performa tinggi maka kemampuan, sistem,  dan proses
yang bisa menghasilkan dan memberikan produk dan layanan baru dengan
kemampuan lebih menjadi sangat berharga. Keselarasan yang konsisten antara
aksi dan kemampuan dengan nilai harapan konsumen adalah inti dari pelaksanaan
strategi. Sudut pandang finansial dan pelanggan mendeskripsikan hasil yang
diharapkan dari suatu strategi. 
     Sudut pandang proses internal mengidentifikasikan beberapa proses penting
yang diharapkan memiliki efek
besar terhadap strategi. Sudut pandang
pembelajaran dan berkembang mengidentifikasikan  intangible assets  yang
sangat penting dalam strategi. Tujuan dari sudut pandang ini  untuk
mengidentifikasi pekerjaan mana (sumber daya manusia), sistem mana (sumber
daya informasi), dan iklim seperti apa (sumber daya organisasi) yang diperlukan
untuk mendukung proses internal penciptaan nilai (value-creating internal
  
41
processes). Aset ini harus digabungkan dan diselaraskan untuk proses internal
penting.
Gambar 2.7 Balanced ScoreCard Framework
Sumber : Kaplan dan Norton (2004:30)
2.6 Key Performance Indicator (KPI)
     Key Performance Indicator (KPI) dapat diartikan sebagai indikator yang akan
memberikan informasi sejauh mana kita telah berhasil mewujudkan sasaran
strategis yang telah kita tetapkan. Dalam menyusun KPI kita sebaiknya harus
menetapkan indikator kinerja yang jelas, spesifik, dan terukur (measurable). KPI
sering digunakan untuk menilai aktivitas-aktivitas yang sulit diukur seperti,
keuntungan pengembangan kepemimpinan, perjanjian, layanan, dan kepuasan.
  
42
     KPI juga sebaiknya harus dinyatakan secara eksplisit dan rinci sehingga
menjadi jelas apa yang diukur. Pada sisi lain, biaya untuk mengidentifikasi dan
memonitor KPI sebaiknya tidak melebihi nilai yang
akan diketahui dari
pengukuran tersebut. Hindari pengukuran yang berlebihan yang tidak banyak
memberi nilai tambah.
     Setiap organisasi memiliki KPI yang berbeda bergantung dari budaya dan
strategi organisasi. Sebagai contoh, "meningkatkan pendapatan rata-rata per
pelanggan dari 10 ribu ke 15 ribu rupiah pada akhir tahun 2011". Dalam contoh
ini, 'pendapatan rata-rata per pelanggan' adalah suatu KPI.
     KPI (key performance indicator), atau indikator kinerja utama (IKU)
dalam bahasa Indonesia, adalah
matrix finansial ataupun non-finansial yang
digunakan untuk membantu suatu organisasi menentukan dan mengukur
kemajuan terhadap sasaran organisasi. KPI digunakan dalam intelijen bisnis untuk
menilai keadaan kini suatu bisnis dan menentukan suatu tindakan terhadap
keadaan tersebut. KPI sering digunakan untuk menilai aktivitas-aktivitas yang
sulit diukur seperti keuntungan pengembangan kepemimpinan, perjanjian,
layanan, dan kepuasan. KPI umumnya dikaitkan dengan strategi organisasi yang
contohnya diterapkan oleh teknik-teknik seperti kartu skor berimbang (Balanced
ScoreCard). (Parmenter, 2007).
  
43
2.7 Penelitian Terdahulu
     Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelusuran lebih lanjut dari
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Berikut
ini adalah peneleitian terdahulu:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Berdasarkan Jurnal
Judul Jurnal
Penulis Jurnal
Tahun
Terbit
Persamaan
Penerapan
Balanced
ScoreCard Sebagai
Alat Ukur
Perusahaan Untuk
Pengambilan
Keptusan Strategik
Agnes Octavia
Wijoyo & Riki
Martusa
2011
1. Menerapkan BSC pada
perusahaan jasa keuangan
2. Menerapkan BSC pada
perusahaan yang belum
menggunakannya
3. Melakukan tahap penerapan
BSC
Balanced
ScoreCard:
Pengukuran
Kinerja Perusahaan
dan Sistem
Manajemen
Strategis
Friska Sipayung
2009
1. Memperkenalkan BSC sebagai
suatu sistem yang modern
Balanced
ScoreCard
Implementation at
Rang Dong Plastic
Joint-stock
Company (RDP)
Luu Trong Tuan
2010
1. Menerapkan BSC dengan
mempertimbangkan budaya
organisasi
2. Menggunakan BSC untuk
pengukuran kinerja
Sumber : Olahan Pustaka Penulis, 2012
  
44
     Pada ketiga jurnal yang telah penulis telusuri, ketiganya membahas bahwa
Balanced Scorecard
memiliki 4 perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan,
proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. Pada jurnal nomor 1
(Agnes Octavia Wijoyo & Riki Martusa) dan nomor 3 (Luu Trong Tuan) mereka
menjelaskan bahwa Balanced ScoreCard
harus mampu untuk menjawab empat
pertanyaan pokok, yaitu:
1.
Dari perspektif pelanggan, bagaimana pandangan para pelanggan terhadap
perusahaan?
2.
Dari perspektif proses bisnis internal, proses bisnis apa yang harus
dditingkatkan/diperbaiki perusahaan?
3.
Dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, apakah perusahaan dapat
melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara berkesinambungan?
4.
Dari perspektif keuangan, bagaimana penampilan perusahaan di mata
pemegang saham?
     Sedangakan pada jurnal nomor 2, Friska Sipayung
menekankan bahwa Balanced
Scorecard menutup lubang yang ada di sebagian besar sistem manajemen, yaitu
kurangnya proses sistematis untuk melaksanakan dan memperoleh umpan balik
sebuah strategi. Proses manajemen yang dibangun di seputar scorecard
memungkinkan adanya keselarasan dan pemusatan perhatian kepada pelaksanaan
strategi jangka panjang.
     Balanced ScoreCard sebagai sistem manajemen yang dimaksud adalah metode
ini seharusnya menerjemahkan misi dan strategi unit bisnis ke dalam berbagai
tujuan dan ukuran. Metode ini menyatakan adanya keseimbangan antara berbagai
  
45
ukuran eksternal maupun internal. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran
scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting:
1.
Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi
2.
Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis
3.
Merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis
4.
Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
2.8 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis, 2013