9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1  Organizational Citizenship Behavior
2.1.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior
     Organizational Citizenship Behavior
atau kewarganegaraan organisasional
sangat terkenal sdalam perilaku organisasi saat pertama kali diperkenalkan sekitar
20 tahun yang lalu dengan dasar teori disposisi / kepribadian dan sikap kerja.
Menurut Luthan (2006 : 51) dasar kepribadian untuk OCB merefleksikan ciri/trait
predisposisi karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian dan
bersungguh-sungguh. Sedangkan dasar sikap mengindikasikan bahwa karyawan
terlibat dalam OCB untuk membalas tindakan organisasi.
     Menurut Robbins (2007 : 30) OCB adalah perilaku diskresioner yang bukan
merupakan bagian dari persyaratan-persyaratan jabatan formal seorang karyawan,
meskipun demikian hal itu mempromosikan pemfungsian efektif atas organisasi.
organisasi membutuhkan karyawan yang bergabung dalam perilaku-perilaku
good citizens” seperti membuat pernyataan-pernyataan yang konstruktif tentang
kelompok kerja dan organisasi mereka, membantu yang lain dalam tim mereka,
sukarela melakukan kegitan-kegiatan tambahan, menghindari konflik-konflik
yang tidak perlu, menunjukkan perhatian pada properti
organisasi, menghargai
semangat dan juga kaidah aturan tersurat dan bersedia mentolerir gangguan dan
  
10
kerugian-kerugian yang berkaitan dengan pekerjaan yang tidak tetap (Robbins,
2007).
2.1.1.2 Dimensi Organizational Citizenship Behavior
     Menurut Organ (Purba dan Seniati, 2004 : 106), OCB terdiri dari lima dimensi,
yaitu sebagai berikut:
1)
Altruism, yaitu perilaku membantu meringankan pekerjaan yang ditujukan
kepada individu lain dalam suatu organisasi, misalnya membantu saat
rekan kerja tidak sehat.
2)
Courtesy, yaitu membantu teman kerja mencegah timbulnya masalah
sehubungan dengan pekerjaannya dengan cara memberi
konsultasi dan
informasi serta menghargai kebutuhan mereka atau memahami dan
beremoati walaupun saat dikritik.
3)
Sportsmanship, yaitu toleransi pada situasi yang kurang ideal ditempat
kerja tanpa mengeluh, misalnya ikut menanggung kegagalan proyek tim
yang mungkin akan berhasil dengan mengikuti nasihat anggota.
4)
Civic Virtue, yaitu terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli
pada kelangsungan
hidup organisasi, misalnya rela mewakili perusahaan
untuk program bersama.
5)
Conscientiousness, yaitu melakukan hal-hal yang menguntungkan
organisasi, misalnya mematuhiperaturan-peraturan di organisasi dan
bersedia lembur untuk menyelesaikan proyek.
  
11
2.1.1.3 Motif yang Mendasari Organizational Citizenship Behavior
     Seperti halnya sebagian besar perilaku lain, OCB ditentukan oleh banyak hal,
artinya tidak ada penyebab tunggal dalam OCB.  Sesuatu yang masuk akal bila
kita menerapkan OCB secara rasional. Salah satu pendekatan motif dalam
perilaku organisasi berasal dari kajian McClelland dan rekan-rekannya. Menurut
McClelland, manusia memiliki tiga tingkatan motif (Hardaningtyas, 2005 : 14):
1)
Motif berprestasi, mendorong orang untuk menunjukkan suatu standard
keistimewaan (excellence), mencari prestasi dari tugas, kesempatan atau
kompetisi.
2)
Motif afiliasi, mendorong orang mewujudkan, memelihara dan
memperbaiki hubungan dengan orang lain.
3)
Motif kekuasaan, mendorong orang untuk mencari status dan situasi
dimana mereka dapat mengontrol pekerjaan atau tindakan orang lain.
Kerangka motif berprestasi, afiliasi dan kekuasaan telah diterapkan untuk
memahami OCB guna memahami mengapa
orang menunjukkan OCB. Gambar
2.1 menunjukkan model OCB yang didasari oleh suatu motif..
  
12
Gambar 2.1 Motif Organizational Citizenship Behavior
Sumber: Hardiningtyas, 2005
2.1.1.4 Manfaat Organizational Citizenship Behaviour dalam Perusahaan
Menurut Hardaningtyas (2005), manfaat OCB dalam perusahaan adalah sebagai
berikut:
1)
OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja
2)
OCB meningkatkan produktivitas manajer
3)
OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi
secara keseluruhan
4)
OCB membantu menghemat energy sumber daya yang langka untuk
memelihara fungsi kelompok
5)
OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-
kegiatan kelompok kerja
  
13
6)
OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan
mempertahankan karyawan terbaik
7)
OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi
8)
OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
peruabahan lingkungan
2.1.2 Organizational commitment
2.1.2.1 Pengertian Organizational commitment
     Organizational Commitmemt menurut William dan Hazer didefinisikan tingkat
kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang
dimasukinya, dimana karakteristik organizational commitmentonal antara lain
loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha
atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan
organisasi.
     Menurut Mathis and Jackson (2000), Organizational Commitment
adalah
tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan
mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut.
Sedangkan berdarkan Luthan (2006 : 249), Organizational commitment
didefinisikan sebagai:
1)
Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu
2)
Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi
3)
Keyakinan terentu dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi
  
14
     Dengan kata lain, ini merupakan
sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan
pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta
kemajuan yang berkelanjutan.
     Dapat disimpulkan bahwa organizational
commitment
adalah keadaan
psikologis individu yang berhubungan dengan keyakinan, kepercayaan dan
penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan yang
kuat untuk bekerja demi organisasi dan tingkat sampai sejauh mana ia tetap ingin
menjadi anggota organisasi.
2.1.2.2 Dimensi Organizational commitment
     Ada tiga dimensi komponen dari organizational commitment
menurut Mayer
dan Allen, yaitu sebagai berikut:
1)
Komitmen Afektif, yaitu keterikatan emosional karyawan, identifikasi dan
keterlibatan dalam organisasi. keterikatan emosional ini terbentuk karena
karyawan setuju dengan tujuan dasar dan nilai-nilai organisasi tersebut,
serta mengerti untuk apa organisasi tersebut berdiri. Karyawan dengan
derajat komitmen afektif tinggi akan memilih tetap tinggal dalam
organisasi untuk menyokong organisasi dalam mencapai misinya.
2)
Komitmen kelanjutan, yaitu komitmen berdasarkan kerugian yang
mungkin akan muncul dengan keluarnya karyawan dari organisasi.
semakin lama seseorang tinggal dalam sebuah organisasi, ia akan semakin
  
15
tidak rela kehilangan apa yang telah mereka ‘investasikan’ di organisasi
tersebut bertahun-tahun.
3)
Komitmen normatif, yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam
organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal
benar yang harus dilakukan. Keharusan untuk tetap tinggal dalam
organisasi disebabkan karena tekanan dari orang atau pihak lain.
Gambar 2.2 Dimensi Organizational commitment
Sumber: Greenberg dan Baron, 2003
2.1.2.3 Cara Meningkatkan Komitmen
     Dessler memberikan pedoman khusus untuk
mengimplementasikan sistem
manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan
organizational commitment pada diri karyawan (Luthans, 2006 : 250):
1)
Berkomitmen pada nilai utama manusia
Dilakukan dengan membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang
baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi
  
16
2)
Memperjelas dan mengkomunikasikan misi
Memperjelas misi dan ideologi; berkarisma; menggunakan praktek
perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai
stress dan pelatihan; membentuk tradisi
3)
Menjamin keadilan organisasi
Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif;
menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif
4)
Menciptakan rasa komunitas
Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja
sama, saling mendung dan kerja tim; berkumpul bersama
5)
Mendukung perkembangan karyawan
Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahun
pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam;
menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada
karyawan tanpa jaminan
2.1.3 Turnover Intention
2.1.3.1 Pengertian Turnover Intention
     Turnover Intention dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari
organisasi. turnover
mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi
berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu,
  
17
sedangkan keinginan karyawan untuk berpindah mengacu pada hasil evaluasi
individu mengenai kelanjutan hubungan dengan organisasi yang belum
diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. turnover dapat berupa
pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau
kematian anggota organisasi.
     Robbins (2007) menjelaskan bahwa penarikan diri seseorang keluar dari suatu
organisasi (turnover) dapat diputuskan secara sukarela (voluntary turnover)
maupun secara tidak sukarela (involuntary turnover). Voluntary turnover atau quit
merupakan keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela
yang disebabkan
oleh faktor seberapa manarik pekerjaan yang ada saat ini dan
tersedianya alternative pekerjaan lain. Sebaliknya, involuntary turnover
atau
pemecetan menggambarkan keputusan pemberi kerja (employer) untuk
menghentikan hubungan kerja dan bersfat uncontrollable bagi karyawan yang
mengalaminya.
2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention
Faktor –
faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover
cukup kompleks dan
saling berkaitan satu sama lain. Diantara faktor –
faktor tersebut yang akan
dibahas antara lain sebagai berikut (Novliadi, 2007 : 10-12):
1)
Usia
Tingkat turnover
yang cenderung lebih tinggi pada karyawan berusia muda
disebabkan karena mereka memiliki keinginan untuk mencoba-coba
pekerjaan atau organisasi kerja serta ingin mendapatkan keyakinan diri
lebih
  
18
besar melalui cara coba-coba tersebut. Hal ini juga dikudung oleh Cheng dan
Chan (2008 : 272), bahwa turnover intention
lebih kuat pada karyawan
dengan masa kerja yang lebih pendek dan lebih kuat pada karyawan yang
lebih muda daripada karyawan yang lebih tua.
2)
Lama Kerja
Semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnovernya.
Turnover
lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih
singkat. Interaksi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal merupakan
keadaan-keadaan yang memungkinkan turnover tersebut.
3)
Tingkat pendidikan dan intellegensi
Menurut Handoyo, dikatakan bahwa mereka yang mempunyai tingkat
intellegensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang sulit
sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Ia mudah merasa gelisah akan
tanggung jawab yang diberikan padanya dan merasa tidak aman. Sebaliknya
mereka yang mempunyai tingkat intellegensi yang lebih tinggi akan merasa
cepat bosan dengan pekerjaan-pekerjaan yang monoton. Mereka akan lebih
berani keluar dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat
pendidikannya terbatas, karena kemampuan intelegensinya yang terbatas
pula.
4)
Keterikatan terhadap perusahaan
Pekerja yang mempunyai rasa keterikatan yang kuat terhadap perusahaan
tempat ia bekerja berarti mempunyai dan membentuk perasaan memiliki
(sense of belonging), rasa aman, efikasi, tujuan dan arti hidup serta gambaran
  
19
diri positif. Akibat secara langsung adalah menurunnya dorongan diri untuk
berpindah pekerjaan dan perusahaan
2.1.3.3 Jenis Jenis Turnover
     Turnover
atau tingkat keluar masuk karyawan merupakan proses dimana
karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Banyak organisasi
menemukan bahwa turnover merupakan masalah yang merugikan.
Jenis turnover menurut Mathis dan Jackson (2000: 125-126):
1)
Turnover secara tidak sukarela dan Turnover secara sukarela
(1) Turnover secara tidak sukarela
Pemecatan karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja.
Turnover secara tidak sukarela dipicu oleh kebijakan organisasional,
peraturan  kerja dan standar kinerja yang tidak dipenuhi oleh
karyawan. 
(2) Turnover secara sukarela
Karyawan meninggalkan perusahaan karena keinginannya sendiri.
Turnover
secara sukarela dapat disebabkan oleh banyak faktor,
termasuk peluang karier, gaji, pengawasan, geografi dan alasan
pribadi/keluarga.
2)
Turnover fungsional dan Turnover disfungsional
(1) Turnover fungsional
Karyawan yang memiliki kinerja lebih rendah, individu yang kurang
dapat diandalkan, atau mereka yang mengganggu rekan
kerja
meninggalkan organisasi
  
20
(2) Turnover disfungsional
Karyawan penting dan memiliki kinerja tinggi meninggalkan
organisasi pada saat yang genting. 
3)
Turnover
yang tidak dapat dikendalikan dan Turnover
yang dapat
dikendalikan
(1) Turnover yang tidak dapat dikendalikan
Muncul karena alasan diluar pengaruh pemberi kerja. Banyak alasan
karyawan yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh organisasi,
contohnya sebagai berikut:
Karyawan pindah dari daerah geografis
Karyawan memutuskan untuk tinggal didaerah karena alas an
keluarga
Suami atau istri dipindahkan
Karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan
tinggi.
(2) Turnover yang dapat dikendalikan
Muncul karena faktor yang dapat dipengaruhi oleh pemberi kerja.
Dalam turnover yang dapat dikendalikan, organisasi lebih mampu
memelihara karyawan apabila mereka menangani persoalan karyawan
yang dapat menimbulkan turnover. 
  
21
2.1.3.4 Indikasi Terjadinya Turnover Intention
    Menurut Harnoto (2002 : 2) : “Turnover intention
ditandai oleh berbagai hal
yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai
malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian
untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk
menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari
biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk
memprediksikan turnover intention karyawan dalam sebuah perusahaan.
1)
Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya
ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab
karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2)
Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat
lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan
karyawan yang bersangkutan.
3)
Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan
sering dilakukan karyawan yang akan melakukan
turnover. Karyawan
lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung,
maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya
  
22
4)
Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa
atau aturan yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5)
Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang memiliki karakteristik
positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap
tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat
jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan
melakukan turnover.
2.1.4 Hubungan Organizational Citizenship Behavior dengan Organizational
commitment
     Meyer et al (2002) mengasumsikan bahwa komitmen yang lebih kuat akan
memberikan dampak yang lebih positif terhadap organisasi. Dan menurut
Organ, Podsakoff & MacKenzie (2006) mendefinisikan OCB sebagai
kontribusi individu di tempat kerja yang melampaui tuntutan peran dan prestasi
kerja yang disepakati. OCB juga merupakan kebebasan untuk menentukan
perilaku dan tidak terkait langsung dengan sistem reward yang berlaku
sehingga memiliki kesamaan dengan contextual performance
dan
extra-role
behavior.
  
23
     Jika komponen organizational commitment
dikaitkan dengan dimensi dari
OCB, maka dapat diasumsikan bahwa Affective Commitment
(AC) berperan
besar terhadap altruism, sportsmanship, courtesy
dan civic virtue. Normative
Commitment (NC) akan lebih berperan terhadap conscientiousness, sedangkan
Continuance Commitment (CC) justru memiliki peranan yang lemah terhadap
kelimanya karena didasari oleh cost and benefit. 
     Asumsi ini
diturunkan karena AC mengikat karyawan dengan organisasi
melalui keinginan untuk memberikan kontribusi terhadap organisasi. Dasar ini
menyebabkan karyawan dengan AC akan memberikan kontribusi secara
sukarela terhadap rekan sekerja maupun secara organisasi. Kondisi ini sejalan
dengan dimensi altruism, sportsmanship, courtesy
dan civic virtue
sehingga
semakin memperkuat asumsi adanya peran antara AC terhadap keempat
dimensi OCB tersebut.
     Sedangkan NC merupakan keterikatan seseoramg untuk terus bergabung
dengan organisasi karena adanya kewajiban. Dengan kata lain, dasar dari
keterikatan dan kesediaan karyawan untuk mengerahkan usaha lebih didasari
oleh norma atau aturan yang ada di lingkungan, bukan berasal dari dalam
dirinya. Kondisi ini sejalan dengan dimensi conscientiousness, yaitu perilaku
extra yang merupakan pilihan personal karyawan pada area terhadap peraturan
yang berlaku di organisasi.
Sebaliknya, CC diasumsikan memiliki peran yang lemah terhadap dimensi
OCB karena akan sulit mengharapkan seseorang menampilkan perilaku
sukarela jika dasarnya adalah perhitungan untung-rugi. Karyawan yang
  
24
memiliki Affective Commitment
yang tinggi dan diikuti dengan Normative
Commitment yang cukup tinggi akan cenderung menampilkan OCB yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki Continuance
Commitment yang tinggi.
2.1.5 Hubungan Organizational Citizenship Behavior dengan Turnover
Intention
     Menurut Chen et al. (dalam Koopman, 2003) mengatakan bahwa OCB
(terutama altruism, conscientiousness, dan sportsmanship) dapat menurunkan
tingkat turnover intention karyawan. OCB dapat membuat karyawan lebih lama
berada di dalam organisasi, memiliki kualitas perusahaan yang tinggi dan
membantu kesuksesan perusahaan. Jadi OCB dapat membentuk lingkungan
kerja organisasi yang baik sehingga memunculkan dedikasi karyawan, tingkat
turnover
yang rendah dan kualitas yang baik. Dan menurut Allen dan Rush’s
(dalam Koopman, 2003) menyatakan bahwa OCB dapat memunculkan suatu
hubungan yang baik antara karyawan.
2.1.6 Hubungan Organizational commitment dengan Turnover Intention
     Menurut Robbins (2007) menyatakan bahwa organizational commitment
dengan turnover intention
saling berpengaruh. Karyawan yang memiliki
organizational commitment
yang tinggi, akan memiliki sense of belonging
yang
tinggi terhadap organisasinya, sehingga ia akan mempunyai tingkat keinginan
untuk berhenti bekerja lebih rendah dibandingkan dengan karyawan yang kurang
  
25
memiliki komitmen pada organisasinya. Dengan demikian karyawan yang
menunjukkan tingkat organizational commitment
yang tinggi akan mempunyai
tingkat keinginan berpindah kerja yang rendah dan sebaliknya karyawan yang
menunjukkan tingkat organizational commitment
yang rendah akan mempunyai
tingkat keinginan berpindah kerja yang tinggi. 
2.1.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelusuran lebih lanjut dari
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Berikut
ini adalah penelitian terdahulu :
1.
Penelitian yang dilakukan oleh Sohrab Ahmad, dkk (2010) yang berjudul
Impact of Organizational commitment
and Organizational Citizenship
Behavior on Turnover Intentions of Call Center Personnel in Pakistan”.
Berdasarkan penelitian ini bahwa organizational commitment
memiliki
pengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention. Sedangkan
organizational citizenship behavior
tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap turnover intention, karena masyarakat Pakistan hidup
dalam budaya kolektivis yaitu menolong orang lain merupakan bagian dari
keyakinan dan nilai-nilai hidup. Oleh karena itu, perilaku OCB yang tinggi
bukanlah indikasi bahwa karyawan tersebut memiliki turnover intention
yang rendah.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Chang, dkk (2011) yang berjudul “The
Organizational Citizenship Behaviors and Organizational commitment
of
  
26
Organizational Members Influences the Effect of Organizational
Learning”. Dalam penelitian ini menyatakan bahwa organizational
commitment
dan organizational citizenship behavior
memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap organizational learning. Sedangkan
organizational commitment
juga memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap organizational citizenship behavior
3.
Penelitian yang dilakukan oleh Agus Triyanto dan The Elisabeth Cintya
Santosa (2009) yang berjudul “Organizational Citizenship Behavior
(OCB) Dan Pengaruhnya Terhadap Keinginan Keluar dan Kepuasan Kerja
Karyawan”. Hasil dari analisis regresi linier menunjukkan bahwa OCB
memiliki hubungan yang positif dan berpengaruh secara positif terhadap
keinginan keluar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi
karyawan merasakan OCB maka rentan sekali karyawan tersebut memiliki
hasrat untuk keluar dari organisasi. dari hasil analisis tersebut juga terdapat
hubungan positif dan pengaruh yang signifikan antara OCB terhadap
kepuasan kerja. 
2.2 Kerangka Pemikiran
     Untuk lebih memperjelas arah dari penelitian yang menunujukkan bahwa
adanya hubungan antara Organizational Citizenship Behavior dan Organizational
commitment
yang mempengaruhi Turnover Intention
maka dalam penelitian ini
dapat diambil suatu jalur pemikiran yaitu sebagai berikut:
  
27
    H1
    H3
H2
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber: Kerangka Pemikiran Peneliti, 2012
2.3 Hipotesis
     Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2002) adalah jawaban sementara
terhadap rumusan penelitian dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pernyataan. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang mungkin
benar dan mungkin salah, sehingga dianggap atau dipandang sebagai konklusi
atau kesimpulan yang sifatnya sementara, sedangkan penolakan atau penerimaan
suatu hipotesis tersebut tergantung dari hasil penelitian terhadap faktor-faktor
yang dikumpulkan, kemudian diambil kesimpulan.
Sehubungan dengan uraian diatas maka dapat dikemukakan hipotesis dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Untuk T-1:
Ho
= Tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Organizational Citizenship Behavior terhadap turnover intention
Ha
= Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational
Citizenship Behavior terhadap turnover intention
Organizational
Citizenship Behavior
(X1)
Organizational
commitment
(X2)
Turnover Intention
(Y)
  
28
Untuk T-2:
Ho
=
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Organizational commitment terhadap Turnover Intention
Ha
=
Ada pengaruh yang signifikan antara Organizational
commitment terhadap Turnover Intention
Untuk T-3:
Ho
=
Tidak ada pengaruh yang signifikan
antara pengaruh
Organizational Citizenship Behavior
dan Organizational
commitment terhadap Turnover Interntion
Ha
Ada pengaruh yang signifikan
antara pengaruh
Organizational Citizenship Behavior
dan Organizational
commitment terhadap Turnover Interntion.