BAB II
TINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Komitmen Organisasi
2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai derajat dimana karyawan
terlibat dalam organisasinya dan berkeinginan untuk tetap menjadi anggotanya,
dimana didalamnya mengandung sikap kesetiaan dan kesediaan karyawan untuk
bekerja secara maksimal bagi organisasi tempat karyawan tersebut bekerja
(Greenberg dan Baron,2003, h.160). Menurut Daft (2003, 11)  komitmen
organisasi merupakan sikap penting yang mempengaruhi kinerja. Daft
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai loyalitas dan keterlibatan yang
tinggi pada organisasi. Karyawan dengan derajat komitmen organisasi yang tinggi
akan melibatkan dirinya pada organisasi dan bekerja atas nama organisasi.
Sedangkan menurut Blau dan Boal dalam Sopiah (2008:155) menyebutkan
komitmen organisasional sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan terhadap
organisasi dan tujuan organisasi.
Selanjutnya
komitmen keanggotaan secara
umum dapat didefinisikan sebagai tingkat keterlibatan psikologis anggota pada
organisasi tertentu menurut Summers dan Acito dalam Sutrisno,Edy  (2010:292).
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
tercakup unsur loyalitas terhadap perusahaan, keterlibatan dalam pekerjaan, dan
identifikasi terhadap nilai dan tujuan-tujuan perusahaan. Maka pada intinya
  
2
beberapa definisi komitmen dari beberapa ahli diatas mempunyai penekanan yang
hampir sama yaitu proses pada individu karyawan dalam mengidentifikasi dirinya
dengan nilai-nilai, aturan-aturan dan tujuan organisasi.
2.1.2 Ciri-Ciri Komitmen Organisasi
Menurut Michaels dalam Budiharjo (2003), ciri-ciri komitmen organisasi
dijelaskan sebagai berikut:
a.
Ciri-ciri komitmen pada pekerjaan : menyenangi pekerjaannya, tidak
pernah meilhat jam untuk segera bersiap-siap pulang, mampu
berkonsentrasi pada pekerjaannya, tetap memikirkan pekerjaan
walaupun tidak bekerja.
b.
Ciri-ciri komitmen dalam kelompok : sangat memperhatikan
bagaimana orang lain bekerja, selalu siap menolong teman kerjanya,
selalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya,
memperlakukan teman kerjanya sebagai keluarga, selalu terbuka pada
kehadiran teman kerja baru.
c.
Ciri-ciri komitmen pada organisasi antara lain : selalu berupaya untuk
mensukseskan organisasi, selalu mencari informasi tentang kondisi
organisasi, selalu mencoba mencari komplementaris antara sasaran
organisasi dengan sasaran pribadinya, selalu berupaya untuk
memaksimalkan kontribusi kerjanya sebagai bagian dari usaha
organisasi keseluruhan, menaruh perhatian pada hubungan kerja antar
unit organisasi, berpikir positif pada kritik teman-teman, menempatkan
  
3
prioritas di atas departemennya, tidak melihat organisasi lain sebagai
unit yang lebih baik, memiliki keyakinan bahwa organisasinya
memiliki harapan untuk berkembang, berpikir positif pada pimpinan
puncak organisasi.
2.1.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasional
Bashaw dan Grant dalam Sopiah (2008:159) menjelaskan bahwa
komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan sebuah proses
berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika
bergabung dalam sebuah organisasi.
Gary Dessler dalam Sopiah (2008:159) mengemukakan cara yang bisa
dilakukan untuk membangun komitmen karayawan pada organisasi, yaitu:
1. Make it charismatic: Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang
kharismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam
berprilaku, bersikap dan bertindak.
2. Build the tradition: segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah
sebagai suatu tradisi yang terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi
berikutnya.
3. Have comprehensive grievance procedures: Bila ada keluhan atau komplain
dari pihak luar ataupun internal organisasi maka organisasi harus memiliki
prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.
  
4
4. Provide extensive two way communications: jalinlah komunikasi dua arah
di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
5. Create a sense of community: jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai
suatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa
memiliki, kerja sama, berbagi, dll.
6. Build value homogenety: Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya
kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama,
misalnya untuk promosi
maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah
kemampuan, ketrampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada diskriminasi.
7. Share and share alike: sebaiknya organisasi membuat kebijakan dimana
antara karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda
atau mencolok dalam
kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan
fisik, dll.
8. Emphasize barnraising, cross utilization, and teamwork: organisasi sebagai
suatu community harus bekerja sama, saling berbagi, saling memberi manfaat
dan memberikan kesempatan yang sama pada organisasi. Misalnya perlu
adanya rotasi organisasi sehingga orang yang bekerja di “tempat basah” perlu
juga ditempatkan di “tempat yang kering”. Semua organisasi merupakan suatu
tim kerja. Semuanya harus memberikan kontribusi yang maksimal demi
keberhasilan organisasi.
9. Get together: Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota
organisasi sehingga kebersamaan bisa terjalin. Misalnya, sekali-kali produksi
  
5
dihentikan dan semua karyawan terlibat dalam event rekreasi bersama
keluarga, pertandingan olah raga, seni, dll. Yang dilakukan oleh semua
anggota organisasi dan keluarganya.
10. Support employee development: Hasil studi menunjukan bahwa karyawan
akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi
memperhatikan perkembangan karir karyawan dalam jangka panjang.
11. Commit to actualizing: setiap karyawan diberikan kesempatan yang sama
untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuatu dengan
kapasitas masing-masing.
12. Provide first year job challenge: karyawan masuk ke organisasi dengan
membawa mimpi, harapannya, dan  kebutuhannya. Beri bantuan yang konkret
bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan
mewujudkan impiannya.
13. Enrich and empower: ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara
monoton karena rutinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan.
Hal ini tidak baik karena akan menurunkan kinerja karyawan.
14. Promote from within: bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan
pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut
karyawan dari luar.
15. Provide developmental activities:bila organisasi membuat kebijakan untuk
merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal
  
6
itu akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang
personalnya, juga jabatannya.
16. The question of employee security: bila karyawan merasa aman, baik fisik
maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.
17. Commit to people first values: membangun komitmen karyawan pada
organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara
instan. Oleh karena itu perusahaan harus benar-benar memberikan perlakukan
yang benar pada masa awal karyawan memasuki organisasi. Dengan demikian
karyawan akan mempunyai persepsi positif terhadap organisasi.
18. Put in writing: data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, folosofi,
sejarah, strategi, dll. Organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan
sekedar lisan.
19. Hire “Right-Kind Managers”: bila pimpinan ingin menawarkan nilai-nilai,
kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dll. Pada bawahannya, sebaiknya pimpinan
sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
20. Walk the talk. Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila
pimpinan ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan
tersebut mulai berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara.
  
7
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional
Menurut Sopiah (2008:163) komitmen pada organisasi tidak terjadi begitu
saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. David dalam
Sopiah (2008:163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi
komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1.
Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, kepribadian,dll.
2.
Karakteristik Pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam
pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam
pekerjaan, dll.
3.
Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk
organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat
pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap
karyawan.
4.
Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang
baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun
bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang
berlainan.
  
8
2.2 Stres Kerja
2.2.1 Pengertian Stres Kerja
Stres kerja merupakan fenomena psikologis, dimana terdapat
ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan individu untuk
mengatasi tuntutan tersebut. Reaksi orang dapat berbeda-beda dalam menghadapi
sumber stres yang sama, hal ini disebabkan karena perbedaan individual yang
memungkinkan sebagian orang tidak mengalami stres kerja dan sebagian lainnya
mengalami stres kerja (Robbins dalam Desiana,2003).Stres kerja tidak selalu
mengarah kepada akibat yang negatif namun juga dapat menjadi kekuatan positif
bagi individu. Stres bisa berakibat positif karena bisa menghasilkan stres
produktif yang disebut dengan eustress dan stres yang berakibat negatif, karena
dapat mengakibatkan disfungsi peran disebut juga distress. Eustress diperlukan
untuk menghasilkan prestasi yang lebih baik, karena dalam jumlah tertentu dapat
mengarah pada lahirnya gagasan-gagasan yang inovatif. Sedangkan distress
merupakan stres dalam jumlah besar dan akan menyebabkan disfungsi peran.
Perbedaan dalam tingkat stres dapat disebabkan karena adanya perbedaan respon
atau tanggapan dari individu yang mengalaminya (Selye dalam
Desiana, 2003).
Selain itu Sopiah (2008:85) mendefinisikan stres sebagai respon adoptif terhadap
situasi yang dirasakan menantang atau mengancam kesehatan seseorang.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sress kerja
merupakan fenomena psikologis didalam diri setiap individu yang dapat
berakibat positif maupun negatif yang akan berdampak pada pekerjaannya.
  
9
2.2.2 Faktor-Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Penyebab Stres Kerja
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres di pekerjaan berdasarkan penelitian
Hurrell, dkk. 1988 (dalam Munandar, 2008:381) yaitu:
1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Faktor intrinsik ini meliputi:
a. Tuntutan fisik 
Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi fatal dan psikologis diri
seorang tenaga kerja.  Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stres (stressor),
meliputi:
? Bising
Bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat
pendengaran, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan
dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis.
?
Paparan (exposure)
Paparan terhadap bising berkaitan dengan rasa lelah, sakit kepala, lekas
tersinggung, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
?Getaran
Getaran merupakan sumber stres yang kuat yang menyebabkan peningkatan taraf 
catecholamine  dan perubahan dari berfungsinya seseorang secara psikologikal
dan neurological.
  
10
?Hygiene
Lingkungan yang kotor dan tidak sehat merupakan pembangkit stres.
b. Tuntutan Tugas
Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift/kerja malam merupakan sumber utama
dari stres bagi para pekerja yang berpengaruh secara emosional dan biologikal
(Monk dan Tepas, 1985 dalam  Munandar, 2008: 383). Beban kerja yang berlebih
dan beban kerja yang terlalu sedikit merupakan pembangkit stres, dimana beban
kerja ‘kuantitatif’ timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu
banyak/sedikit diberikan kepada karyawan untuk diselesaikan pada waktu
tertentu. Beban kerja berlebih/terlalu sedikit ‘kualitatif’, yaitu jika orang merasa
tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan
ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja.
c. Peran Individu Dalam Organisasi
Konflik peran (role conflict)
timbul jika karyawan mengalami adanya
pertentangan antara tugas-tugas yang harus dilakukan dan antara tanggungjawab
yang dimiliki, tugas-tugas yang harus dilakukan menurut pandangan karyawan
bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang bertentangan
dari atasan, rekan, bawahan, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, dan
pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan
tugas pekerjaannya.Stres timbul karena ketidakcakapannya untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan dab berbagai harapan terhadap dirinya.  
  
11
Ambiguitas peran (role ambiguity)
dirasakan jika seorang karyawan tidak
memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak
mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. 
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketaksaan peran antara lain ketidakjelasan
dari sasaran/tujuan kerja, kesamaran tentang tanggungjawab, ketidakjelasan
tentang prosedur kerja, kesamaran
tentang apa yang diharapkan oleh orang lain,
dan kurang adanya balikan atau ketidakpastian tentang unjuk kerja pekerjaan.
d.Pengembangan Karir
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup
ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.
e. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan yang baik antaranggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai
faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi (Cooper,dalam Munandar,
2008: 395).  Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala
adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah, dan minat
yang rendah dalam pemecahan masalah dalam
organisasi. Ketidakpercayaan
secara positif berhubungan dengan ambiguitas peran yang tinggi, yang mengarah
ke
komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara para karyawan dan
ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah,
penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan
sekerjanya (Kahn, dkk.,dalam Munandar, 2008: 395).
  
12
f. Struktur dan Iklim Organisasi
Bagaimana para karyawan mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan, dan iklim
organisasi adalah penting dalam memahami sumber-sumber stres potensial
sebagai hasil
dari beradanya mereka dalam organisasi:  kepuasan dan
ketidakpuasan kerja berkaitan dengan struktur dan iklim organisasi.  Faktor stres
yang ditemukenali dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana tenaga kerja
dapat terlibat atau berperan serta dan pada support sosial.
2. Faktor Ekstrinsik dalam Pekerjaan 
Kategori pembangkit stres potensial  ini mencakup segala unsur kehidupan
seseorang yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di
dalam satu organisasi, dan dengan demikian memberikan tekanan pada
individu.Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, 
keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara
tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan
pada individu dalam pekerjaannya mempunyai dampak yang negatif pada
kehidupan keluarga dan pribadi.  Namun demikian, perlu
diketahui bahwa
peristiwa kehidupan pribadi dapat meringankan akibat dari pembangkit stres
organisasi. 
Menurut Munandar (2008: 391), stres ditentukan pula oleh ciri-ciri
individu, sejauh mana melihat situasinya sebagai penuh stres.  Reaksi-reaksi
psikologis, fisiologis dan/atau dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil
dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang
  
13
khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai,
pengalaman lalu, keadaan kehidupan, dan kecakapan (antara lain intelegensi,
pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran).  Dengan kata lain faktor-faktor dalam
individu berfungsi sebagai faktor pengubah antara rangsang dari lingkungan yang
merupakan pembangkit  stres potensial dengan individu.  Faktor pengubah ini
yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap
pembangkit stres potensial.
2.2.3 Strategi Manajemen Stres
Menurut Sopiah (2008:94) ada lima hal yang harus diperlihatkan dalam strategi
menajemen stress, yaitu:
1)
Remove the stressor,
Ada banyak cara untuk menghilangkan sumber stres di tempat kerja. Salah
satu solusi terbaik adalah dengan memberdayakan para pegawai sehingga
mereka memiliki kontrol yang lebih atas pekerjaan dan lingkungan pekerjaan
mereka. Sumber stres yang berhubungan dengan tugas dapat diminimumkan
lebih efektif melalui seleksi dan penempatan pegawai sehingga persyaratan
pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka.  Family friendly and work/life
initiative
menghilangkan atau mengurangi stressor yang menyebabkan time
based conflict.
  
14
Lima hal yang lazim dalam family friendly and work/life initiative
antara
lain :
a)
Penggunaan/pemanfaatan waktu yang fleksibel
Beberapa perusahaan mengajak pegawainya untuk menentukan kapan
mulai dan berakhirnya waktu kerja sehingga mereka dapat lebih mudah
menyesuaikan antara aktivitas pribadi dan pekerjaan.
b)
Job Sharing
Yakni
memisahkan posisi karier antara dua orang sehingga mereka yang
mengalami stres lebih sedikit di antara pekerjaan dan keluarga.
c)
Telecommuting
Telecommuting adalah bekerja dari rumah, biasanya dilakukan dengan
menghubungkan komputer ke kantor sehingga mudah
untuk menukar
kegiatan pekerjaan dan bukan pekerjaan, dan sebagainya.
2)
Withdraw with the stressor
Para pegawai biasanya mengalami stres ketika tinggal dan bekerja
dalam kultur yang berbeda. Tidak cukup dengan asumsi-asumsi dan
harapan yang umum. Para ekspatriat harus membayar kontan – bagaimana
cara berpikir, bersikap dan bertindaknya dipersepsikan atau direspons
lingkungannya. Perlu waktu dan keinginan yang kuat agar mampu
beradaptasi dengan cepat dengan lingkungan baru.
  
15
3)
Change stress perception
Tingkat stres yang dialami pegawau dalam situasi yang sama
mungkin berbeda antara satu individu dengan yang lain. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan persepsi. Oleh karena itu sebenarnya stres
dapat diminimumkan melalui perubahan persepsi atas situasi yang ada.
Kita dapat memperkuat self efficacy dan self esteem
kita sehingga dapat
menerima pekerjaan sebagai tantangan dan bukan ancaman.
4)
Control stress consequences
Kadang-kadang para pegawai tidak dapat mengendalikan stres
yang dialaminya. Mereka seringkali membutuhkan bantuan untuk
mengatasi stres dengan perilaku disfungsional seperti mengkonsumsi
alkohol dan obat-obatan terlarang. Program gaya hidup sehat akan
membantu pegawai belajar bagaimana hidup yang sehat. Mengendalikan
stres dengan baik tentu sangat bermanfaat, walau tidak semua orang
mampu melakukannya. Kebanyakan orang memerlukan orang lain untuk
membantunya agar dapat mengatasinya dengan baik.
5)
Receive social support
Dukungan lingkungan sekitar dapat mengurangi stres yang dialami
seseorang. Dalam suatu organisasi, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk
memberikan dukungan kepada pegawai yang mengalami stres, yaitu:
pertama, memperbaiki persepsi mereka bahwa mereka bernilai dan
berguna. Kedua, menyediakan informasu untuk membantunya memahami
  
16
masalah sesungguhnya yang memungkinkan untuk menghilangkan sumber
stres. Ketiga, dukungan emosional dari yang lain dapat secara langsung
membantu mengurangi stres.
Berikut disajikan gambar strategi manajemen stress:
Gambar 2.1 Stres Management Strategies
2.3 Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja
Kinerja didefinisikan sebagai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik individu maupun
kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja didalam
Remove the
Stressors
Stress
Management
Strategies
Withdraw from
the stressors
Change the
stressors
Receive social
support
Control stress
consequences
  
17
organisasi. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerja meliputi
elemen sebagai berikut :
Kuantitas dari hasil,kualitas dari hasil,ketepatan waktu
dari hasil, kehadiran dan kemampuan bekerja sama
(Mathis & Jackson
(2006,p378).
Robins dan Coulter (2005,p226)  berpendapat kinerja adalah hasil kerja
individu atau kelompok dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi
sesuai dengan periode yang telah ditetapkan. Kelompok atau organisasi terdiri
dari beberapa individu, sehingga kinerja individu akan mempengaruhi kinerja
kelompok atau organisasi.
Kinerja
sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan
seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu
(Tika,2006). Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan
seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan
menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang
diharapkan.
Berdasarkan definisi-definisi dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa berhasil tidaknya kinerja yang telah dicapai oleh organisasi dipengaruhi
oleh tingkat kinerja dari karyawan secara individu
maupun kelompok, dimana
kinerja diukur dengan instrument yang dikembangkan dalam studi yang
tergantung dengan ukuran kinerja secara umum, kemudian diterjemahkan kedalam
penilaian perilaku secara mendasar yang dapat meliputi berbagai hal, yaitu
:kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, pendapat atau pernyataan yang
disampaikan, keputusan yang diambil dalam melakukan pekerjaan dan deskripsi
pekerjaan.
  
18
2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan
Menurut Mathis & Jackson (2006,p114) kinerja para karyawan adalah
awal dari keberhasilan organiasasi untuk mencapai tujuannya. Ada tiga faktor
utama yang mempengaruhi kinerja karyawa,yaitu :
1. Kemampuan Individual
Mencakup bakat,
minat, dan faktor kepribadian. Tingkat ketrampilan merupakan
bahan mentah yang
dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis.
Dengan demikian kemungkinan seorang karyawan mempunyai kinerja yang baik,
jika kinerja karyawan tersebut memiliki tingkat ketranpilan baik maka karyawan
tersebut akan menghasilkan yang baik pula.
2. Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan bagi karyawan adalah ketika kerja, kehadiran, dan
motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan
karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Dari itu kalaupun
karyawan memiliki tingkat ketrampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi
tidak akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya.
Hal ini berkaitan dengan perbedaan antara tingkat ketrampilan dan tingkat upaya.
Tingkat ketrampilan merupakan cerminan dari apa yang dilakukan,sedangkan
tingkat upaya merupaka cermin apa yang dilakukan.
3. Lingkungan Organisasional
Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi karyawan
meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi, dan manajemen.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.
  
19
Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi sebanyak mereka memberikan
kontribusi pada organisasi.
2.3.3 Upaya Peningkatan Kinerja
Seperti diketahui tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena organisasi
tersebut disukung oleh unit-unit kerja yang terdapat di dalamnya (Sutrisno,Edy
2011:184). Terdapat beberapa cara peningkatan kinerja karyawan. Menurut Stoner
dalam Sutrisno,Edy (2011:184) mengemukakan adanya empat cara, yaitu:
1)
Diskriminasi
Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara mereka
yang dapat memberi sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan
organisasi dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian kinerja
memang harus ada perbedaan antara karyawan yang berprestasi dengan
karyawan yang tidak berprestasi. Oleh karena itu, dapat dibuat keputusan
adil dalam berbagai bidang, misalnya pengembangan SDM, penggajian,
dan sebagainya.
2)
Pengharapan
Dengan memperhatikan bidang tersebut diharapkan bisa meningkatkan
kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tinggi
mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai pengharapan yang
diterimanya dari organisasi. Untuk mengesankan dalam bekerja harus
diidentifikasi sedemikian rupa sehingga penghargaan memang jatuh pada
tangan yang memang berhak.
  
20
3)
Pengembangan
Bagi yang bekerja dibawah standar, skema untuk mereka adalah mengikuti
program pelatihan dan pengembangan. Sedangkan yang di atas standar,
misalnya dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil laporan manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan
organisasi dapat terjamin keadilan dan kejujurannya. Untuk itu diperlukan
suatu tanggung jawab yang penuh pada manajer yang membawahinya.
4)
Komunikasi
Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para
karyawan dan secara akurat mengkomunikasikan penilaian yang
dilakukannya. Untuk dapat melakukan secara akurat, para manajer harus
mengetahui kekurangan dan masalah apa saja yang dihadapi karyawan dan
bagaimana cara mengatasinya. Di samping itu, para manajer juga harus
mengetahui program pelatihan dan pengembangan apa saja yang
dibutuhkan. Untuk memastikannya, para manajer perlu berkomunikasi
secara intens dengan karyawan
  
21
2.4 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Kinerja Karyawan (Y) :
-Kemampuan Individu
-Usaha yang dicurahkan
-Lingkungan
Organisasional
Komitmen Organisasi (X
1
)
-
Komitmen pada Pekerjaan
-
Komitmen pada Kelompok
-
Komitmen pada Organisasi
Stres Kerja (X2
)
-Faktor Intrinsik (Tuntutan
Fisik,Tuntutan Tugas, Peran Individu
dalam Organisasi,Pengembangan
Karir, Hubungan dalam
Pekerjaan,Struktur dan Iklim
Organisasi).
-Faktor Ekstrinsik (Isu-isu dalam
keluarga, krisis kehidupan,kesulitan
keuangan, keyakinan pribadi dan
organisasi yang bertentangan,dan
konflik antara tuntutan keluarga dan
tuntutan perusahaan).
  
22
2.5 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian milik Muhammad Jamal yang berjudul Job stres,job
performance and Organizational Commitment in a Multinational Company : An
Empirical Study in two Countries mengatakan bahwa penelitian ini menguji peran
komitmen organisasi dalam hubungan  stres kerja karyawan dan hubungan kinerja
karyawan dalam perusahaan multinansional di dua negara yaitu Malaysia dan
Pakistan. Stres kerja didefinisikan sebagai reaksi individu untuk karakterisitik
lingkungan kerja yang tampak emosional dan mengancam fisik. Ini menunjukkan
bahwa dalam menghadapi tuntutan tugas, kemampuan individu belum siap
menanganinya. Secara umum semakin tinggi tingkat ketidakseimbangan antara
tuntutan dan kemampuan individu,semakin tinggi akan mengalami stres. Faktor
organisasi memainkan peran penting dalam menghasilkan stres kerja dan individu
dengan berbagai tingkat komitmen organisasi mungkin akan merasakan stres yang
berbeda.
Kinerja dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan dimana seorang indivu
mampu mencapai tugas yang diberikan kepadanya dengan sukses dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Komitmen organisasi merupakan
faktor penting yang menyebabkan peningkatan kinerja karyawan.Seseorang yang
sangat berkomitmen akan menunjukan keinginan kuat untuk menjadi anggota
organisasi,kemauan untuk mengerahkan usaha yang tinggi atas nama
organisasi,keyakinan yang pasti,penerimanan nilai dan tujuan organisasi.
  
23
Dalam penelitian yang berjudul Organization communication, job stress,
organizational commitment, and job performance of accounting proffesionals in
Taiwan dan Amerika, Jui-Chen Chen mengatakan bahwa penelitian ini bertujuan
untuk memahami dampak dari komunikasi organisasi dan komitmen organisasi
pada stres kerja dan kinerja. Selama 20 tahun terakhir, komitmen organisasi dan
komunikasi organisasi telah dipelajari secara ekstensif tapi sedikit perhatian
antara variabel tersebut dengan variabel organisasi lainnya seperti stres kerja dan
kinerja karyawan. Juga perbedaan antara karyawan, baik dalam posisi manajerial
akuntansi dan antara responden dari Taiwan dan Amerika Serikat.
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu
Variabel
Peneliti
Hasil
Job Stres,Job
Performance,and
Organizatinal
Commitment in a
Multinational Company:
An Empirical Study in
two Countries
Muhammad Jamal,2011
Stres kerja berpengaruh
negatif terhadap
kinerja.
Faktor organisasi
memainkan peran penting
dalam menghasilkan stres
kerja dan individu dengan
berbagai tingkat komitmen
organisasi mungkin akan
merasakan stres yang
berbeda.
Selain itu
  
24
Komitmen organisasi
merupakan faktor penting
yang menyebabkan
peningkatan kinerja
karyawan,dikatakan
bahwa jika karyawan
memiliki komitmen yang
tinggi maka karyawan
akan bekerja keras untuk
mencapai tujuan
organisasi. Hal ini
diperkuat dengan hasil
penelitian bahwa
Komitmen organisasi
memiliki hubungan yang
positif dengan stres dan
kinerja. 
Organization
communication, job
stress, organizational
commitment, and job
performance of
accounting proffesionals
Jui-Chen Chen, 2005
Tidak ada perbedaan
dalam tingkat negara
antara tingkat stres dan
komunikasi organisasi di
Taiwan dan Amerika.
Tetapi tingkat Komitmen
  
25
in Taiwan dan Amerika
Organisasi dan Kinerja
Karyawan lebih tinggi di
Amerika Serikat.
Tingkat
Stres
tidak berhubungan
dengan Komunikasi
Organisasi dan Kinerja
Karyawan.
  
26
2.6 Hipotesis
1. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan?
Ho
= Variabel komitmen organisasi secara parsial tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel  kinerja karyawan.
Ha
= Variabel komitmen organisasi
secara parsial
berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel  kinerja karyawan.
2. Bagaimana pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan?
Ho
= Variabel stres kerja
secara parsial
tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel kinerja karyawan
Ha
= Variabel stres kerja
secara parsial
berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel kinerja karyawan
3. Bagaimana pengaruh komitmen organisasi dan stres kerja
secara parsial
terhadap kinerja karyawan?
Ho
= Variabel komitmen organisasi dan stres kerja
secara simultan
tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan
Ha
= Variabel komitmen organisasi dan stres kerja
secara simultan
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja karyawan