BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Grafik Komputer
Menurut Ephi Lintau ( 2010 ), grafika komputer pada dasarnya adalah suatu
bidang komputer yang mempelajari
cara-cara
untuk
meningkatkan
dan
memudahkan
komunikasi antara manusia dengan mesin (komputer) sebagai   
jalan untuk
membangkitkan,
menyimpan,
dan
memanipulasi gambar model suatu objek
menggunakan komputer.
Bentuk sederhana dari grafik komputer ada 2 yaitu :
1.   Grafik komputer 2 dimensi
2.   Grafik komputer 3 dimensi
2.2
Grafik Komputer 2D
Biasa disebut dengan 2D atau bidang adalah bentuk dari benda yang memiliki
panjang dan lebar. Grafik 2 Dimensi merupakan teknik penggambaran yang berpatokan
pada titik koordinat sumbu x (datar) dan sumbu y (tegak). Agar dapat tampil dengan
sempurna,
gambar
yang
akan
ditampilkan
dengan
teknik ini
harus
memiliki
nilai
koordinat x dan y minimum 0 dan maksimum sebesar resolusi yang digunakan.
Grafik komputer 2D adalah sebuah generasi gambar digital ( digital image
)
berbasis komputer, yang kebanyakan mengambil objek-objek dua dimensi (2D). Model
Grafik
2D
merupakan
kombinasi
dari
model geometri (juga disebut sebagai grafik
vektor),   gambar   digital   (raster  graphics),   fungsi   matematika,   dan   sebagainya.
  
11
Komponen-komponen
ini
dapat
dimodifikasi dan
dimanipulasi
oleh
transformasi
geometri dua dimensi, seperti translasi, rotasi, dan dilatasi. ( Ephi Lintau, 2010 )
2.3     
Grafik Komputer 3D
Biasa disebut
3D
atau
merupakan
bentuk
dari benda
yang
memiliki panjang,
lebar,
dan
tinggi.
Grafik
3
Dimensi
merupakan
teknik
penggambaran
yg
berpatokan
pada titik koordinat sumbu x(datar), sumbu y(tegak), dan sumbu z(miring). Representasi
dari data geometrik 3 dimensi sebagai hasil dari pemrosesan dan pemberian efek cahaya
terhadap grafika komputer 2D. Tiga Dimensi, biasanya digunakan dalam penanganan
grafis. 3D secara umum merujuk pada kemampuan dari sebuah video card (link).
Grafik 3D merupakan perkembangan dari grafik 2D. Di dalam grafika komputer,
3D merupakan bentuk grafik yang menggunakan representasi data geometri tiga dimensi.
Suatu
objek
rangka
3D
apabila
disinari
dari
arah
tertentu
akan
membentuk
bayangan
pada permukaan gambar. Proses pembuatan grafik komputer 3D dapat dibagi ke dalam
tiga
fase,
yaitu
3D
modeling
yang
mendeskripsikan
bentuk
dari
sebuah objek,
layout,
dan animation yang mendeskripsikan gerakan dan tata letak sebuah objek, dan 3D
rendering yang memproduksi image dari objek tersebut. ( Ephi Lintau, 2010 )
2.4     
Image ( Citra )
Citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut
pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya
pada  bidang  dua  dimensi.  Citra  (image)  adalah  suatu  representasi,  kemiripan,  atau
imitasi
dari
suatu
objek
atau
benda.
Istilah
lain
untuk
citra
adalah
suatu
komponen
  
12
multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual.
Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu citra kaya dengan
informasi. Maksudnya, sebuah gambar dapat memberikan informasi yang lebih banyak
daripada informasi yang disajikan dalam bentuk teks.
Sumber
cahaya
menerangi
objek,
objek memantulkan
kembali
sebagian
dari
berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata
pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek
yang disebut citra tersebut terekam.
Menurut Eko Suwono ( 2010 ), sebuah citra mengandung sejumlah elemen dasar.
Elemen-elemen  dasar  tersebut  dimanipulasi  dalam  pengolahan  citra,  elemen-elemen
citra tersebut adalah sebagai berikut :
1.   Warna
Warna merupakan suatu persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia
terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh sebuah objek. Setiap
warna memiliki panjang gelombang. Warna yang diterima oleh mata merupakan
hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. Kombinasi
warna
yang memberikan rentang warna yang paling
lebar adalah red (R), green
(G), blue (B).
  
13
2.   Kecerahan ( Brightness )
Kecerahan
dapat
disebut
juga
dengan intensitas
cahaya.
Kecerahan
pada
sebuah piksel ( titik ) di dalam sebuah citra bukanlah merupakan suatu intensitas
yang
real, tetapi
sebenarnya
adalah
intensitas
rerata
dari
suatu
area
yang
melingkupinya.
3.   Kontras
Kontras merupakan elemen citra
yang menyatakan sebaran terang dan
gelap
di dalam sebuah gambar. Sebuah citra dengan kontras yang rendah dicirikan oleh
sebagian besar komposisi citranya yaitu terang atau sebagian besar gelap. Pada
sebuah
citra
dengan
kontras
yang
baik,
komposisi
terang
dan
gelap
tersebar
secara merata.
4.   Kontur
Kontur merupakan suatu keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas
pada piksel yang bersebelahan. Dikarenakan adanya perubahan
intensitas,
maka
mata manusia dapat mendeteksi tepi suatu objek di dalam sebuah citra.
  
14
5.   Bentuk ( Shape )
Bentuk merupakan 
sebuah properti intrinsik dari suatu objek tiga dimensi,
dengan pengertian
bahwa
bentuk
adalah
properti
intrinsik utama
untuk
sistem
visual manusia. Pada umumnya, citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra
dwimatra ( dua dimensi ), sedangkan objek yang dilihat umumnya merupakan
objek yang berbentuk trimatra ( tiga dimensi
).
Informasi
bentuk
objek dapat
diekstraksi dari sebuah citra
pada
permulaan
pra-pengolahan
dan
segmentasi
sebuah citra.
6.   Tekstur
Tekstur merupakan elemen yang diartikan sebagai sebuah distribusi spasial
dari derajat keabuan di dalam sekumpulan piksel yang bersebelahan. Jadi tekstur
tidak
dapat
didefinisikan
untuk
sebuah
piksel.
Sistem visual
manusia
dapat
menerima informasi citra sebagai suatu kesatuan. Resolusi sebuah citra yang
diamati, ditentukan oleh skala pada tempat di mana tekstur tersebut dipersepsi.
7.   Waktu dan Pergerakan
Respon dari suatu sistem visual tidak hanya berlaku pada faktor ruang, tetapi
juga berlaku pada
faktor waktu. Contohnya adalah apabila citra-citra diam
ditampilkan secara cepat, maka akan berkesan seperti melihat citra yang bergerak.
  
15
8.   Deteksi dan Pengenalan ( Edge and Recognition )
Dalam mendeteksi
dan
mengenali
sebuah
citra,
tidak
hanya
sistem visual
manusia saja yang bekerja, tetapi juga ikut melibatkan ingatan dan daya pikir
manusia.
2.5
Digital Image
Digital image dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel f(x,y), di mana x
dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat
tersebut.
Teknologi dasar
untuk
menciptakan
dan
menampilkan warna pada citra digital
berdasarkan penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna dasar,
yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue – RGB).
Digital Image lebih berkaitan dengan teknik pembentukan gambar dibandingkan
dengan
hasil proses.
Perbedaan
proses
pembentukan
representasi image dari berbagai
media sangat potensial
mendapatkan hasil akhir yang diinginkan. Proses memang tidak
mudah menghasilkan output yang sama persis tanpa sebuah perlakuan standarisasi yang
besar.
Digital
image
merupakan objek
nyata
yang
direpresentasikan secara elektronis.
Objek  dapat  bersumber  dari  dokumen,  foto,  barang  cetakan,  hingga  lukisan.  Unsur
utama digital image adalah tepi-tepi yang berisi elemen objek yang sangat dasar, yaitu
picture element ( pixel ).
  
16
Digital image secara garis besar terdiri atas dua kategori utama, yaitu raster ( bit
mapped ) dan vector ( object oriented ).
Raster image terbentuk dari grid atau
matrik
dengan
unsur dasar berupa pixel ( picture element )
yang
mempunyai
lokasi unik dan
nilai
warna
tersendiri.
Sebaliknya,
vector image
terbentuk
dari
instruksi
matematika
dalam membentuk image. ( Rambe, 2011 )
2.5.1
Raster Image
Semua  peralatan  capture digital
image 
menghasilkan  raster
image.
Bentuk raster
sangat
umum digunakan
pada beberapa
peralatan
output,
seperti
scanner maupun kamera digital. File-file seperti TIFF, JPEG / JFIF, dan GIF
merupakan beberapa contoh format file dalam bentuk raster.
2.5.2
Vector Image
Apabila bentuk raster image dihasilkan dari proses pengambilan gambar
atau capture,
maka
lain
halnya
dengan
jenis image
vector. Image
vector
dihasilkan
program pengolah
gambar,
termasuk
gambar
2D
dan
3D,
gambar
arsitektur,
grafik,
logo,
hingga font.
Image
terdiri
atas
garis, kurva, dan shape
yang  dapat 
diedit 
atributnya, 
seperti  warna  objek 
dan 
fill 
objek. 
Karena
dihasilkan dari rumus matematika, ukuran gambar file mudah dimanipulasi tanpa
harus kehilangan detail gambar aslinya ( resolution independent ). Objek raster
dapat pula
dikonversikan
menjadi
objek
vector
melalui
proses
trace’. Setiap
  
17
unsur  objek  dalam  image dapat  ditransformasikan  secara 
independent  satu
dengan yang lain.
Pengolahan citra dapat diterapkan pada berbagai bidang untuk membentuk suatu
aplikasi yang tangguh dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, aplikasi pengolahan citra
sangat memungkinkan untuk membentuk suatu mesin otomatis yang dapat membantu
manusia dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Pengolahan gambar digital atau
Digital
Image
Processing (DIP) adalah bidang
yang berkembang sangat pesat sejalan dengan kemajuan teknologi pada industri saat ini.
Proses
mengubah
citra
ke
bentuk
digital
bisa dilakukan
dengan
beberapa
perangkat,
misalnya scanner, kamera digital, dan handycam. Ketika sebuah citra sudah diubah ke
dalam bentuk
digital
(selanjutnya
disebut
citra
digital), bermacam-macam proses
pengolahan citra dapat diperlakukan terhadap citra tersebut. ( Rambe, 2011 )
2.6     
Warna ( RGB )
Menurut Rambe ( 2011 ), sistem visual manuasia dapat membedakan ratusan
ribu shade warna dan juga intensitas, tetapi hanya 100 shade keabuan. Oleh karena itu,
di dalam suatu citra masih banyak informasi lainnya yang ada pada warna, dan informasi
tersebut
juga
dapat
digunakan
untuk
menyederhanakan
suatu
analisis citra,
misalnya
identifikasi obyek dan ekstraksi warna.
Model  warna  merupakan  cara  yang  standard  untuk  menspesifikasikan  suatu
warna tertentu dengan mendefinisikan suatu sistem koordinat 3D dan suatu ruang bagian
yang
mengandung
semua
warna
yang
dapat dibentuk
ke
dalam suatu
model
tertentu.
  
18
Suatu warna dapat dispesifikasikan menggunakan suatu model yang akan berhubungan
ke  suatu  titik  tunggal  dalam  suatu  ruang  bagian  yang  mendefinisikannya.  Masing-
masing warna diarahkan ke salah satu standard hardware tertentu ( RGB atau CMY ).
RGB merupakan suatu model warna yang terdiri dari warna merah ( Red ), hijau
(
Green ), dan biru (
Blue ), yang digabungkan kemudian menghasilkan suatu susunan
warna yang luas. Setiap warna dasar, misalnya warna merah, dapat diberi rentang nilai.
Untuk sebuah monitor komputer, memiliki nilai rentang yang paling kecil = 0 dan yang
paling besar = 255. Pilihan skala 256 ini didasarkan pada cara mendeskripsikan 8 digit
bilangan biner yang digunakan oleh suatu mesin komputer. Dengan menggunakan cara
ini, maka akan diperoleh warna campuran sebanyak 256 x 256 x 256 = 1677726 jenis
warna. Satu jenis warna dapat dibayangkan sebagai sebuah vektor di ruang dimensi tiga
yang
biasanya
dipakai
dalam ilmu
matematika,
yang
koordinatnya
dinyatakan
dalam
bentuk
tiga
bilangan,
yaitu
komponen
x,
komponen
y,
dan
komponen
z.
Misalkan,
sebuah
vektor dituliskan sebagai
r
=
(
x,
y,
z
).
Dalam warna,
komponen-komponen
tersebut
digantikan
oleh
komponen Red,
Green,
Blue. Jadi, satu jenis warna dapat
dituliskan sebagai berikut
:
warna = RGB ( 30, 75, 255 ). Untuk warna putih = ( 255,
255, 255 ), sedangkan untuk warna hitam = RGB ( 0, 0, 0 ).
  
19
Tabel 2.1   Komponen Warna RGB
Warna
R
G
B
Hitam
0
0
0
Merah
255
0
0
Hijau
0
255
0
Biru
0
0
255
Kuning
255
255
0
Magenta
255
0
255
Cyan
0
255
255
Putih
255
255
255
Abu-Abu
127
127
127
Orange
255
110
0
Ungu
128
0
255
Coklat
128
25
0
Pink
255
190
220
Navy
0
0
120
Gambar di bawah ini menunjukkan bentuk geometri dari model warna RGB yang
digunakan
untuk
menspesifikasikan
warna
menggunakan
sistem koordinat
Cartesian.
Spektrum grayscale
( tingkat keabuan ) yaitu warna yang dibentuk dari gabungan tiga
warna
utama dengan
jumlah
yang sama, yang berada pada
garis
yang menghubungkan
titik hitam dan putih.
  
20
Gambar 2.1   Geometri model warna RGB
Bentuk representasi warna dari sebuah citra digital adalah sebagai berikut :
Gambar 2.2   Representasi warna citra digital
2.7
Format Citra Digital
Menurut Rambe ( 2011 ), suatu citra digital memiliki beberapa format yang
memilki karakteristik
tersendiri.
Format
pada
citra
digital
ini
umumnya berdasarkan
pada tipe dan cara kompresi yang digunakan pada citra digital tersebut.
  
21
Ada 4 format citra digital yang sering dijumpai, yaitu :
1.   Bitmap ( BMP )
BMP merupakan format gambar
yang paling umum dan merupakan
sebuah format standard windows. Ukuran file dari format ini sangat besar karena
bisa
mencapai
ukuran
megabyte.
File ini
merupakan
format
yang
belum
terkompresi dan menggunakan sistem warna RGB ( Red, Green, Blue ) di mana
masing-masing warna dari pixel-nya terdiri atas 3 komponen R, G, dan B yang
dicampur menjadi satu. File BMP dapat dibuka dengan berbagai macam software
pembuka gambar seperti ACDSee, Paint, dan lain-lain. File BMP sangat jarang
atau bahkan tidak bisa digunakan di web ( internet ) dikarenakan ukurannya yang
besar.
2.   Joint Photographic Expert Group
( JPEG )
Format 
file 
JPEG 
merupakan 
format 
yang 
paling  terkenal 
sampai
sekarang ini. Hal ini dikarenakan oleh ukuran filenya yang kecil ( hanya puluhan
/ ratusan KB saja ), dan juga bersifat portable. Format file ini sering digunakan
pada bidang fotografi yang dipakai untuk menyimpan file foto hasil perekaman
Analog to Digital Converter ( ADC ). Karena ukurannya yang kecil inilah, maka
format file ini sering digunakan di internet ( web ).
3.   Graphic Interchange Format  ( GIF )
Menurut Iin Aryani ( 2008 ), format
file
ini
hanya
mampu
menyimpan
dalam 8 bit ( hanya mendukung mode warna Grayscale dan Bitmap). Format file
GIF  ini  merupakan  format  standar  untuk  publikasi  elektronik  dan  internet.
  
22
Format 
file 
ini 
mampu 
menyimpan  animasi  dua  dimensi  yang  akan
dipublikasikan pada internet, desain halaman web dan juga publikasi elektronik.
Format file ini mampu mengkompres dengan ukuran kecil. Format file GIF (
Graphic Interchange Format ) ini merupakan format file yang paling banyak
disarankan dan digunakan.
Adapun kelebihan dari format GIF ini antara lain :
•   
Ukuran file yang dihasilkan relatif kecil.
•   
Mampu 
menggabungkan 
beberapa 
gambar 
menjadi 
satu 
kesatuan 
dan
menampilkannya secara bergantian ( animasi ).
•   
Warna latar belakang ( background ) dapat dibuat transparan.
•   
Adanya teknologi
Interlacing yang akan
membuat sebuah file diload secara
utuh dengan kualitas yang ditampilkan secara bertahap.
4.   Portable Network Graphic
( PNG )
Format file PNG ini berfungsi sebagai alternatif lain dari format file GIF.
Format
file
ini
digunakan
untuk
menampilkan
objek
dalam halaman
web.
Kelebihan dari format file ini jika dibandingkan dengan format file GIF adalah
kemampuannya  untuk  menyimpan  file  dalam  bit  depth  hingga  24  bit  serta
mampu
untuk
menghasilkan
latar
belakang
( background
)
yang
transparan
dengan pinggiran yang halus.
  
23
Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh
format PNG ( Portable Network
Graphic ) ini adalah
Mempunyai semua kelebihan yang dimiliki oleh
format
file
GIF
(
Graphic
Interchange Format ), kecuali animasi.
Fitur Interlacing 2 dimensi yang terbukti lebih baik jika dibandingkan dengan
interlacing milik GIF.
Tersedianya  2  format  file  yaitu  PNG8  (  256  warna  )  dan  PNG24  yang
membuat designer dapat lebih leluasa memilih kualitas gambar.
Akan tetapi, format file ini juga memiliki kelemahan yaitu file yang lebih
besar
dari
format
lain
sehingga
ketika browser memuatnya dibutuhkan waktu
yang relatif lebih lama dibanding gambar berformat jpg. ( Iin Aryani, 2008 )
2.8
Citra Gray Scale
Suatu citra yang ditampilkan dari citra jenis ini terdiri dari warna abu-abu, yang
bervariasi pada warna hitam di bagian yang memiliki intensitas terlemah, dan bervariasi
pada
warna
putih
di
bagian
yang
memilki
intensitas terkuat.
Citra grayscale
berbeda
dengan citra hitam-putih, yang di mana pada konteks komputer, citra hitam-putih hanya
terdiri dari dua warna saja, yaitu warna hitam dan warna putih saja. Pada citra grayscale
warna bervariasi antara hitam dan putih, tetapi variasi warna di antaranya juga sangat
banyak.  Sebuah  citra  grayscale merupakan  perhitungan  dari  intensitas  cahaya  pada
setiap pixel pada spektrum single band.
  
24
Suatu citra grayscale disimpan ke dalam format 8 bit untuk setiap sampel pixel,
sehingga intensitas yang memungkinkan adalah sebanyak 256 intensitas. Format ini
sangat membantu dalam pemrograman karena manipulasi bit yang tidak terlalu banyak.
Untuk mengubah citra berwarna yang memiliki nilai matriks masing-masing R, G, dan B
menjadi
citra grayscale
dengan
nilai
X,
maka
konversi
dapat
dilakukan
dengan
mengambil rata-rata dari nilai R, G, dan B. ( Rambe, 2011 )
2.9
Deteksi Tepi
Menurut Tharom ( 2003 ), pengenalan tepi di bagian cahaya dan bayangan pada
sebuah gambar yang ditangkap oleh kamera merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
semua teknik
yang melibatkan deteksi, pengukuran, ataupun pengolahan sebuah objek.
Oleh karena itu, teknik pendeteksian tepi merupakan kepentingan ekonomi yang utama.
Dalam pengolahan citra industri, seluruh blok yang disebutkan di atas merupakan teknik
yang digunakan. Di sini, titik pusat adalah untuk mendeteksi apakah ada keunggulan di
daerah yang diuji dan untuk melokalisasi tepi ketika diketahui ada keunggulan tersebut.
Salah  satu  metode 
yang  paling  sering  digunakan  dalam  pendeteksian 
tepi
langsung dari citra skala abu-abu adalah didasarkan pada model yang sebelumnya telah
ditentukan
tepinya.
Biasanya,
scan
untuk
tepi
dalam
model
tertentu
terjadi
sepanjang
tepi pemindaian garis dalam arah tertentu. Dua arah tepi dibedakan menjadi rising edge
dan falling edge.
Disebut falling edge adalah ketika pada profil skala abu-abu berjalan
dari sisi yang terang ke sisi yang gelap. Jika tidak, maka disebut rising edge.
  
25
Sebuah teknik yang khas menggunakan parameter berikut :
Tinggi edge
Untuk  mendeteksi  tepi  secara  valid,  harus  ada  perbedaan  minimum
nilai
skala abu-abu sepanjang garis pemindaian. Inilah yang disebut puncak tepi.
Panjang edge
Nilai
dari
panjang
tepi
menjelaskan
tentang
panjang
yang
harus
ada
dan
perbedaan minimum nilai skala abu-abu ditentukan oleh ketinggian tepi.
Tepi ( Edge )
merupakan sejumlah tempat pada citra dengan
intensitas kontras
yang kuat, yang di mana intensitas kecerahannya dapat berubah secara drastis. Tepi
biasanya muncul pada lokasi citra yang merepresentasikan batasan sebuah objek. Dalam
sebuah  objek  berdimensi  satu,  suatu  perubahan  dapat  diukur  dengan  menggunakan
fungsi
turunan
(
derrivative function ).
Perubahan dikatakan
mencapai
maksimun
jika
pada  saat  nilai  turunan  pertamanya  telah  mencapai  nilai  maksimum  atau  nilai  dari
turunan keduanya ( second derrivative ) bernilai nol.
Gambar 2.3   Perubahan intensitas tepi
  
26
Profil dari gambar intensitas tepi adalah sebagai berikut :
Step Edges
Root Edge
Line Edge
Gambar 2.4   Intensitas tepi
Edge detection ( deteksi tepi )
merupakan suatu operasi yang dijalankan untuk
dapat
mendeteksi
garis-garis
tepi
yang
membatasi
dua
wilayah
( region
)
dari
citra
homogen yang memiliki tingkat kecerahan yang berbeda. Pendeteksian tepi pada sebuah
citra
merupakan
suatu
proses
yang
dapat
menghasilkan tepi-tepi
dari
beberapa objek
citra, yang tujuannya adalah sebagai berikut :
Untuk menandai bagian yang menjadi detail dari sebuah citra
Untuk
memperbaiki
detail dari
sebuah
citra
yang
kabur atau
kurang
jelas,
yang terjadi karena adanya error atau adanya efek dari sebuah proses akuisisi
citra
  
27
Untuk meningkatkan penampakan garis batas dari suatu daerah atau objek di
dalam sebuah citra
Gambar 2.5   Contoh pendeteksian tepi
Dan juga untuk mengubah sebuah citra 2D menjadi suatu bentuk kurva
Sebuah
titik
(x,y) dapat
dikatakan
sebagai
tepi
dari suatu citra
jika
pada
titik
tersebut memiliki perbedaan yang tinggi dengan sebelahnya.
Sebuah  tepi  mengandung  sebagian  besar  dari  komponen  berfrekuensi  tinggi.
Oleh karena itu, secara teori, proses pendeteksian tepi dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
filter dengan
frekuensi yang tinggi dalam domain Fourier.
Atau dengan
kata   lain,   pendeteksian   tepi   dilakukan   dalam   domain   spasial   karena   memiliki
komputansi yang lebih sederhana, cepat, dan sering memberikan hasil yang lebih baik.
Proses pendeteksian tepi dapat dikelompokkan berdasarkan operator atau metode
yang digunakan dalam proses deteksi tepi sebuah citra agar memperoleh citra hasil.
1. 
Metode Robert
Metode Robert adalah nama lain dari teknik diferensial pada horizontal dan pada
arah vertikal, dengan menambahkan proses konversi biner setelah dilakukan diferensial.
  
28
?
Teknik  konversi  biner 
yang  disarankan  adalah  konversi  biner  dengan 
meratakan
distribusi warna hitam dan warna putih.
Metode Robert menggunakan matriks yang berukuran 2 x 2 :
?
1
H
=
?
?
-
1
1
?
-
1
?
Gradient magnitude dari operator Robert ini adalah sebagai berikut :
G
f
(i, j) =
f
(i, j) - f (i + 1, j + 1) +
f
(i + 1, j) -
f
(i, j + 1)
Karena operator Robert hanya menggunakan convolution mask yang berukuran 2
x 2, maka operator Robert sangat sensitif terhadap adanya noise.
2. 
Metode Sobel
Metode ini merupakan pengembangan dari metode Robert dengan menggunakan
filter HPF
(
High
Pass
Filter
)
yang diberi
satu angka nol
penyangga.
Operator
ini
mengambil prinsip dari fungsi laplacian dan gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk
membangkitkan HPF. Adapun karakter dari High Pass Filter ( HPF
)
adalah
sebagai
berikut :
?
?
H
(
x, y) = 0
y
x
Contohnya saja, sebuah fungsi citra f(x,y) adalah sebagai berikut :
  
29
?
0
?1
?
Kemudian, dengan menggunakan filter HPF ( High Pass Filter ) :
H
(
x, y) =
[- 1,1]
Maka hasil filternya adalah sebagai berikut :
Jika digambarkan, maka input dan output dari proses filter di atas adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.6   Input dan output proses filter
Proses yang digunakan pada operator Sobel ini merupakan proses dari sebuah
konvolusi yang
telah ditetapkan terhadap citra
yang terdeteksi. Kelebihan dari metode
Sobel
ini
adalah
kemampuannya
untuk
mengurangi noise
sebelum
melakukan
perhitungan deteksi tepi.
Operator Sobel
menggunakan kernel
filter dari
matriks yang berukuran 3
x
3,
yaitu :
?
1
2
H
=
?
0
0
?
?
-
1
-
2
1
?
?
?
-
1
?
?
?
0
V
=
?
2
0
?
?
1
0
-
1
?
-
2
?
-
1
?
?
  
30
x
y
Operator Sobel melakukan pendeteksian tepi dengan memperhatikan tepi vertikal
dan tepi horizontal. Gradient magnitude dari operator Sobel ini adalah sebagai berikut :
G
=
f
(i - 1, j - 1) + 2 f (i - 1, j) + f (i - 1, j + 1) -
f
(i + 1, j - 1) + 2 f (i + 1, j) + f (i + 1, j + 1)
G
=
f
(i
-
1, j
-
1)
+
2
f
(i, j
-
1)
f
(i
+
1, j
-
1)
-
f
(i
-
1, j
+
1)
+
2
f
(i, j
+
1)
f
(i
+
1, j
+
1)
G
f
(
x, y) =
G
+
G
2
Operator Sobel
digunakan
untuk
mencari skala absolut
rata-rata
pada
tiap titik
pada gambar grayscale. Tiap
matriks pada operator Sobel adalah
hasil rotasi 90 derajat
terhadap
matriks
lainnya,
dengan
kata
lain,
saling
tegak lurus
satu sama
lain. G
x
merupakan estimasi besar gradien pada arah
x. Sedangkan G
y
merupakan estimasi besar
gradien
pada
arah
y.
Pencarian
gradien
magnitude
citra
untuk
melihat
daerah-daerah
yang memiliki turunan spasial yang tinggi.
2.10
Thresholding
Menurut Evan Yovianto ( 2010 ),
Thresholding merupakan suatu proses
mengubah citra yang berderajat keabuan menjadi citra biner atau hitam putih, sehingga
dapat diketahui
daerah
mana
yang
termasuk
obyek dan background
dari
sebuah
citra
yang
jelas. Pada proses thresholding, akan mengubah
nilai dari suatu gambar
menjadi
bi-level image yaitu
hitam ( 0 )
untuk
latar belakang ( background ) dan putih ( 255 )
untuk
obyeknya,
ataupun
sebaliknya.
Suatu
citra
hasil
thresholding biasanya
akan
digunakan lebih lanjut untuk proses pengenalan obyek serta ekstraksi fitur.
  
31
Secara umum, proses binerisasi dari sebuah citra grayscale
untuk menghasilkan
sebuah citra biner adalah sebagai berikut :
g (x, y) = {1 if f (x, y) >= T}
g(x, y) = {0 if f (x, y) < T}
dengan 
g(x,y) 
merupakan  sebuah 
citra 
biner  dari 
citra 
grayscale 
f(x,y) 
dan 
T
menyatakan nilai ambang ( threshold ).
Metode thresholding dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1.   Thresholding Global
Thresholding
jenis
ini dilakukan dengan
mempartisi suatu histogram dengan
menggunakan
sebuah
threshold
(
batas
ambang
)
global
T,
yang
berlaku
untuk seluruh bagian citra.
T
=
T{f(x,y)}, dengan T tergantung pada nilai gray level dari pixel pada posisi
x,y.
2.   Thresholding Adaptif
Thresholding jenis ini dilakukan dengan membagi sebuah citra menggunakan
beberapa
sub
citra.
Kemudian
pada
setiap sub
citra,
proses
segmentasi
dilakukan dengan menggunakan nilai threshold yang berbeda.
Nilai
dari
sebuah
threshold dapat ditentukan dengan beberapa cara, seperti :
metode
Itterative
Selection,
metode
Onsu
( global
thresholding ), dan juga dengan
menggunakan
metode
Local
Thresholding.
Pada
metode
Itterative Selection, nilai
threshold ditentukan dengan cara menghitung nilai rata-rata dari pixel background (Tb)
  
32
dan juga dari pixel object ( To ) pada sebuah image. Dengan menggunakan rata-rata dari
kedua nilai pixel tersebut, maka didapat nilai thresholdnya. Rumus yang dipakai dalam
perhitungan ini adalah :
T
=
(To
+
Tb)
2
Contoh dari hasil thresholding RGB adalah sebagai berikut :
Gambar 2.7   Hasil thresholding RGB
2.11
Kalibrasi Kamera
Menurut
Giri
Wahyu
(
2011
),
proses kalibrasi kamera dilakukan untuk
mendapatkan beberapa nilai parameter dari sebuah kamera digital yang digunakan untuk
melakukan proses rekonstruksi objek 3D dari gambar 2D.
Parameter-parameter yang
dibutuhkan
ini
adalah
matriks
intrinsik
dan
matriks
ekstrinsik
yang
akan
digunakan
untuk dapat melakukan perhitungan. Hal ini dilakukan agar dapat ditentukan letak dari
suatu benda di dalam ruang tiga dimensi.
  
33
?
?
Parameter dari matriks intrinsik terdiri dari 4 unsur, yaitu :
Nilai fokus kamera
Jarak antara lensa kamera dengan bidang gambar.
Titik pusat proyeksi
Lokasi titik tengah gambar dalam pixel koordinat.
Ukuran pixel efektif
Koefisien distorsi
Koefisien
tingkat
kelengkungan
lensa
yang
meliputi
radial
dan
tangensial
distorsi.
Matriks intrinsik dapat dirumuskan dengan :
W
int
?
fx
=
?
0
?
?
0
0
Cx
?
fy
Cy
?
0
1
?
?
K
=
[k1
k
2
p1
p2
]
Di mana,
fx, fy = nilai fokus kamera
Cx, Cy = titik tengah
k1, k2 = distorsi radial
p1, p2 = distorsi tangensial
Sedangkan nilai parameter ekstrinsik terdiri dari dua buah matriks, yaitu matriks
translasi
dan
matriks
rotasi.
Parameter
ekstrinsik
ini
menggambarkan
orientasi
posisi
dari kamera terhadap sistem koordinat sebenarnya dalam ruang tiga dimensi atau world
coordinate.
  
34
Matriks rotasi :
?
r
11
r
12
r
13
?
R
=
?
r
r
?
?
21
?
?
r
31
22
r
32
23
?
r
33
?
?
Matriks translasi :
?
t
1
?
T
=
?
?
?
2
?
?
?
t
3
?
?
2.12
Pseudocode
Menurut Hendrat ( 2011 ), pseudocode adalah suatu kode atau tanda yang
menyerupai ( pseudo ) atau merupakan penjelasan cara menyelesaikan suatu masalah.
Pseudocode  sering  digunakan  untuk  menuliskan  algoritma  dari  suatu  permasalahan,
yang berisikan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu permasalahan ( hampir sama
dengan
algoritma
),
hanya
saja
bentuknya
sedikit berbeda dari algoritma. Pseudocode
menggunakan  bahasa 
yang 
hampir 
menyerupai 
bahasa 
pemrograman. 
Selain 
itu
biasanya pseudocode
menggunakan bahasa yang
mudah dipahami secara universal dan
juga lebih ringkas daripada algoritma.  Dalam penulisan algoritma dan juga pseudocode
tidak ada aturan yang mengikat, karena kedua hal ini berguna untuk memudahkan dalam
menggambarkan suatu
urutan kejadian dan sebagai dasar dari alur pembuatan program,
sehingga dapat lebih mudah dipahami.
  
35
2.13
C Sharp ( C# )
Merupakan sebuah bahasa pemrograman
yang berorientasi
objek yang
dikembangkan oleh Microsoft sebagai bagian dari inisiatif kerangka .NET Framework.
C# adalah salah satu dari banyak bahasa yang bisa dipakai untuk pemrograman
.NET. Kelebihan utama bahasa ini adalah sintaksnya yang mirip C, namun lebih mudah
dan lebih bersih.
C#  sebagai  bahasa  pemrograman  untutk  Framework  .NET  memiliki  ruang
lingkup penggunaan yang sangat luas.
Pembuatan
program
dengan
user
interface
Windows
maupun
console
dapat
dilakukan dengan
C#.
Karena
Framework
.NET
memberikan
fasilitas
untuk
berinteraksi
dengan kode
yang
unmanaged,
penggunaan
library seperti DirectX 8.1 dan OpenGL dapat dilakukan. C# juga dapat digunakan untuk
pemrograman web site dan web service. ( Agro Rahmatullah, 2002, p. 14 )
2.14
Metode Waterfall
Menurut
Nur
Ichsan
(
2010
),
metode Waterfall
merupakan
sebuah
model
perancangan software secara sekuensial, dimana proses perancangan tersebut mengalir
secara teratur ke bawah, sehingga terlihat seperti air terjun.
Keuntungan Metode Waterfall, yaitu :
Kualitas 
dari  sistem 
yang 
dihasilkan  akan 
baik. 
Ini 
dikarenakan 
oleh
pelaksanaannya 
secara 
bertahap, 
sehingga 
tidak 
terfokus  pada 
tahapan
tertentu saja.
  
36
Dokument pengembangan sistem sangat terorganisir, karena setiap fase harus
terselesaikan 
dengan 
lengkap 
sebelum 
melangkah 
ke 
fase 
berikutnya.
Jadi  setiap fase atau tahapan akan mempunyai dokumen tertentu.
Kelemahan dari metode Waterfall yaitu :
Diperlukan
majemen
yang
baik,
karena
proses
pengembangan
tidak
dapat
dilakukan secara berulang sebelum terjadinya suatu produk.
Kesalahan kecil akan
menjadi masalah besar
jika
tidak diketahui
sejak awal
pengembangan.
Pelanggan sulit
menyatakan kebutuhan secara eksplisit
sehingga
tidak dapat
mengakomodasi ketidakpastian pada saat awal pengembangan.
Gambar 2.8
Metode Waterfall
  
37
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.8, proses perancangan program bergerak
dari atas ke bawah seperti air terjun. Di dalam model Waterfall, fase-fasenya adalah
sebagai berikut :
o
Analisis Spesifikasi Kebutuhan
o
Desain
o
Implementasi
o
Integrasi
o
Pengetesan dan Debugging (verifikasi)
o
Instalasi
o
Perawatan
2.15
UML ( Unified Modeling Language )
Menurut Henderi ( 2007 ), Unified Modeling Language ( UML ) adalah sebuah
bahasa pemodelan yang telah menjadi standar dalam industri software untuk visualisasi,
merancang, dan mendokumentasikan sistem perangkat
lunak. Bahasa Pemodelan UML
lebih
cocok
untuk
pembuatan
perangkat
lunak
dalam bahasa
pemrograman
yang
berorientasi objek ( C++, C#, Java, VB.NET ), namun demikian tetap dapat digunakan
pada bahasa pemrograman prosedural.
UML
merupakan
salah
satu
alat
bantu
yang
sangat
handal
dalam bidang
pengembangan sistem berorientasi objek karena
UML
menyediakan bahasa pemodelan
visual yang memungkinkan pengembang sistem membuat blue print atas visinya dalam
bentuk 
yang 
baku.  UML 
berfungsi  sebagai 
jembatan 
dalam 
mengkomunikasikan
  
38
beberapa aspek dalam sistem melalui sejumlah elemen grafis yang bisa dikombinasikan
menjadi
diagram.
UML
mempunyai
banyak
diagram yang
dapat
mengakomodasi
berbagai
sudut
pandang
dari
suatu
perangkat lunak yang akan dibangun. Diagram-
diagram tersebut digunakan untuk :
1.
Mengkomunikasikan sebuah ide
2.
Melahirkan ide-ide dan peluang-peluang baru
3.
Menguji sebuah ide dan membuat prediksi
4.
Memahami struktur dan relasi-relasinya
Berikut ini adalah penjelasan mengenai berbagai diagram UML serta tujuannya:
1.
Model Use Case Diagram
Use
Case
Diagram secara
grafis
menggambarkan
interaksi
antara sistem,
sistem eksternal, dan pengguna. Dengan kata lain Use Case diagram secara grafis
mendeskripsikan
siapa
yang
akan
menggunakan
sistem dan
dalam cara
apa
pengguna
(
user
)
mengharapkan
interaksi
dengan sistem itu.
Use
Case
secara
naratif
digunakan
untuk
secara
tekstual menggambarkan sekuensi langkah-
langkah dari setiap interaksi.
  
39
2.
Diagram Interaksi
Diagram interaksi memodelkan sebuah interaksi yang terdiri dari satu set
objek, hubungan-hubungannya, dan pesan yang terkirim di
antara objek. Model
diagram ini memodelkan behavior ( kelakuan ) sistem yang dinamis dan UML
memiliki dua diagram untuk tujuan ini, yaitu:
a. Diagram rangkaian/Sequence Diagram: secara grafis menggambarkan
bagaimana  objek 
berinteraksi 
dengan  satu  sama 
lain 
melalui 
pesan  pada
sekuensi sebuah use case atau operasi. Diagram ini mengilustrasikan bagaimana
pesan terkirim dan diterima di antara objek dan dalam sekuensi atau timing apa.
b.
Diagram kolaborasi/Collaboration Diagram: serupa dengan diagram
rangkaian/sekuensi, tetapi tidak fokus pada timing atau sekuensi pesan. Diagram
ini justru
menggambarkan
interaksi
(atau kolaborasi) antara objek dalam sebuah
format jaringan.
2.16
Metode  Algoritma GVC ( Generalize Voxel Coloring )
GVC (Generalized
Voxel
Coloring)
merupakan
suatu
metode
untuk
merekonstruksi sebuah obyek 3D dari beberapa gambar 2D. Secara
umum,
metode ini
dibagi menjadi 2 jenis metode,
yaitu
metode
GVC
dengan
item buffer (GVC-IB) dan
GVC dengan layered depth images (GVC-LDI). Perbedaan dari kedua metode ini adalah
penggunaan memori dan juga waktu proses. Pada metode GVC-IB, memori yang
digunakan lebih sedikit akan tetapi prosesnya akan menjadi lebih lama. Sedangkan pada
  
40
metode
GVC-LDI,
memori
yang
digunakan
lebih besar
tetapi
waktu prosesnya akan
menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan metode GVC-IB.
Sebuah pendekatan dari garis-garis yang berbeda adalah foto-konsistensi dengan
menggunakan algoritma pewarnaan voxel
(
Voxel
Coloring ), dikemukakan oleh Seitz
dan Dyer. Masalah dalam pewarnaan voxel ini adalah dengan menetapkan warna (
radiance
)
untuk
voksel
(
point
)
yang
ada
di
dalam volome
3D
sehingga
dapat
memaksimalkan konsistensi foto dengan satu set gambar input. Maksudnya adalah
rendering voksel berwarna dari setiap sudut pandang input yang harus mereproduksi
gambar asli sedekat mungkin. Dengan menggunakan gagasan foto-konsistensi, foto yang
tidak ada di permukaan secara otomatis diukir di dalam proses.
Sebuah foto-konsistensi
menyiratkan bahwa voxel warna
harus serupa di semua
pandangan di mana objek terlihat. Oleh karena itu, tanpa efek kebisingan atau kuantisasi,
sebuah
foto
dengan voxel
yang konsisten
seharusnya
memiliki satu set piksel dengan
nilai warna yang sama.
Konsistensi satu set warna dapat didefinisikan sebagai suatu
standar deviasi.
Algoritma pewarnaan voxel dimulai dengan volume rekonstruksi voxel awal yang
buram yang mencakup obyek yang akan direkonstruksi. Voxel yang dilalui dalam urutan
jarak
yang
meningkat dari volume kamera. Setiap voxel buram diproyeksikan di dalam
gambar dan diuji konsistensinya.
Gambar yang ditemukan tidak konsisten, akan dibuat
transparan.  Tes  konsistensi  dinyatakan  oleh  ambang  batas  di  variasi  warna  dalam
gambar yang akan diproyeksikan. Ambang batas sesuai dengan kesalahan dari korelasi
maksimum yang diijinkan. Sebuah nilai ambang batas ( kecil ) yang terlalu konservatif,
  
41
hasil dalam rekonstruksi menjadi akurat, tetapi tidak lengkap. Di sisi lain, nilai ambang
batas yang besar dapat menghasilkan sebuah rekonstruksi yang lebih lengkap, tetapi satu
hasil yang mencakup beberapa voxel bisa menjadi salah. Dalam prakteknya, ambang
batas harus dipilih sesuai
dengan
karakteristik
yang
diinginkan dari
model
yang
akan
direkonstruksi, baik dalam hal akurasi maupun dalam hal kelengkapan. Algoritma akan
berhenti bila semua
voksel buram yang
terisisa adalah
foto
yang konsisten. Pada voxel
akhir, warna yang ada pada gambar masukan diproses, maka akan membentuk sebuah
model yang mirip dengan obyek yang direkonstruksi.
Hasil dari pendekatan pewarnaan voxel yang sangat baik adalah dengan diberikan
volume pada obyek rekonstruksi yang cukup berwarna-warni. Namun, pendekatan ini
hanya merekonstruksi salah satu obyek yang memiliki konsistensi dengan gambar
masukannya. Oleh karena itu, rentan terhadap masalah yang disebabkan oleh citra di
daerah
yang
yang
warnanya seragam.
Daerah ini
menyebabkan katup di dalam
proses
rekonstruksi, karena pewarnaan voxel
menghasilkan hasil rekonstruksi untuk volume
kamera.
Dengan
demikian,
hasil
rekonstruksi wilayah (
region )
dengan
warna
yang
sama akan bias.
Terdapat dua
gambar
dari
sebuah obyek,
yang
menggunakan
interpolasi
untuk
membuat
gambar baru dalam sudut pandang
menengah
di antara
gambar-gambar
yang
diinput. Karena tidak ada informasi 3D mengenai obyek, maka tidak dapat secara umum
membuat gambar yang tepat benar, meskipun hasilnya sering terlihat meyakinkan. ( W.
Bruce Culbertson dan Thomas Malzbender, 2000, p. 3 )