5
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1
Rerangka Teori dan Literatur
II.1.1
Bank
II.1.1.1
Pengertian Bank
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pada dasarnya bank adalah
lembaga perantara
atau intermediasi
antara sektor yang kelebihan dana
(surplus unit), dengan sektor yang kekurangan dana
(defisit unit). Bank
menerima simpanan dana dari pihak yang kelebihan dana misalnya dalam
bentuk tabungan, giro atau deposito,
dan menyalurkannya ke pihak-pihak
yang memerlukan dana dalam bentuk pinjaman.
II.1.1.2
Fungsi Bank
Triandaru dan Budisantoso (2008) mengatakan bahwa secara umum fungsi
utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial
intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust
(kegiatan perbankan berdasarkan kepercayaan), agent of development
|
6
(memperlancar kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi), agent of
services (bermacam-macam jasa yang ditawarkan bank).
II.1.1.3
Kegiatan Bank
Kegiatan bank di Indonesia terdiri dari:
1.
Menghimpun dana dari masyarakat (funding)
Pengertian menghimpun dana berarti mengumpulkan atau mencari dana
dengan cara membeli dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,
tabungan, dan deposito. Pembelian dana dari masyarakat ini
dilaksanakan oleh bank melalui berbagai strategi agar masyarakat
tertarik dan mau menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan
bank. Kegiatan penghimpunan dana ini disebut juga funding.
2.
Menyalurkan dana ke masyarakat (lending)
Menyalurkan dana berarti melemparkan kembali dana yang telah
dihimpun melalui simpanan giro, tabungan, dan deposito kepada
masyarakat dalam bentuk simpanan bagi bank konvensional, atau
pembiayaan bagi bank syariah.
3.
Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services)
Jasa-jasa bank lainnya merupakan jasa pendukung kegiatan bank. Jasa-
jasa ini diberikan terutama untuk mendukung kelancaran kegiatan
menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung terhadap kegiatan penyimpanan dana dan
penyaluran kredit.
|
7
II.1.1.4
Kegiatan Bank yang Terkait dengan Pajak
1.
Pemberian bunga
Atas bunga deposito dan tabungan lainnya yang diterima oleh nasabah
dipotong PPh final sebesar 20%.
2.
Jasa persewaan Safety Box
Atas jasa penyewaaan safe deposit box yang dilakukan oleh bank
dipotong PPN sebesar 10%.
3.
Pembagian dividen
Atas pembagian dividen yang diterima oleh Wajib Pajak badan dengan
kepemilikan saham dibawah 25% dikenakan PPh pasal 23 dengan tarif
sebesar 15%. Atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi
dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar
10%
II.1.2
Pajak
II.1.2.1
Pengertian Pajak
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
mengenai Ketentuan Umum
Perpajakan
yang telah diperbarui dengan PERPU Nomor 5 Tahun 2008
mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
|
8
Pengertian lainnya mengenai pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro,
S.H. seperti yang dikutip oleh Mardiasmo (2008) yaitu: Pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Dari dua definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pajak
antara lain:
1.
Iuran/kontribusi dari rakyat kepada negara
2.
Bersifat memaksa
3.
Harus berdasarkan pada undang-undang
4.
Tidak mendapat imbalan langsung
5.
Digunakan untuk membiayai keperluan negara.
II.1.2.2
Fungsi Pajak
Secara umum, pajak mempunyai dua fungsi yaitu:
1.
Fungsi anggaran (budgetair)
Yang dimaksud dengan fungsi anggaran yaitu pajak berfungsi sebagai
sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pembangunan dan
penyelenggaraan negara.
2.
Fungsi mengatur (regulerend)
Menurut Prastowo (2011), yang dimaksud dengan fungsi mengatur yaitu
pajak berfungsi sebagai alat kebijakan ekonomi dan politik yang dapat
|
9
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi atau tingkat konsumsi masyarakat.
Pajak menjadi sarana yang efektif untuk menjaga stabilitas, serta menjadi
alat redistribusi pendapatan yang baik.
II.1.2.3
Sistem Pemungutan Pajak
Ada tiga sistem pemungutan pajak yang berlaku Indonesia, yaitu:
1.
Self assessment system.
Dalam sistem ini yang menghitung, menetapkan, membayar, dan
melaporkan jumlah pajak yang terutang adalah Wajib Pajak sendiri.
2.
Official assessment system
Dalam sistem ini yang berperan aktif dalam menghitung dan menetapkan
besarnya pajak yang terutang adalah fiskus (petugas pajak).
3.
Withholding system
Dalam sistem ini pihak yang memiliki wewenang untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak adalah pihak ketiga.
II.1.2.4
Pengelompokan Pajak
Mardiasmo (2009) dan Prastowo (2011) mengelompokkan pajak ke dalam
tiga kategori, yaitu:
1.
Menurut golongannya:
a.
Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib
pajak,
tidak dapa dibebankan atau dilimpahkan ke pihak lain. Pajak
langsung dipungut secara periodik (berkala).
|
![]() 10
b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Pajak tidak langsung
dipungut jika terdapat peristiwa atau perbuatan tertentu.
2.
Menurut sifatnya:
a.
Pajak Subjektif, yaitu pajak yang memperhatikan unsur subjektif atau
keadaan subjek terlebih dahulu, dalam arti memperhatikan keadaan
diri Wajib Pajak.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang memperhatikan unsur objektif, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3.
Menurut lembaga pemungutnya:
a.
Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, seperti Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai Atas
Barang Mewah, dan Bea Meterai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
Pajak Provinsi, yaitu: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok.
Pajak Kabupaten/Kota, yaitu: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak
|
11
Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Ketentuan mengenai pajak daerah diatur lebih lanjut dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
II.1.3
Pajak Penghasilan Pasal 23
II.1.3.1
Pengertian
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima Wajib
Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21.
II.1.3.2
Pemotong PPh Pasal 23
Yang melakukan pemotongan PPh Pasal 23 adalah pihak-pihak yang
membayarkan penghasilan, yang terdiri atas:
1.
Badan Pemerintah
2.
Subyek Pajak Badan dalam negeri
3.
Penyelenggara kegiatan
4.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri
5.
Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak, yaitu :
|
12
a.
Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas.
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
II.1.3.3
Yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23
Yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam negeri
dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang
telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
II.1.3.4
Objek PPh Pasal 23
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 yaitu:
1.
Dividen;
2.
Bunga;
3.
Royalti;
4.
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
5.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang
telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2);
|
13
6.
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Jasa lain yang dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh
diatur lebih lanjut dalam PMK No. 244/PMK.03/2008, yaitu:
a.
Jasa penilai (appraisal);
b.
Jasa aktuaris;
c.
Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d.
Jasa perancang (design);
e.
Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi
(migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
f.
Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g.
Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain
migas;
h.
Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i.
Jasa penebangan hutan;
j.
Jasa pengolahan limbah;
k.
Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
l.
Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan
oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
n.
Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali
yang dilakukan oleh
KSEI;
|
14
o.
Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p.
Jasa mixing film;
q.
Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan;
r.
Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
s.
Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
t.
Jasa maklon;
u.
Jasa penyelidikan dan keamanan;
v.
Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w. Jasa pengepakan;
x.
Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;
y.
Jasa pembasmian hama;
z.
Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa. Jasa catering atau tata boga.
|
![]() 15
Intinya, PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan yang berasal dari:
modal, yaitu dividen, bunga, dan royalti
penyerahan jasa; serta
penyelenggaraan kegiatan, termasuk hadiah, penghargaan, bonus, dan
sejenisnya selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
II.1.3.5
Yang Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23
Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 23 meliputi:
1.
Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2.
Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi;
3.
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c);
4.
bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i;
5.
sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya; dan
6.
penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau
pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
|
![]() 16
II.1.3.6
Tarif PPh Pasal 23
Tarif
pemotongan PPh Pasal 23 berdasarkan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 yaitu:
Jenis Penghasilan
Tarif
1.
Dividen;
2.
Bunga;
3.
Royalti;
4.
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain
yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21.
15% x Jumlah
Bruto
1.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta yang telah
dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
2.
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa
lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 21.
2% x Jumlah
Bruto
Apabila Wajib Pajak yang menerima penghasilan tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan menjadi lebih
tinggi 100%.
|
17
II.1.3.7
Saat Terutang PPh Pasal 23
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94
Tahun 2010
tentang
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan
Dalam Tahun Berjalan, saat terutangnya
PPh Pasal 23 adalah pada saat
pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh
tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau
perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa
manajemen atau jasa lainnya).
Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan":
a.
untuk perusahaan yang tidak go public, adalah saat dibukukan sebagai
utang dividen yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen
diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan
dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim),
maka Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan
terutang pada saat diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Direksi atau
pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang
bersangkutan.
b.
untuk perusahaan yang go public, adalah pada tanggal penentuan
kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date).
Dengan perkataan lain pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen
sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan
baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak
|
18
"menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui, meskipun
dividen tersebut belum diterima secara tunai.
Yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" adalah saat
kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau
faktur.
II.1.3.8
Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
80/PMK.03/2010 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan
Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara
Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak, PPh Pasal 23 yang
dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, dan Surat Pemberitahuan
(SPT) Masa PPh Pasal 23 wajib disampaikan paling lama 20 (dua puluh)
hari setelah Masa Pajak berakhir.
II.1.3.9
Kebijakan Pengenaan Pajak Penghasilan atas Dividen
Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008
tentang Pajak
Penghasilan, penerimaan dividen atau pembagian keuntungan yang diterima
oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, yayasan
atau organisasi yang sejenis atau Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
|
19
dan bertempat kedudukan di Indonesia juga tidak termasuk sebagai Objek
Pajak Penghasilan sepanjang seluruh syarat-syarat dibawah ini terpenuhi:
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
Bagi Perseroan Terbatas,
Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha
Milik Daerah
yang
menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham
tersebut.
II.1.3.10
Kebijakan
Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1994
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham
di Bursa Efek, juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 tahun
1997 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1994
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham
di Bursa Efek dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No. SE-
07/PJ.42/1995 tanggal 21 Februari 1995, perihal Pengenaan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek (seri
PPh Umum Nomor 3 juncto SE-06/Pj.4/1997 tanggal 20 Juni 1997 perihal :
Pelaksanaan pemungutan PPh atas penghasilan dari transaksi penjualan
saham di Bursa Efek), telah ditetapkan sebagai berikut :
1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dan badan
dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek dipungut Pajak Penghasilan
|
20
sebesar 0,10% dari jumlah bruto nilai transaksi dan bersifat final.
Pembayaran dilakukan dengan cara pemotongan oleh penyelenggara
Bursa
Efek
melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan
transaksi penjualan saham;
2) Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar
0,50% dari nilai saham perusahaan pada saat Penawaran Umum Perdana;
3) Pemilik saham pendiri diberikan kemudahan untuk memenuhi kewajiban
pajaknya berdasarkan perhitungan sendiri sesuai dengan ketentuan di
atas. Dalam hal ini, pemilik saham pendiri untuk kepentingan perpajakan
dapat menghitung final atas dasar anggapannya sendiri bahwa sudah ada
penghasilan. Penyetoran tambahan pajak penghasilan dilakukan oleh
Perseroan atas nama pemilik saham pendiri dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 1 bulan setelah saham diperdagangkan di Bursa
Efek. Namun apabila pemilik saham pendiri tidak memanfaatkan
kemudahan tersebut, maka penghitungan Pajak Penghasilannya dilakukan
berdasarkan tarif Pajak Penghasilan yang berlaku umum sesuai dengan
Pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008.
II.1.3.11
Perbedaan Objek Pajak yang Terdapat dalam Undang-Undang PPh
Pasal 23, PPh Pasal 21, dan PPh Pasal 4 ayat (2)
a.
Bunga
PPh Pasal 23:
|
21
yang menjadi objek pajak adalah bunga termasuk premium, diskonto,
dan imbalan karena jaminan pengembalian hutang. Tarifnya yaitu
sebesar 15%.
PPh Pasal 4 ayat (2):
yang menjadi objek pajak adalah penghasilan berupa bunga deposito
dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi. Tarifnya yaitu sebesar 20%.
b.
Dividen
PPh Pasal 23:
yang menjadi objek pajak adalah dividen dengan nama dan bentuk
apapun yang diterima oleh Wajib Pajak Badan dengan kepemilikan
saham dibawah 25%. Tarifnya yaitu sebesar 15%.
PPh Pasal 17 ayat (2) c:
Atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi
dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar
10%.
Yang berikut ini dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan, yaitu
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1.
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
|
22
2.
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor;
c.
Hadiah
PPh Pasal 23:
yang
menjadi objek pajak adalah hadiah dari penyelenggaraan
kegiatan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Tarifnya yaitu
sebesar 15%.
PPh Pasal 21:
yang menjadi objek pajak adalah hadiah dari penyelenggaraan
kegiatan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi. Tarif yang
digunakan adalah tarif Pasal 17 UU PPh.
PPh Pasal 4 ayat (2):
yang menjadi objek pajak adalah hadiah yang diperoleh dari undian.
Tarifnya yaitu sebesar 25%.
d.
Sewa
PPh Pasal 23:
yang menjadi objek pajak yaitu sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta. Tarifnya yaitu sebesar 15%
dari jumlah bruto.
|
23
PPh Pasal 4 ayat (2):
yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan dari transaksi pengalihan
harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha
real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
e.
Jasa
PPh Pasal 23:
yang menjadi objek pajak yaitu imbalan sehubungan dengan jasa
teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain
selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21. Tarifnya yaitu sebesar 2% dari jumlah
bruto.
PPh Pasal 21:
yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri. Tarif yang digunakan adalah tarif Pasal 17 UU PPh.
f.
Jasa konstruksi
PPh Pasal 23:
Tarifnya yaitu sebesar 2% dari jumlah bruto.
PPh Pasal 4 ayat (2):
Dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa konstruksi. Tarifnya 2%
bagi
penyedia
jasa konstruksi berkualifikasi usaha kecil, 3% bagi
|
24
penyedia jasa berkualifikasi usaha menengah dan besar, dan 4% bagi
penyedia jasa yang belum mengantongi kualifikasi usaha.
Hal ini
diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.
II.2
Metodologi Penelitian
a.
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah penelitian kuantitatif.
b.
Dimensi waktu risetnya yaitu melibatkan urutan waktu dengan banyak sampel
(pooled data).
c.
Kedalaman risetnya yaitu mendalam tetapi hanya melibatkan satu objek saja
(studi kasus).
d.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara kontak langsung yang
berupa wawancara, serta kontak tidak langsung yang berupa observasi.
e.
Lingkungan penelitiannya yaitu lingkungan riil.
f.
Unit analisisnya yaitu suatu organisasi (perusahaan).
|