BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Kualitas
2.1.1.  Definisi Kualitas
Kualitas dapat menjadi konsep yang berbeda bagi beberapa orang, pengertian kualitas
terus berevolusi seiring dengan pertumbuhan dan kedewasaan profesi yang berhubungan dengan
kualitas. Tidak ada satu pun konsultan
maupun pelaku bisnis yang setuju pada satu pengertian
kualitas
yang
universal. Sebuah
penelitian
yang
menanyakan
tentang
definisi
kualitas
pada
manajer 86 perusahaan di bagian timur Amerika Serikat
menghasilkan beberapa jawaban
yang
berbeda, diantaranya (Evans et al., 2007, p12):
1.
Kesempurnaan
2.
Konsistensi
3.
Pengurangan limbah
4.
Kecepatan pengiriman
5.
Ketaatan pada peraturan dan prosedur
6.
Penyediaan produk yang baik dan bermanfaat
7.
Melakukan hal yang benar sejak awal
8.
Memuaskan pelanggan
9.
Pelayanan pelanggan secara total dan memuaskan
Definisi  tersebut  dapat  berarti  bahwa  pengertian  kualitas  dari  berbagai  paradigma  dapat
membantu kita dalam memahami peran kualitas di berbagai bagian dari sebuah organisasi.
  
Menurut  American  Society  for  Quality  Control  yang  mengatakan, Quality  is  the
totality of
features and characteristics of a product or service that bear on
its ability to
satisty
stated of implied needs
Berikut
ini merupakan pendapat dari para ahli
mengenai pengertian kualitas diantaranya,
yaitu
(Ariani, 2003):
Menurut Juran (1962)
“Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya.”
Menurut Crosby (1979)
“Kualitas
adalah
kesesuaian dengan
kebutuhan
yang
meliputi
availabity,
delivery,
reliability, maintainability, dan cost effectiveness.
Menurut Deming (1982)
“Kualitas
harus bertujuan
memenuhi
kebutuhan pelanggan sekarang dan di
masa
mendatang.”
Menurut Feigenbaum (1991)
“Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing,
engineering, manufacture, dan maintenance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam
pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.”
Menurut Scherkenbach (1991)
“Kualitas
ditentukan
oleh pelanggan;
pelanggan
menginginkan
produk
dan
jasa
yang
sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang
menunjukkan nilai produk tersebut.”
Menurut Elliot (1993)
  
“Kualitas
adalah
sesuatu yang
berbeda
untuk orang yang berbeda dan tergantung
pada
waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan.”
Menurut Goetch dan Davis (1995)
“Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.”
Perbendaharaan
istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-
1991)
“Kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya
dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah
kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi
yang tercantum dalam kontrak
maupun kriteria-
kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu.”
2.1.2.  Pengertian Pengendalian Kualitas
Menurut
Sofjan
Assauri
dalam
buku
Manajemen
Produksi
dan
Operasi
(2004
:p210) dikatakan bahwa ”Pengendalian kualitas adalah kegiatan
memastikan apakah kebijakan
dalam hal kualitas (standar) dapat tercermin dalam hasil akhir, atau dengan kata lain usaha untuk
mempertahankan
mutu
atau kualitas dari barang-barang yang dihasilkan agar
sesuai dengan
spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan pimpinan”. Dalam mewujudkan
pelaksanaan dari pengendalian kualitas, kegiatan ini dilakukan oleh operator dan manajemen dari
departemen yang bersangkutan dengan
melakukan pengukuran pencapaian standar yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2.2      Six sigma
  
2.2.1   Pengertian Six sigma
Menurut Evans dan Lindsay
(2007) Six Sigma didefinisikan
sebagai
metode
peningkatan
proses
bisnis
yang
bertujuan
untuk
menemukan dan
mengurangi
faktor-faktor
penyebab kecacatan dan kesalahan,
mengurangi
waktu
siklus dan biaya operasi,
meningkatkan
produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat
pendayagunaan aset yang lebih tinggi, serta mendapatkan hasil atas investasi yang lebih baik dari
segi produksi maupun pelayanan
Tujuan  Six  Sigma  adalah  untuk meningkatkan  kinerja  bisnis  dengan  mengurangi  berbagai
variasi 
proses 
yang merugikan, 
mereduksi  kegagalan-kegagalan  produk/ 
proses, 
menekan
cacat-cacatproduk, meningkatkan keuntungan, mendongkrak moral karyawan, dan meningkatkan
kualitas produk pada tingkat yang maksimal.
2.2.2   Metodologi DMAIC
DMAIC   
(Define    Measure    Analyze   
Improve    Control)   
merupakan   
sebuah
komponen  dasar  dari  metodologi  Six  Sigma,  yang  digunakan  untuk  meningkatkan kinerja
suatu proses dengan
mengeliminasi defect.
DMAIC dikembangkan oleh Edwards
Deming dan
berguna
untuk
memperbaiki
sebuah proses bisnis
untuk
mengurangi
cacat
produksi.
Adapun
fase-fase dari
DMAIC adalah sebagai berikut (Breyfogle., 2003, p45):
  
Gambar 2.1 Siklus DMAIC
Berikut ini adalah penjelasan singkat dari metode DMAIC:
2.2.2.1.   Fase Define
Hal-hal penting yang dapat didefinisikan pada fase Define yaitu suara pelanggan (Voice
of Costumer) yang ditransformasikan kedalam karakteristik penting kualitas, ruang lingkup
proyek, prioritas sebab akibat serta perencanaan proyek. Sebuah permasalahan harus bersumber
dari data yang 
ada, dapat diukur, dan lepas 
dari asumsi tentang penyebab atau penyelesaian
masalah yang diperkirakan. Oleh
karena  
itu,
permasalahan yang akan ditanggulangi harus
spesifik dan tujuannya dapat dicapai.
Berikut ini adalah tools yang dapat dipakai pada fase Define diantaranya adalah:
a. Brainstorming
Brainstorming   merupakan  alat  yang  dapat  digunakan  untuk  menghasilkan  ide,
brainstorming juga dapat berguna untuk merangsang ide kreatifitas dalam berpikir.
b. Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer)
  
Dalam
manajemen dan perbaikan proses, diagram SIPOC merupakan salah satu teknik
yang paling berguna dan juga paling sering digunakan.
Diagram SIPOC
merupakan
singkatan
dari
Supplier
Input
Process
Output
Customer yang digunakan untuk menampilkan aliran kerja secara luas. Berikut ini adalah defnisi
dari SIPOC:
a. Supplier adalah orang atau sekelompok orang yang
memberikan
informasi
kunci,
material atau sumber daya
lain kepada proses. Supplier dapat juga
merupakan proses sebelum
proses yang menjadi fokus.
b.
Input
adalah
segala
sesuatu
yang
diberikan
pemasok
ke
dalam proses
bisnis
perusahaan.
c. Process adalah sekumpulan langkah yang mengubah input sehingga memberikan nilai
tambah pada input.
d. Output
adalah produk atau proses final, bisa berupa barang ataupun jasa yang
dihasilkan lewat suatu proses.
e.  Customer menurut  Mulyadi 
(2001:224)  adalah 
“siapa  saja 
yang 
menggunakan
keluaran
pekerjaan
seseorang
atau
suatu
tim.”
Dalam hal
ini,
customer
dapat
bersifat
intern
maupun ekstern dari sudut organisasi. Customer
tidak dapat disamakan
dengan
pelanggan.
Pelanggan
mempunyai
pengertian sebagai pembeli berulang kali (repeat buyer). Sedangkan
customer mencakup repeat buyer dan on time buyer.
.
  
Gambar 2.2 Contoh Diagram SIPOC
Sumber: www. leanvalidation.eu
2.2.2.2.
Fase Measure
Fase kedua dilakukan pada saat memulai mengumpulkan data tentang kinerja saat ini.
Pada saat fase measure
berlangsung, pengolahan 
data harus sesuai 
dengan
tipe 
data yang
dimiliki, dengan demikian,
pengukuran
yang
valid
akan
menjamin akurasi
dan
konsistensi,
kecukupan data untuk  analisis, dan sebuah gambaran analisis awal untuk mengarahkan proyek.
Inti
dari
fase
measure
ini
yaitu
mengembangkan
perencanaan
pengumpulan
data,
mengidentifikasi
variabel
inti masukan
proses,
menampilkan
variasi dengan tools yang tepat.
Berikut ini pengukuran data yang dibedakan menjadi 2 yaitu :
Data Atribut
Merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari
data
atribut
karakteristik kualitas
adalah
ketiadaan
label
pada kemasan
produk,kesalahan
  
proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk. Data atribut
biasanya
diperoleh
dalam bentuk
unit-unit
nonkonformasi
atau
ketidaksesuaian
dengan
spesifikasi atribut yang telah ditetapkan.
Data Variabel
Adalah
data
kuantitatif
yang diukur
untuk
keperluan
analisis.
Contoh
dari
data
variable
karakteristik kualitas adalah
:diameter pipa, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas
tiap rim,dll. Ukuran-ukuran seperti volume, berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, adalah
merupakan data variable.
Pada
tingkatan
proyek
six
sigma,
indikator kualitas
produk / jasa
biasanya
berfokus
pada output dari proses manufaktur atau jasa. Salah satu indicator kualitas
manufaktur yang
umum ditemui
adalah jumlah Defect Per Unit ( DPU). Berdasarkan
nilai dari
DPU kemudian
dapat ditentukan nilai dari
Defect Per Million Opportunities (DPMO) untuk dapat
menentukan
tingkatan sigma dari proses
yang ada saat ini. Penentuan
nilai
sigma dapat dilakukan
melalui
rumus-rumus berikut :
Defect per Unit (DPU)
=  
Total Defect
Jumlah Output
Defect Per Million Opportunity (DPMO) =
DPU
×
1,000,000
TotalKrite ria CTQ
Tabel 2.1 Konversi Sigma
  
  
Berikut ini adalah tools yang digunakan dalam tahapan Measure:
1. Lembar Check Sheet
Lembar
Check
Sheet merupakan
sejenis
formulir
pengumpulan
data
khusus
yang
hasilnya dapat
diinterpretasikan
pada formuir
tersebut
secara
langsung
tanpa
membutuhkan
pemrosesan lebih lanjut.
Gambar 2.3 Contoh Check Sheet
2. Control Chart (Peta Kendali)
Control chart atau peta kendali
adalah grafik yang digunakan untuk
mengkaji
perubahan proses dari waktu ke waktu. Merupakan salah satu alat atau tool dalam pengendalian
proses secara statististik yang sering kita kenal dengan SPC (Statistical Process Control), ada
juga
yang
menyebutnya dengan
Seven Tools.
Pembuatan
control
chart dalam SPC
bertujuan
untuk mengidentifikasi setiap kondisi didalam proses yang tidak terkendali secara statistik (out of
control).
Dalam proses pembuatan control chart sangat penting memperhatikan jenis data yang
kita  miliki  untuk  menentukan  jenis  control chart yang  tetap,  sehingga  dapat  memberikan
  
informasi yang tetap terhadap kinerja proses. Kesalahan pemilihan jenis control chart dapat
berakibat fatal, karena tidak ada informasi yang
bisa
tarik dari data yang sudah dikumpulkan
bahkan
dapat
memberikan
gambaran yang
salah
terhadap
kinerja
proses. Control
chart dapat
diklasifikasi seperti berikut:
Gambar 2.4 Klasifikasi Control Chart
Ciri khas  dari control chart baik untuk dapat variabel maupun atribute selalu di batas
oleh batas kendali atas ( Upper Control Limit) dan batas kendali bawah (Lower Control Limit).
Peta
kendali
X-bar
R sebenarnya lebih baik
digunakan
dari
pada
X-bar S karena
dalam
menggambarkan variasi yang terjadi didalam sample  dari setiap sub group, sedangkan dalam X-
bar R hanya menunjukan rentang nilai sample dalam masing-masing sub grup.
P
Chart digunakan untuk pengendalian proporsi produksi cacat, ukuran sample yang
dalam pembuatan P chart dapat berbeda antara suatu sub group dengan sub group yang lainnya.
  
Sedikit berbeda dengan NP chart, digunakan untuk memonitor jumlah produk cacat dan ukuran
sample sub group datanya harus sama.
Peta kendali – p
Perbandingan antara banyaknya cacat dengan semua pengamatan, yaitu setiap produk
yang diklasifikasikan sebagai “diterima” atau “ditolak” (yang diperhatikan banyaknya produk
cacat).
Langkah-langkah pembuatan peta kendali  p:
a. Tentukan ukuran contoh/subgrup yang cukup
besar (n > 30)
b. Kumpulkan banyaknya subgrup (k) sedikitnya
20–25 sub-grup
c. Hitung untuk setiap subgrup nilai proporsi unit yang cacat, yaitu:
p = jumlah unit cacat/ukuran subgrup
d. Hitung nilai rata-rata dari p, yaitu p dapat dihitung dengan:
p = total cacat/total inspeksi.
Jika yang ingin kita kembalikan kecacatan dari suatu produk, maka control chart yang
dapat
digunakan C chart dan
U chart.
Untuk
pengendalian
terhadap
jenis
cacat
maka
harus
menggunakan C chart, sedangkan U Chart digunakan untuk pengendalian terhadap jumlah cacat
per unit.
  
Sample Count Per Unit
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
U
Chart of
Intermediate Product
+6SL=0.5422
_
U=0.1829
-6SL=0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sample
Tests  performed with
unequal
sample sizes
Gambar 2.5 Contoh Control Chart
Berikut  ini  adalah  rumus-rumus  yang  digunakan  dalam  membuat  berbagai  jenis
control chart.
a.   Peta Kontrol X-Bar
Center Line (CL) =  X-Double Bar
Upper Center Line (UCL) = X-Double Bar + (2)(A2 R-Bar)
Lower Center Line (LCL) = X-Double Bar - (2)(A2
R-Bar)
b.   Peta Kontrol R-Bar
Center Line (CL) =  R- Bar
Upper Center Line (UCL) = (2)(D
4
R-Bar)
Lower Center Line (LCL) = (2)(D3 R-Bar)
  
c.   Peta Kontrol X
Center Line (CL) =  X- Bar
Upper Center Line (UCL) = X-Bar + (2)(MR-Bar/ D2)
Lower Center Line (LCL) = X-Bar - (2)(MR-Bar/ D2
)
d.   Peta Kontrol R
Center Line (CL) = MR- Bar
Upper Center Line (UCL= (2)(D
4
MR-Bar)
Lower Center Line (LCL) = (2)(D3 MR-Bar)
e.   Peta Kontrol P
Center Line (CL) =  p-bar
Upper Center Line (UCL) = p-bar + 6S
p
Lower Center Line (LCL) = p-bar - 6S
p
f.
Peta Kontrol NP
Center Line (CL) = np-bar
Upper Center Line (UCL= np-bar + 6S
np
Lower Center Line (LCL) =np-bar - 6S
np
  
g.   Peta Kontrol C
Center Line (CL) =  c-bar
Upper Center Line (UCL) = c-bar + 6Sc
Lower Center Line (LCL) = c-bar - 6Sc
h.   Peta Kontrol U
Center Line (CL) = u-bar
Upper Center Line (UCL= u-bar + 6S
u
Lower Center Line (LCL) =u-bar - 6S
u
2.2.2.3.   Fase Analyze
Pada
fase
analyze,
fokus
terhadap
permasalahan
sudah
harus jelas.
Dengan demikian,
pada  fase  ini  sudah  dapat dilakukan analisis perbaikan dengan melihat data yang telah diolah.
Sehingga fase analisis
ini dapat digunakan untuk mencari 
penyebab
munculnya
masalah dan
kemungkinan perbaikan yang akan diambil.
Berikut ini adalah tools yang dapat digunakan dalam fase Analyze:
a. Diagram Pareto
Dale H
Besterfield (1994, p15) Vilfredo Pareto (1848-1923), seorang pakar ekonomi
dalam pembelajarannya
mengenai distribusi kekayaan di eropa,
ia
menemukan bahwa
terdapat
  
sedikit
orang
yang
memiliki
banyak
uang,
dan
banyak
orang
dengan sedikit
uang.
Perbedaan
distribusi kekayaan ini menjadi bagian yang turun temurun dalam teori ekonomi.
Gerald Smith (1995, p5) diagram pareto adalah sejumlah kejadian yang spesifik yang
digambarkan
dalam
diagram
batang,
bar
terbesar  menggambarkan
permasalahan
utama
atau
yang terbesar, ini untuk menentukan prioritas dalam pemecahan masalah.
Gambar 2.6 Contoh Diagram Pareto
Dr.
Joseph
Juran
menemukan bahwa konsep ini secara universal bisa diterapkan di
berbagai bidang. Dia mengkoinkan ucapan bagian vital dan memiliki banyak kegunaan.
Pareto diagram adalah
grafik dengan
mengklasifikasikan
rangking data secara
menurun
dari kiri ke kanan. Pareto diagram digunakan
untuk
mengidentifikasikan banyak permasalahan
yang penting.
Diagram Pareto ini dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk hal-hal berikut:
  
1.   Menentukan  frekuensi  relative  dan  urutan  pentingnya  masalah-masalah  atau  penyebab-
penyebab dari masalah yang ada.
2.  
Memfokuskan
perhatian
pada
isu-isu
yang
kritis
dan
penting
melalui
pengurutan
prioritas
terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ditemukan.
b. Cause and Effect Diagram
Dale H Besterfield (1994, p22) Cause and effect diagram adalah gambar yang terdiri dari
garis  dan  simbol  yang  menggambarkan  arti  hubungan  antara  efek  dan  penyebab  dari  efek
tersebut.
CE
ni
ditumukan
oleh
Dr.
Kaoru
Ishikawa,
diagram ini
bisa
disebut
juga
dengan
Ishikawa diagram atau fishbone.
Bagaimana kegagalan
kualitas terjadi?
menurut
Dr.
Ishikawa kegagalan tersebut dapat
terjadi karena metode kerja, material, pengukuran, manusia, dan lingkungan.
Dale H Besterfield (1994, PP24) Diagram sebab akibat berguna untuk:
1.   Analisis   keadaan   yang   terjadi
meningkatkan   kualitas   produk   atau   pelayanan,   dan
meminimasi biaya.
2.   Menghilangkan
kondisi
penyebab
yang
membuat
produk
tidak
nyaman
untuk
konsumen
sehingga konsumen mengkomplain.
3.   Mengstandarisasikan keadaan sekarang dan yang akan datang.
4.   Mengedukasikan 
dan 
melatih 
pekerja  dalam 
mengambil 
keputusan  dan 
mengkoreksi
pergerakan dari aktivitas.
  
Sumber: ifm.eng.cam.ac.uk
Gambar 2.7 Contoh Cause and Effect Diagram
Pada dasarnya diagram
sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan
berikut :
i.
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
j.
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
k.   Membantu dalam penyelidikan ataupun pencarian fakta lebih lanjut.
c. Analytichal Hirearchy Process (AHP)
AHP
merupakan
sebuah
teknik
terstruktur
yang digunakan
untuk
menghadapi
keputusan yang kompleks. AHP membantu pembuat keputusan untuk menemukan hasil yang
paling sesuai dengan kebutuhan dan pengertian mereka terhadap suatu permasalahan dengan
memecahnya   secara   hirarki   ke   dalam   beberapa   sub   permasalahan   dimana   setiap   sub
  
permasalahan  akan  dianalisis  secara  independen.
Setiap  elemen  dari  setiap  hirearki  dapat
berkaitan dengan berbagai aspek dalam pengambilan keputusan.
Berikut merupakan langkah-langkah dalam membuat analisis AHP :
a.
Memodelkan
masalah
ke dalam
sebuah
hirearki
yang
mengandung tujuan, alternatif-
alternatif untuk
mencapai tujuan,dan kriteria-kriteria untuk mengevaluasi
alternatif
tersebut.
Sumber: http://www. lifecyclebuilding.org
Gambar 2.8 Hirearki dalam AHP
b.
Menetapkan 
prioritas 
diantara 
elemen-elemen 
dalam 
hirearki 
dengan 
membuat
sekumpulan
penilaian
berdasarkan
perbandingan berpasangan
dari
masing-masing
elemen.
  
Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan pada AHP
Sumber: Gaspersz (2002, p 137)
c.
Mengumpulkan
penilaian-penilaian
untuk  menghasilkan
kumpulan
prioritas
untuk
hirearki.
Tabel 2.3 Matriks Penilaian Alternatif
Sumber: Gaspersz (2002, p 138)
d.
Menguji konsistensi dari penilaian
Penilaian dinyatakan
konsisten
jika
nilai
dari
Consistency
Ratio
lebih
kecil
atau sama
dengan 1. Berikut
ini
merupakan
rumus-rumus yang dipakai untuk
mendapatkan nilai Consistency Ratio:
=
?
-
n
Consistency Index (CI) =
n
-
1
Dimana n adalah banyaknya alternatif, dan
?
adalah rata-rata dari Consistency Vector.
  
Consistency Ratio (CR) =
=
CI
RI
Dimana RI merupakan Random Index yang didapatkan dari tabel RI.
Tabel 2.4 Random Index
Sumber: Gaspersz (2002, p 138)
e.
Menghasilkan keputusan akhir berdasarkan hasil AHP
2.2.2.4.   Fase Improve
Fase 
improve
merupakan 
fase 
yang berguna untuk 
menghasilkan 
desain, ide, dan
implementasi
perbaikan
serta
validasi perbaikan.
Hal
terpenting
dalam
fase   improve   adalah
proses
brainstorming, menganalisis Failure Mode and Effect Analysis, analisis awal cost/benefit,
dan rekomendasi  perbaikan
informasi yang berhubungan
serta 
siapa 
yang 
bertanggung 
jawab 
dalam memantau
dan mengendalikan proses perbaikan kualitas ini.
  
berikut ini adalah tools yang dapat digunakan dalam mendukung fase improve yaitu:
a. Failure Mode and Effect Analysis
FMEA adalah suatu cara di
mana
suatu
bagian
atau suatu proses yang
mungkin gagal
memenuhi
suatu
spesifikasi,
menciptakan
cacat
atau
ketidak sesuaian
dan
dampaknya
pada
pelanggan bila mode kegagalan itu tidak dicegah atau dikoreksi (Brue, 2002, p130).
Metode FMEA mempunyai banyak aplikasi dalam lingkungan Six sigma, untuk mencari
berbagai
masalah
bukan
hanya
dalam proses
serta perbaikan
kerja,
tapi
juga
dalam aktivitas
pengumpulan
data
prosedur
serta
pelaksanaan Six
sigma.
Prasyarat
yang
diperlukan
adalah
dengan memberikan penekanan khusus untuk menghentikan masalah. Konsep kunci penggunaan
FMEA adalah :
1.
Mendaftarkan masalah-maslah potensial yang dapat muncul.
2.
Menilai masalah dengan menggunakan skala 1-10 untuk setiap kegagalan potensial untuk 3
kategori berikut :
¾
Occurance (O), suatu perkiraan probabilitas atau peluang bagi penyebab akan
terjadi
dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan akibat tertentu.
Tabel 2.5  Skala Occurrence
Skala
Kriteria Verbal
Tingkat Kejadian
1
Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan kegagalan
1 dalam 1000000
2
3
Kegagalan akan jarang terjadi
1 dalam 20000
1 dalam 4000
4
5
6
Kegagalan agak mungkin terjadi
1 dalam 1000
1 dalam 400
1
dalam 80
7
8
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
1
dalam 40
1
dalam 20
9
10
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi
1
dalam 8
1
dalam 2
  
¾
Severity  (S), suatu perkiraan subyektif bagaimana buruknya pengguna akhir akan
merasakan akibat dari kegagalan tersebut
Tabel 2.6  Skala Severity
Skala
Kriteria Verbal
1
Neglible Severity, kita tidak perlu memikirkan akibat ini akan berdampak pada
kinerja produk. Pengguna akhir
tidak akan memperhatikan kecacatan ini.
2
3
Mild Severity, akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan, pengguna akhir
tidak merasakan perubahan kinerja.
4
5
6
Moderate Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat penurunan kinerja
atau penampilan namun masih berada dalam batas toleransi.
7
8
High Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat
diterima, berada di luar batas toleransi.
9
10
Potential Safety Problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat berbahaya dan
bertentangan dengan hukum.
¾ 
Detectibility
(D),
perkiraan
subyektif
bagaimana
efektivitas
dan
metode
pencegahan
atau pendeteksian.
Tabel 2.7 Skala Detectability
Skala
Kriteria Verbal
Tingkat Kejadian
1
Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak
ada kesempatan bahwa penyebab akan muncul lagi.
1 dalam 1000000
2
3
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat
rendah.
1 dalam 20000
1 dalam 4000
4
5
6
Kemungkinan penyebab bersifat moderat, Metode
deteksi masih memungkinkan kadang kadang penyebab
itu terjadi.
1 dalam 1000
1 dalam 400
1
dalam 80
7
8
Kemungkinan penyebab itu masih tinggi. Metode
pencegahan kurang efektif, penyebab masih berulang lagi
1
dalam 40
1
dalam 20
9
10
Kemungkinan penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode
deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi
1
dalam 8
1
dalam 2
  
3.
Risk Priority Number (RPN) merupakan
hasil perkalian antara skala severity, detectibility
dan skala occurance, untuk memprioritaskan kegagalan potensial.
RPN = O × S × D
Melakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko kegagalan, dengan memfokuskan
pada kegagalan potensial yang memiliki nilai RPN (prioritas) tertinggi.
2.2.2.5.  Fase Control
Fase    control   adalah    fase    terakhir  dari  metode  DMAIC,    dalam  fase  ini
dilakukan
pengaturan
proses atau
perbaikan
produk
serta
pemantauan
kinerja
yang
sedang
berjalan.
Selain
itu,
pada
fase
control
juga
memastkan
bahwa perbaikan
yang
baru
dapat
dilakukan. Rencana pengendalian
dapat berjalan baik ketika perusahaan
mendokumentasikan
semua.
2.3
Sistem Informasi
2.3.1
Pengertian Sistem
Menurut
Mathiassen
et
al. (2000, p9), sistem adalah
sekumpulan
komponen
yang
mengimplementasikan persyaratan model, function dan interface.
O’Brien (2003, p8), mengatakan bahwa) sistem yaitu sebuah kelompok yang terintegrasi
dan
bekerja
sama
untuk
mencapai
tujuan yang sama
dengan
menerima
masukan (input) dan
menghasilkan keluaran (output) dalam sebuah proses transformasi yang terorganisir dengan baik.
Sedangkan menurut R. McLeod (2001, p11) Sistem adalah sekelompok elemen-elemen
yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan.
  
Berdasarkan bentuk sumber daya yang membentuk sistem, sistem dapat dibagi menjadi
dua jenis, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       
Sistem fisik (conceptual system), yaitu sistem
yang
terbentuk dari sumber daya
fisik.
Perusahaan adalah salah satu contoh sistem fisik.
b.         Sistem konsep (conceptual system), yaitu sistem yang menggunakan sumber daya konsep
untuk menggambarkan sistem fisik. Sumber daya konsep terdiri dari informasi dan data.
2.3.2   Pengertian Informasi
Menurut O’Brien (2003, p13), informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk
yang bermakna dan berguna bagi pengguna akhir. Perbedaan dari data dengan informasi adalah,
data merupakan fakta-fakta yang belum mengalami pengolahan, sedangkan informasi merupakan
data yang telah diolah dalam bentuk yang teratur, dan terorganisasi dengan baik, sehingga dapat
berguna oleh penerima informasi. Informasi dibutuhkan karena informasi
merupakan suatu hal
yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Menurut McLeod, 2001, p15 Informasi adalah data yang telah diproses, atau data yang memiliki
arti dan siap dipakai. Informasi juga bisa diartikan sebagai data yang diolah menjadi bentuk yang
lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.
Informasi
diperlukan
karena informasi
merupakan
suatu
dasar
dalam
mengambil
keputusan.
Kualitas dari informasi dapat ditentukan oleh empat dimensi McLeod (2001, p145), yaitu :
Relevansi:
informasi
yang didapat oleh pembuat keputusan harus mempunyai relevansi
terhadap tanggung jawab dan tugas mereka.
Akurasi: 
informasi 
harus 
bebas 
dari  kesalahan-kesalahan 
dan 
tidak 
menyesatkan,
informasi  harus  jelas  mencerminkan  maksud  dari  sumber  ke  penerimanya  sehingga
  
pembuat keputusan
akan semakin terbantu dan yakin akan
informasi
yang
diterimanya
ketika harus membuat keputusan.
Ketepatan
waktu:
informasi
yang disediakan
oleh sistem
informasi dapat dipergunakan
oleh orang yang tepat pada waktu yang tepat untuk mengambil keputusan, kebijakan, atau
tindakan yang tepat.
Kelengkapan:
informasi
yang
diperoleh
oleh pembuat
keputusan
harus sesuai
dengan
kebutuhan. Jika terlalu sedikit akan menyulitkan dalam membuat keputusan yang akurat
dan tepat waktu. Jika
terlalu banyak atau
melebihi dari
yang
dibutuhkan
atau
dapat
dipergunakan, pembuat keputusan
seringkali
mengabaikan
informasi dari
masalah
yang
serius.
2.3.3   Pengertian Sistem Informasi
Menurut
O’Brien
(2003,
p7),
sistem informasi
adalah
kombinasi
terorganisir
dari
manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan telekomunikasi dan sumber daya data, yang
mengumpulkan, mengubah dan mendistribusikan informasi di dalam organisasi.
Sistem informasi
adalah
suatu
kombinasi
yang
terorganisasi
dari
manusia,
perangkat
lunak,
perangkat
keras,
jaringan
komunikasi
dan
sumber
daya data
yang
mengumpulkan,
mentransformasikan,
serta
menyebarkan
informasi
di
dalam
sebuah
organisasi
(Mcleod
2001,
p4).
Sistem
informasi
merupakan
suatu alat bantu
yang dirancang
untuk
membantu tingkat
manajemen
organisasi
dengan
menyediakan
informasi
yang
berguna
di
dalam pengambilan
keputusan organisasi baik pada tingkat perencanaan strategis, perencanaan
manajemen
maupun
perencanaan  operasi  untuk 
mencapai 
tujuan  organisasi.  Komponen-komponen  dari  sistem
  
informasi adalah metode kerja (work practices), informasi (information), manusia (people), dan
teknologi informasi (information technologies).
2.3.4   Pengertian Analisis dan Perancangan Sistem
Menurut McLeod, 2001, p190 Analisis sistem adalah penelitian atas sistem yang
telah
ada dengan tujuan untuk merancang sistem yang baru atau diperbaiki. Dapat disimpulkan bahwa
analisis
sistem
adalah
penelitian
sistem
yang
ada
dengan
tujuan
penyempurnaan
sistem yang
dapat dimanfaat oleh pengguna.
Menurut McLeod (2001, p192) , perancangan  sistem adalah  penentuan proses dan data
yang diperlukan
oleh sistem baru.
Perancangan
sistem
merupakan 
tindak
lanjut
dari
analisis
sistem, jika analisis sistem dilakukan dengan baik
maka pelaksanaan perancangan
sistem yang
diusulkan akan 
menghasilkan sistem yang baik dan
mampu 
mengatasi
masalah-masalah
yang
dihadapi sistem lama tanpa menimbulkan suatu masalah baru.
Perancangan
sistem adalah
proses
penerjemahan
kebutuhan
pengguna
ke
dalam alternatif
rancangan sistem informasi yang diajukan kepada pengguna informasi
untuk dipertimbangkan.
Atau dengan kata lain, perancangan sistem merupakan suatu proses penyiapan spesifikasi dalam
menerjemahkan kebutuhan pengguna dalam pengembangan sistem baru.
Perancangan   sistem 
bertujuan   untuk   memenuhi   kebutuhan   pemakai   sistem 
serta   untuk
memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang lengkap.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap perancangan sistem yaitu :
a. Menyiapkan rancangan sistem yang terinci
b. Mengidentifikasi berbagai alternatif konfigurasi sistem
c. Mengevaluasi berbagai alternatif konfigurasi sistem
  
d. Memilih konfigurasi terbaik
e. Menyiapkan usulan penerapan
f. Menyetujui atau menolak penerapan sistem
2.3.5
Object Oriented Analysis and Design
Gambar 2.9 Aktivitas dan Hasil Utama OOAD
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p15)
Analisis dan perancangan berorientasi objek
mempunyai empat aktivitas
utama,
yaitu
problem
design.
2.3.5.1
domain analysis,
application
domain
analysis,
architectural
design,
Object dan Class
dan
component
Menurut Mathiassen (2000, p4) Objek adalah
sebuah entitas (entity) dengan
identitas
(identity), keadaan (state), dan tingkah laku (behaviour). Di dalam analisis, sebuah objek adalah
  
abstraksi dari fenomena di dalam konteks sistem. Objek mengekspresikan pandangan pengguna
akan realitas. Di dalam desain atau perancangan, sebuah objek adalah bagian dari sistem.
Class adalah deskripsi dari sekumpulan objek
yang berbagi struktur, behavioural pattern, dan
atribut.
Analisis dan
perancangan
berorientasi objek
mendeskripsikan dua
permasalahan
yang
berbeda,
yakni di dalam dan di luar sistem.
Analisis objek
mendeskripsikan fenomena di luar
sistem, seperti orang dan barang, yang dapat berdiri sendiri. Perancangan objek mendeskripsikan
fenomena
di
dalam sistem yang
dapat diawasi.
Behavior
objek dapat
dideskripsikan
sebagai
operasi untuk komputer yang menyelesaikannya.
2.3.5.2   Model Context
Problem domain
adalah
bagian
dari
konteks
yang
diadministrasikan,
dimonitor,
atau
dikontrol
oleh
sistem.
Application domain
adalah
organisasi yang
mengadministrasikan,
memonitor, dan mengontrol problem domain.
Problem domain mendeskripsikan tujuan sistem dan application domain merupakan bagian dari
organisasi
pengguna.
Kesuksesan
atau
kegagalan
sistem bergantung
pada
bagaimana
menghubungkan problem domain dan application domain
menjadi satu kesatuan
secara
fungsional.
Tugas utama dalam analisis dan perancangan adalah memodelkan sistem apa yang akan
diadministrasikan, dimonitor, atau dikontrol. Selanjutnya adalah memodelkan bagaimana sistem
akan berinteraksi dengan pengguna dalam
application domain.
Pengembangan
sistem
memerlukan pemahaman umum diantara pengembang dan pengguna. Analisis berorientasi objek
  
berfokus pada hal
ini. pendekatan berorientasi objek berguna dalam semua tipe pengembangan
sistem.
2.3.5.3   System Definition, Kriteria FACTOR, dan Rich Picture
Menurut
Mathiassen
(2000,
p24)
System definition
merupakan
deskripsi
yang
mengartikan
banyak
hal
(concise
description)
dari
sebuah
sistem terkomputerisasi
yang
diekspresikan dalam bahasa sehari-hari. Hal ini
menjelaskan sistem didalam konteks,
informasi
apa  yang 
harus  dipunyai, 
fungsi  apa  yang 
harus  disediakan,  dimana  digunakannya,  dan
bagaimana kondisi pengembangannya.
Tujuan
dari
pendefinisian
ini
alah
untuk
menjelaskan berbagai interpretasi dan
kemungkinan.
System definition
membantu
memelihara pandangan
dari opsi berbeda dan digunakan untuk
membandingkan
berbagai
alternatif
yang ditemui. System definition harus
jelas dan tepat, dan
mengandung banyak keputusan dasar mengenai sistem.
Salah satu
cara
menjelaskan system definition adalah
menggunakan kriteria
FACTOR,
yaitu Functionality, Application domain, Conditions, Technology, Objects, dan Responsibility.
•      
Functionality
Merupakan fungsi sistem yang mendukung tugas dari application domain.
•      
Application domain
Merupakan bagian dari organisasi yang
mengadministrasi,
memonitor, atau
mengontrol
problem domain.
•      
Conditions
Merupakan kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
•      
Technology
  
Merupakan teknologi yang digunakan dalam mengembangkan sistem dan teknologi yang
dibutuhkan untuk menjalankan sistem.
Objects
Merupakan objek utama di dalam problem domain.
Responsibility
Merupakan tanggung jawab sistem secara keseluruhan didalam konteks sistem.
Rich
picture merupakan
suatu
penggambaran dari sistem yang
membantu
orang
awam
untuk
mengerti keadaan dari sistem
yang sedang berjalan maupun sistem yang akan diusulkan.
Sebuah
rich
picture
berfokus
pada
aspek-aspek
penting
dari
keadaan yang
berjalan,
yang
ditentukan
sendiri oleh
seorang illustrator.
Rich
picture
harus
mampu
memberikan
gambaran
yang luas dari kondisi yang ada sehingga memungkinkan adanya beberapa penafsiran.
2.3.6
Problem Domain Analysis
(Mathiassen
et
al.,
2000,
p4) Problem
domain
analysis berfokus
untuk
menjawab
pertanyaan “Dengan informasi apa sistem harus berhubungan?”. Selama aktivitas analisis, model
problem domain menyediakan bahasa untuk mengekspresikan kebutuhan kepada sistem. Selama
perancangan,
model ditransformasikan
menjadi sebuah komponen yang
merepresentasikan
kondisi problem domain. Model adalah deskripsi class, objek, struktur, dan behaviour di dalam
problem domain.
  
Aktivitas dalam memodelkan problem domain terdiri dari tiga bagian, yaitu : pembuatan
class dari system definition. Dari class akan dibuat structure dan behaviour, dimana behaviour
juga didapatkan dari structure. Dari behavoiur maka akan terbentuk suatu model.
Gambar 2.10 Aktivitas utama Problem Domain Analysis
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p46)
2.3.6.1 Class
Menurut mathiassen (2000, p49) Object adalah suatu entitas dengan identity (identitas),
state (pernyataan) dan behavior (perilaku). Class adalah suatu deskripsi dari sekumpulan objek
yang  mempunyai
structure,
behavioral
pattern
dan  attributes.
Event
adalah
kejadian
terus-
menerus yang melibatkan satu atau dua objek.
Abstraksi, 
klasifikasi,
dan 
seleksi
merupakan  tugas 
utama 
dalam
aktivitas
class.
Fenomena problem domain diabstraksikan dengan melihatnya sebagai object dan event. Object
dan  event ini  kemudian  diklasifikasikan
dan  dipilih
manakah
class  dan event  yang
akan
dipelihara informasinya oleh sistem. Class adalah yang pertama kali didefinisikan dan dibatasi
dalam problem domain. Class
akan dideskripsikan karakteristiknya dengan sekumpulan
event
yang spesifik.
Aktivitas   class  ini   akan   menghasilkan   event  table,
dimana   dimensi   horizontal
  
menunjukkan class yang dipilih, dan dimensi vertikal menunjukkan event yang dipilih. Tanda ‘+’
mengindikasikan bahwa objek dari class terlibat pada event tertentu sebanyak nol atau satu kali.
Sedangkan
tanda
‘*’ mengindikasikan
bahwa
objek
dari
class
terlibat
pada
event
tertentu
sebanyak nol sampai banyak kali.
Kandidat bagi class adalah berupa kata benda (noun) dan
merupakan tipe general.
Penamaan
class haruslah sederhana dan
mudah dibaca, berasal dari problem domain,
mengindikasikan sebuah instance. Sementara kandidat sebuah event adalah berupa kata kerja dan
merupakan tipe general. Penamaan event pun haruslah sederhana dan mudah dibaca, berasal dari
problem domain, mengindikasikan sebuah event.
(Mathiassen et al., 2000, p60) Cara mengevaluasi kriteria class dan event adalah dengan
menemukan apakah class dan event tersebut berada di dalam system definition dan relevan bagi
model problem domain.
Class
haruslah
dapat
diidentifikasikan
objek-objeknya,
mengandung
informasi
yang
unik,
menunjukkan
banyak
objek,
dan
berhubungan dengan
sejumlah
event.
Sedangkan
evaluasi bagi kandidat
event
adalah bila event
instantaneous,
atomic,
dan
dapat
diidentifikasikan kapan terjadinya.
2.3.6.2 Structure
(Mathiassen
et
al.,
2000,
p69) Structure
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
hubungan
struktural diantara class dan objek di dalam problem domain. Konsep structure terbagi menjadi
dua, yaitu class structure dan object structure. Hasil dari structure adalah sebuah class diagram
dengan class dan struktur.
Class structure menggambarkan hubungan konseptual yang statis antar class, terdiri dari
generalization dan cluster. Generalization merupakan suatu hubungan antara satu atau lebih sub-
  
class dengan satu atau lebih superclass. Dan cluster merupakan kumpulan dari class yang saling
berhubungan.
Object structure menggambarkan
hubungan
yang dinamis antara objek yang ada dalam
problem domain, terdiri dari agregation dan association. Aggregation mendefinisikan hubungan
antara dua buah objek atau lebih, dimana superior objek (the whole) terdiri dari sejumlah objek
(the part). Association merupakan hubungan yang bermakna diantara sejumlah objek.
Cara menemukan kandidat bagi structure adalah dengan
mempelajari abstract, hubungan statis
diantara class dan mempelajari concrete, hubungan dinamis diantara objek.
Aktifitas structure difokuskan pada bagaimana suatu class dan object dihubungkan. Aktivitas ini
kemudian akan menghasilkan sebuah class diagram. Mathiassen (2000, p72) mengklasifikasikan
hubungan struktural menjadi 2 yaitu struktur antar kelas dan struktur antar objek .
Adapun struktur antar kelas meliputi :
a.
Generalisasi:
merupakan
hubungan struktural antara dua atau
lebih kelas
yang khusus
(subclass) dengan sebuah class
yang
umum (super class) dimana semua properti
yang terdapat
pada  superclass juga  terdapat  pada  subclass.  Struktur  generalisasi  seringkali  didefinisikan
sebagai hubungan “is a.
sumber : Mathiassen, et al. (2000, p73)
Gambar 2.11 Contoh Struktur Generalisasi
  
b.         Cluster:
merupakan
sebuah kumpulan
dari
classes
yang
berhubungan.
Kelas
didalam
Cluster biasanya berhubungan secara struktur generalisasi atau struktur agregasi.
sumber : Mathiassen, et al. (2000, p75)
Gambar 2.12 Contoh Struktur Cluster
Dan struktur antar objek meliputi :
a.         Agregasi: merupakan hubungan struktural diantara dua atau lebih objek yang merupakan
bagian dari sebuah objek lainnya. Struktur agregasi seringkali
didefinisikan sebagai hubungan
has a.
sumber : Mathiassen, et al. (2000, p76)
Gambar 2.13 Contoh Struktur Agregasi
  
b.         Asosiasi: Struktur asosiasi
adalah sebuah
hubungan antara dua atau lebih objek dimana
kedua objek tersebut sejajar dan tidak mendefinisikan objek lainnya.
sumber : Mathiassen, et al. (2000, p77)
Gambar 2.14 Contoh Struktur Asosiasi
(Mathiassen et al., 2000, p78) Terdapat tiga tipe aplikasi dari struktur aggregation :
1.         Whole part, dimana keseluruhan adalah merupakan penjumlahan dari bagian-bagiannya;
jika ditambahkan atau dihapus satu bagian maka akan mengubah keseluruhan secara mendasar.
2.
Container  content, dimana keseluruhan adalah container  dari bagian-bagiannya; jika
ditambahkan atau dihapus satu content maka properti dari keseluruhan tidak akan berubah secara
mendasar.
3.      
Union  member, dimana keseluruhan
adalah 
merupakan  union
anggota  yang
diorganisasikan. Dengan menambah atau menghapus sebagian kecil anggota, union tidak akan
berubah secara mendasar. Bagaimanapun, terdapat batas terbawah pada sejumlah anggota, yang
merupakan pendukung bagi model sebuah union tanpa anggota.
(Mathiassen et al., 2000, p80) Pola merupakan deskripsi umum dari masalah dan solusi
yang berhubungan. Pola dapat diterapkan
untuk
memecahkan
masalah khusus selama problem-
domain-modelling. Terdapat empat pola
yaitu, role pattern, relation pattern, hierarchy pattern,
dan item-decriptor pattern.
Role  pattern  digunakan untuk
memodelkan  situasi  dimana  single person dapat  memiliki
beberapa
peran
dalam problem
domain.
Tujuan
dari
relation
pattern
adalah
untuk
menghubungkan dua bagian agar saling terkait. Hierarchy pattern adalah dimana objek pada satu
  
level
dapat
memiliki
beberapa
objek
pada
level
dibawahnya.
Item-decriptor pattern
berguna
dalam sistem untuk mengadministrasikan tipe deskripsi yang berbeda, seperti kontak, kebijakan
asuransi, dan spesifikasi produk.
Struktur dievaluasi dengan kriteria bahwa struktur harus benar, terkonseptual, dan sederhana.
2.3.6.3 Behaviour
(Mathiassen  et  al.,  2000,  p89)  Tujuan  behavior adalah  untuk  memodelkan  problem
domain yang dinamis. Hasil dari behavior adalah sebuah behavior pattern dengan atribut pada
setiap class dalam class diagram. Tiga konsep yang terkandung dalam behavior adalah :
?    
Event trace, merupakan urutan dari events yang melibatkan objek secara spesifik.
?
Behavioral  pattern, merupakan suatu deskripsi dari kemungkinan event  trace  untuk
semua objek dalam class.
?    
Attribute, merupakan suatu deskripsi dari class atau event.
(Mathiassen et al., 2000, p90) Behavioural pattern adalah deksripsi kemungkinan event
trace bagi seluruh objek didalam sebuah class.
Behavioural pattern digambarkan dalam notasi
statechart diagram.
Behaviour dalam setiap class yang ditunjukkan dalam event table harus konsisten dengan
statechart diagram (Mathiassen et al., 2000, p100).
(Mathiassen et al., 2000, p94) Statechart diagram menggambarkan transisi dan perubahan
keadaan (dari satu state ke state lainnya) suatu objek pada sistem sebagai akibat dari rangsangan
yang diterima.
Pada
umumnya
statechart
diagram
menggambarkan
class
tertentu
(satu
class
dapat
memiliki
lebih dari
satu
statechart
diagram).
Statechart diagram
menunjukkan
urutan-
  
urutan  state dari  sebuah  objek  selama  masa  hidupnya  dan  event-event
yang  menyebabkan
perubahan state tersebut.
(Mathiassen et
al., 2000, p341) State digambarkan berbentuk segi empat dengan sudut
membulat dan memiliki nama sesuai kondisinya saat itu. Transisi antar state umumnya memiliki
kondisi guard yang merupakan syarat terjadinya transisi
yang bersangkutan, dituliskan dalam
kurung
siku.
Action
yang
dilakukan
sebagai
akibat
dari
event
tertentu
dan
dapat
dituliskan
dengan diawali
garis
miring.
Titik awal dan akhir digambarkan berbentuk lingkaran berwarna
penuh dan berwarna setengah.
2.3.7 Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen
(2000, p115) Application domain analysis
yaitu
organisasi yang
mengadministrasi, memonitor atau mengontrol sebuah problem domain. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan sebuah daftar lengkap kebutuhan usage dari sistem. Aktivitas application domain
analysis adalah usage, function, dan interface.
Gambar 2.15 Aktivitas dalam Analisis Application Domain
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p117)
  
2.3.7.1  Usage
(Mathiassen
et al., 2000, p119) Usage bertujuan
untuk menentukan bagaimana aktor
berinteraksi
dengan sistem.
Dua
konsep
usage
adalah actor
dan
use case. Prinsip
dari usage
adalah
menentukan application
domain
dengan use
case,
mengevaluasi use
case
dalam
kolaborasinya dengan pengguna, dan menilai perubahan sosial dalam application domain.
Actor adalah sebuah abstraksi dari pengguna atau sistem lain
yang berinteraksi dengan target
system.
Use case
adalah
urutan
kejadian-kejadian
antara
sistem
dan
aktor
dalam application
domain. Actor dan use case dideskripsikan dalam actor specification dan use case specification.
2.3.7.2  Function
(Mathiassen et al., 2000, p137) Function
merupakan
fasilitas untuk
membuat sebuah
model berguna bagi aktor.
Tujuan function adalah
untuk menentukan kemampuan pemrosesan
informasi
dari
sistem.
Prinsip
dari
function adalah
mengidentifikasikan
semua function,
menspesifikasikan function yang kompleks, mengecek konsistensi antara use case dengan model.
Hasil dari function adalah sebuah daftar
lengkap dari function (function list) dengan spesfikasi
function yang kompleks.
Function
list
adalah
daftar
fungsi-fungsi
yang ada dalam
sistem
yang
dideskripsikan
tingkat
kompleksitas dan tipe fungsinya. Empat tipe function, diantaranya adalah:
-        
Update function
Function  yang
diaktifkan 
dengan 
event 
pada 
problem 
domain 
dan 
menghasilkan
perubahan pada state model.
-        
Signal function
  
Function yang
diaktifkan
dengan
mengubah
state
model
dan
menghasilkan
reaksi
di
context.
Reaksi
ini
mungkin
menampilkan
aktor
pada application
domain
atau
berintervensi langsung di problem domain.
-        
Read function
Function
yang
diaktifkan
oleh
kebutuhan
akan informasi
di
lembar
kerja
aktor
dan
hasilnya tampilan sistem yang relevan dari model.
-        
Compute function
Function 
yang 
diaktifkan 
oleh 
kebutuhan 
akan 
informasi  di 
lembar 
kerja  aktor
melibatkan informasi yang disediakan aktor atau
model.
Hasilnya adalah tampilan dari
kegiatan compute tersebut.
2.3.7.3 Interface
(Mathiassen et al., 2000, p151) Interface adalah fasilitas yang membuat model sistem dan
function dapat digunakan oleh aktor. Tujuan interface adalah untuk menetapkan interface sistem.
Hasil dari interface adalah user dan system interface.
User
interface
merupakan
tipe dialog dan form presentasi, daftar lengkap dari elemen user
interface, window diagram dan navigation diagram. Sedangkan system interface merupakan class
diagram untuk peralatan luar dan protokol-protokol untuk berinteraksi dengan sistem lain.
Berikut  ini  adalah  penjabaran  dari  Interfaces yang  terdiri  dari  user interface dan
system interface:
a)
User interface
Merupakan 
style 
dialog 
dan 
bentuk-bentuk 
presentasi,  daftar 
elemen 
dari  user
interface yang lengkap, windows diagram yang dipilih dan navigation diagram.
  
b)
System interface
merupakan class diagram untuk eksternal device dan protokol-protokol untuk interaksi
dengan sistem lain. Navigation diagram merupakan semua window dari user interface
dan hubungan dinamiknya.
Hasil
dari
aktivitas
interface
pada
application domain
meliputi
user
interface
dari
sistem dan sequence
diagram
untuk
menggambarkan
interaksi-interaksi
yang
terjadi
di
dalam
suatu
user
interface.
Selain
itu,
pada
aktivitas
ini
juga
dihasilkan
Navigation
Diagram yang
menggambarkan window-window
yang terdapat dalam sistem dan transisi
yang terjadi diantara
window-window tersebut (Mathiassen, 2000, p344)
Gambar 2.16 Contoh  Sequence Diagram
  
2.3.8  Architectural Design
(Mathiassen
et
al.,
2000,
p173) Architectural design
bertujuan
untuk
menstrukturkan
sistem yang
terkomputerisasi.
Prinsip
architectural
design
adalah
mendefinisikan
dan
memprioritaskan
criteria,
menjembatani criteria dengan
technical platform,
dan
mengevaluasi
desain lebih awal. Hasil dari architectural design adalah struktur dari komponen dan proses
sistem.
Tiga
aktivitas
dari
architectural
design adalah criteria,
component
architecture, dan
process architecture.
Gambar 2.17 Aktivitas dalam Architectural Design
(Sumber : Mathiassen et al., 2000, p176)
2.3.8.1  Criteria
(Mathiassen   et   al.,   2000,   p177)   Criteria   bertujuan   untuk   mengatur   prioritas
perancangan,
dengan
hasil
sekumpulan
prioritas
kriteria.
Prinsip
criteria
adalah
perancangan
baik (good design) yang tidak memiliki kelemahan, seimbang diantara beberapa criteria, usable,
flexible, dan comprehensible. Konsep
criteria adalah criterion,
yang
merupakan properti
dari
architecture, dan condition,
yaitu kesempatan dan batas technical, organizational dan  human
yang telibat dalam suatu tugas.
(Mathiassen et al., 2000, p178) Dua belas kriteria klasik dari kualitas software, yaitu :
Usable
  
Kemudahan di dalam implementasi sistem yang dikembangkan.
Secure
Keamanan akan otoritas pemakaian data dalam sistem.
Efficient
Sistem yang dirancang memiliki sifat efisiensi dari eksploitasi ekonomis.
Correct
Terpenuhinya kebutuhan/persyaratan sistem.
Reliable
Sistem yang dikembangkan dapat memenuhi hasil dari eksekusi fungsi-fungsi yang ada.
Maintainable
Sistem yang dirancang harus dapat dilakukan maintenance
Testable
Sistem yang dibuat dapat diuji coba.
Flexible
Sistem bersifat fleksibel dalam pemanfaatan sistem yang dirancang.
Comprehensible
Usaha yang dibutuhkan untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dari sistem.
Reusable
Potensial penggunaan dari bagian sistem dengan sistem lain yang berhubungan.
Portable
Sistem dapat digunakan dari satu sistem ke sistem platform yang lainnya.
Interoperable
Sistem dapat dioperasikan dengan sistem lainnya.
  
Menurut Mathiassen (2000, p185) Prioritas kriteria desain mendeskripsikan prioritas dari
setiap kriteria, yaitu very important, important, less important, irrelevant, atau easily fulfilled.
2.3.8.2 Component Architecture
Menurut Mathiassen (2000, p189) Component bertujuan untuk menciptakan  sistem yang
comprehensible dan flexible. Prinsip component adalah mengurangi kompleksitas, merefleksikan
struktur konteks yang stabil, dan
menggunakan kembali komponen yang telah ada. Hasil dari
component adalah sebuah class diagram dengan spesifikasi dari komponen kompleks.
Component
architecture
adalah
sebuah
struktur
sistem dari
component
yang
saling
berhubungan. Component adalah kumpulan bagian program yang
menggambarkan keseluruhan
dan didefinisikan dengan baik responsibility-nya.
Pola architectural adalah layered architectural pattern, generic architectural pattern, dan client-
server architectural pattern. Component terdiri dari tiga bagian,
yaitu
model
(M), function (F),
dan interface (UI).
Komponen dari suatu sistem terdiri dari :
c)  Model 
bertanggung-jawab 
menampung 
objek-objek 
yang 
menggambarkan 
problem
domain.
d)  Function – bertanggung-jawab dalam menyediakan fungsi-fungsi dari sistem
e)  User  Interface  –  bertanggungjawab  untuk  menangani  interaksi  antara  pengguna  dengan
sistem
Dalam  komponen  diagram  dapat  menggambarkan  distribusi  dalam  client server
architecture:
  
Tabel 2.8 Client Server Architecture
sumber : Mathiassen, et al. (2000, p200)
sumber : Mathiassen, et al. (2000, p201)
Gambar 2.18 Contoh Component Diagram