17
Pangeran Sambernyowo memimpin penyerbuan, penghadangan, pendadakan
(serangan tak terduga) dengan suatu kayakinan yang bertumpu pada kekuasaan Tuhan
Yang Maha. Esa, dan percaya kepada kekuatan lahir dan batin pasukannya. Dengan
kata-kata yang melengking bergemuruh di atas punggung kuda masing-masing mereka
berseru "Allahu Akbar! biarlah mati dalam perang sabil, mereka maju bagaikan Harimau
lapar menerjang musuh-musuhnya.
Sejak meninggalkan Kartasura, R.M. Said dan taman-temannya sudah berikrar
bersama-sama. Setelah
berperang melawan Belanda didengungkan slogan juangnya
"TIJI -
TIBEH" atau mati siji mati kabeh. Sebaliknya dapat juga berarti Mukti Siji
Mukti Kabeh, yang berarti kalau satu mati, matilah semaunya, dan kalau satu bahagia,
semaunyapun akan bahagia.
Slogan tersebutlah yang mengikat tali batin antara Gusti
(pimpinan) dan kawula (rakyat). Mereka luluh menjadi satu dalam Rata dan perbautan,
maju dalam langkah dan derap yang serasi.
Kepemimpinan dan kecerdasan R.M. Said tergambar dalam pelarian
di hutan
Sitakepyak, suatu hutan yang rapat dengan jajaran pohon-pohon jati yang besar-besar
dan didiami oleh banyak binatang buas. Suatu medan yang sulit bagi lawan,namun hutan
tersebut sangat akrab dengan Pangeran Sambernyowo dan semua prajuritnya.
Siasat
yang direntangkan merupakan killing ground bagi detasemen Belanda pimpinan Kapten
Van der Pol, dan detasemen
pimpinan Kapten Beiman. Mereka terjebak dalam arena
pertarungan yang sulit, dan menjadui sasaran empuk bagi pasukan R.M. Said.
Dalam pertempuran ini korban yang jatuh pada pihak Belanda sebanyak 85
(delapan puluh lima) orang mati
dan sejumlah besar senjata berhasil dirampas oleh
pasukan R.M. Said. Sedang di pihak R.M. Said terdapat beberapa orang gugur dan luka-
luka.
|