8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Umum
Museum pada umumnya dikenal masyarakat sebagai sebuah gedung atau
bangunan yang menyimpan koleksi benda-benda warisan budaya yang
dianggap patut disimpan dan diabadikan.
Museum merupakan
suatu jenis
bangunan pameran yang digolongkan sebagai lembaga tetap yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan bertugas untuk mengumpulkan, menyimpan,
merawat, memelihara, meneliti serta
memperagakan suatu obyek yang
bersangkut paut dengan hasil karya manusia untuk tujuan pendidikan,
penelitian dan hiburan.
2.1.1
Pengertian Museum
Museum adalah satu jenis bangunan pameran. Berdasarkan sifat
peragaannya, museum digolongkan sebagai bangunan pameran tetap.
Pengertian museum merupakan suatu lembaga tetap yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat yang bertugas untuk mengumpulkan,
menyimpan, merawat, memelihara, meneliti, dan memperagakan suatu
obyek yang bersangkut paut dengan hasil karya manusia untuk tujuan
pendidikan, penelitian dan hiburan. Museum tidak mencari keuntungan,
melayani masyarakat dan perkembangannya,terbuka untuk umum.
Moh. Amir Sutaarga. (1997). Pedoman Penyelenggaraan Dan Pengelolaan
Museum. Jakarta: Departemen pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan Proyek pembinaan Permuseuman.
2.1.2
Jenis-Jenis museum
Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melalui beberapa
jenis klasifikasi, yakni sebagai berikut :
a.
Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, yaitu terdapat 2
jenis:
-
Museum Umum, yang mempunyai koleksi penunjang cabang-
cabang ilmu pengetahuan alam, teknologi dan ilmu pengetahuan
sosial.
Museum khusus, yang mempunyai koleksi penunjang satu cabang
ilmu saja, misalnya museum ilmu hayat, dan museum ilmu.
|
9
-
teknologi, museum antropologi, museum ethnografi, museum seni
rupa.
Moh. Amir Sutaarga. (1997). Pedoman Penyelenggaraan Dan
Pengelolaan Museum. Jakarta: Departemen pendidikan dan kebudayaan
Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek pembinaan Permuseuman.
b.
Jenis museum berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis :
-
Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari
kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan
bukti material manusia dan lingkungannya dari seluruh wilayah
Indonesia yang bernilai nasional
-
Museum Propinsi, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan
benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah propinsi dimana
museum berada.
-
Museum Lokal, museum yag koleksinya terdiri dari kumpulan
benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau
kotamadya dimana museum tersebut berada.
Mohammda Zakaria (2013). Jenis museum.blog arsitektural. di
akses tgl 25 februari 2013 dari
2.1.3
Tata Pameran Museum
Pameran dan penyajian informasi merupakan cara yang paling visible
bagi museum untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Suatu pameran
yang terencana dengan baik patut menjamin keselamatan dan
keterawatan lingkungan baik keselamatan dan keterawatan koleksi
maupun pengunjungnya.
Pameran merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan sekelompok
masyarakat guna menyampaikan informasi, ide, dan emosi yang
berkaitan dengan bukti materi kebudayaan manusia dan lingkungannya
melalui bantuan metode visual dan dimensi. Di dalam menyajikan
|
10
informasi koleksi tersebut, kebijakan pada setiap museum akan
mengacu pada jenis museum dan koleksi yang dihimpunnya. Kebijakan
yang dimaksud pada umumnya tertuang pada visi dan misi museum
(museum mission statement).
Dalam perkembangannya, museum
bergerak maju dengan memperluas cakupan kebijakan penyelenggaraan
pameran. Di samping menguraikan pameran tetap dan temporer,
informasi yang akurat, dan menjaga keterawatan koleksi, museum juga
mulai mengantisipasi berbagai tanggapan atas kebutuhan pengunjung
dan masyarakat melalui kajian yang intensif, rancangan desain
pameran, dan beragam strategi komunikasi.
Yunus Arbi, Kresno Yulianto, dkk. Konsep Penyajian Museum, Bagian
4 Museumku, Di akses tanggal 11 maret 2013.
a. Jenis pameran
Jenis pameran di museum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
pameran tetap dan pameran khusus/temporer
-
Pameran tetap
Adalah pameran yang diadakan dalam jangka 5 tahun. Tema pameran
sesuai dengan jenis, visi dan misi museum. Idealnya, koleksi pameran
yang disajikan adalah 25 sampai dengan 40 persen dari koleksi yang
dimiliki museum, dan dilakukan penggantian koleksi yang dipamerkan
dalam jangka waktu tertentu.
Pameran tetap bertujuan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat
terhadap bukti-bukti material manusia dan lingkungannya.
-
Pameran Khusus/temporer
Adalah pameran koleksi museum yang diselenggarakan dalam waktu
relatif singkat. Pameran khusus bertujuan untuk memberikan dimensi
tambahan informasi pameran tetap kepada masyarakat dengan tema
khusus, dalam rangka meningkatkan apresiasi masyarakat.
Basrul akram. (1986). Buku pintar bidang permuseumanan. Jakarta:
proyek pengembangan permuseuman
|
11
b.
Metode pameran
Metode dan teknik penyajian koleksi di museum terdiri dari :
-
Metode pendekatan intelektual, adalah museum yang mengungkapkan
informasi tentang guna, arti dan fungsi benda koleksi museum.
-
Metode pendekatan romantik (evokatif), adalah cara penyajian benda-
benda koleksi museum yang mengungkapkan suasanan tertentu yang
berhubungan dengan benda-benda yang dipamerkan.
-
Metode pendekatan estetik, adalah cara penyajian benda-benda koleksi
museum yang mengungkapkan nilai artistik yang ada pada benda
koleksi museum.
-
Metode pendekatan simbolik, adalah cara penyajian benda-benda
koleksi
museum dengan menggunakan simbol-simbol tertentu sebagai
media interpretasi pengunjung.
-
Metode pendekatan kontemplatif, adalah cara penyajian koleksi di
museum untuk membangun imajinasi pengunjung terhadap koleksi
yang dipamerkan.
-
Metode pendekatan interaktif, cara penyajian koleksi di museum
dimana pengunjung dapat berinteraksi langsung dengankoleksi yang
dipamerkan. Penyajian interaktif dapat menggunakan teknologi
informasi.
2.1.4
Tata Cara Penyajian Koleksi
1.
Penyajian Koleksi
Penyajian koleksi merupakan salah
satu cara berkomunikasi antara
pengunjung dengan benda-benda koleksi yang dilengkapi dengan teks,
gambar, foto, ilustrasi dan pendukung lainnya
a.
Prinsip-prinsip penyajian koleksi
Penataan koleksi di ruang pameran museum harus memiliki :
-
Sistematika atau alur cerita pameran, sangat diperlukan dalam
penyajian koleksi di ruang pameran, karena akan mempermudah
komunikasi dan penyampaian informasi koleksi museum kepada
masyarakat.
-
Koleksi yang mendukung alur cerita, yang disajikan di ruang
pameran harus dipersiapkan sebelumnya, agar sajian koleksi terlihat
hubungan dan keterkaitan yang jelas antar isi materi pameran.
|
![]() 12
b.
Penataan koleksi
Penataan dalam suatu pameran dapat disajikan secara :
-
sifat koleksi,
sebagai benda cagar budaya
yaitu tidak dapat
diperbaharui, terbatas, baik itu dalam bentuk, jumlah dan
jenisnya serta mudah rusak atau tidak.
-
jenis koleksi, apakah terbuat dari bahan organik (kayu, kertas,
lukisan, kain, bambu), atau dari bahan anorganik (logam emas,
perak,tembaga, perunggu, kuningan, besi keramik, tanah liat
dan batu).
-
Tematik, yaitu dengan menata materi pameran dengan tema dan
subtema.
-
Taksonomik, yaitu menyajikan koleksi dalam kelompok atau sistem
klasifikasi.
-
Kronologis, yaitu menyajikan koleksi yang disusun menurut usianya
dari yang tertua hingga sekarang.
Penataan Koleksi dapat menggunakan :
-
Panel, digunakan untuk menggantung atau menempelkan koleksi
yang bersifat dua dimensi dan cukup dilihat dari sisi depan. Kadang-
kadang panel hanya digunakan untuk menempelkan label atau
koleksi penunjang lainnya seperti peta, grafik dan lain sebagainya.
(Gambar 2.1 : Berbagai Macam Panil di dalam Museum)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum Hal. 20-21
|
![]() 13
( Gambar 2.2 : Panil dan ukuran yang Harus diperhatikan)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum Hal. 23
(Foto 2.1 : Panil Informasi yang digunakan pada pameran tetap museum Manggala Wanabhakti,
panil)
Sumber : Documen pribadi Rizki (2013 :13)
(Gambar 2.3 : Panil yang dapat dilepas-lepas bentuknya disesuaikan dengan fungsinya.)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum Hal. 26
|
![]() 14
(Gambar 2.2 : Panil Informasi yang digunakan pada pameran tetap museum Manggala
Wanabhakti, panil)
Sumber : Documen pribadi Rizki (2013 :14)
( Gambar 2.4 : Kontruksi panil harus kokoh sehingga dapat berdiri dengan tegak lurus 90°)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum Hal. 31
( Gambar 2.5 : 1. Panil yang dibuat dari kayu, kaki dapat dilepas, 2. Gabungan panil & alas kaki)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum Hal. 32
|
![]() 15
( Gambar 2.6 : Kombinasi Panil dengan alas kaki)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum Hal. 32-35
(Gambar 2.3 : Contoh pengaplikasian panil dengan menggunakan alas kaki pada pameran tetap
museum nasional)
Sumber : Document pribadi Rizki (2013 : 15)
-
Vitrin, digunakan untuk meletakkan benda-benda koleksi yang
umumnya tiga dimensi, dan relatif bernilai tinggi serta mudah
dipindahkan. Vitrin mempunyai fungsi sebagai pelindung koleksi
baik dari gangguan manusia, maupun dari gangguan lingkungan
yang berupa kelembaban udara ruangan, efek negatif cahaya serta
perubahan suhu udara ruangan.
Menurut Fungsingnya Vitrin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.
Vitrin Tunggal
Vitrin yang berfungsi sebagai almari pajang saja
2.
Vitrin Ganda
Vitrin yang berfungsi sebagai almari pajang dan tempat
penyimpanan benda koleksi.
|
![]() 16
( Gambar 2.7 : 1. Vitrin Tunggal, 2. Vitrin Ganda)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum hal. 37
(Gambar 2.4 : contoh pengaplikasian vitrin tunggal pada pameran tetap museum nasional)
Sumber : Document pribadi Rizki (2013 : 16)
(Gambar 2.8 : Vitrin dan Ukuran yang harus diperhatikan)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum hal. 39
|
![]() 17
( Gambar 2.9 : Vitrin dinding/Vitrin tepi)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum hal. 40
(Gambar 2.5 : contoh pengaplikasian vitrin Dinding/Tepi pada pameran tetap museum nasional)
Sumber : Document pribadi Rizki (2013 : 17)
(Gambar 2.10 : Vitrin Tengah )
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum hal. 43
|
![]() 18
(Gambar 2.6 : contoh pengaplikasian vitrin Tengah pada pameran tetap museum nasional)
Sumber : Document pribadi Rizki (2013 : 18)
(Gambar 2.11 : Vitrin Sudut )
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum hal. 45
-
Pedestal atau alas koleksi, meletakkan koleksi berbentuk tiga
dimensi.
Jika koleksi yang diletakkan bernilai tinggi dan
berukuran besar maka perlu mendapat ekstra pengamanan,
yaitu diberi jarak yang cukup aman dari jangkauan
pengunjung. Alas koleksi yang berukuran kecil diletakkan di
vitrin sebagai alat bantu agar benda vitrin dapat disajikan
dengan baik. Ukuran tinggi rendahnya harus disesuaikan
dengan besar kecilnya koleksi yang diletakkan di atasnya.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan. (1994). Pedoman Teknis Pembuatan Sarana
Pameran Di Museum. Jakarta: proyek pembinaan
permuseuman.
|
![]() 19
(Gambar 2.12 : Pedestal/Alas kaki yang disesuaikan dengan benda koleksi yang berada di
atasnya)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum hal. 47
(Gambar 2.13 : Pedestal/Alas kaki yang berbentuk bulat, dibuat dengan rangka kayu, dilapisi
dengan triplek)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum hal. 47
(Gambar 2.14 : Beberapa bentuk alas koleksi. Bentuk alas koleksi disesuaikan dengan fungsi dan
ukuran benda koleksi)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum hal. 54
|
![]() 20
(Gambar 2.7 : contoh pengaplikasian Pedestal /Alas koleksi dalam pameran tetap museum
nasional)
Sumber : Document pribadi Rizki (2013 : 20)
(Gambar 2.8 : contoh pengaplikasian Pedestal /Alas koleksi dalam pameran tetap museum Polri)
Sumber : Document pribadi Rizki (2013 : 20)
c.
Panil-panil Informasi
Panil-panil informasi atau label secara umum dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
-
Teks dinding (introductory label) yang memuat informasi awal/
pengenalan mengenai pameran yang diselenggarakan, tema dan
subtema pameran, kelompok koleksi.
-
Label individu yang berisi nama dan keterangan singkat mengenai
koleksi yang dipamerkan. Informasi yang disampaikan berisi
keterangan yang bersifat deskriptif, dan informasi yang dibutuhkan
sesuai dengan alur cerita.
|
![]() 21
(Gambar 2.15 : tata letak panil dan sudut pandang)
Mohammad zakaria (2013). Tata cara penyajian koleksi. Blog
arsitektural. Di akses 25 februari 2013 dari
2.1.5
Fungsi dan Tujuan Museum
a.
Fungsi Museum
Museum mempunyai fungsi yang positif bagi masyarakat Indonesia,
terutama mengenai pengetahuan sejarah. Adapun dilihat dari
fungsinya museum bisa dibagi menjadi beberapa bagian.
1.
Tempat Menyimpan Warisan Budaya Leluhur
Museum merupakan salah satu tempat yang tepat untuk
menyimpan sekaligus mengamankan warisan budaya yang ada di
Indonesia. Warisan budaya semisal keris, baju adat kerajaan masa
lalu, dll. Dengan adanya warisan budaya leluhur, maka museum
pun harus menjadi bahan yang representatif buat para
pengunjungnya.
2.
Pusat Dokumentasi dan Penelitian Ilmiah
Masa lalu tidak akan bisa kita selami tanpa adanya dokumentasi
yang didapat pada zamannya. Adanya naskah-naskah kuno
menjadi salah satu dokumentasi yang bisa dijadikan penelitian
untuk diaplikasikan pada zaman sekarang.
3.
Pusat Penyaluran ilmu untuk umum
Tidak saja kalangan peneliti yang harus mengetahui semua
kebudayaan masa lalu, tetapi hasil penelitian tersebut di sebarkan
|
22
kepada masyarakat. Salah satu fungsi museum adalah sebagai alat
untuk penyebaran ilmu tersebut.
4.
Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
Di museum kita akan bisa melihat warisan budaya masa lampau
dari berbagai kawasan, khususnya di Indonesia. Bila kita datang
ke museum nasional, maka warisan dari tiap daerah hampir
semuanya ada di tempat tersebut.
5.
Visualisasi Budaya dan Warisan Masa Lalu
Ini fungsi yang paling penting dari museum. Kita tidak akan bisa
kembali ke tahun di mana warisan dan budaya itu terbentuk.
Museum sebagai salah satu alat untuk mnggambarkan masa-masa
tersebut.
6.
Cermin untuk Masa Datang
Kita bisa melihat bagaimana adanya peradaban sekarang. Bentuk
yang ada sekarang sebenarnya
terbentuk dari masa lalu. Karena
bisa dikatakan sejarah adalah sebagai salah satu cermin untuk
kehidupan yang akan datang.
7.
Menambah Keimanan pada Tuhan Yang Maha Esa
Museum juga akan menjadikan kita merasa kagum akan kekayaan
budaya masa lampau. Bagaimana kebudyaan tersebut merupakan
sebuah daya cipta Tuhan Yang Maha Esa.
8.
Obyek wisata
Museum juga dapat berfungsi sebagai objek wisata yang edukatif.
b.
Tujuan Museum
Tujuan museum dilihat dari sudut pandang nasional adalah demi
terwujudnya dan terbinanya nila-nilai budaya nasional untuk
memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan
kebangsaan serta memperkuat jiwa kesatuan nasional.
Tujuan
museum juga
sebagai sarana pendidikan
dan rekreasi, masyarakat
disadarkan akan tingginya nilai yang dikandung dalam koleksi
museum dan memberi mereka kesempatan untuk memperluas
wawasan. (Rizki, 2013: 23)
|
23
2.1.6
Klasifikasi Jenis Kegiatan
Kegiatan
pelayanan
museum
kepada
pengunjung
museum
meliputi
kegiatan
pameran
tetap
dan
temporer,
bimbingan
dan
pemanduan
keliling
museum, ceramah,
bimbingan
karya tulis,
pemutaran
film dan
slide, kegiatan dalam museum secara garis besar meliputi:
a.
Pengumpulan
koleksi,
kegiatan
ini
antara
lain
jual
beli
koleksi,
peminjaman
koleksi,
pembuatan
film
dokumenter,
dan
kegiatan
lainya.
b.
Penyimpanan
dan
pengelolaan
koleksi,
kegiatan
ini
antara
lain
penampungan,
penyimpanan,
penelitian,
dan
penggandaan
(reproduksi).
c.
Preservasi, kegiatan ini antara lain meliputi :
-
Reproduksi,
sebagai
cadangan
koleksi
untuk
menyelamatkan
koleksi aslinya.
-
Penyimpanan,
untuk
menyelamatkan
koleksi
asli
dari
faktor
merugikan.
-
Registrasi,
pemberian
dan
penyusunan
keterangan
menyangkut
benda koleksi.
d.
Observasi,
penyeleksian
koleksi
untuk
disesuaikan
dengan
persyaratan koleksi museum.
e.
Apresiasi, kegiatan ini antara lain meliputi :
-
Pendidikan,
menunjang
fungsi
museum
sebagai
sarana
pendidikan bagi masyarakat yang sifatnya non formal.
-
Rekreatif, museum sebagai obyek rekreasi yang menyajikan acara
yang menghibur.
f. Komunikasi, kegiatan ini antara lain meliputi :
-
Pameran,
ruang
pamer
merupakan
sarana
komunikasi
antara
masyarakat
/
pengunjung
dengan
materi
koleksi,
yang
dibantu
denganguide.
-
Pertemuan,
antara
pengelola
dengan
masyarakat
sebagai
penunjang kegiatan.
-
Administrasi.
|
24
2.1.7
Klasifikasi fasilitas
Pembagian fasilitas pada aktivitas yang ada dalam bangunan museum, dapat
dibagi menjadi 6, yaitu :
a. Fasilitas umum
Menampung segala aktivitas umum dalam museum sebelum memasuki
fasilitas yang lainnya.
b.
Fasilitas pameran
Menampung aktivitas utama berupa kegiatan pameran baik pameran tetap,
temporer maupun terbuka. Merupakan bagian yang terbesar.
c. Fasilitas administrasi
Menampung kegiatan
p
etugas administrasi mengelola ketenagaan,
keuangan, surat-menyurat, kerumahtanggaan, pengamanan, dan
registrasi koleksi.
d.
Fasilitas pendidikan
Menampung kegiatan pendidikan, pelayanan terhadap umum, yang mana
dibedakan dengan fasilitas pameran
e. Fasilitas penelitian dan perawatan koleksi
-
Menampung kegiatan penelitian baik di lapangan maupun dalam
museum sendiri
-
Menampung kegiatan perawatan dan penelitian keadaan koleksi
-
Menampung kegiatan perbaikan koleksi yang rusak, pembuatan tiruan
yang sah dan mempersiapkan koleksi untuk pameran.
f. Fasilitas servis
Menampung kegiatan perbaikan, pemeliharaan, kebersihan, pengawasan,
keamanan, dan utilitas.
Mohammad zakaria (2013).penggunaan dan kegiatan dalam
museum. Blog arsitektualr. diakses 25 februari 2013 dari
2.1.8
Persyaratan Umum
Persyaratan Berdirinya Museum
1. Lokasi yang Strategis
|
![]() 25
a.
Lokasi yang dipilih bukan untuk kepentingan pendirinya, tetapi
untuk masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, ilmuwan,
wisatawan dan masyarakat umum lainnya.
b.
Lokasi harus sehat
Lokasi yang tidak terletak di daerah industri yang banyak
pengotoran udara, bukan daerah yang berawan
atau tanah pasi,
elemen iklim yang berpengaruh pada lokasi itu antara lain :
kelembaban udara setidaknya harus terkontrol mencapai netral,
yaitu 55-65%.
2.
Persyaratan Bangunan
a.
Persyaratan umum yang mengatur bentuk ruang museum yang
bisa dijabarkan sebagai berikut :
Bangunan dikelompokan dan dipisahkan sesuai :
-
Fungsi dan aktivitasnya
-
Ketenangan dan keramaian
-
Keamanan
Pintu masuk (main entrance) utama diperuntukan bagi
pengunjung.
Pintu masuk khusus (service utama) untuk bagian pelayanan,
perkantoran, rumah jaga serta ruang-ruang pada bangunan
khusus.
Area semi publik terdiri dari bangunan administrasi termasuk
perpustakaan dan ruang rapat.
Area privat terdiri dari :
-
Laboratorium Konservasi
-
Studio Preparasi
-
Storage
-
office
Area publik/umum terdiri dari :
-
Bangunan utama, meliputi pameran tetap, pameran
temporer
dan peragaan.
|
![]() 26
-
Auditorium, keamanan, gift shop, cafetaria, ticket box,
penitipan barang, lobby/ruang istirahat, dan tempat parkir.
b.
Persyaratan Khusus
Bangunan utama, yang mewadahi kegiatan pameran tetap dan
temporer harus dapat :
-
Memuat benda-benda koleksi yang akan dipamerkan.
-
Mudah dalam pencapaiannya baik dari luar atau dalam.
-
Merupakan bangunan penerima yang harus memiliki daya
tarik sebagai bangunan utama yang dikunjungi oleh
pengunjung museum.
-
Memiliki sistem keamanan yang, baik dari segi konstruksi,
spesifikasi ruang untuk mencegah rusaknya benda-benda
secara alami ataupun karena pencurian.
Bangunan auditorium, harus dapat :
-
Memiliki bahan akustik yang baik, agar tidak membuat
kebisingan bagi area lain.
-
Memiliki sirkulasi jalan yang baik bagi pengunjung.
-
Dapat dipakai untuk ruang pertemuan, diskusi dan ceramah
Bangunan Khusus, harus :
-
Terletak pada tempat yang kering.
-
Mempunyai pintu masuk yang khusus.
-
Memiliki sistem keamanan yang baik (terhadap kerusakan,
kebakaran, dan pencurian).
Bangunan Administrasi, harus :
-
Terletak di lokasi yang strategis baik dari pencapaian umum
maupun terhadap bangunan lainnya.
3.
Persyaratan Ruang
Persyaratan ruang pada ruang pamer sebagai fungsi utama dari
museum. Beberapa persyaratan teknis ruang pamer sebagai berikut:
a.
Pencahayaan dan Penghawaan
-
Pencahayaan dan pengawaan merupakan aspek teknis utama
yang
perlu diperhatikan untuk membantu memperlambat
proses pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan koleksi
|
![]() 27
utama
kelembaban yang disarankan adalah 50% dengan suhu
21
C-26
C. Intensitas cahaya yang disarankan sebesar 50 lux
dengan meminimalisir radiasi ultra violet. Beberapa ketentuan
dan contoh
penggunaan cahaya alami pada museum sebagai
berikut
(Gambar 2.16 : Penggunaan Cahaya Alami pada museum)
Sumber : Buku kecil Tetapi Indah
-
Penggunaan cahaya Buatan
Penggunaan cahaya buatan perlu dipertimbangkan juga,
biasanyakita menggunakan cahaya buatan ini
tanpa adanya
kontrol.
Intensitas cahaya yang tidak terbatas akan merusak
koleksi, karena si objek akan menjadi kekeringan. Akibatnya
bisa menyebabkan pecah atau retak bagi benda koleksi,
khususnya bahan organik.
Lampu yang digunakan dalam ruang pameran sebaiknya
adalah lampu TL dan lampu pijar yang ditempatkan di dalam
vitrin. Sedangkan lampu yang digunakan di luar vitrin
hendaknya hanya diarahkan kepada benda koleksi yang
disajikan. Lampu TL yang digunakan harus ditutupi/dibatasi
oleh tutup VV.
Lampu-lampu TL yang digunakan untuk menyinari benda
yang peka cahaya seperti lukisan, kain-kain serta cetakan
berwarna lainnya sebaiknya berjarak ± 40cm. Lampu pijar
biasanya dapat memantulkan cahaya yang gemerlap jika
|
![]() 28
menyinari benda-benda yang berkilat sangat baik
digunakan
pada vitrin yang memamerkan batu-batu permata,perhiasan,dll.
Untuk menyajikan patung-patung batu yang besar atau patung
perunggu, peralatan dari besi atau mesin-mesin, selain
menggunakan lampu TL sebaiknya menggunakan lampu
spotlight dari sudut-sudut tertentu.
Direktorat permuseuman (1993/1994). Pedoman Teknis
Pembuatan Saranan Pameran Di Museum.
Jakarta :
Departemen pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan Proyek Pembinaan Permuseuman.
(Gambar 2.17 : Lampu TL yang dapat digunakan untuk menerangi benda-benda koleksi yang
datar pada dinding/panil)
Sumber : Buku Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran Di Museum Hal. 94
Untuk dapat menerangi sebuah permukaan dinding secara
merata, sumber cahaya tidak boleh berada lebih dekat daripada
seperempat perbandingan jarak dan tinggi tempat sumber
cahaya tersebut dipasang, sehingga bagian permukaan dinding
yang diterangi (akan) dapat diamati dengan jelas.
|
![]() 29
(Gambar 2.9 : Contoh pemasangan Lampu pada pameran tetap museum Bank Indonesia)
Sumber : Document Pribadi Rizki (2013:29)
b.
Ergonomi dan Tata Letak
Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan
mengapresiasi koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi turut
berperan. Berikut standar standar perletakan koleksi di ruang
pamer museum.
-
Ukuran Vitrin dan Panil
Ukuran vitrin dan panil tidak boleh terlalu tinggi ataupun
terlalu rendah. Tinggi rendahnya sangat relatif untuk patokan
disesuaikan dengan tinggi rata-rata orang Indonesia. Umpama
tinggi rata-rata orang Indonesia kira-kira antara 160cm s/d
170cm dan kemampuan gerak anatomi leher manusia kira-kira
sekitar 30°, gerak ke atas ke bawah atau kesamping maka
tinggi vitrin seluruhnya kira-kira 210cm sudah cukup alas
terendah 65-70cm dan tebal 50cm
ukuran dan bentuk vitrin
harus memperhitungkan juga ruangan dan bentuk bangunan
dimanan vitrine itu akan diletakkan.
Proyek pembinaan Permuseuman (1993/1994). Pedoman Tata
Pameran Di Museum.
Jakarta :
Departemen pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan.
|
![]() 30
(Gambar 2.18 : Ukuran Peletakan Panel Koleksi)
Sumber : Buku Pedoman Tata Pameran Di Museum
-
Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer
Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer harus dapat
menyampaikan informasi, membantu pengunjung memahami
koleksi yang dipamerkan. Penentuan jalur sirkulasi bergantung
juga pada alur cerita yang ingin disampaikan dalam pameran.
(Gambar 2.19 : sirkulasi Ruang pamer)
Sumber : Buku kecil Tetapi Indah
4.
Museum yang baik harus memperhatikan syarat-syarat yang dapat
memberikan jaminan akan terselenggaranya semua aktivitas museum
dengan baik. Dengan syarat sebagai berikut :
-
Museum harus mempunyai ruangan kerja bagi para konservator.
Dibantu oleh perpustakaan dan staff administrasi.
|
31
-
Museum harus mempunyai ruangan-ruangan untuk koleksi
penyelidikan (refrence collection)
yang disusun menurut sistem
dan metode yang khas bagi ilmu yang mencakup koleksi itu.
-
Museum harus mempunyai ruangan-ruangan untuk pameran tetap
(permanent exhibition) yang dapat memberikan kesempatan bagi
pameran yang instruktif, fungsionil dan dapat memenuhi syarat-
syarat yang diperlukan, sehingga setiap benda dapat ditempatkan
menurut arti dan fungsinya, mendapat tempat yang wajar sesuai
dengan nilai ilmiah atau sesuai dengan keindahan benda tersebut.
-
Museum harus mempunyai ruangan-ruangan untuk pameran
berkala (temporary exhibition) yang sifatnya lebih khusus, tetapi
lebih jelas dan sedapat mungkin diselenggarakan secara
konstruktif sehingga terasa manfaatnya bagi masyarakat.
-
Museum harus dilengkapi dengan laboratorium yang bertugas
mencari cara-cara merawat dan memelihara benda koleksi,
menghindarkan dari bahaya serangga, bahaya udara lembab dan
bahaya kehancuran lainnya.
-
Museum harus mempunyai studio dengan perlengkapan
pemotretan dan pembuatan alat-alat audio visual lainnya, studio
untuk membuat reproduksi, benda-benda koleksi atau untuk
memperbaiki benda koleksi yang rusak.
-
Museum harus mempunyai ruangan untuk bagian penerangan dan
pendidikan, yang dapat memberikan kesempatan kerja bagi
anggota staff ilmiah yang ditugaskan menyusun acara-acara
kunjungan, ceramah dan film, ruangan untuk menggambarkan
dan pekerjaan tangan lainnya.
-
Perpustakaan museum harus dilengkapi dengan apa yang disebut
alat-alat audio visual yang berupa slide film dan lain-lain.
-
Museum yang besar koleksinya harus sanggup menyelenggarakan
pameran keliling yang memamerkan benda-benda koleksinya ke
kota-kota lain, sehingga penikmatan seni dan ilmu pengetahuan
dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
Direktorat permuseuman (1999/2000). Kecil Tetapi Indah
pedoman pendirian museum.
Jakarta :
Departemen pendidikan
|
32
nasional direktorat jenderal kebudayaan proyek pembinaan
permuseuman.
2.1.9
Persyaratan fasilitas
a.
Ruang pameran tetap dan temporer (khusus) harus :
-
Dapat memuat benda-benda koleksi sesuai dengan sejarah yang
ada
-
Dapat menuntun pengunjung agar memahami dan mengerti
sejarah sesuai alur cerita dan sirkulasi yang baik dalam setiap
penyimpanan museum.
-
Memudahkan pengunjung
untuk melihat koleksi baik dari luar
atau dalam.
-
Memiliki
daya tarik sebagai bangunan utama yang dikunjungi
oleh pengunjung museum dan memiliki karakter serta ciri khas
dari museum kopi tersebut.
-
Memiliki sistem keamanan yang, baik dari segi konstruksi,
spesifikasi ruang untuk mencegah rusaknya
benda-benda secara
alami ataupun karena pencurian.
b.
Bangunan auditorium, harus dapat :
-
Memiliki akustik
yang baik dan tidak memberikan efek
kebisingan oleh ruangan lain.
-
Dapat dipakai untuk ruang pertemuan, diskusi dan ceramah.
-
Penempatan Proyektor dan tempat duduk harus memberikan
kenyamanan pengunjung saat menonton.
-
Memiliki sirkulasi yang baik bagi setiap penempatan kursi-kursi
agar tidak mengganggu jalannya pengunjung satu sama lainnya.
c. Bangunan Khusus (temporer), harus :
-
Memiliki tempat yang kering, bersih dan tidak lembab.
-
Mempunyai pintu masuk yang khusus.
Agar pengunjung dapat
membedakan ruang pamer temporer dengan ruang pamer tetap.
-
Memiliki sistem keamanan yang baik (terhadap kerusakan,
kebakaran, dan pencurian).
-
Sirkulasi antar furniture di sesuaikan dengan baik oleh ruang
khusus yang telah disediakan.
|
33
d.
Bangunan Administrasi, harus :
-
Terletak di lokasi yang strategis baik dari pencapaian umum
maupun terhadap bangunan lainnya.
-
Memiliki keterangan label sesuai dengan bagiannya, agar
memudahkan pengunjung untuk membedakan divisi masing-
masing.
2.2
Tinjauan Khusus
2.2.1
Sejarah dan perkembangan kopi
a. Berawal dari benua Afrika
Tanaman kopi diduga berasal dari benua afrika, tepatnya dari Negara
Ethiopia. Pada abad ke-9, seorang pemuda bernama Kaldi tidak
sengaja memakan biji mentah yang didapat dari semak belukar.
Kaldi merasakan perubahan yang luar biasa setelah memakan biji
tersbut, lalu dia menceritakan hal tersebut kepada warga sekitarnya
dan menyebar hingga ke berbagai daerah. Biji mentah yang dimakan
tersebut merupakan biji kopi (coffee bean) atau sering disingkat
dengan bean. Selain coffee bean atau bean, penyebutan lainnya
coffee, qawah, cafe, buni, mbuni, koffie, akeita, kafe, kava dan kafo.
Pada abad ke-10, biji kopi dimasukkan sebagai kelompok makanan
oleh beberapa suku di Ethiopia. Umumnya, mereka memasak biji
kopi bersama-sama dengan makanan pokok, seperti daging atau
ikan. Saat negara-negara Islam berjaya pada abad ke-15, penelitian
tentang kopi terus dilakukan.
Berdasarkan penelitian, kopi ternyata berpotensi sebagai obat-obatan
dan sebagai penahan rasa ngantuk. Setelah itu, para pedagang Islam
terus menyebarkan kopi ke daerah timur.
Pada abad ke-17, biji kopi dibawa ke India dan ditanam oleh
beberapa orang. Selanjutnya, seorang berkebangsaan Belanda tidak
sengaja melihat perkebunan kopi di India dan tertarik untuk
membudidayakannya. Berawal dari para pedagang dari Venezia, biji
kopi mulai menyebar ke seluruh Benua Eropa.
|
34
Pada tahun 1637, kedai kopi (coffee house) pertaman di benua Eropa
berada di Inggris.pada abad ke-
17, di inggris terdapat sebuah
kelompok atau jaringan kerja kusus wanita. Kelompok ini membuat
satu pernyataan bahwa wanita juga peminum kopi. Setelah
mengalami stagnasi di Inggris, kedai kopi (coffee house) merambah
ke negara-negara Eropa lainnya, seperti italia,jerman, dan perancis.
Selanjutnya, kopi menjadi sangat populer di seluruh dunia.
b.Masuknya Tanaman kopi ke Indonesia
Penyebaran tanaman kopi di Indonesia, khususnya di pulau Jawa
terjadi pada tahun 1700-an. Awalnya, seorang berkebangsaan
Belanda membawa tanaman kopi jenis arabika ke Botanic Garden di
Amsterdam, Belanda. Saat zaman penjajahan Belanda di Indonesia,
berbagai percobaan penanaman kopi jenis arabika dilakukan di pulau
Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Percobaab pertama dilakukan di
daerah Pondok Kopi, Jakarta. Setelah tumbuh dengan baik di sana,
tanaman kopi diaplikasikan di Jawa Barat (Bogor,Sukabumi, Banten,
dan Priangan Timur) dengan sistem tanam paksa. Setelah menyebar
ke Pulau Jawa, tanaman kopi disebar ke beberapa provinsi di Pulau
Sumatra dan Sulawesi. Setelah itu, timbul serangan penyakit karat
daun (coffee leaf rust) yang ditemukan di Srilangka pada tahun 1869.
Penyakit karat daun yang menyerang kopi jenis arabika ini
disebabkan oleh cendawan Hemileia vastatrix. Karena itu,
pemerintah Belanda mendatangkan jenis kopi baru, yaitu liberika.
Namun, setelah ditanam dan dipanen, produktivitas jenis liberika
justru terlalu rendah. Selanjutnya, pemerintah Belanda
mendatangkan jenis kopi robusta yang
berasal dari Kongo, Afrika
pada tahun 1900-an. Jenis kopi ini lebih tahan terhadap penyakit
karat daun dan memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan
dengan kopi jenis liberika. Pada tahun 1920-1n, pemerintah
mendirikan Balai Penelitian tanaman Kopi di Pulau jawa yang
bertugas mengembangkan dan meneliti kopi jenis arabika dan
robusta. Seiring dengan waktu dan perkembangan teknologi, kopi
|
35
jenis robusta dan arabika yang asli telah mengalami penyilangan dan
menghasilkan beberapa hibrida atau klon unggul.
Ir. Edy Panggabean. (2011). Buku Pintar Kopi. Jakarta : Pt. AgroMedia
Pustaka.
2.2.2
Jenis-Jenis Kopi
1.
Arabika
Awalnya jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah arabika,
lalu liberika dan terakhir kopi jenis robusta. Kopi jenis arabika
sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 1000-2100 meter
di atas permukaan laut(dpl).
Beberapa daerah penanaman jenis kopi arabika yang terkenal di
Indonesia, yaitu:
a.
Provinsi Sumatra Utara (Kabupaten Tapanuli Utara, kabupaten
Dairi, Kabupaten Tobasa, Kabupaten humbang, Kabupaten
Mandaling, dan Kabupaten Karo)
b.
Provinsi Aceh
c.
Provinsi Lampung
d.
Provinsi Sulawesi, Jawa, dan Bali.
2.
Robusta
Tanaman kopi jenis robusta memiliki adaptasi yang lebih baik
dibandingkan dengan kopi jenis arabika. Kopi robusta dapat tumbuh
di ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi
perkebunan arabika.
3.
Liberika
Dahulu, kopi liberika pernah dibudidayakan di Indonesia, tetapi
sekarang sudah ditinggalkan pleh pekebun atau petani dikarenakan
bobot biji kopi keringnya hanya sekitar 10% dari bobot kopi basah.
Selain itu rendeman biji kopi liberika yang rendah merupakan salah
satu faktor tidak berkembangnya jenis kopi leberika di Indonesia.
Rendeman kopi liberika hanya sekitar 10-12%.
|
36
Ir. Edy Panggabean. (2011). Buku Pintar Kopi. Jakarta : Pt.
AgroMedia Pustaka
2.2.3
Syarat dan Lokasi tumbuh tanaman Kopi
Tanaman kopi dapat tumbuh dengan baik apabila faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pemeliharaan tanaman dapat
dioptimalkan dengan baik. Berikut ini beberapa syarat pertumbuhan
kopi secara umum:
1.
Varietas atau klon Unggul
Setiap daerah memiliki varietas dan klon yang berbeda-beda.
Artinya, suatu klon unggul yang baik di suatu daerah belum tentu
hasilnya optimal jika ditanam di daerah lainnya.
2.
Tanah
Tanah digunakan sebagai media tumbuh tanaman kopi. Salah satu
ciri tanah yang baik adalah memiliki lapisan topsoil yang tebal. Rata-
rata pH tanah 5-7
3.
Iklim
a. Curah hujan
Curah hujan mempengaruhi pembentukan bungan hingga menjadi
buah.
-
Arabika, jumlah curah hujan yang masih bisa ditolerir sekitar
1,000-1,500 mm/tahun.
-
Robusta Maksimum 2,000 mm/tahun.
b. Suhu
Selain curah hujan, suhu lingkungan memegang peranan penting
untuk pembentukan bunga menjadi buah.
-
Kopi Arabika suhu rata-rata 16-22°C.
-
Kopi Robusta suhu rata-rata 20-28°C
c. Angin
Sebelum mulai menanam kopi, petani perlu memerhatikan kondisi
topografi wilayah.
-
Arabika tumbuh di ketinggian di atas 1,000 meter dpl, biasa
kondisi angin yang bertiup cukup kuat. Karena itu, gunakan
|
37
tanaman pelindung. Tujuannya, untuk menahan angin yang
cukup kencang.
-
Robusta dapat tumbuh di ketinggian yang lebih rendah dari
arabika sehingga kondisi angin yang bertiup tidak terlalu kuat
dan tidak membutuhkan tanaman pelindung. (Rizki, 2013: 24)
4.
Ketinggian tempat
a. Arabika
Ketinggian tempat untuk perkebunan kopi arabika sekitar 1,000-
2,100 meter dpl. Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi arabika,
asa atau karakter kopi yang dihasilkan menjadi semakin baik dan
enak.
b. Robusta
Ketinggian tempat yang optimal untuk perkebunan kopi robusta
sekitas 400-1,200 meter dpl.
2.2.4
Metode pengolahan Buah Kopi
Kualitas kopi yang baik hanya dapat diperoleh dari buah yang telah
masak dan melalui pengolahan yang tepat. Buah kopi yang baru panen
harus segera diolah, dikarenakan buah kopi mudah rusak dan
menyebabkan perubahan cita rasa pada seduhan kopi.
Pengolahan buah kopi dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.Pengolahan Metode Kering
Tahapan metode kering relatif pendek dan sederhanan. Karena itu
pengolahan biasanya dilakukan jika jumlah panen kopi masih
terbatas atau belum tersedianya alat yang memadai.
Prosesnya pengolahan metode kering yaitu :
a.
Pemetikan dan sortasi buah
b.
Pengeringan buah
-
Pengeringan tradisional (penjemuran
-
Pengeringan Mekanis
c.
Pengupasan kulit buah (pulping)
d.
Pengeringan biji
e.
Pengupasan kulit tanduk (hulling)
f.
Pengupasan kulit ari
|
38
g.
Pengeringan Akhir
h.
Sortasi biji
i.
Pengemasan
j.
Penyimpanan
k.
Pendistribusian
2.Pengolahan Metode Basah
Pengolahan metode basah hanya digunakan untuk buah kopi yang
sudah masak penuh atau berwarna merah hingga kehitam-hitaman.
Pengolahan dengan cara basah dapat menghasilkan keseragaman dan
mutu kopi yang baik. Namun, jika pengolahannya tidak tepat,
beresiko merusak cita ras kopi menjadi fermented atau stinky.
Prosesnya pengolahan metode basah yaitu :
a.
Pemetikan buah dan sortasi
b.
Pengupasan kulit buah (pulping)
c.
Fermentasi
-
fermentasi basah
-
fermentasi kering
d.
Pengeringan
e.
Pengupasan kulit Tanduk (hulling)
f.
Pengemasan dan penyimpanan
Pudji Rahardjo. (2012). Panduan Budi Daya dan Pengolahan
Kopi Arabika dan Robusta. Jakarta : Penebar Swadaya.
2.2.5
Local Content
Local content
yang diterapkan dalam proyek Museum kopi Indonesia
menggunakan kayu, dikarenakan kayu pun termaksut hasil alam
Indonesia yang tumbuh di berbagai hutan Indonesia, seperti jati,
merbau, bingkirai, kamper, meranti, mahoni, sungkai, sonokeling, dan
kayu kelapa. Masing-masing kayu
ini dikenal karena kekuatan,
keawetan, keunikan serat dan warnanya.
Berbagai material kayu ini merupakan pilihan dari berbagai daerah di
Indonesia dengan karakter yang berbeda, yaitu :
|
![]() 39
1.
Kayu Jati berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur
Kayu jati memiliki serat dan tekstur paling indah, karakteristik
stabil, kuat dan tahan lama.
(Gambar 2. 20 : kayu jati)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
2.
Kayu sungkai, mahoni, sonokeling berasal dari pulau Jawa,
-
Mahoni teksturnya sukup halus, seratnya indah dan berwarna
merah muda sampai merah tua. Ditanam ditepi jalan sebagai
tanaman pelindung.
(Gambar 2.21 : kayu Mahoni)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
-
Sonokeling memiliki serat kayu yang sangat indah, berwarna
ungu bercoret-coret hitam, atau hitam keunguan berbelang coklat
kemerahan. Karakteristik kuat dan awet, sebagai material
kontruksi bangunan
(Gambar 2.22 : kayu Sonokeling)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
|
![]() 40
-
Sungkai tekstur cukup halus, serat indah dan berwarna kuning
pucat. Digunakan sebagai elemen dekoratif. Berdiameter tidak
terlalu besar.
(Gambar 2.23 : kayu Sungkai)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
3.
Kayu bangkirai, kamper dan meranti berasal dari Kalimantan,
-
Bingkirai jenis kayu yang cukup awet dan kuat, sifat keras
disertai tingkat ketegasan yang tinggi sehingga muncul retak-
retak dipermukaan. Sering digunakan sebagai material kontruksi
berat seperti atap kayu. Karakteristik tahap terhadap cuaca.
(Gambar 2.24 : kayu Bangkirai)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
-
Kamper jenis kayu yang tahan lama, memiliki serat kayu yang
halus dan indah. Dijadikan bahan pembuat pintu, panil dan
jendela. Karakteristik tidak setegas bangkirai dan retak rambut
jarang ditemui.
(Gambar 2.25 : kayu Kamper)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
|
![]() 41
-
Meranti jenis kayu keras, warna merah muda, tua hingga merah
muda pucat. Bertekstur tidak terlalu halus, tidak begitu tahan
terhadap cuaca.
(Gambar 2.26 : kayu Meranti)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
4.
Kayu kelapa berasal dari Sulawesi,
Kayu kelapa berwarna coklat gelap, bagian dari pohon kelapa
adalah serat/fiber yaitu berbentuk garis pendek-pendek. Tidak
terdapat alur serat dan serat mahkota.
(Gambar 2.27 : kayu kelapa sulawesi)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
5.
Kayu merbau berasal dari papua
Merbau termaksud jenis kayu yang sukup keras dan stabil sebagai
alternatif pembanding dengan kayu jati. Karakteristik nya tahan
terhadap serangga, memiliki tekstur serat garis terputus-putus.
Pohon merbau tumbuh subur di Indonesia.
(Gambar 2.28 : kayu Merbau)
Sumber : http://www.sari-jati.com/kayu.html
|
42
2.2.7
Green Design
Dalam perancangan desaininterior museum kopi Indonesia
memasukkan green design di dalamnya yaitu dengan
menggunakkan pencahayaan LED yang hemat energi dan bertahan
dalam jangka waktu lama sehingga lebih meminimalisasikkan
secara penggunaanya, penghawaan yang digunakan selain dari
penghawaan buatan sebagian ruangan yang mendapatkan
penghawaan alami yang baik dibuat secara terbuka dengan
pemasangan jendela agar meminimalisasikan pemakaian AC.
Selain itu penggunaan finishing pada material kayu yang
dijadikkan juga sebagai local conten menggunakkan finishing PU
(Polyurethane) karena merupakkan jenish finishing yang ramah
lingkungan.
|