4
LANDASAN TEORI
2.1
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu ilmu yang
diterapkan pada dunia kerja yang bertujuan memberikan jaminan kesehatan
dan keselamatan saat bekerja kepada para pekerja. Pekerja sebagai SDM
tidak lepas dari permasalahan-permasalahan terkait kesehatan dan
keselamatan kerja (Lestari, 2007, p. 73). Kesehatan dan keselamatan kerja
tentunya tidak dapat dilepaskan dari dunia kerja khususnya bidang
manufaktur dan jasa.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan gabungan dari kata
kesehatan, keselamatan dan kerja yang masing-masing memiliki makna yang
berbeda. Kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 (Perdhaki,
2009, p. 2) adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Keselamatan sendiri memiliki arti terbebas dari celaka atau
hampir celaka. Sedangkan kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah kegiatan melakukan sesuatu yang dilakukan untuk mencari
nafkah. Keselamatan dan Kecelakaan Kerja (K3) adalah suatu program yang
dibuat pekerja maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan
antisipatif apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Lestari, 2007,
p. 73).
Menurut Joint Committee ILO dan WHO, pengertian kesehatan dan
keselamatan kerja adalah:
Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of the
highest degree of physical, mental and social well-being of all occupation;
the prevention among workers of departures from health caused by their
working conditions; the protection of workers in their employment from risk
resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the
worker in an occupational environment adapted to his physiological and
psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man
and each man to his job.
Berdasarkan Depnaker RI tahun 2005 (Syaaf, 2008, pp. 8-9),
pengertian K3 adalah segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan
dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi terjadinya
kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkan identifikasi, analisa, dan
pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan
tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
2.1.1
Pengertian Kecelakaan Kerja
Kecelakaan merupakan sebuah kejadian takterduga yang
menyebabkan cidera atau kerusakan. Dalam kecelakaan kerja juga sering
disinggung mengenai bahaya dan risiko. Bahaya adalah sesuatu yang
berpotensi menyebabkan cidera atau luka, sedangkan risiko merupakan
kemungkinan kecelakaan akan terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan
(Ridley, 2008, p. 113).
Kecelakaan bukan terjadi, tapi disebabkan oleh kelemahan dari
pemilik usaha, pekerja atau keduanya. Kecelakaan dalam dunia kerja dapat
|
![]() 5
menimbulkan banyak akibat, oleh sebab itu dibutuhkan pencegahan
kecelakaan kerja yang bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya
kecelakaan hingga mutlak minimum. Adapun prosedur pencegahan
kecelakaan kerja tersebut antara lain ( (Ridley, 2008, p. 113):
-
Mengidentifikasi bahaya
-
Menghilangkan bahaya
-
Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya
tidak dapat dilakukan.
-
Melakukan penilaian risiko residual.
-
Mengendalikan risiko residual.
2.1.2
Sebab dan Akibat Kecelakaan Kerja
Kecelakaan bukanlah suatu peristiwa tunggal, melainkan hasil
serangkaian penyebab yang saling berkaitan. Menurut teori domino Heinrich,
jika satu domino jatuh maka akan menimpa domino-domino lainnya hingga
domino terakhir terjatuh, yaitu kecelakaan. Jika salah satu domino (sebab)
dapat dihilangkan, seperti melakukan tindakan keselamatan kerja yang benar,
maka tidak akan ada kecelakaan (Ridley, 2008, p. 114).
Sumber: (Freivalds, 2009, p. 320)
Gambar 2.1 Teori Domino
Beberapa contoh tipikal penyebab kecelakaan kerja adalah (Ridley,
2008, p. 114):
-
Situasi kerja; pengendalian manajemen yang kurang, standar kerja yang
minim, tidak memenuhi standar, serta perlengkapan yang gagal atau
tempat kerja yang tidak mencukupi.
-
Kesalahan orang; keterampilan dan pengetahuan yang minim, masalah
fisik atau mental, motivasi yang minim atau salah penempatan, serta
perhatian yang kurang.
-
Tindakan tidak aman; tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui,
mengambil jalan pintas, serta menyingkirkan atau tidak menggunakan
perlengkapan keselamatan kerja.
-
Kecelakaan; kejadian yang tidak terduga, akibat kontak dengan mesin
atau listrik yang berbahaya, terjatuh, serta terhantam mesin atau material
jatuh, dan sebagainya.
Kecelakaan sendiri akan mengakibatkan cidera atau kerusakan bagi
pekerja dan pemilih usaha. Adapun kerugian yang didapatkan akibat
kecelakaan antara lain (Ridley, 2008, p. 113 & 115):
-
Terhadap pekerja; sakit dan penderitaan, kehilangan pendapatan,
kehilangan kualitas hidup, pengaruh terhadap keluarga dan pribadi.
-
Terhadap pemilik; kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi, kerugian
produksi, kemungkinan proses pengadilan, waktu yang terbuang untuk
penyelidikan, dan yang terburuk biaya untuk proses hukum.
|
![]() 6
2.2
Diagram Pareto
digunakan untuk menampilkan hasil penting dari
hubungan dari masalah atau situasi serta untuk memisahkan kecil dan
besarnya prioritas masalah tersebut (critical result) (Shahin,
Arabzad, &
Ghorbani, 2010, p. 189). Jangkauan dari penggunaan Diagram Pareto yaitu
mengeliminasi kejadian penyebab masalah, menghilangkan sumber biaya
terbesar, dan menganalisis frekuensi dan permasalahan yang penting
(Skotnicka-Zasadzien & Bialy, 2011, p. 52).
Analisis dengan menggunakan metode Pareto
merupakan teknik
statistik yang digunakan dalam pengambilan keputusan berdasarkan pilihan
tugas yang menghasilkan efek keseluruhan yang signifikan dalam jumlah
yang terbatas. Teknik ini merupakan salah satu cara yang paling umum
digunakan dan mudah dalam penerapannya. Analisis Pareto
merupakan
metodologi yang relatif sederhana ketika diharuskan mencoba menentukan
faktor yang memiliki dampak paling besar dari suatu masalah (Talib, 2010, p.
158).
Diagram Pareto
digunakan ketika (Shahin, Arabzad, & Ghorbani,
2010, p. 189):
1.
Melakukan pengukuran atau analisis fase siklus perbaikan secara terus
menerus.
2.
Ingin berkonsentrasi terhadap suatu upaya dan sumber-sumber daya.
Sumber: (Fouad & Mukattash, 2010, p. 695)
Gambar 2.2 Diagram Pareto
2.3
Ishikawa Chart
atau yang sering disebut dengan diagram fishbone
merupakan sebuah diagram yang pada dasarnya menggambarkan korelasi
kejadian yang menjadi penyebab dari suatu permasalahan
(Hekmatpanah,
2011, p. 10901). Ishikawa Chart merupakan alat untuk mengidentifikasi akar
penyebab masalah. Diagram ini memiliki tulang utama (main bone) dimana
penyebab utama dari masalah terhubung. Setiap penyebab utama tersebut
mungkin memiliki beberapa cabang atau tulang lainnya yang
merupakan
penyebab dari masalah utama tersebut (Bilsel, 2012, p. 138).
Diberikan nama Ishikawa Chart berdasarkan perintis pertama diagram
ini, Kaoru Ishikawa seorang ahli pengendalian kualitas Jepang pada tahun
|
![]() 7
1960-an (Hekmatpanah, 2011, p. 10900). Beberapa manfaat dari diagram ini
adalah membantu menemukan akar permasalahan atau kualitas karateristik
dengan menggunakan pendekatan terstruktur, mendorong kontribusi
berkelompok dan memanfaatkan pengetahuan dari kelompok informasi
tersebut, dan mengidentifikasi bagian dari data yang harus dikumpulkan
untuk dipelajari lebih lanjut (Hekmatpanah, 2011, p. 10901).
Ishikawa Chart berguna dalam (Hekmatpanah, 2011, p. 10900):
1.
Menganalisa kondisi aktual untuk perkembangan kualitas produk dan
servis, penggunaan sumber daya yang lebih efisien, dan pengurangan
biaya.
2.
Menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk atau
servis dan keluhan pelanggan.
3.
Standarisasi operasi yang ada dan operasi usulan.
4.
Pendidikan dan pelatihan personil dalam aktivitas pengambilan keputusan
dan aksi pembenaran.
Sumber: (Bilsel, 2012, p. 138)
Gambar 2.3 Ishikawa Chart
2.4
Lost Time Injury/Diseases
merupakan kejadian yang mengakibatkan
kematian, cacat permanen, kehilangan waktu bekerja selama satu hari atau
lebih yang diakibatkan kecelakaan kerja (Australian Standard, 1990, p. 6).
LTFR merupakan salah satu metode analisis untuk menilai level kesehatan
dan keselamatan di tempat kerja secara silang antara aturan, pelatihan, dan
tingkah laku (Geldart, Smith, Shannon, & Lohfeld, 2010, p. 562).
Lost Time Injury Frequency Rate
atau yang sering disingkat
LTIFR/LTFR merupakan jumlah waktu yang hilang akibat cedera atau
kecelakaan kerja per satu juta jam kerja pekerja. Untuk menghitung rasio
jumlah cedera atau kecelakaan kerja yang mengakibatkan lost time
per satu
jam kerja pekerja, maka rumusnya adalah sebagai berikut (Commonwealth of
Australia , 2012)
:
Dalam menghitung rasio insidensi dari suatu perusahaan, OSHA
merekomendasikan perhitungan untuk menampilkan statistik incidence rate
(IR) per 100 full time pekerja setiap tahunnya (Freivalds, 2009, p. 334):
IR = 200.000 x I/H
|
8
Dimana:
I
= Jumlah cedera dalam periode waktu tertentu
H
= Jam kerja pekerja dalam periode waktu yang sama
Dapat dikatakan bahwa, incidence rate
merupakan jumlah kejadian
atau kecelakaan kerja yang dapat berupa cedera atau sakit setiap 100 orang
pekerja yang dipekerjakan (Mayendra, 2009, p. 16).
2.5
Produktivitas berkaitan dengan penggunaan input secara efektif guna
menghasilkan output
(Sundjoto, 2008, p. 57). Produktivitas mengandung
pengertian sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan
sumber daya yang digunakan secara keseluruhan (input). Terdapat dua
dimensi di dalam produktivitas, yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas
yang dimaksud lebih mengarah kepada pencapaian kerja yang maksimal,
sedangkan efisiensi berkaitan dengan perbandingan sumber daya yang
digunakan dengan realisasi penggunaan atau bagaimana pekerjaan dilakukan
(Agustini, 2012, p. 4).
Produktivitas adalah keinginan dan upaya manusia untuk selalu
meningkatkan kualitas dan penghidupan di segala bidang (Suhartini, 2007, p.
166). Produktivitas dinilai dengan melihat baik tidaknya pekerjaan yang
telah dilakukan yang didasari oleh faktor-faktor penting dalam terlaksananya
pekerjaan, seperti (Suhartini, 2007, pp. 166-167):
1.
Kualitas kerja, yaitu kemampuan dalam menyelesaikan tugas secara tepat
waktu disertai dengan ketelitian dalam bekerja.
2.
Kuantitas kerja, yaitu hasil yang didapatkan dengan memperhatikan
kecepatan dalam bekerja.
3.
Kemampuan kerja, yaitu lamanya hasil kerja yang dicapai dengan
pengawasan yang maksimum.
4.
Pengetahuan kerja, pengetahuan akan teknis kerja seperti pemahaman
prosedur kerja dan penggunaan alat.
5.
Hubungan kerja, yaitu sikap dan perilaku terhadap sesama pekerja atau
teman maupun terhadap atasan.
6.
Keselamatan kerja, mempengaruhi efektivitas kerja jika tidak
diperhatikan. Merupakan aktivitas dari pekerja dalam operasional
perusahaan. Keselamatan kerja yang dimaksud seperti mengurangi
kecelakaan baik pada dirinya sendiri maupun pada lingkungan kerja.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dapat
dikategorikan menjadi dua klasifikasi (Patil, 2011, p. 194):
1.
Faktor External, yaitu faktor dari luar perusahaan seperti infrastruktur,
ketersediaan keuangan, tenaga, air, transportasi dan komunikasi, politik,
sosial dan ekonomi.
2.
Faktor Internal, merupakan faktor yang berasal dari dalam perusahaan.
Terbagi ke dalam dua klasifikasi:
a.
Faktor statis, sulit untuk diubah termasuk peralatan kerja,
pabrik, bahan baku, energi, produk, teknologi, dan lain-lain.
b.
Faktor dinamis, termasuk di dalamnya tenaga kerja, manajemen
pelatihan, standar operasi, struktur organisasi perusahaan dan budaya
kerja.
Produktivitas kerja merupakan perbandingan dari hasil (output) dari
pekerja dengan satuan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu
|
![]() 9
produk tersebut (Widhayanti, 2004, p. 8). Produktivitas kerja dapat
dirumuskan sebagai berikut (Widhayanti, 2004, p. 9):
2.6
Siklus PDSA
Siklus PDSA merupakan sebuah siklus yang digunakan untuk
menguji perubahan dengan mengembangkan rencana untuk menguji
perubahan (Plan), melaksanakan tes atau uji coba (Do), mengamati dan
belajar dari konsekuensi (Study), dan menentukan apa yang harus dilakukan
perubahan dan modifikasi untuk menerapkan perubahan
(Act)
(Institute for
Healthcare Improvement, 2011).
PDSA pada intinya dilakukan untuk
menguji hasil uji coba perubahan dan menilai dampaknya. Uji coba
perubahan dengan siklus ini mungkin saja tidak memenuhi keinginan, oleh
sebab itu lebih aman dan lebih efektif jika uji coba dilakukan dalam skala
kecil sebelum dilakukan penerapannya di semua bagian. Hal-hal yang
dilakukan perubahan dan dilakukan uji coba perubahan pada dasarnya
berkaitan dengan pengurangan biaya, waktu, dan risiko dari sebuah pekerjaan
(Institute for Innovation and Improvement, 2008).
Adapun empat tahapan dalam siklus PDSA adalah sebagai berikut
(Institute for Innovation and Improvement, 2008):
1.
Plan, merupakan tahapan perencanaan perubahan yang akan diuji coba
dan diterapkan.
2.
Do, melakukan uji coba atau perubahan.
3.
Study, mempelajari dan mengevaluasi data sebelum dan setelah
perubahan serta merefleksikan apa yang telah dipelajari.
4.
Act, merencanakan siklus perubahan berikutnya atau implementasi
penuh.
Sumber: (Institute for Innovation and Improvement, 2008)
Gambar 2.4 Siklus PDSA
2.7
Pengertian Sistem Informasi
Sistem adalah kumpulan dari beberapa komponen sistem yang saling
berkaitan yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai beberapa hasil
(Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 6). Sistem informasi merupakan
|
![]() 10
sekumpulan dari komponen yang saling terkait yang melakukan aktivitas
mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan memberikan output
berupa
informasi yang diperlukan untuk kepentingan bisnis (Satzinger, Jackson, &
Burd, 2010, pp. 6-7)
2.8
System Development Life Cycle
Proyek merupakan sebuah usaha perencanaan yang memiliki sebuah
awal dan akhir dan memiliki hasil atau produk yang sesuai dengan keinginan.
Pada dasarnya, tujuan dari sistem pengembangan proyek adalah
menggambarkan sebuah usaha perencanaan yang menghasilkan sebuah
sistem informasi baru. Terkadang sistem pengembangan proyek sangat besar,
menghabiskan banyak waktu dari banyak pekerja, dan memakan waktu
hampir bertahun-tahun. Agar sistem pengembangan proyek berhasil,
pengembang sistem harus memiliki sebuah perencanaan yang harus diikuti.
Salah satu dari kunci yang menjadi konsep dasar pengembangan sistem
informasi disebut dengan system development life cycle
(SDLC)
(Satzinger,
Jackson, & Burd, 2010, p. 38).
Dalam siklus hidup sebuah sistem, di awali dari ide yang kemudian di
disain, di bangun, dijalankan selama pengembangan proyek, dan terakhir
dimasukkan ke dalam proses dengan tujuan untuk mendukung proses bisnis.
Pada saat ini, banyak pendekatan dalam pengembangan SDLC. Beberapa
model pengembangan sistem telah digunakan sejak lama dengan rasio
kesuksesan yang bervariasi. Seiring berkembangnya dunia informasi dan
teknologi, pendekatan yang baru dan unik dalam membangun sistem
bermunculan, tentunya dengan rasio kesuksesan yang bervariasi juga
(Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, pp. 39-40).
SDLC memiliki pilihan pendekatan dalam penggunaannya tergantung
dari proyek yang dibangun. Salah satunya pendekatan secara prediktif dan
adaptif. Sebuah pendekatan prediktif dalam
SDLC mengasumsikan bahwa
pengembangan proyek dapat direncanakan dan diatur lebih lanjut, dan sistem
informasi yang baru dapat dikembangkan sejalan dengan perencanaan.
Pendekatan prediktif berguna untuk membangun sistem yang dapat
dimengerti dan didefinisikan secara baik serta memiliki risiko kecil dalam hal
teknis. Sedangkan sebuah pendekatan adaptif dalam SDLC digunakan ketika
kebutuhan pasti yang diperlukan oleh pengguna tidak dapat dimengerti
dengan baik (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 40).
Dalam pengembangan SDLC, terdapat beberapa kelompok tahapan
yang masing-masing memiliki kegiatan yang berbeda. Tahapan tersebut
diantaranya project planning activities, analysis activities, design activities,
implementation activities, dan support phase
(Satzinger, Jackson, & Burd,
2010, p. 40).
Sumber: (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 40)
Gambar 2.5 Information system development phases
|
11
Dalam tahapan project planning activities, aktivitas yang dilakukan
yaitu merencanakan, mengatur, dan menjadwalkan proyek. Pada tahapan
analysis activities, aktivitas yang dilakukan fokus kepada mengerti
permasalahan bisnis yang harus diselesaikan dan mengartikan kebutuhan
bisnis. Pada tahapan design activities, memiliki tugas dalam membangun
sistem yang baru dengan menggunakan kebutuhan yang telah diterjemahkan
oleh pengembang ke dalam struktur program dan algoritma. Tahapan
keempat yaitu implementation activities, dimana merupakan tahapan penting
dalam membangun sebuah sistem. Setelah keempat tahapan dijalankan secara
benar, maka dibutuhkan tahapan akhir yaitu support phase. Support phase
memiliki aktivitas melakukan pembaruan dan memelihara sistem setelah
dijalankan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 40).
2.9
Object Oriented Analysis and Design
Merupakan proses desain yang berbasis object
oriented
dalam
merancang sistem yang berfungsi untuk menjembatani antara kebutuhan
pengguna dengan pemrograman yang dilakukan di dalam sistem. Metode
analisis ini merupakan proses pengembangan sistem informasi yang di
dalamnya terdiri dari kumpulan beberapa model Unified Modeling Language
(UML). Sistem analisis berbasis OOAD mempersiapkan seseorang untuk
merancang dan mengembangkan sistem yang dibuat mulai dari blueprint,
sampai dengan perancangan kode (coding) secara terstruktur (Satzinger,
Jackson, & Burd, 2010, p. 388). Dalam OOAD, terdapat beberapa konsep
perancangan sistem yang diantaranya sebagai berikut:
2.9.1
Requirement Analysis
Suatu proses bisnis merupakan suatu alur objek yang saling
berhubungan, seperti antar pelanggan dan pemesanan, permintaan dan
produk, yang nantinya kemudian akan digambarkan ke dalam data dan
komponen dalam sistem informasi. Data tersebut merupakan kunci untuk
menentukan kebutuhan dari sistem informasi (Satzinger, Jackson, & Burd,
2010, p. 176). Analisis kebutuhan digambarkan ke dalam model yang
mengidentifikasi aktivitas objek. Model tersebut adalah:
1.
Activity Diagram
Workflow
merupakan sebuah urutan dari langkah-langkah proses
yang menangani sebuah transaksi bisnis atau permintaan pelanggan. Alur
kerja dapat saja sederhana atau rumit. Alur kerja yang rumit bisa
memiliki banyak langkah-langkah proses didalamnya. Sebagian besar,
seorang analis akan bergantung pada ingatan dan pengertian akan alur
kerja, dan digambarkan ke dalam diagram. Keunggulan dari penggunaan
diagram yaitu dapat menggambarkan dengan baik proses dari alur kerja
tersebut serta menjadikan sebuah kekuatan untuk mekanisme komunikasi
antara proyek tim dan pengguna (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p.
141).
Diagram yang pada umumnya digunakan adalah flowcharts, data
flow diagrams, dan activity diagrams. Banyak analis menggunakan
diagram alur kerja yang disebut diagram aktivitas (activity diagram).
Diagram aktivitas merupakan sebuah alur kerja yang sederhana yang
menggambarkan aktivitas berbagai pengguna atau sistem, orang yang
melakukan aktivitasnya, dan aliran berurutan dari aktivitas tersebut.
Diagram aktivitas merupakan salah satu diagram dari Unified Modeling
|
12
Language Diagrams (UML) terkait dengan pendekatan yang berorientasi
objek, tetapi dapat digunakan dengan banyak pendekatan dalam
pengembangan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 141).
2.
Event Table
Dalam mengidentifikasi use cases dengan teknik dekomposisi,
diperlukan penggunaan event di dalamnya. Terdapat tiga jenis dari event,
yaitu external events, temporal events, dan state events (internal events).
External event
adalah sebuah kegiatan yang terjadi diluar sistem,
biasanya diprakarsai oleh aktor luar. Temporal event
adalah kegiatan
yang terjadi sebagai hasil dari pencapaian di suatu saat dan hanya
sementara. Sedangkan state event
yaitu sebuah kegiatan yang terjadi
ketika sesuatu hal terjadi di dalam sistem yang memicu kebutuhan dalam
pengolahan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, pp. 163-165).
Sebuah event table di dalamnya terdapat baris dan kolom, yang
menggambarkan kegiatan-kegiatan dan penjelasannya masing-masing.
Masing-masing baris di dalam event table
mencatat informasi mengenai
sebuah event
dan hal tersebut adalah use case. Masing-msing kolom
dalam event table merupakan sebuah kunci informasi mengenai event dan
use case (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 168).
3.
Use Case Diagram
Use case merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan oleh sistem,
biasanya menanggapi permintaan yang diinginkan oleh pengguna sistem.
Dokumentasi dari use case disebut use case diagram. Use case diagram
merupakan sebuah model grafik yang menyimpulkan informasi mengenai
para pelaku sistem dan use cases. Untuk melakukan analisis use case,
seorang pengembang sistem harus melihat secara keseluruhan sistem dan
mencoba
untuk mengidentifikasi keseluruhan dari fungsi utama
(Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, pp. 243-244).
4.
Use Case Description
Daftar
Use case
dan event table
telah memberikan gambaran
untuk semua use cases
dalam sebuah sistem. Perincian informasi
mengenai masing-masing use case digambarkan oleh use case
description. Use case description
mencatat dan mendeskripsikan proses
secara rinci untuk sebuah use case (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p.
171).
5.
Domain Class Diagram
Domain class diagram
berfungsi untuk memperlihatkan kelas-
kelas dari objek pada sebuah sistem dimana kelas tersebut berisikan
entitas yang kemudian memiliki fungsi satu sama lain dan berhubungan.
Dalam gambar domain class diagram, bagian atas dari kotak kelas
merupakan nama kelas dan kotak dibawahnya merupakan atribut dari
kelas. Nantinya masing-masing kelas memiliki asosiasi dengan kelas
lainnya (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 187).
6.
Activity-Data Matrix
Merupakan matrix
yang menggambarkan kebutuhan akses
aktivitas ke dalam data atau objek. Di dalam matrix
ini, terdapat daftar
aktivitas dan data entities (kelas dari objek). Identifikasi akses aktivitas
disimbolkan dalam empat simbol, C (create) untuk membuat data baru,
R (read) untuk membaca data, U (update) aktivitas untuk mengubah
data,
dan D (delete) aktivitas untuk menghapus data. Jadi, akronim
|
13
CRUD sering digunakan dalam matrix
ini (Satzinger, Jackson, & Burd,
2010, p. 231).
7.
State Machine Diagram
State Machine Diagram
bertujuan untuk memelihara informasi
mengenai status dari objek. Dalam SMD, ada dua hal penting yang
berkaitan. Pertama, state
yaitu kondisi dari objek yang dapat aktif jika
mengalami beberapa kriteria seperti performa, tindakan, atau kegiatan
menunggu. Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa state
merupakan
kondisi status dari objek. Contoh dari status objek seperti sedang dalam
perbaikan, menambah item
order baru, dan lain sebagainya.
Kedua,
transition
merupakan perpindahan status objek dari state
satu ke state
lainnya. Misalkan status awal objek off, dengan adanya transisi
menjadikan status tersebut menjadi on
(Satzinger, Jackson, & Burd,
2010, p. 260).
8.
System Sequence Diagram
SSD merupakan sebuah tipe dari diagram interaksi. Sama halnya
dengan use case diagram, SSD memperlihatkan interaksi antara personal
dengan sistem. Jika pada use case
aktor diartikan menggunakan sistem,
pada SSD menjelaskan bagaimana aktor berinteraksi dengan sistem
dengan cara memasukkan data dan mendapatkan data sebagai output dari
reaksi sistem terhadap masukan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, pp.
252-253).
9.
Storyboard
Merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menampilkan
alur dari tampilan, menjelaskan sebuah urutan sketsa dari tampilan layar
selama proses dialog atau transaksi bisnis berlangsung. Dalam
menggambarkannya, aktor tidak harus
menjelaskannya secara rinci
(Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 546).
2.9.2
Design System
1.
First-Cut Class Diagram
Merupakan lanjutan dari perancangan kelas yang dikembangkan
dari domain class diagram. Aktivitas yang dilakukan di dalamnya yaitu,
pertama melakukan elaborasi pada atribut dengan penambahan tipe
atribut. Kedua, diberikan panah yang mengartikan interaksi antar kelas
dalam mengirimkan pesan (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, pp. 413-
414).
2.
Deployment Environment (DE) and Application Architecture (AA)
Penerapan Deployment Environment
merupakan konfigurasi
antara hardware, software sistem, dan jaringan ketika akan menjalankan
software
aplikasi baru (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, p. 291).
Application Architecture
mengembangkan struktur dari sistem software
baru yang akan digunakan. Hal ini seperti memperhatikan kebutuhan
dari perangkat komputer dan konfigurasi. Antara DE dan AA saling
berhubungan. AA biasa dilakukan analis dalam merancang sistem secara
fisik, dan oleh sebab itu harus beriringan dan konsisten dengan DE yang
telah dibuat (Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, pp. 339-340).
3.
Completed Three-Layer Sequence Diagram
Merupakan tahapan akhir dari pembuatan sequence diagram.
Menampilkan asosiasi kelas dengan tiga lapisan, dimana lapisan pertama
merupakan view layer classes
dengan objek tampilan menu dan form
|
14
yang dimaksud. Lapisan kedua merupakan business layer classes dengan
controller objek dan kelas. Lapisan ketiga, merupakan data access layer
class
yang berisikan objek database
kelas
(Satzinger, Jackson, & Burd,
2010, p. 435).
4.
Updated Design Class Diagram (457)
Salah satu model UML, lanjutan rancangan dari first-cut class
diagram
dengan penambahan methods
yaitu constructor methods, data
get and set methods dan use case specific methods (Satzinger, Jackson, &
Burd, 2010, p. 457).
5.
Package Diagram
Menggambarkan hubungan antara antara ketiga lapisan utama, yaitu view
layer, domain layer
dan data access layer. Dalam menggambarkan
hubungan tersebut dilakukan dengan simbol dan panah yang disebut
dengan dependency relationship. Dependency relationship
menandakan
perubahan elemen pada objek baik independen maupun dependen objek
(Satzinger, Jackson, & Burd, 2010, pp. 459-460).
6.
Design of User Interface
Melakukan perancangan tampilan antarmuka merupakan tahap
akhir dari perancangan sistem. Dalam merancang antarmuka, diharapkan
memenuhi standar yang ada. The Eight Golden Rules
merupakan prinsip
standar dalam perancangan antarmuka yang terdiri dari (Satzinger,
Jackson, & Burd, 2010, pp. 540-541):
1.
Strive for Consistency
2.
Enable Frequent Users to Use Shortcuts
3.
Offer Informative Feedback
4.
Design Dialogs to Yield Closure
5.
Offer Simple Error Handling
6.
Permit Easy Reversal of Actions
7.
Support Internal Locus of Control
8.
Reduce Short-Term Memory Load
|