11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Supply Chain
Menurut Turban (2010,
p287),
supply chain adalah aliran bahan, informasi,
uang, dan layanan dari pemasok bahan baku melalui pabrik lalu ke gudang hingga ke
pelanggan akhir.
Menurut Pujawan (2005, p5),
supply chain adalah jaringan yang terdiri dari
beberapa perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan tersebut biasanya
terdiri dari pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan
pendukung lainnya, seperti perusahaan jasa logistik.
2.1.1
Komponen Supply Chain
Pada suatu supply chain
biasanya ada 3 macam aliran yang harus
dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke
hilir (downstream). Misalnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik.
Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke
pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Kedua, aliran uang dan
sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran
informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Misalnya
informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing 
supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Perusahaan
harus membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan
bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat.
  
12
Menurut Turban (2010, 288), di dalam supply chain
terdapat tiga
komponen utama yang mendukung berjalannya suatu proses bisnis yakni:
1. Upstream Supply Chain
Bagian upstream supply chain
merupakan keseluruhan kegiatan
perusahaan manufaktur dengan pendistribusiannya (manufaktur,
assembler, atau kedua-duanya) dan hubungan antara manufaktur,
assembler, atau kedua-duanya dengan distributor. Hubungan para
distributor dapat diperluas menjadi kepada beberapa tingkatan,
semua jalur dari asal bahan baku/material. Kegiatan utama dalam
upstream supply chain adalah pengadaan barang.
2. Internal Supply Chain
Bagian internal supply chain merupakan keseluruhan proses
pengiriman barang ke gudang penyimpanan yang kemudian akan
digunakan untuk transformasi proses bisnis masukan bahan baku
dari para distributor ke dalam hasil keluaran perusahaan tersebut.
Kegiatan utama dalam internal supply chain
adalah manajemen
produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
3. Downstream Supply Chain
Bagian downstream supply chain
merupakan keseluruhan kegiatan
yang melibatkan pengiriman produk kepada konsumen akhir.
Kegiatan utama dalam downstream supply chain adalah distribusi,
pergudangan, transportasi, dan layanan purna jual.
  
13
2.2
Supply Chain Management
Menurut Turban (2010, p289), supply chain management adalah sebuah proses
rumit yang membutuhkan koordinasi dari banyak kegiatan sehingga pengiriman
barang dan jasa dari pemasok ke pelanggan secara langsung dilakukan dengan efisien
dan efektif dengan mempertimbangkan semua pihak.
Menurut Pujawan (2005, p7), supply chain management adalah koordinasi
fungsi bisnis tradisional dalam perusahaan dan di dalam supply chain secara
sistematis dan strategis dengan tujuan untuk meningkatkan peforma jangka panjang
dari tiap perusahaan yang berpartisipasi dan performa supply chain secara
keseluruhan.
Menurut Heizer (2011, p452), supply chain management adalah
pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan bahan baku
menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan.
Menurut Hugos (2006, p4), supply chain management adalah koordinasi
produksi, inventoris, lokasi, dan transportasi antara partisipan suatu rantai pasokan
untuk mencapai kombinasi terbaik dari responsivitas dan efisiensi untuk pasar yang
dilayani.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen rantai pasokan atau
supply chain management
adalah proses kompleks dalam mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan di dalam rantai pasokan untuk meningkatkan performa pihak-
pihak yang terlibat di dalamnya.
Jadi, supply chain management
tidak hanya
berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan
eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner.
  
14
Diperlukan koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan pada supply
chain
karena
perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu supply
chain
pada intinya ingin
memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus bekerja sama untuk membuat
produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus.
Hanya dengan kerja sama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut
akan bisa dicapai. Maka banyak orang berpendapat bahwa persaingan dewasa ini
bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, tetapi antara supply
chain yang satu dengan supply chain yang lain. Sebuah pabrik yang sehat dan efisien
tidak akan banyak berarti apabila supplier-nya tidak mampu memenuhi pengiriman
tepat waktu.
Tujuan
dari manajemen rantai pasokan adalah meminimalkan tingkat
persediaan, mengoptimasi produksi dan meningkatkan output, mengurangi waktu
produksi, mengoptimasi logistik dan distribusi, mempersingkat pemenuhan pesanan,
dan secara keseluruhan mengurangi biaya yang
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
tersebut.
2.2.1
Tantangan dalam Supply Chain Management
Menurut Pujawan (2005, p19), terdapat beberapa tantangan yang harus
dihadapi perusahaan di dalam mengelola supply chain yang terdiri dari:
1. Kompleksitas struktur supply chain
Suatu supply chain
melibatkan banyak pihak baik di dalam maupun
di luar perusahaan. Setiap pihak memiliki kepentingan yang berbeda-
beda yang seringkali menimbulkan pertentangan satu sama lain.
Pertentangan di internal perusahaan contohnya antara bagian
  
15
marketing
dan produksi, marketing
akan selalu berupaya
meningkatkan penjualan setinggi-tingginya yang dapat melebihi
kapasitas produksi yang dimiliki bagian produksi. Pertentangan
eksternal dapat dilihat dari hubungan perusahaan dengan supplier,
supplier
menginginkan pesanan dari jauh-jauh hari dan sebisa
mungkin tidak berubah, sedangkan perusahaan ingin melakukan
pesanan secara fleksibel. Perbedaan kepentingan ini yang
menimbulkan kompleksitas dari supply
chain
disamping masalah
lain seperti perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya antar satu
perusahaan dengan perusahaan lainnya.
2. Ketidakpastian
Ketidak pastian merupakan sumber utama sulitnya mengelola supply
chain. Ketidakpastian beragam mulai dari ketidakpastian pembeli,
ketidakpastian supplier, dan ketidakpastian internal. Ketidakpastian
menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang telah
dibuat. Sebagai akibatnya, perusahaan seringkali menciptakan
pengaman di sepanjang supply
chain
dalam bentuk safety
stock,
safety time, kapasitas produksi, dan kapasitas transportasi.
2.2.2
Peranan Informasi pada Supply Chain Management
Manajemen informasi memiliki peranan penting di dalam rantai pasokan,
yang merupakan aktifitas yang memiliki intensitas informasi yang tinggi.
Informasi merupakan keunggulan kompetitif, di mana proses data bisnis
  
16
disebarkan dengan cara yang terkelola dan rantai pasokan yang terintegrasi dan
terkoordinasi dapat tercapai (Jorge Verissimo Pereira, 2009, p373).
Dengan demikian perusahaan perlu meningkatkan kemampuannya di
dalam mengelola informasi dan mendistribusikan informasi dengan member
lain di dalam rantai pasokan untuk mencapai
performa
rantai pasokan yang
lebih baik.
2.3
Electronic Supply Chain Management
Menurut Turban (2010, p289), e-SCM
(electronic supply chain management)
merupakan kolaborasi dari penggunaan teknologi untuk memperluas B2B
dan
meningkatkan kecepatan, kelincahan, pengendalian tepat waktu, dan kepuasan
pelanggan. e-SCM merupakan kolaborasi penggunaan teknologi untuk meningkatkan
kegiatan operasi supply chain dan manajemen supply chain.
Perbedaan antara dengan e-SCM
dengan SCM
tidak hanya memanfaatkan
teknologi elektonik dalam mengelola supply
chain, tetapi juga perubahan
fundamental atau konsep supply chain
itu sendiri. SCM
berfokus pada pengelolaan
untuk mengoptimalisasi arus produk dan informasi, sedangkan dari e-SCM bertujuan
menciptakan nilai tambah bagi semua pelaku rantai pasok.
2.3.1
Karakteristik e-SCM
Menurut Ross (2003, p19), e-SCM memiliki tiga karakteristik yaitu:
1. e-SCM
memberikan pandangan baru dari fungsi informasi di dalam
supply chain. Yang disediakan dari internet ialah kecepatan.
Sehingga hal ini menjadi keunggulan kompetitif yang paling penting.
  
17
2. e-SCM
memungkinkan perusahaan menciptakan hubungan yang bisa
menjadi kunci dalam memenangkan persaingan dengan mitra bisnis
dalam supply chain. Dengan e-SCM
perusahaan dapat berintegrasi
secara real time dengan partner
bisnis sehingga proses operasional
perusahaan menjadi lebih cepat.
3. e-SCM
menyediakan platform
yang dapat mengsinkronisasi supply
chain
yang mengutamakan kecepatan dan ketepatan dalam
pertukaran informasi.
2.3.2
Faktor Kesuksesan e-SCM
Menurut Turban (2010, p290), kesuksesan dari e-SCM dipengaruhi oleh
faktor-faktor berikut :
1. Kemampuan semua anggota supply chain untuk melihat partner kerja
sama sebagai aset strategis.
2. Keterbukaan informasi di antara anggota supply chain.
3. Kecepatan, biaya, kualitas, dan pelayanan pelanggan.
4. Integrasi supply chain yang lebih baik.
2.3.3
Preliminary Steps
Dalam menentukan kesiapan perusahaan dalam menerapkan e-SCM
terdapat 5 tahap
awal
penting yang harus dipenuhi. Tujuan dari tahap-tahap
awal tersebut adalah untuk memfokuskan perusahaan pada dampak dari e-
business
ke semua pihak, baik internal perusahaan maupun partner bisnisnya
(Jafarnejad & Safari, 2007). 
  
18
Kelima tahap awal tersebut yakni:
1. Energize the Organization
Agar
perusahaan dapat siap untuk e-SCM, perlu dua inisiatif, yang
pertama adalah memperoleh dukungan dari
top management
atau
manajemen puncak
selaku pelopor perubahan.
Manajemen puncak
harus memperoleh pendidikan dasar tentang SCM
dan e-business.
Setelah itu, mereka harus menjadi sponsor dalam upaya
pengembangan e-SCM dan memastikan bahwa strategi e-business
terintegrasi dengan supply chain perusahaan dan merancang
infrastruktur serta pengembangan anggaran untuk implementasi e-
SCM. Inisiatif kedua dalam mengembangkan strategi e-SCM adalah
menyemangati dan mengintegrasikan sumber daya manusia
perusahaan dengan e-SCM
agar mereka dapat berpartisipasi secara
aktif dalam pengembangan dan imlementasi e-SCM.
2. Enterprise Vision
Visi perusahaan mendefinisikan perilaku dari kemampuan
persaingan yang dimiliki dalam infrastruktur yang sekarang dan di
jaringan supply chain. Tujuan dari proses ini adalah untuk
memperdalam tingkat kesadaran akan pentingnya e-bisnis
bagi
perusahaan. Langkah-langkah yang diperlukan untuk membangun e-
SCM
yang efektif dan bagaimana
menterjemahkannya ke dalam
proses yang lebih spesifik yang didasarkan pada internet.
  
19
3. Supply Chain Value Assessment
Di dalam mengimplementasikan aplikasi internet
perlu adanya
pengetahuan tentang proses bisnis manakah yang akan diubah
menjadi e-business. Proses yang perlu diubah menjadi e-business
hanya proses yang memberikan keunggulan kompetitif bila diubah
menjadi e-business. Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi
proses-proses bisnis didalam perusahaan dan menentukan proses-
proses penting yang memberikan keuntungan terbesar bagi
perusahaan.
4. Opportunity Identification
Tahapan ini memungkinkan perusahaan di dalam menentukan jenis
implementasi e-SCM seperti apa yang mereka inginkan. Teknologi
diciptakan bukan untuk menciptakan kebutuhan baru, melainkan
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari proses bisnis perusahaan.
5. Strategy Decision
Setelah peta peluang e-SCM telah selesai, perusahaan dapat memulai
proses untuk merencanakan kumpulan inisiatif pendukung.
Keputusan yang dihasilkan harus berfokus pada keunggulan yang
direncanakan. Tim eksekutif harus memahami bahwa tujuan utama
dari inisiatif e-SCM adalah untuk memanfaatkan kekuatan bersama
antar anggota rantai pasokan sehingga dapat meningkatkan
keuntungan dalam pasar atau menyadari cara baru yang radikal
dalam menciptakan nilai bagi pelanggan.
  
20
2.4
Persediaan
2.4.1
Pengendalian Persediaan
Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu
perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena
kebijakan persediaan secara fisik akan berkaitan dengan investasi dalam aktiva
lancar di satu sisi dan pelayanan kepada pelanggan di sisi lain. Pengaturan
persediaan ini berpengaruh terhadap semua fungsi bisnis (operation,
marketing,
dan
finance). Berkaitan dengan persediaan ini terdapat konflik
kepentingan diantara fungsi bisnis tersebut. Finance
menghendaki tingkat
persediaan yang rendah, sedangkan Marketing
menginginkan tingkat
persediaan yang tinggi agar kebutuhan konsumen terpenuhi.
Berkaitan dengan kondisi di atas, maka perlu ada pengaturan terhadap
jumlah persediaan, baik bahan-bahan maupun produk jadi, sehingga kebutuhan
proses produksi maupun kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi. Tujuan utama
dari pengendalian persediaan  adalah agar perusahaan selalu mempunyai
persediaan dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam
spesifikasi atau mutu yang telah ditentukan sehingga kontinuitas usaha dapat
terjamin (tidak terganggu).
Menurut Assauri (2004, p177), Tujuan pengendalian persediaan sebagai
berikut :
1.
Menjaga jangan sampai perusahaan
kehabisan persediaan sehingga
dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. 
  
21
2.
Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu
besar atau berlebih-lebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari
persediaan tidak terlalu besar. 
3.
Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena
ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar. 
2.4.2
Biaya-Biaya dalam Persediaan
Menurut Nasution (2003, p105-p108), biaya sistem
persediaan adalah
semua pengeluaran dan
kerugiaan yang
timbul sebagai akibat adanya
persediaan. Biaya-biaya yang termasuk ke dalam biaya  persediaan antara lain:
1. Biaya pembelian (purchasing cost = c), biaya ini adalah biaya yang
dikeluarkan untuk
membeli
barang.
Besarnya
biaya
pembelian
tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga barang. Biaya
ini kerapkali tidak dijadikan dasar di dalam pembuatan keputusan
pada model pengendalian persediaan.  
2. Biaya pengadaan (procurement
cost). Terdapat dua jenis biaya
pengadaan yang terdiri dari: 
Biaya
pemesanan
(ordering
cost = k), yaitu semua biaya-biaya
yang timbul di dalam mendatangkan barang dari luar. Biaya pemesanan
mencakup
biaya untuk menentukan pemasok, pengetikan pemesanan,
pengiriman pesanan, pengangkutan, penerimaan dan sebagainya. Biaya
ini biasanya tetap untuk setiap pesanan.
Biaya perakitan
(setup
cost
= k), yaitu
semua biaya
yang
dikeluarkan
di dalam mempersiapkan produksi suatu barang.
  
22
Biaya ini meliputi biaya penyusunan produksi, menyetel mesin,
mempersiapkan gambaran kerja dan seterusnya.
3.
Biaya penyimpanan (carrying cost), biaya ini mencakup semua
pengeluaran
yang
timbul
akibat
dari memiliki
persediaan
selama
satu kurun waktu. Biaya penyimpanan meliputi:
Biaya
modal, biaya ini timbul karena
sejumlah
uang
yang
tertanam
dalam
persediaan
yang
merupakan bunga
jika
pihak
perusahaan
mendapatkan
modal
yang
tertanam
dalam
persediaan dari pinjaman bank. Biaya ini juga dapat dilihat dari
kehilangan kesempatan bagi keperluan mendesak lainya. 
Biaya
gudang
(storage
cost), yaitu biaya sewa gudang tempat
perusahaan 
penyimpanan persediaan, biaya angkut, dan biaya
administrasi lainya. Apabila perusahaan memiliki gudang, maka
biaya sewa gudang menjadi
biaya pemeliharaan dan penyusutan
gudang.
Biaya
kemerosotan
harga, yaitu biaya-biaya yang
muncul
apabila
barang
mengalami 
kerusakan,
penurunan
kualitas
barang, ketinggalan jaman, maupun kehilangan barang.
Biaya asuransi, biaya asuransi adalah  biaya
yang harus dibayar
menurut jumlah persediaan yang diasuransikan.
Pajak, yaitu
biaya
yang
dikenakan
pada
barang
di dalam
persediaan sebagai pajak yang diwajibkan.
  
23
4. Biaya
penyiapan,
yakni
semua
biaya
yang
dikeluarkan di dalam
mempersiapkan produksi.
Biaya
ini
terjadi
bila
item
diproduksi
sendiri
bukan
diperoleh dengan membeli
dari
pemasok. 
Biaya
ini
meliputi
biaya
persiapan
peralatan
produksi, biaya mempersiapkan
(set-up) mesin, biaya mempersiapkan gambar
kerja,
biaya
mempersiapkan
tenaga
kerja
langsung,
biaya
perencanaan
dan
penjadwalan produksi,
dan
biaya-biaya
lain
yang
besarnya
tidak
tergantung pada jumlah item yang diproduksi.
5. Biaya kekurangan persediaan adalah 
bila 
perusahaan 
kehabisan 
barang  saat ada permintaan,
maka
akan
terjadi
stockout.
Stockout
menimbulkan kerugiaan berupa biaya akibat kehilangan kesempatan
mendapatkan keuntungan atau
kehilangan pelanggan yang berpaling
ke pesaing. Biaya ini sulit
diukur
karena berhubungan dengan good
will
perusahaan.
Sebagai
pedoman, biaya stockout
dapat
dihitung
dari hal-hal berikut:
Kuantitas
yang
tak
dapat
dipenuhi,
biasanya
diukur
dari
keuntungan
yang hilang  karena  perusahaan tidak dapat memenuhi 
permintaan pelanggan. 
Waktu
pemenuhan.
Lamanya
gudang
kosong
berarti lamanya
proses
produksi
terhenti
atau
lamanya
perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan, sehingga
waktu
menganggur  tersebut
dapat diartikan sebagi uang yang hilang
Biaya
pengadaan
darurat.
Agar
konsumen tidak
kecewa, maka
  
24
dapat dilakukan pengadaan 
darurat
yang biasanya menimbulkan
biaya lebih besar ketimbang biaya pengadaan normal. 
2.4.3
Model Persediaan Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam pengendalian persediaan terdapat dua pertanyaan penting: kapan
pemesanan dilakukan dan berapa banyak yang akan dipesan. Untuk dapat
mengelola persediaan secara efisien, maka perusahaan harus dapat menentukan
kapan pemesanan harus dilakukan dan berapa jumlah yang harus dipesan. 
Menurut Render dan Heizer (2009, p320), terdapat tiga model yang dapat
digunakan untuk mengetahui kapan pemesanan dilakukan dan berapa banyak
yang akan dipesan. Ketiga model tersebut yakni:
1.
M
odel Economic Order Quantity (EOQ)
2.
M
odel Production Order Quantity (POQ)
3.
M
odel Quantity Discount
Economic Order Quantity
(EOQ) merupakan salah satu model
manajemen persediaan, model EOQ
digunakan untuk menentukan kuantitas
pesanan persediaan yang dapat meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan persediaan
(Adeyemi & Salami, 2010). EOQ
adalah jumlah
kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering
dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.
  
25
Menurut Russell dan Taylor (2009, p539), Model EOQ dapat diandalkan
karena perhitungan dilakukan menggunakan akar kuadrat, sehingga dapat
mentoleransi perubahan di dalam permintaan, dan biaya.
EOQ didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:
1.
Tingkat permintaan diketahui, cukup konstan, dan tidak dipengaruhi
oleh permintaan item lain.
2.
Lead time, yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan,
diketahui, dan bersifat konstan.
3.
Persediaan yang dipesan tiba dalam bentuk kumpulan produk, pada
satu waktu.
4.
Tidak terdapat diskon kuantitas.
5.
Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau
pemesanan dan biaya penahanan atau penyimpanan sepanjang
waktu. 
6.
Keadaan kehabisan stok dapat dihindari sama sekali bila pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat.
Jumlah yang harus dipesan dapat kita peroleh menggunakan variabel-
variabel dibawah ini:
Q
= Jumlah barang setiap pemesanan
Q
*
= Jumlah optimal barang per pemesanan (EOQ)
D
= Permintaan tahunan barang persediaan, dalam unit
S
= Biaya pemesanan atau pemasangan untuk setiap pesanan
  
26
H
= Biaya penahanan atau penyimpanan per unit per tahun
Jumlah optimal per pemesanan diperoleh dengan persamaan berikut:
Biaya pemesanan tahunan diperoleh dengan persamaan berikut:
Biaya penyimpanan tahunan diperoleh dengan persamaan berikut:
Biaya total tahunan dapat diperoleh menggunakan persamaan berikut: 
2.4.4
Stok Pengaman (Safety Stocks)
Menurut Russell dan Taylor (2009, p546), safety stock
atau stok
pengaman adalah cadangan persediaan yang ditambahkan ke dalam persediaan
selama lead time. Safety stock
disediakan untuk menghindari terjadi stockout
atau kekurangan persediaan ketika permintaan melebihi apa yang diperkirakan
sebelumnya.
Berikut adalah rumus dari safety stock:
Safety stock = zs
d
di mana 
z
= standar deviasi dari service level yang diharapkan
s
d
= standar deviasi dari permintaan harian
  
27
L
= lead time
2.4.5
Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)
Setelah kita menentukan berapa yang akan dipesan, kita akan melihat
pada pertanyaan persediaan yang kedua, kapan pesanan akan dilakukan. Model
persediaan sederhana mengasumsikan bahwa penerimaan suatu pesanan
bersifat seketika. Dengan kata lain, model-model persediaan mengasumsikan
bahwa suatu perusahaan akan menunggu sampai tingkat persediaannya
mencapai nol sebelum memesan lagi, dan seketika kiriman pesanan akan
diterima. Akan tetapi, waktu antara dilakukannya pemesanan, disebut lead time
atau waktu pengiriman, bisa cepat, beberapa jam atau lambat, beberapa bulan.
Maka keputusan kapan akan memesan biasanya diungkapkan di dalam konteks
titik pemesanan ulang, tingkat persediaan di mana harus dilakukan pemesanan.
Tingkat pemesanan ulang diperoleh dengan persamaan:
ROP = (permintaan per hari) x (lead time untuk pemesanan baru dalam hari)
ROP = d x L
Persamaan di atas mengasumsikan bahwa permintaan bersifat konstan.
Bila tidak demikian, harus ditambahkan stok tambahan yang menjadi stok
pengaman (safety stock), sehingga persamaan menjadi:
ROP = d x L + safety stock
Permintaan per hari (d) dicari dengan membagi permintaan tahunan (D)
dengan jumlah hari kerja per tahun:
  
28
2.5
Forecasting
Setiap hari para manajer membuat keputusan tanpa mengetahui apa yang akan
terjadi di masa depan. Persediaan dipesan tanpa kepastian berapa jumlah penjualan;
peralatan baru dibeli meskipun tidak ada kepastian permintaan terhadap produk; dan
investasi dilakukan tanpa adanya pengetahuan tentang berapa laba yang akan
diperoleh. Dalam menghadapi ketidakpastian para manajer selalu berusaha membuat
estimasi yang lebih baik tentang apa yang akan terjadi di masa depan.
Sales forecasting
merupakan bagian yang penting dari manajemen rantai
pasokan baik bagi retailer, distributor, pabrik, maupun supplier. Sales forecast yang
akurat dan berkala penting di dalam menjembatani jarak antara permintaan dan
penawaran, sehingga dapat menurunkan holding cost
disamping tetap menghindari
stock out (Monica Sanwlani
&
Prof.M.Vijayalakshmi, 2013, p39)
Menurut Heizer (2009, p162), forecasting atau peramalan adalah seni dan ilmu
untuk memperkirakan kejadian di
masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan
pengambilan data historis dan memproyeksikannya ke masa mendatang dengan suatu
bentuk model matematis. Hal ini bisa juga merupakan prediksi intuisi yang bersifat
subjektif. Hal ini pun dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi model
matematis yang disesuaikan dengan pertimbangan yang baik dari seorang manajer.
2.5.1
Horizon Waktu di dalam Forecasting
Menurut Heizer (2009, p163), peramalan
dapat diklasifikasikan
berdasarkan horizon waktu masa depan
yang dilingkupinya. Horizon waktu
terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
  
29
1. Peramalan jangka pendek. Peramalan ini meliputi jangka waktu
hingga satu tahun, tetapi umumnya kurang dari tiga bulan.
Peramalan ini digunakan untuk meramalkan pembelian, penjadwalan
kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan kerja, dan tingkat produksi.
2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah atau
intermediate umumnya mencakup hitungan bulan hingga tiga tahun.
Peramalan ini bermanfaat untuk merencanakan penjualan,
perencanaan dan anggaran produksi, anggaran kas, serta
menganalisis bermacam-macam rencana operasi.
3. Peramalan jangka panjang. Umumnya untuk perencanaan masa tiga
tahun atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk
merencanakan produk baru, pembelanjaan modal, lokasi atau
pengembangan fasilitas, serta penelitian dan pengembangan
(litbang).
2.5.2
Jenis-Jenis Forcasting
Menurut Heizer (2009, p164), pada umumnya, berbagai organisasi
menggunakan tiga jenis peramalan yang utama dalam perencanaan operasi di
masa depan, yang terdiri atas:
1.
Peramalan ekonomi. Peramalan ekonomi merencanakan indicator-
indikator yang berguna dalam membantu organisasi menyiapkan
peramalan jangka menengah dan jangka panjang.
  
30
2.
Peramalan teknologi. Peramalan teknologi memperhatikan kemajuan
teknologi yang dapat meluncurkan produk baru yang menarik yang
membutuhkan pabrik dan peralatan baru.
3.
Peramalan permintaan. Peramalan permintaan merupakan proyeksi
penjualan suatu perusahaan yang berlaku pada setiap periode dalam
perencanaan horizon.
2.5.3
Tahapan-Tahapan di dalam Proses Forecasting
Menurut Russel dan Taylor (2009, p478-p479), terdapat tahapan-tahapan
yang harus dilakukan di dalam melakukan proses forecasting atau peramalan.
Tahapan-tahapan tersebut akan disajikan pada gambar 2.1.
  
31
Gambar 2.1 Proses Forecasting
  
32
2.5.4
Metode Peramalan Kuantitatif
Menurut Heizer (2009, p167), metode peramalan kuantitatif adalah
peramalan yang menggunakan model matematis yang beragam dengan data
masa lalu dan variabel sebab-akibat untuk meramalkan permintaan. 
Ada dua model dalam peramalan kuantitatif, yaitu:
1. Model seri waktu (time series)
Metode-metode peramalan yang termasuk di dalam model deret
waktu antara lain:
1.
Pendekatan naif
Pendekatan naif adalah teknik peramalan yang mengasumsikan
permintaan periode berikutnya sama dengan permintaan pada
periode terakhir.
2.
Rata-rata bergerak (moving average)
Rata-rata bergerak adalah suatu metode peramalan yang
menggunakan n rata-rata periode data untuk meramalkan
periode berikutnya.
3.
Penghalusan ekponensial (exponential smoothing)
Penghalusan eksponensial adalah teknik peramalan rata-rata
bergerak dengan pembobotan di mana titik-titik data
dibobotkan oleh fungsi eksponensial.
4.
Proyeksi tren (trend projection)
Proyeksi tren adalah metode peramalan serangkaian waktu
yang sesuai dengan garis tren terhadap serangkaian titik-titik
  
33
data masa lalu, kemudian diproyeksikan ke dalam peramalan
masa depan.
2. Model asosiatif
Model asosiatif (atau hubungan sebab akibat), seperti regresi linier,
menggabungkan banyak variabel atau faktor yang mungkin
mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan. Metode-metode
peramalan yang termasuk kedalam model asosiatif antara lain:
1.
Analisis regresi linier (linier regression analysis)
Analisis regresi linier adalah model matematika garis lurus
untuk menggambarkan hubungan fungsional antara variabel-
variabel yang bebas maupun variabel terikat.
2.5.4.1
Moving Averages
Peramalan Moving Average
atau rata-rata bergerak menggunakan
sejumlah data aktual masa lalu untuk menghasilkan peramalan. Rata-rata
bergerak berguna bila kita mengasumsikan bahwa permintaan pasar akan
stabil sepanjang masa yang kita ramalkan (Heizer, 2009, p170-p171).
Rata-rata bergerak  dinyatakan dengan persamaan berikut:
di mana
MA  = Moving Average
= permintaan
n
= jumlah periode dalam rata-rata bergerak
  
34
2.5.4.2
Weighted Moving Average
Peramalan Weighted Moving Average pada dasarnya sama dengan
peramalan rata-rata bergerak, namun disertai berat pada data-data
terakhir.
Secara matematis, Weighted Moving Average dinyatakan dengan
persamaan berikut:
di mana
= berat untuk periode i
?
 
= 1
= permintaan untuk periode i
2.5.4.3
Exponential Smoothing
Peramalan Exponential Smoothing
juga menerapkan metode rata-
rata yang menitik beratkan pada data yang terakhir. Dengan demikian,
peramalan akan bereaksi lebih baik pada perubahan permintaan.
Exponential Smoothing
hanya memerlukan sedikit data, di mana hanya
data pada periode terakhir dan smoothing constant yang digunakan untuk
melakukan peramalan. smoothing constant adalah faktor pemberat yang
diberikan kepada data terakhir.
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk metode Exponential
Smoothing:
F
t + 1
= aD
t
+ (1 – a)F
t
  
35
di mana
F
t + 1
 
= peramalan untuk periode berikutnya
= smoothing constant
= permintaan
F
t  
= peramalan sebelumnya untuk periode sekarang
2.5.5
Teknik Time Series Forcasting Berdasarkan Pola Datanya
Salah satu aspek terpenting
di dalam menentukan teknik peramalan
adalah dengan mengetahui pola datanya. 
Menurut Hanke (2005, p74-p76), terdapat berbagai teknik peramalan
berbeda tergantung dari pola datanya.
1. Teknik peramalan untuk data stasioner
Data stasioner adalah data yang nilai rata-ratanya relatif tetap dari
waktu ke waktu sehingga dapat dikatakan relatif stabil. Seperti
situasi yang berkembang ketika ada peningkatan pola data yang
mempengaruhinya maka teknik ini akan relatif stabil. Teknik yang
bisa digunakan untuk pola data stasioner antara lain:
Naïve
Simple averaging
Moving average
Exponential
Autoregressive moving average (ARMA)
  
36
2. Teknik peramalan untuk data trend
Rangkaian trend ditandai dengan adanya kecenderungan arah data
bergerak naik (growth) atau turun (decline) pada jangka panjang.
Dengan kata lain runtun waktu dikatakan mempunyai trend
jika
nilai rata-ratanya berubah sewaktu waktu sehingga diharapkan
untuk menambah atau mengurangi selama periode untuk ramalan
yang mana yang diinginkan.
Teknik yang bisa digunakan
untuk
pola data trend antara lain:
Moving average
Holt’ linear exponential smoothing
Simple regression
Growth curve
Exponential
Autoregressive integrated moving average
3. Teknik peramalan untuk data musiman
Rangkaian musiman didefinisikan sebelumnya sebagai runtun
waktu dengan pola pergantian yang berulang dari tahun ke tahun.
Satu cara untuk
mengembangkan peramalan musiman melibatkan
pemilihan metode dekomposisi
perkalian atau pembagian dan
kemudian mengestimasi indeks musiman dari sejarah/ histori
rangkaian. Indeks ini kemudian digunakan untuk memasukkan
musiman
pada ramalan atau menghilangkan efek dari nilai yang
diobservasi. Proses terakhir
diarahkan sebagai pengaturan data
  
37
musiman.
Teknik yang bisa digunakan
untuk pola data musiman
antara lain:
Clasical decomposition
Census X-12
Winter’s exponential smoothing
Multiple regression
Autoregressive integrated moving average
4. Teknik peramalan untuk data siklis
Efek siklis didefinisikan sebagai fluktuasi bergelombang
disekitar
Trend. Pola siklis sulit untuk dimodelkan karena pola mereka
secara
tipikal tidak stabil/ tetap. Fluktuasi seperti gelombang yang
naik–turun disekitar
trend jarang terulang di interval waktu yang
tetap dan besarnya fluktuasi cenderung bervariasi. Metode
dekomposisi dapat diperluas untuk menganalisis data
siklis. Akan
tetapi, karena sifat yang tidak teratur dari siklus,
penganalisaan
komponen siklis dari rangkaian sering memerlukan penemuan
kejadian yang kebetulan atau kepemimpinan indikator ekonomi.
Teknik yang bisa digunakan untuk pola data siklis antara lain:
Clasical decompotition
Economic indicator
Econometrics model
Multiple regression
ARIMA
  
38
2.5.6
Akurasi Forecast
Tidak ada metode forecasting
yang benar-benar akurat, hasil peramalan
pasti akan berbeda dengan dengan permintaan aktual.
Perbedaan antara
peramalan dan permintaan aktual ini disebut dengan forecast error. Meskipun
forecast error tidak dapat dihindari, tujuan dari forecasting adalah
meminimalkannya sekecil mungkin. 
Terdapat beberapa ukuran untuk forecast error seperti Mean Absolute
Deviation (MAD), Mean Absolute Percent Deviation (MAPD), cummulative
error, dan average error atau bias (E) (Russel dan Taylor, 2009, p493).
2.5.6.1
Mean Absolute Deviation
Menurut Russel dan Taylor (2009, p483), Mean Absolute Deviation
atau MAD adalah salah satu cara
yang sederhana dan mudah di dalam
mengukur forecast error. MAD
adalah rata-rata perbedaan hasil ramalan
dengan permintaan aktual. 
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk memperoleh MAD:
di mana
= periode
D
t
= permintaan aktual periode t
F
t
= ramalan untuk periode t
n
= jumlah periode
  
39
2.6
Value Chain Analysis
Value Chain Analysis
adalah kegiatan menganalisa kumpulan aktivitas yang
dilakukan untuk merancang, memproduksi, memasarkan, mengantarkan, dan
mendukung produk atau jasa (Ward dan Peppard, 2002, p244).
Value Chain Analysis
bertujuan untuk membedakan apa yang dilakukan
perusahaan untuk menambah nilai dari produk atau jasa yang ditawarkan kepada
pelanggan dan memastikan aktivitas yang menambah nilai pelanggan dapat berjalan
dengan baik.
Porter membedakan aktivitas bisnis perusahaan menjadi dua jenis yang terdiri
dari primary activities atau aktivitas bisnis utama dan support activities atau aktivitas
bisnis pendukung. 
Gambar 2.2 Value Chain Analysis
Primary
Activities
atau Aktivitas bisnis utama adalah sejumlah rangkaian
proses bisnis yang terkait langsung dengan usaha penciptaan barang atau jasa untuk
memberikan kepuasan bagi pelanggan. Selain harus dilakukan dengan baik, setiap
  
40
aktivitas juga harus terhubung secara efektif untuk mengoptimalkan kinerja bisnis
secara keseluruhan. 
Aktivitas bisnis utama terdiri dari lima aktivitas yaitu : 
1.
Inbound Logistics
Inbound Logistics adalah
aktivitas-aktivitas
yang bertujuan untuk
mendapatkan, menerima, menyimpan dan menetapkan input
dan sumber
daya dalam kualitas dan
kuantitas yang tepat.
Yang termasuk ke dalam
aktivitas ini antara lain:
membeli material/
komponen, membuat
kesepakatan dengan subkontraktor, dan pengadaan peralatan.
2.
Operations
Operations adalah
aktivitas-aktivitas
yang tujuannya
untuk mengubah
input
menjadi barang atau jasa yang dibutuhkan oleh pelanggan. Hal ini
melibatkan sumber daya dan material yang digunakan secara bersamaan
untuk membuat barang atau menyediakan layanan.
3.
Outbound Logistics
Outbound Logistics adalah aktivitas-aktivitas
yang tujuannya adalah untuk
mendistribusikan barang kepada pelanggan baik secara langsung
ke
pelanggan atau melalui saluran distribusi yang tepat. 
4.
Sales and Marketing
Sales and Marketing
adalah
aktivitas-aktivitas
yang bertujuan untuk
memberikan kesadaran akan barang dan jasa kepada pelanggan dan
bagaimana memperoleh barang atau jasa tersebut. Aktivitas ini juga
  
41
dilakukan untuk mendorong pelanggan untuk membeli dan menggunakan
barang atau jasa. 
5.
Services
Services meliputi
aktivitas-aktivitas
yang bertujuan untuk menambahkan
nilai lebih kepada pelanggan dan
memastikan pelanggan memperoleh
manfaat penuh atau nilai dari barang yang telah dibeli. 
Aktivitas bisnis pendukung adalah sejumlah aktivitas di dalam perusahaan
yang bertujuan untuk mengontrol dan mengembangkan bisnis
yang secara tidak
langsung memberikan nilai tambah yang diwujudkan melalui keberhasilan aktivitas
bisnis utama. 
Aktivitas bisnis pendukung terdiri dari empat aktivitas yaitu: 
1.
Firm Infrastructure
yaitu aktivitas yang berhubungan dengan pembagian
tugas dan tanggung jawab serta wewenang dalam struktur organisasi
perusahaan. 
2.
Human Resources Management
yaitu aktivitas yang berhubungan dengan 
perekrutan, pengembangan dan kompensasi bagi karyawan. 
3.
Technology Development
yaitu aktivitas yang berhubungan dengan
penelitian dan pengembangan, proses otomatisasi, dan pengembangan
teknologi lainnya  yang digunakan untuk mendukung aktivitas value chain. 
4.
Procurement
yaitu aktivitas yang berhubungan dengan fungsi pembelian
material dan masukan lainnya yang digunakan dalam aktivitas
pembentukan nilai. 
  
42
2.7
Five Forces Porter
Menurut Porter (2011, p106) terdapat lima kekuatan utama yang dapat
diginakan untuk mengetahui lingkungan kompetitif di salam suatu industri. Adapun
kekuatan-kekuatan tersebut dapat ditampilkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Five Forces Porter
1.
Rivalry among Excising Firms 
Persaingan industri merupakan intensitas kompetisi di antara para pesaing yang
ada di pasar. Intensitas persaingan tergantung pada jumlah kompetitor dan
kemampuan mereka. Intensitas persaingan industri akan tinggi bila:
Jumlah perusahaan yang bersaing banyak
Perusahaan memiliki kemampuan yang sama
Penurunan permintaan atau harga produk
Perusahaan pesaing memiliki produk yang mirip
Biaya tetap di dalam perusahaan tinggi
Pelanggan dapat berpindah merek dengan mudah (switching cost rendah)
  
43
2.
Threat of Substitute Products
Ancaman produk pengganti merupakan suatu keadaan di mana pelanggan anda
dapat dengan mudah beralih ke produk pesaing anda. Ancaman produk
pengganti akan tinggi saat:
Terdapat banyak produk pengganti yang tersedia.
Pelanggan dapat dengan mudah menemukan produk atau layanan lain dengan
harga yang sama atau lebih rendah.
Kualitas dari produk pesaing lebih baik.
Produk pengganti oleh sebuah perusahaan mendapatkan keuntungan yang
tinggi sehingga dapat menurunkan harga ke tingkat terendah.
Dalam situasi di atas, Pelanggan dapat dengan mudah beralih ke produk
pengganti. Hal tersebut tentu dapat menurunkan profit perusahaan. Jadi
substitute products adalah ancaman bagi perusahaan.
3.
Threat of New Entrants
Kapanpun perusahaan-perusahaan baru memasuki industri tertentu, intensitas
persaingan di antara perusahaan meningkat. Meskipun demikian terdapat
barriers to entry bagi perusahaan-perusahaan baru yang diantaranya: kebutuhan
untuk memperoleh skala ekonomis, penguasaan teknologi, kurangnya
pengalaman, loyalitas pelanggan yang tinggi kepada perusahaan yang telah lama
berdiri, modal yang tinggi, terbatasnya akses kepada bahan baku, peraturan
pemerintah, hak paten, dan hambatan-hambatan lain yang dibuat oleh
perusahaan sebelumnya.
  
44
Perusahaan yang telah ada akan mengidentifikasi pemain baru, mengawasi
pemain baru, dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengantisipasi
ancaman yang ditimbulkan oleh pemain baru. Beberapa tindakan yang biasa
dilakukan perusahaan dalam menghadapi pemain baru antara lain: menurunkan
harga, meningkatkan pelayanan, menambahkan fitur baru, atau menawarkan cara
pembayaran baru. 
4.
Bargaining Power of Suppliers
Daya tawar pemasok dapat mempengaruhi intensitas persaingan di dalam
industri. Ada beberapa hal yang menyebabkan pemasok menjadi kuat, di
antaranya:
Pemasok terkonsentrasi dan terorganisir dengan baik.
Sedikitnya pengganti untuk memasok barang.
Produk yang disediakan paling efektif dan unik.
Biaya peralihan dari suatu pemasok ke pemasok lainnya cukup tinggi.
Perusahaan bukanlah pelanggan yang penting bagi pemasoknya, sehingga
pemasok tidak akan merasa rugi jika harus beralih untuk memasok
perusahaan lain.
Untuk mengatasi kekuatan persaingan dari daya tawar menawar pemasok,
perusahaan seringkali bekerja sama dengan pemasok dengan tujuan untuk
menurunkan biaya persediaan dan logistic, mempercepat persediaan barang,
meningkatkan kualitas bahan baku, dan menurunkan harga dari pemasok.
  
45
5.
Bargaining power of Buyers
Tawar-menawar dengan kekuatan pelanggan menjelaskan seberapa besar
kekuatan pelanggan di dalam mempengaruhi harga produk yang dikeluarkan
perusahaan. Contohnya, perusahaan dapat bekerja sama dengan pelanggan untuk
negosiasi harga dalam pemesanan barang dengan volume
besar. Pelanggan
memiliki daya tawar yang tinggi ketika:
Ketika pelanggan dapat berpindah dengan mudah ke merek lain atau produk
subtitusi
Ketika pelanggan merupakan pelanggan yang penting untuk perusahaan
Ketika permintaan pelanggan menurun
Ketika pelanggan memiliki informasi yang lengkap tentang produk, harga,
dan biaya
Ketika pelanggan memiliki kebebasan untuk menentukan apakah mereka
perlu membeli dan kapan harus dibeli
Daya tawar pelanggan mungkin dapat diturunkan dengan menawarkan produk
yang terdiferensiasi.
2.8
Cause and Effect Diagram
Menurut Turner (2000, p281), Cause and Effect Diagram adalah suatu diagram
yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat atau suatu diagram yang
meringkaskan pengetahuan mengenai kemungkinan sebab-sebab terjadinya
variasi
dan permasalahan lainnya. Diagram ini digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor
  
46
penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat).  Cause and Effect Diagram juga
disebut dengan Fishbone Diagram atau Ishikawa Diagram.
Cause and Effect Diagram dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi
akar penyebab dari suatu masalah, membantu membangkitkan ide untuk solusi dari
suatu masalah, dan membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut. 
Gambar 2.4 Cause and Effect Diagram
2.9
Teknologi Informasi
Menurut O’Brien (2005, p9), Teknologi Informasi meliputi konsep-konsep
utama, pengembangan, dan berbagai isu manajemen teknologi informasi yaitu:
hardware, software, jaringan, manajemen data, dan banyak teknologi yang berbasis
internet.
Menurut Williams dan Sawyer (2007, p4), Teknologi Informasi adalah istilah
umum yang menjelaskan teknologi apapun yang membantu manusia di dalam
membuat, mengubah, menyimpan, mengkomunikasikan
atau menyebarkan
informasi. 
  
47
Teknologi Informasi dapat mencakup banyak hal antara lain penggunaan
internet, email, telepon genggam, komputer, dan masih banyak lagi.
2.9.1
Peranan Internet
Menurut Williams dan Sawyer (2007, p17), internet
adalah jaringan
komputer di seluruh dunia yang menghubungkan ratusan bahkan ribuan
jaringan yang lebih kecil.
Menurut Williams dan Sawyer (2007, p17), web
didefinisikan sebagai
interkoneksi komputer internet
(yang disebut server) yang mendukung
dokumen-dokumen yang bersifat multimedia. Web adalah sebuah sistem yang
memiliki protokol dan standar yang telah disetujui
secara universal untuk
menyimpan, memperoleh kembali, menyusun, dan menampilkan informasi
melalui client/ server architecture
Menurut Turban (2010, p122), internet
berbeda dengan web, di mana
internet
adalah mekanisme transportasinya, sedangkan web
adalah suatu
aplikasi yang berjalan di internet.
Menurut Pujawan (2005, p19), keberhasilan supply
chain
di dalam
meningkatkan kinerjanya tidak dapat dilepaskan dari teknologi internet.
Dengan adanya internet pihak-pihak pada supply chain dapat berbagi informasi
serta melakukan transaksi dengan lebih cepat, mudah, dan akurat. Informasi
tingkat persediaan, kapasitas produksi, konfigurasi produk dapat dengan mudah
dibagi melalui infrastruktur internet.
  
48
2.10
e-Business
Menurut Turban (2010, p47), e-business adalah definisi yang lebih luas dari e-
commerce
yang melibatkan tidak hanya kegiatan jual beli barang atau jasa,
melainkan juga meliputi pelayanan pelanggan, kerjasama dengan rekan bisnis, dan
transaksi elektronik dalam organisasi.
Terdapat beberapa bentu e-business
yang terbagi berdasarkan tingkat
digitalisasi dari dimensi: (1) produk dan  jasa, (2) proses bisnis, dan (3) metode
penyampaian. Bila ketiganya dilakukan secara manual maka kegiatan bisnis
dilakukan secara tradisional. Bila dari ketiga dimensi tersebut salah satu atau dua
dilakukan secara elektronik maka kegiatan bisnisnya partial e-business. Bila
ketiganya dilakukan secara elektronik maka dapat dikategorikan kegiatan bisnisnya
sebagai pure e-business.
Business to Business (B2B) merupakan salah satu model e-business yang
didasari oleh pihak yang terlibat. B2B
adalah model e-business
di mana semua
peserta yang berpartisipasi di dalamnya merupakan organisasi ataupun unit bisnis.
2.11
Analisis dan Perancangan Sistem
2.11.1
Sistem Informasi
Menurut Satzinger (2009, p6), sistem adalah kumpulan dari komponen-
komponen yang berinterelasi dan berfungsi secara bersama-sama untuk
mencapai suatu hasil atau outcome.
  
49
Menurut Satzinger (2009, p6), sistem informasi adalah kumpulan dari
komponen-komponen yang berinterelasi yang mengumpulkan, memproses, dan
menyediakan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan bisnis.
2.11.2
System Development Life Cycle
System Development Life Cycle (SDLC) adalah keseluruhan proses di
dalam membangun, menyebarkan, menggunakan, dan memperbarui sistem
informasi (Satzinger, 2009, p38).
Pendekatan SDLC yang mengasumsikan bahwa fase-fase di dalam suatu
proyek dapat diselesaikan secara berurutan, di mana satu fase akan diikuti fase
berikutnya, disebut dengan waterfall model (Satzinger, 2009, p40). 
Pada gambar berikut ini akan disajikan fase-fase di dalam pengembangan
sistem menggunakan waterfall model.
Gambar 2.5 Waterfall model of SDLC
Sumber: Satzinger (2009, p41)
  
50
Menurut Satzinger (2009, p40), tujuan dari masing-masing fase di dalam
SDLC adalah sebagai berikut:
Gambar 2.6 Fase dan tujuan SDLC
Sumber: Satzinger (2009, p40)
2.11.3
Object-Oriented Approach
Terdapat 2 pendekatan di dalam  system development yakni: pendekatan
tradisional (traditional
approach) dan pendekatan berorientasi objek (object
oriented approach) (Satzinger, 2009, p53-p61).
Object oriented approach
adalah suatu pendekatan dalam system
development
yang melihat sistem informasi sebagai kumpulan objek-objek
yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk melakukan suatu tugas
(Satzinger, 2009, p59).
Object
oriented
analysis
(OOA) mendefinisikan semua tipe objek yang
melakukan pekerjaan di dalam sistem dan menunjukan use
cases
yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas, sedangkan object
oriented
design
(OOD) mendefinisikan semua tipe objek yang diperlukan untuk berkomunikasi
dengan orang dan perangkat di dalam sistem, menunjukan bagaimana objek
  
51
berinteraksi untuk menyelesaikan tugas, dan memperjelas definisi dari setiap
tipe objek yang dapat diimplementasikan dengan bahasa atau lingkungan
tertentu (Satzinger, 2009, p60).
Pada gambar 2.7 ditampilkan perbandingan tahapan analisis dan
perancangan antara model tradisional dan berorientasi objek.
Gambar 2.7 Perbandingan model tradisional dan object oriented
Sumber: Satzinger (2009, p329)
  
52
2.11.4
Analisis Sistem
Pada tahap analisis, class
kunci diidentifikasi dari use
case. Interaksi
antar objek dari class ditentukan dari setiap use
case. Objek merefleksikan
entitas dan operasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diselesaikan.
Analisis berujung pada indentifikasi class
yang dihasilkan dari use
case, dan
kemudian didokumentasikan ke dalam analysis class
diagram
(Shrivastava,
2012, p277).
2.11.4.1 Information Gathering
Menurut John, Robert & Stephen (Satzinger, 2009, p133),
pengumpulan informasi dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: 
1.
Distribusi kuisioner
Analis sistem dapat menyusun pertanyaan seperti : Apa kegiatan
dan proses bisnis yang dilakukan? Bagaimana proses bisnis
dilakukan? Informasi apa yang dibutuhkan untuk proses bisnis?
2.
Wawancara pengguna
Dalam wawancara, yang diperlukan oleh analis sistem adalah
persiapan untuk wawancara, melaksanakan wawancara, dan
meninjau hasil wawancara.
3.
Meninjau dokumentasi yang ada
Dokumentasi dapat berasal dari faktur yang digunakan untuk
tiap proses bisnis, laporan yang dihasilkan dari kegiatan proses
bisnis, dan deskripsi prosedur dari setiap kegiatan bisnis.
4.
Observasi prosedur bisnis
  
53
Observasi dilakukan dengan meninjau proses bisnis yang ada
untuk memahami kebutuhan dasar bisnis. Setelah melakukan
observasi, analis
sistem dapat mendokumentasikan dengan
menggunakan activity diagram
5.
Meneliti solusi vendor
Kebanyakan masalah yang timbul pada sistem sekarang
mungkin sudah ditangani oleh perusahaan konsultasi. 
2.11.4.2 Modeling System Requirements
System requirements adalah spesifikasi yang mendefinisikan fungsi
apa saja yang perlu disediakan oleh sistem (Satzinger, 2009, p122).
Menurut Satzinger (2009, p118), dua keahlian yang dibutuhkan di
dalam analisis sistem adalah: (1) mencari fakta untuk melakukan
investigasi terhadap system requirements, (2) memodelkan proses bisnis
berdasarkan system requirements.
Menurut Satzinger (2009, p128), sumber dari informasi yang
diperlukan untuk mendefinisikan system requirements adalah
stakeholders. Stakeholder
adalah semua orang yang memiliki
kepentingan terhadap kesuksesan sebuah sistem. Stakerholder dapat
dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yakni:
1.
User yang menggunakan sistem.
2.
Klien yang membayar dan memiliki sistem.
3.
Staff teknis yang memastikan sistem beroperasi di lingkungan
perusahaan.
  
54
Apabila informasi telah terkumpul, maka system requirement dapat
didefinisikan ke dalam model-model berorientasi objek. 
Model-model berorientasi objek yang digunakan untuk
mendefinisikan system requirements di dalam fase analisis antara lain:
class diagram, use case diagrams, use case descriptions, system sequence
diagrams, activity diagram, dan state machine diagram.
Event table
Event table merupakan katalog yang berisi list dari event. Event
table terdiri dari enam kolom yakni;
-
Event, peristiwa yang menyebabkan sistem melakukan sesuatu.
-
Trigger, tanda yang memberitahukan bahwa event terjadi.
-
Source, agen eksternal atau aktor yang menyediakan data.
-
Usecase, yang dilakukan sistem ketika event terjadi.
-
Response, output yang dihasilkan sistem (jika ada).
-
Destination, aktor eksternal yang menerima hasil dari sistem.
Gambar 2.8 Event table
Sumber: Satzinger (2009, p134)
  
55
Use Case Diagram
Use case
adalah aktivitas yang dilakukan sistem (Satzinger, 2009,
p160).
Use
case
model
adalah kumpulan model yang dapat digunakan
untuk menangkap system requirements
berdasarkan use
case
dengan
pendekatan object oriented (Satzinger, 2009, p242).
Use
case
diagram
adalah sebuah diagram yang menunjukan
beragam peran user dan bagaimana peran-peran tersebut menggunakan
sistem (Satzinger, 2009, p242).
Simbol-simbol di dalam use case diagram terdiri dari: aktor, use
case, connecting line, dan system boundary.
Berikut ini adalah contoh dari use case diagram sederhana:
Gambar 2.9 Use case sederhana
Sumber: Satzinger (2009, p243)
  
56
Use Case Description
Use case description adalah deskripsi yang menunjukan daftar detil
proses untuk suatu use case (Satzinger, 2009, p171).
Gambar 2.10 Use case description untuk scenario menerima pesanan
Sumber: Satzinger (2009, p250)
  
57
Activity Diagram
Menurut Satzinger (2009, p249), Activity diagram adalah cara lain
untuk mendokumentasikan use
case
scenario. Activity
diagram
adalah
diagram yang mudah dimengerti untuk mendokumentasikan workflow
dari proses bisnis.
Gambar 2.11 Activity diagram untuk skenario menerima pesanan 
Sumber: Satzinger (2009, p251)
  
58
System Sequence Diagram
System sequence diagram (SSD) digunakan untuk menggambarkan
aliran informasi yang menuju sistem atau dari sistem (Satzinger, 2009,
p252).
Simbol-simbol yang digunakan di dalam SSD
akan digambarkan
pada gambar 2.11.
Gambar 2.12 System sequence diagram (SSD)
Sumber: Satzinger (2009, p253)
Domain Class Diagram
Menurut Satzinger (2009, p187), class
diagram
digunakan untuk
kelas-kelas objek. Notasi ini berasal dari Unified
Modelling
Language
(UML), yang telah menjadi standar yang digunakan di dengan
pengembangan sistem berorientasi objek. 
Salah satu tipe class
diagram UML
yang menunjukan hal-hal
(things) di dalam users’
work
domain
disebut dengan domain
class
diagram (Satzinger, 2009, p187).
  
59
Pada class diagram, simbol kotak menandakan class dan garis yang
menghubungkan kotak-kotak menandakan asosiasi atau hubungan antar
class.
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan class customer:
Gambar 2.13 Class beserta nama dan atributnya
Sumber: Satzinger (2009, p187)
Gambar 2.14 Class diagram 
Sumber: Satzinger (2009, p188)
2.11.5
Perancangan Sistem
Menurut Satzinger (2009, p404), tujuan dari object oriented detailed
design
adalah untuk mengidentifikasi dan mespesifikasi semua objek yang
harus bekerja sama untuk melakukan use case masing-masing.
Berdasarkan analisis berorientasi object (OOA), model berorientasi objek
dari simulator dirancang untuk mengimplementasikan persyaratan
(requirements) yang diidentifikasi (Shrivastava, 2012, p277).
  
60
Architectural Design
Architectural design atau perancangan arsitektur sistem adalah langkah
awal di dalam merancang sistem sebelun masuk ke detailed
design
(seperti:
class diagram dan interaction diagram).
Terdapat beberapa architectural
design
yang dapat digunakan untuk
sistem, diantaranya adalah two layer architecture dan three layer architecture.
Three layer architecture membagi sistem menjadi tiga layer
yang terdiri
dari user interface layer, domain layer, dan data access layer.
Menurut
Satzinger (2009, p389), three layer architecture cocok untuk digunakan sistem
yang memiliki multiple user interface.
Gambar 2.15 Three layer architecture
Sumber: Satzinger (2009, p399)
  
61
First Cut Class Diagram
Di dalam memulai proses perancangan, pertama-tama kita harus
membuat first cut class diagram yang didasari oleh domain class diagram yang
telah dibuat pada fase analisis.
Menurut Satzinger (2009, p413), di dalam membuat first cut diagram
diperlukan 2 tahapan, yang terdiri dari: (1) menambahkan atribut dengan
informasi tipe data dan nilai awal, (2) menambahkan navigation
visibility
arrow.
Navigation
visibility
adalah prinsip perancangan di mana satu objek
memiliki referensi ke objek lain sehingga dapat berinteraksi dengan objek
tersebut.
Menurut Satzinger (2009, p415), Terdapat beberapa pedoman di dalam
menentukan navigation visibility yang terdiri dari:
One-to-many relationship
yang mengindikasikan superior/
subordinate biasanya navigasinya dari superior ke suborninate.
Mandatory relationship, di mana objek dari satu class
tidak dapat
berdiri sendiri tanpa objek dari class
lain, navigasi umumnya dari
class yang independent ke class dependent.
Ketika objek butuh informasi dari objek lain, biasanya navigasi dapat
langsung mengarah ke objek tersebut atau ke parent
dari objek
tersebut.
Navigasi dapat bidirectional/ dua arah.
  
62
Gambar 2.16 First cut diagram
Sumber: Satzinger (2009, p414)
First Cut Sequence Diagram
First cut sequence diagram
merupakan pengembangan dari system
sequence diagram
pada tahap analisis. Setelah mengkaji class
diagram
dan
membuat first cut class diagram, langkah selanjutnya adalah membuat first cut
sequence diagram. Informasi yang diperoleh dari first cut class diagram
dan
system sequence diagram.
  
63
Berikut ini adalah contoh dari First cut sequence diagram:
Gambar 2.17 First cut sequence diagram untuk menerima pesanan
Sumber: Satzinger (2009, p444)
Multilayer Design of Sequence Diagram
Setelah membuat first cut sequence diagram
kita perlu membuat
multilayer design
dari sequence diagram. Bila first cut sequence diagram
hanya fokus kepada domain layer
dan objek, multilayer design juga
menyertakan data access layer, dan view layer.
  
64
Berikut ini adalah contoh dari Multilayer Design of Sequence Diagram:
Gambar 2.18 Three layer first cut sequence diagram untuk menerima pesanan
Sumber: Satzinger (2009, p454)
Updated First Cut Diagram
Updated first cut diagram
merupakan perkembangan lebih lanjut dari
first cut diagram yang diperoleh dengan menyertakan controller sebagai class
tambahan.
  
65
Berikut ini adalah contoh updated first cut class diagram:
Gambar 2.19 Updated first cut class diagram 
Sumber: Satzinger (2009, p458)
  
66
Package Diagram
Package diagram
adalah diagram tingkat tinggi yang memungkinkan
disainer untuk mengelompokkan class yang saling berkaitan. Package diagram
terbagi menjadi tiga layer
yaitu: view layer, domain layer, dan data access
layer.
Berikut ini adalah contoh dari package diagram:
Gambar 2.20 Package diagram 
Sumber: Satzinger (2009, p459)
  
67
Object Oriented Database Design
Menurut Satzinger (2009, p488), Database
adalah kumpulan data yang
terintegrasi yang dikelola dikontrol secara terpusat, sedangkan schema adalah
deskripsi dari struktur, konten, dan kontrol akses dari suatu database.
Di dalam membuat object database schema, designer dapat
mengikuti
UML class diagram.
Object Definition Language
adalah bahasa yang digunankan untuk
mendeskripsikan struktur dan konten dari database
Berikut adalah contoh ODL untuk class customer:
class Customer {
attribute string accountNo
attribute string name
attribute string billingAddress
attribute string shippingAddress
attribute string dayTelephoneNumber
attribute string nightTelephoneNumber
}
User Interface
Menurut Satzinger (2009, p531), user interface adalah bagian dari sistem
informasi yang memerlukan interaksi user
untuk menghasilkan input
dan
output. User
interface
memungkinkan user untuk dapat melakukan interaksi
dengan komputer.
Gambar 2.21 menunjukkan contoh user interface
untuk
melakukan
pemesanan barang.
  
68
Gambar 2.21 User interface  
  
69
2.12
Kerangka Pemikiran
Di dalam menulis skripsi ini dimulai dengan melakukan
pengumpulan data
awal yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Setelah data awal terkumpul
dilakukan analisis terhadap proses bisnis berjalan perusahaan sehingga dapat
diketahui masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan dan penyebab dari
masalah tersebut. Setelah masalah diidentifikasi dan dianalisis, selanjutnya dilakukan
pengumpulan data lanjutan. Pengumpulan data lanjutan dimaksudkan agar penulis
memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjadi dasar di dalam usulan
penyelesaian masalah perusahaan. Tahapan berikutnya adalah melakukan langkah-
langkah awal sebelum merancang sistem e-SCM
atau yang dikenal dengan
preliminary steps. Preliminary steps terdiri atas: energize the organization, enterprise
vision, supply
chain
value
assessment,
opportunity analysis, dan strategy decision.
Setelah keputusan diambil tentang sistem e-SCM
seperti apa yang sesuai untuk
perusahaan, tahap berikutnya adalah tahapan analisis dan perancangan sistem yang
didasari oleh metode OOAD.
Gambar 2.22 menunjukkan kerangka pemikiran dari penulisan skripsi ini.
  
70
Gambar 2.22 Kerangka pemikiran