11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Gambaran Umum Bank Syariah
2.1.1. Definisi Bank Syariah 
Secara garis besar definisi bank syariah merupakan sebuah lembaga 
perbankan yang pada prinsipnya berpegang pada syariat Islam. Adapun
beberapa pendapat mengemukakan definisi bank syariah  yaitu :
Wangsawidjaja (2012:16) menyatakan bank syariah adalah :
Bank yang melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan
prinsip syariah yang meliputi tidak mengandung unsur riba,
maisir, haram dan zalim.
Ismail (2011:34) menyatakan bahwa :
Bank syariah merupakan bank yang dalam sistem
operasionalnya tidak menggunakan sistem bunga, akan tetapi
menggunakan prinsip dasar sesuai dengan syariah  Islam.
Sumar’in (2012:40) berpendapat bahwa :
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariah.
2.1.2. Tujuan Bank Syariah 
Adapun tujuan kehadiran bank syariah yang mempunyai peran
penting dalam pergerakan pertumbuhan ekonomi maupun bagi masyarakat.
  
12
Menurut Wangsawidjaja (2012:32) menyatakan bahwa:
Tujuan bank syariah menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dan meningkatakan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Menurut Sumar’in (2012:53) yaitu:
a.
Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah
secara islam, agar terhindar dari
yang dilarang atas prinsip
syariah.
b.
Menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi melalui
kegiatan investasi.
c.
Untuk meningkatakan kualitas hidup umat
dengan
membuka peluang berusaha pada kegiatan usaha produktif
bagi kaum defisit.
d.
Membantu
mengurangi masalah kemiskinan berupa
pembinaan nasabah. 
e.
Untuk menjaga kestabilan ekonomi / moneter pemerintah
f.
Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap
bank non islam (konvensional).
2.1.3. Fungsi Bank Syariah
Kehadiran bank syariah menjadikan perbankan di Indonesia semakin
beragam serta bisa menjadi solusi bagi umat islam yang ingin menjalakan
agama islam secara menyeluruh didalam kehidupan sehari-hari. Ini di
karenakan fungsi yang dimiliki bank syariah berbeda denga bank
konvensional adapun fungsi dari bank syariah yaitu menurut Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Pasal 4 dijelaskan fungsi
bank syariah sebagai berikut :
1.
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan
fungsi penghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
2.
Bank Syariah dan Unit Usaha Syriah dapat menjalankan
fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu
menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkan kepada
organisasi pengelola zakat.
3.
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah dapat menghimpun
dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan
menyalurkannya kepada pengelola wakaf (mazhir)
sesuai
dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
  
13
4.
Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3)
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain itu menurut  Sofyan, Wiroso dan Yusuf (2010:23) memberikan
gambaran yang lengkap dalam rincian mengenai fungsi-fungsi bank syariah
yaitu:
1.
Fungsi Manager Investasi
Bank syariah merupakan manager
investasi dari pemilik
dana (shahibul maal)
dari dana yang dihimpun dengan
prinsip mudharabah
yang dalam pengeolaan dana
(Mudharabah) dengan bagi hasil yang telah disepakati.
2.
Fungsi Investor
Bank syariah sebagai pemilik dana dengan penanaman
dana dilakukan dengan prinsip-prinsip syariah. Baik dalam
penyaluran dana dengan
prinsip bagi hasil (mudharabah
dan musayarakah), sewa menyewa (ijarah), dan jual beli
(murabahah, salam, dan istisna).
 
3.
Fungsi Jasa Perbankan 
Bank syariah memberikan jasa lalu lintas perbankan berupa
transfer, inkaso, layanan penukaran uang asing layanan
letter of credit
(L/C), menyimpan barang dan surat-surat
berharga kliring, bank garansi dengan prinsip syariah pada
sektor produktif dan risiko yang minim .
4.
Fungsi Sosial 
Bank syariah memberikan pelayanan social dengan dana
Qard
(pinjaman kebajikan) atau Zakat dan sumbangan
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam serta pengembangan
sumber daya manusia. 
2.1.4. Prinsip-Prinsip Bank Syariah  
Dalam hal bank syariah menjalankan kegiatannya sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah, prinsip utama yang dianut oleh bank syariah yaitu; 
  
14
Menurut Sofyan, Wiroso dan Yusuf (2010:5) dalam Undang-Undang No.21
Tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 1 angka 12 yaitu :
Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki wewenang dalam penerapan fatwa dibidang
syariah.
Jadi prinsip syariah adalah prinsip ajaran agama Islam yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist yang tidak menggenal konsep bunga
dalam sistem operasional bank melainkan menggunakan sistem bagi hasil
yang pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi nasabah.
2.1.5. Dasar Hukum Bank Syariah
Kegiatan
bank syariah dalam menjalankan operasionalnya
dilandaskan berdasarkan hukum-hukum yang berlaku..
Menurut Wangsawidjaja (2012:19) dasar hukum bank syariah yaitu :
1.
Undang-Undang dan Peraturan Bank Indonesia.
Dasar hukum saat ini adalah Undang-Undang Perbankan,
Undang-Undang Perbankan Syariah, Peraturan-Peraturan
Bank Indonesia (PBI) tentang Perbankan Syariah antara
lain PBI No.11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum syariah. 
Berdasarkan kententuan Pasal 7 dan Pasal 8
Undang-
Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan mengaskan bahwa Undang-undang
dan PBI merupakan hukum positif yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat. 
2.
Fatwa Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah Nasional adalah badan yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia yang memiliki kompetensi dan
otoriasasi resmi sehingga berwenang mengeluarkan
ketentuan-ketentuan syariah dalam bentuk fatwa Dewan
Syariah Nasional. Fatwa-fatwa tersebut dituangkan dalam
bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI) telah menjadi
hukum positif yang mengikat perbankan syariah.
  
15
3.
Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Konvensional Lainnya.
Dalam praktik perbankan syariah, apabila mengenai suatu
tindakan tidak ditemukan pengaturannya dalam Undang-
Undang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia dan
Fatwa Dewan syariah, maka diberlakukan dan dipedomani
ketentuan-ketentuan bank konvensional.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dasar hukum dalam perbankan syariah
terdiri dari hukum normatif  yang berasal dari hukum Islam bersumber dari
Al-Qur’an, sunnah, ijtihad. Sedangkan dasar hukum formal berasal dari
peraturan yang ada dalam suatu Negara
2.1.6. Akad dan Produk Bank Syariah  
Bank syariah yang melarang adanya unsur riba, judi (maysir),
ketidakpastian (gharar)
maka sebagai gantinya dapat menerapkan akad-akad
Islam pada praktik perbankan. 
Tabel 2.1
Akad dan Produk Bank Syariah 
Pendanaan
Pembiayaan
Jasa Perbankan
Pola Titipan
Wadi’ah 
(Giro, Tabungan )
Pola Bagi Hasil
Mudharabah, Musyarakah
(Investment Financing)
Pola Lainnya
Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn,
Sharf (Jasa Keuangan)
Pola Bagi Hasil
Mudharabah 
(Giro, Tabungan, Deposito)
Pola Jual Beli
Murabahah, Salam, Istishna
(Trade Financing)
Pola Sewa
Ijarah,
(Trade Financing)
Pola Pinjaman
Qardh
(Talangan)
Sumber : Sumar’in (2012:67)
  
16
Menurut Sumar’in (2012:68) adapun bentuk usaha yang dijalankan oleh bank
syariah itu sendiri meliputi:
1.
Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan investasi anatara lain:
a.
Giro berdasarkan prinsip wadi’ah yaitu:
Produk pendanaan pada bank syariah yang menerapkan
prinsip wadiah diantaranya adalah giro
wadi’ah
yang
merupakan simpanan dari nasabah dalam bentuk
rekening giro
untuk keamanan dan kemudahan
pemakaiannya.
Beberapa fasilitas giro
wadiah
yang
disediakan bank syariah untuk nasabah, antara lain:
buku cek, bilyet giro, kartu ATM, fasilitas
pembayaran,wesel bank, kliring, dan lain-lain.
b.
Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan/atau mudharabah
Sementara produk pendanaan lain yang menerapkan
prinsip
wadiah
adalah tabungan
wadiah, yang
merupakan simpanan dari nasabah dalam bentuk
rekening tabungan
untuk keamanan dan kemudahan
pemakaiannya, seperti halnya giro wadiah. 
Produk tabungan dengan prinsip mudharabah
merupakan akad antara pemilik modal (shahibul maal)
dalam hal ini pihak bank yang menyerahkan dana
kepada pengelola modal (mudharib) nasabah, dengan
syarat bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi dua
belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah
dibuat.
c.
Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak
penyimpan dana, Deposito berjangka pada dasarnya
sama dengan prinsip mudharabah tabungan.  
2.
Melakukan penyaluran dana melalui:
a.
Prinsip jual beli berdasarkan akad, anatara lain:
1.
Murabahah
adalah akad jual beli antara bank dan
nasabah di bank syariah membeli barang yang
diperlukan oleh nasabah dan kemudian menjualnya
kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga
  
17
perolehan ditambah dengan margin/keuntungan
yang disepakati antara bank syariah dan nasabah.
2.
Istisna
adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
dan penjual.
3.
Salam
adalah akad jual beli barang dengan cara
pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan
pembayaran harga terlebih dahulu.
b.
Prinsip bagi hasil berdasarkan akad, antara lain:
1.
Mudharabah
adalah akad antara penanam
dana/modal dan pengelola dana untuk melakukan
kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah yang telah disepakati.
2.
Musyarakah
adalah akad diantara pemilik
dana/modal untuk mencampurkan dana/modal
mereka pada suatu usaha tertentu, dengan
pembagian keunntungan diantara pemilik
dana/modal berdasarkan nisbah yang telah
disepakati.
c.
Prinsip sewa menyewa berdasarkan akad, anatara lain:
1.
Ijarah
adalah akad
sewa menyewa suatu
barang
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa.
2.
Ijarah muntahiya bittamalik
adalah akad sewa
menyewa suatau barang yang diakhir masa sewa
adanya
perpindahan kepemilikan barang dari pihak
yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.
d.
Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh
adalah akad memberikan (meminjamkan) uang kepada
orang lain tanpa mengharapakn imbalan, untuk
dikembalikan dengan pengganti yang sama dan dapat
ditagih atau  diminta kembali kapan saja oleh pihak
yang menghutangi.
3.
Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad
antara lain:
a.
Wakalah
adalah akad perwakilan antara dua pihak,
umumnya digunakan untuk penerbitan L/C (letter Of
Credit),
akan tetapi juga dapat digunakan untuk
mentransfer dana nasabah ke pihak lain.
  
18
b.
Hawalah
adalah akad pengalihan hutang dari orang
yang berhutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya.
c.
Kafalah
adalah akad jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiaban pihak kedua atau yang
ditanggung.
d.
Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak
ke pihak
lain, dengan uang sebagai gantinya atau
menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jamianan atas pinjaman yang diterimanya.
e.
Sharf adalah akad penukaran uang rupiah dengan mata
uang negara lain atau disebut valuta asing.
2.1.7 Perbedan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Pada dasarnya praktif pelaksanaan mekasisme perbankan antara 
perbankan syariah dengan perbankan konvensional
memiliki perbedaan yang
diuraikan pada table II.2 dan table II.3 dibawah ini
Tabel 2.2
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Perbedaan 
Bank Syariah
Bank Konvensional
1.
Investasi
Investasi hanya untuk proyek dan
produk yang halal serta
menguntungkan.
Investasi tidak hanya
mempertimbangkan halal atau
haram
asalkan proyek yang
dibiayai menguntungkan 
2.
Return
Return yang dibayar dan/atau diterima
berasal dari bagi hasil atau pendapatan
lainnya berdasarkan prinsip syariah.
Return
baik yang dibayar kepada
nasabah penyimpan dana dan
return yang diterima dari nasabah
pengguna dana berupa bunga.
3.
Perjanjian 
Perjanjian dibuat dalam bentuk akad
sesuai dengan syariah Islam.
Perjanjian menggunakan hukum
positif.
4.
Orientasi 
Orientasi pembiayaan, tidak hanya
untuk keuntungan akan tetapi juga
falah oriented, yaitu berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat.
Orientasi pembiayaan, untuk
memperoleh keutungan atas dana
yang dipinjamkan.
5.
Hubungan antara
bank dan nasabah
Hubungan antara bank dan nasabah
adalah mitra.
Hubungan antara bank dan
nasabah
ialah kreditor dan
debitur.
6.
Dewan pengawas
Dewan pengawas terdiri dari BI,
Bapepam, Komisaris, dan Dewan
Pengawas Syariah (DPS).
Dewan pengawas terdiri dari BI,
Bapepam, dan Komisaris.
7.
Penyelesaian
sengketa
Penyelesaian sengketa, diupayakan
diselesaikan
secara musyawarah
antara bank dan nasabah, melalui
peradilan agama.
Penyelesaian sengketa melalui
pengadilan negeri setempat.
Sumber: Ismail (2011:38)
  
19
Tabel 2.3
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Sistem Bunga 
Sistem Bagi Hasil
Besarnya bunga ditetapkan pada saat
perjanjian dan mengikat kedua pihak yang
melaksanakan perjanjian dengan asumsi
bahwa pihak penerima pinjaman akan sealau
mendapat keuntungan.
Bagi hasil ditetapkan dengan rasio nisbah yang
disepakati antara pihak yang melaksanakan akad
pada saat akad dengan berpedoman adanya
kemungkinan keuntungan atau kerugian.
Besarnya bunga
yang diterima berdasarkan
perhitungan persentase bunga dikalikan
dengan jumlah dana yang dipinjamkan.
Besarnya bagi hasil dihitung berdasarkan nisbah
yang dijanjikan dikalikan dengan jumlah
pendapatan dan atau keuntungan yang di
peroleh. 
Jumlah bunga yang diterima tetap, meskipun
usaha peminjam meningkat atau menurun.
Jumlah bagi hasil akan dipengaruhi oleh
besarnya pendapatan dan/ atau keuntungan. Bagi
hasil akan berfluktuasi.
Sistem bunga tidak adil, karena tidak terkait
dengan hasil usaha peminjam.
Sistem bagi hasil adil, karena perhitungannya
berdasarkan hasil usaha.
Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama
Tidak ada agama satu pun yang meragukan
sistem bagi hasil.
Sumber : Ismail (2011:24)
Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang telah diuraikan diatas. Produk
produk pada bank syariah juga mempunyai kemiripan tetapi tidak sama
dengan produk bank konvensional karena adanya pelarangan riba, gharar, dan
maysir. Oleh karena itu produk-produk pendanaan dan pembiayaan pada bank
syariah harus menghindari unsur-unsur tersebut. 
2.2. Pembiayaan
2.2.1. Definisi Pembiayaan
Pada dasarnya bank syariah memperoleh penghasilan (income)
berupa margin keuntungan, bagi hasil, fee (ujrah),
dan pungutan lainnya
seperti biaya administrasi yang sebagian besar penghasilan bank syariah
berasal dari kegiatan usaha berupa pembiayaan. Pembiayaan merupakan
aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah
yang membutuhkan dana dengan prinsip syariah. Dalam proses pembiayaan
  
20
penyaluran dana, bank syariah melakukan analisis yang mendalam atas
permohonan pembiayaan nasabah.
Menurut Ismail (2011:106) menjelaskan bahwa:
Pembiayaan syariah merupakan penyaluran dana dalam
bentuk pembiayaan dengan akad-akad syariah bukan bersifat
utang piutang, tetapi merupakan investasi kepada nasabah
yang tidak berbentuk bunga pada return yang didapat.
Menurut Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun 1998, 
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan
nasabah yang wajib mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil.
Selain itu Wangsawidjaja (2012:78) mendefinisikan :
Pembiayaan adalah salah satu jenis kegiatan usaha bank
syariah berupa penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a.
Transaksi bagi hasil dalam bentuk akad mudharabah dan
musyarakah.
b.
Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk akad ijarah atau
sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah bit tamlik.
c.
Transaksi jual beli dalam bentuk piutang
akad
murabahah, salam dan istisna.
d.
Transaksi pinjam –
meminjam dalam bentuk piutang
qardh, dan
e.
Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk
ijarah
untuk transaksi multijasa.
2.2.2. Tujuan Pembiayaan 
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang dikemukakan
oleh Yusuf dan Abdul Aziz (2009:68)
yaitu:
Pembiayaan guna
meningkatkan kesempatan kerja dan
kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Yang
harus dapat dan banyak dinikmati oleh sebanyak-banyaknya
oleh pengusah, masyarakat, dan pemerintah. 
  
21
2.2.3. Fungsi Pembiayaan
Menurut Ismail (2011:108) menyatakan fungsi pembiayaan yaitu :
Pembiayaan berfungsi membantu masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan usahanya. Secara
rinci fungsi pembiayaan antara lain :
a.
Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar -
menukar
barang dan jasa.
b.
Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk
menfaatkan kelebihan dana dan  menyalurkannya kepada
pihak yang membutuhkan 
c.
Pembiayaan sebagai alat pengendali harga 
d.
Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan
manfaat ekonomi yang ada.
2.2.4. Unsur-Unsur Pembiayaan
Unsur-unsur pembiayaan menurut Ismail (2011:107)  yaitu terdiri dari  : 
a.
Bank Syariah 
Merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan
kepada pihak lain yang membutuhkan dana.
b.
Mitra Usaha/Partner 
Merupakan pihak yang mendapatkan pembiayaan dari
bank syariah, atau penggunaan dana yang disalurkan oleh
bank syariah.
c.
Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan kepada pihak yang menerima pembiayaan
yang mana mitra wajib memenuhi pembayran kewajiban
untuk mengembalikan dana bank syariah sesuai dengan
jangka waktu tertentu yang diperjanjikan.
d.
Akad 
merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakatan
yang dilakukan antara bank syariah  dan pihak
nasabah/mitra.
e.
Risiko
Setiap dana yang disalurkan/diinvestasikan oleh bank
syariah selalu mengandung risiko tidak kembalinya dana.
f.
Jangka Waktu 
Periode waktu yang diperlukan oleh nasabah untuk
membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan
oelh bank syariah. Jangka waktu dapat bervariasi antara
  
22
lain jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
g.
Balas Jasa 
Nasabah membayar sejumlah tertentu sesuai dengan akad
yang telah disepakati antara bank dan nasabah. atas dana
yang disalurkan oleh bank syariah
2.2.5. Jenis-jenis Pembiayaan
Jenis-jenis pembiayaan pada  bank syariah maupun bank
konvensional tidaklah berbeda, hanya tata cara serta sistem pengembalian
yang jadi pembeda. Menurut Ismail (2011:113), pembiayaan pada perbankan
syariah dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya :
a.
P
embiayaan dilihat dari tujuan penggunaan
Dilihat dari tujuan penggunaannya, pembiayaan dibagi
menjadi tiga jenis yaitu pembiayaan investasi yaitu bank
syariah  memberikan  kepada nasabah untuk pengadaan
barang-barang modal (aset tetap) yang mempunyai nilai
ekonomis. Pembiayaan modal kerja digunakan untuk
memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis
dalam satu siklus usaha. Dan pembiayaan konsumsi yaitu
pemberian dana kepada nasabah untuk membeli barang-
barang untuk keperluan pribadi dan tidak untuk
keperluan usaha.
b.
P
embiayaan dilihat dari jangka waktu nya.
Pembiayaan dilihat dari jangka waktu yaitu pembiayaan
jangka pendek yaitu dengan maksimal jangka waktu
pembiayaan satu tahun, Pembiayaan jangka
menengah,yaitu dengan jangka waktu antara satu  tahun 
hingga 3 tahun  dan  Pembiayaan jangka panjang yaitu
dengan waktu yang diberikan lebih dari tiga tahun.
.
c.
P
embiayaan dilihat dari sektor usaha.
Pembiayan dilihat dari sektor usaha terdiri dari sektor
industri, sektor perdagangan, sektor pertanian,
pertenakan, perikanan dan perkebungan, sektor jasa dan
sektor perumahan.
d.
P
embiayaan dilihat dari segi jaminan.
  
23
Pembiayaan dengan jaminan merupakan jenis
pembiayaan yang didukung dengan jaminan (agunan)
yang cukup. Agunan atau jaminan dapat digolongkan
menjadi jaminan perorangan, benda berwujud, dan benda
tidak berwujud.
e.
P
embiayaan dilihat dari jumlahnya.
Pembiayaan bagi jumlahnya, pembiayaan dibagi menjadi
pembiayaan retail, menegah dan korporasi.
2.3. Mudharabah
2.3.1. Definisi Akad Mudharabah
Menurut Sumar’in (2012:72) menyatakan bahwa:
Mudharabah
yaitu perjanjian antara pemilik modal
(uang/barang) dengan pengusahaa dimana pemilik modal
bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek/usaha yang
pengusaha bersedia untuk mengelola proyek tersebut dengan
bagi hasil.
Antonio (2001:95) secara teknis mendefinisikan yaitu:
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh
(100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. 
Selain itu Wangsawidjaja (2012:192) menyatakan:
akad mudharabah
adalah transaksi penanamann dana dari
pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola dana
(mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang
sesuai syariah , dengan pembagian hasil usaha antara kedua
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.
2.3.2. Jenis-Jenis Akad Mudharabah
Dalam PSAK No. 105 dijelaskan  jenis mudharabah
yang dibedakan
menjadi tiga yaitu :
1.
Mudharabah muthlaqah
  
24
Adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam mengola
investasinya. 
2.
Mudharabah muqayyadah
Mudharabah
diman pihak dana memberikan batasan
kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat,
cara, dan atau objek investasi.
3.
Mudharabah musytarakah
Adalah
bentuk mudharabah
dimana pengelola dana
menyartakan modal atau dananya dalam kerjasama
investasi.
2.3.3. Rukun Pembiayaan  Akad Mudharabah
Menurut Sumar’in (2012:72) menguraikan rukun mudharabah yaitu :
1.
Ada pemilik dana
2.
Ada usaha yang akan dibagihasilkan
3.
Ada nisbah 
4.
Ada ijab qabul
Menurut Ismail (2011:172) berpendapat rukun dan syarat pembiayaan
mudharabah  yaitu:
1.
Pihak yang melakukan akad (shahibul maal dan
mudharib) harus cakap hukum.
2.
Modal yang diberikan oleh shahibul maal yaitu sejumlah
uang atau asset untuk tujuan usaha dengan syarat:
a.
Modal harus jelas jumlah dan jenisnya.
b.
Dapat berbentuk uang atau barang yang dapat di nilai
pada waktu akad.
c.
Modal tidak berbentuk piutang. Modal harus
dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap
maupun sekaligus, sesuai dengan kesepakatan dalam
akad mudharbah
3.
Pernyetaan ijab qabul, dituangkan secara tertulis yang
menyangkut semua ketentuan yang disepakati dalam
akad
4.
Keuntungan
mudharabah adalah jumlah yang didapat
sebagai kelebihan dari modal yang telah diserahkan oleh
shaibul maal
kepada mudharib
dengan syarat sebagai
berikut :
  
25
a.
Pembagian keuntungan harus untuk kedua belah
pihak (shahibul maal dan mudharib)
b.
Pembagian keuntungan harus dijelaskan secara
tertulis pada saat akad dalam bentuk nisbah bagi
hasil.
c.
Penyedia dana menanggung semua kerugian, kecuali
kerugian akibat kesalahan yang disengaja oleh
mudharib.
5.
Kegiatan usaha mudharib
sebagai pertimbangan modal
yang disediakan oleh shahibul maal,
akan tetapi harus
mempertimbangkan sebagai berikut:
a.
Kegiatan usaha adalah hak mudharib, tanpa campur
tangan shahibul maal, kecuali untuk pengawasan.
b.
Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan
pengelola yang mengakibatkan tidak tercapainya
tujuan pembiayaan akad mudharabah,
yaitu
memperoleh keuntungan.
c.
Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah, dan
harus mematuhi semua perjanjian.
2.3.4. Bagi Hasil dalam Pembiayaan Akad Mudharabah
Bagi hasil dalam transaksi akad mudharabah
merupakan pembagian
atas hasil usaha yang dilakukan mudharib
atas modal yang diberikan shaibu
maal sesuai dengan nisbah yang telah sesuai dengan akad mudharabah
yang
diruangkan di awal pada saat perjanjian akad. 
Menurut ismail (2011:174) menyatakan perhitungan bagi hasil yang terdiri
atas dua:
a.
Revenue Sharing
Perhitungan Revenue Sharing berasal dari nisbah dengan
pendapatan sebelum dikurangi biaya.
b.
Profit Sharing
Perhitungan bagi hasil yang menggunakan profit/loss
sharing
merupakan perhitungan bagi hasil yang berasal
dari nisbah dikaikan dengan laba usaha sebelum
dikurangi dari penghasilan.
  
26
2.3.5.  Skema Pembiayaan Akad Mudharabah
Gambar 2.1
Skema Pembiayaan Mudharabah
Sumber: Ismail (2011:173)
Keterangan :
1.
Bank syariah (shahibul maal)
dan nasabah (mudharib)
menandatangani akad pembiayaan mudharabah.
2.
Bank syariah menyerahkan dana 100% dari kebutuhan proyek
usaha.
3.
Nasabah tidak menyerahkan dana sama sekali, Namun melakukan
pengelolaan proyek yang dibiayai 100% oleh bank.
  
27
4.
Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh mudharib, Bank syariah
tidak ikut campur dalam manajemen perusahaan.
5.
Hasil usaha dibagi sesuai dengna nisbah yang telah di janjikan
dalam akad pembiayaan mudharabah.
6.
Persentasi tertenu menjadi milik hak bank syariah, dan sisanya
diserahkan kepada nasabah.
2.3.6 Ketentuan Pembiayaan Akad Mudharabah
Ismail (2011:170)
mengemukakan beberapa ketentuan pembiayaan
akad mudharabah antara lain:
a.
Pembiayaan akad mudharabah
digunakan untuk usaha
yang bersifat
produktif.
Menurut jenis penggunaannya
pembiayaan akad mudharabah
diberikan untuk
pembiayaan investasi dan modal kerja.
b.
Shahibul maal
(bank syariah) membiayai 100% suatu
proyek usaha, dan mudharib
(nasabah pengelola usaha)
bertindak sebagai pengelola proyek usaha/kerja sama
usaha.
c.
Mudharib
boleh melaksanakan berbagai macam usaha
sesuai dengan akad yang telah disepakati bersama antara
bank syariah dan nasabah.
Bank syariah tidak ikut serta
dalam mengelola perusahaan, akan tetapi memiliki hak
untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
kinerja mudharib.
d.
Jangka waktu pembiayaan, tata cara pengembalian modal
shahibul maal, dan pembagian keuntungan/hasil usaha
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara shahibul maal
dan mudharib.
e.
Jumlah pembiayaan akad mudharabah
harus disebutkan
dengan jelas dan dalam bentuk dana tunai.
f.
Shahibul maal
menanggung semua kerugian akibat
kegagalan pengelolaan usaha oleh mudharib, kecuali bila
kegagalan usaha disebabkan adanya kelalaian mudharib,
atau adanya unsur kesengajaan. 
g.
Agunan dari
mudharib
yang tidak diwajibkan, namun
untuk menciptakan saling percaya antara shahibul maal
  
28
dan mudharib, maka shahibul maal
diperbolehkan
meminta agunan/jaminan yang digunakan untuk menutup
kerugian atau kelalian mudharib.  
h.
Kriteria jenis usaha, pengusaha, prosedur pembiayaan,
dan mekanisme pembagian keuntungan diatur sesuai
ketentuan bank syariah atau lembaga keuangan syariah
dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2.4. Pengendalian Internal 
2.4.1. Definisi Pengendalian Internal
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik pada SA 319 par 06
dikemukakan bahwa: Pengendalian internal
adalah suatu proses yang
dijadikan oleh dewan komisaris, manajemen, dan professional lain entitas
yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian
tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b)
efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku.
Menurut Krismiaji (2010:218) menyatakan bahwa:
Pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode
yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva,
menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya,
memperbaiki efisiensi dan untuk mendorong ditaatinya
kebijakan manajemen.
Menurut Jones, Rama (2008:8) menyatakan :
Pengendalian internal mencakup kebijakan-kebijakan,
prosedur-prosedur, dan sistem informasi yang digunakan
untuk melindungi aset-aset perusahaan dari kerugian atau
korupsi, dan untuk memelihara keakuratan data keuangan.
2.4.2. Pentingnya Pengendalian Internal
Pentingnya pengendalian internal bagi sebuah entitas bertujuan  untuk
terciptanya semua aktivitas berjalan dengan efektif dan efisien guna
  
29
mencegah pengelapan maupun penyimpangan dari standar yang telah
ditetapkan.  Pengendalian internal juga penting agar kegiatan operasional
dapat berjalan dengan baik dan menutup peluang terjadinya penyeleweng,.
Menurt Halim (20082:206) menyatakan bahwa pentingnya pengendalian
internal bagi manajemen dan auditor karena :
1.
Lingkup dan ukuran perusahaan bisnis yang semakin komplek.
2.
Pemeriksaan dan penelaahan bawaan dalam sistem yang baik
memberikan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan
mengurangi kemungkinan dan ketidakberesan yang terjadi. 
3.
Pengendalian internal yang baik akan mengurangi beban
perlaksanaan audit sehingga dapat mengurangi biaya ataupun fee
audit.   
Jadi dapat disimpulkan bahwa pentingnya pengendalian internal bagi
sebuah entitas bertujuan untuk terciptanya semua aktivitas berjalan dengan
efektif dan efisien guna mencegah pengelapan maupun penyimpangan dari
standar yang telah ditetapkan.
2.4.3. Tujuan Pengendalian Internal
Tujuan dari pengendalian internal adalah memastikan bahwa semua
aktivitas berjalan dengan baik serta sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan oleh suatu entitas. Pengendalian internal juga bertujuan untuk
memberikan perlindungan serta tindakan pencegahan dari penyimpangan
yang akan terjadi. Harvindo (2012:4) mengemukakan 5
tujuan utama
pengendalian internal yaitu untuk meyakinkan :
1.
Keandalan dan integritas informasi.
2.
Ketaatan dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum
dan peraturan. 
3.
Mengamankan aktiva.
4.
Pemakaian sumberdaya yang ekonomis dan efisien.
5.
Pencapaian tujuan dan sasaran operasi atau program yang
ditetapkan.
  
30
2.4.4. Komponen Pengendalian Internal
COSO (Committee of Sponsoring Organization) merupakan
organisasi yang mengeluarkan laporan
yang berisi kerangka intergral
pengandalian internal. Konsep yang dikemukakan oleh COSO menjadi
pengembangan bagi pemahaman auditor terhadap pengendalian internal
klien, dan sudah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik 2001 SA
319. 
Abdul Halim (2008:205) mengemukakan lima komponen  pengendalian
menurut COSO sebagai berikut :
1.
Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi,
mempengaruhi kesadaran pengendalian setiap individu.
Lingkungan pengendalian merupakan dasar komponen
pengendalian internal, menyediakan disiplin dan struktur.
Lingkungan
pengendalian terdiri atas tindakan, kebijakan, dan
prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para
direktur, dan pemilik entitas secara keseluruhan. 
Beberapa faktor yang berpengaruh didalam lingkungan
pengendalian antara lain: Integritas dan Nilai Etika, Komitmen
Terhadap Kompetensi, Partisipasi Dewan Direksi dan Komite
Audit, Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen, Struktur
Organisasi dan Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab,
serta Praktik dan Kebijakan Sumber Daya Manusia.
2.
Penilaian Risiko
Penilaian risiko adalah identifikasi dan analisis terhadap risiko
entitas yang relevan untuk pencapai tujuan, serta membentuk
suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.
  
31
Beberapa faktor risiko yang timbul dari perusahaan  yaitu:
Perubahan dalam
lingkungan operasi, Personel baru, Sistem
informasi yang baru atau yang diperbaiki, Teknologi baru,
aktivitas baru, Restrukturrisasi korporasi, Operasi luar negeri,
dan Standar akuntansi baru.
3.
Informasi dan Komunikasi 
Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian,
pengungkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan
waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung
jawab mereka. Sistem informasi berkaitan dengan metode yang
digunakan dalam melaksanakan, mengelola dan mengendalikan
operasi
sedangkan komunikasi mencakup penyediaan suatu
pemahaman tentang peran dan tanggang jawab individu
berkaitan dengan pengendalian internal.
4.
Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang
membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.
Aktivitas tersebut membantu bahwa tindakan yang diperlukan
untuk menanggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas.
Umumnya aktivitas pengendalian dapat digolongkan sebagai
kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan berikut:
a.
Pengendalian Otorisasi 
Merupakan suatu pengendalian yang terkait atas setiap
aktivitas dan transaksi diautorisasi dengan tepat oleh
manajemen dalam lingkup kewenangnya.
b.
Pengelolaan Pemerosesan Informasi
Pengendalian yang berkaitan erat dengan proses otorisasi,
kelengkapan, dan keakuratan. Pengendalian pengelolaan
informasi digolongkan menjadi dua, yaitu pengendalian
umum dan pengedalian aplikasi komputer. Pengendalian
umum bertujuan untuk mengontrol pengembangan program,
perubahan program, operasi komputer dan
mengamankan
akses program dan data. Sedangkan pengendalian aplikasi
komputer  bertujuan mengendalikan transaksi dalam siklus
transaksi individu dengan menggunakan TI
c.
Pemisahan Tugas 
Pemisahaan tugas yang baik meliputi pemisahaan: autorisasi
transaksi, dan memelihara akuntabilitas catatan dalam
catatan akuntansi.
d.
Pengendalian fisik
  
32
Aktivitas pengendalian fisik termasuk penghitungan asset
dan pembandingan dengan jumlah yang ada dalam catatan
pengendalian secara periodik. 
5.
Pemantauan/ Monitoring
Pematauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja
pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan mencakup
penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan
pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui
kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara
terpisah, atau lain sebagainya. 
2.5 Penlitian Terdahulu
Penelitian
Terdahulu, Muhammad (2009) dengan judul Penyesuaian
Masalah Agensi (Agency Problem) dalam kontrak pembiayaan mudharabah.
Muhammad
memaparkan pendapat bahwa dengan terbentuknya pembiayaan
mudharabah menciptakan sebuah kontrak keuangan yang biasa disebut kontrak
mudharabah, kontrak mudharabah menuntut adanya transparansi antara
pemilik dana (shahibul maal) dan pihak pelaku usaha (mudharib) yang secara
langsung memiliki keterkaitan terhadap usaha yang akan dijalankan oleh
pelaku usaha (mudharib). Dengan tidak adanya transparansi pada kontrak
mudharabah
akan memunculkan masalah-masalah yang dapat mempengaruhi
struktur pengeloaan kontrak.
Selain itu, Hadi
(2011) dengan judul Problematika Pembiayaan
Akad
Mudharabah
di Perbankan Syariah Indonesia. Hadi berpendapat bahwa
pembiayaan akad mudharabah di Perbankan Syariah memiliki berbagai macam
permasalahan yang berkaitan seperti tingginya risiko yang meliputi pembiayaan 
akad mudharabah, belum adanya standar biaya untuk berbagai jenis usaha,
  
33
belum ada lembaga yang membina dan mengawasi nasabah yang berperan
sebagai mudharib, Serta kurang siapnya sumber daya manusia yang ada di
perbankan syariah. Hal ini menjadikan presentase produk pembiayaan dengan
akad mudharabah 
tidak mendominasi pada bank syariah. Padahal pembiayaan
bagi hasil adalah pola pembiayaan yang mencerminkan spirit perbankan
syariah. 
Berdasarkan penelitian terdahulu dengan berbagai pendapat yang telah
diungkapkan terkait masalah-masalah yang timbul dari pembiayaan akad
mudharabah. Pada penelitian yang penulis lakukan, proses pembiayaan akad
mudharabah dalam bank syariah merupakan komponen penting yang harus di
control dengan baik, karena hal tersebut dapat berakibat pada kegagalan tujuan
perusahaan dalam pemberian pembiayaan
akad mudharabah.
Adapun
perbedaan peneliti terdahulu dengan sekarang yaitu, dimana penulis melakukan
Evaluasi Pengendalian Internal atas Pembiayaan akad Mudharabah
pada PT.
Bank Muamalat
Indonesia, Tbk
yang berdasarkan komponen
COSO.
Komponen COSO tersebut merupakan penilaian atas control pada sebuah bank
syariah terkait dengan keefektifan dan efisiensi
yang dimiliki bank syariah
dalam hal meminimalisir risiko-risiko atas pembiayaan mudharabah
agar
proses tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan harapan baik dari sisi
nasabah dan sisi bank syariah, serta memberikan kontribusi positif pada
pertumbuhan ekonomi. 
  
34