11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Pajak 
Pengertian pajak yang dikemukan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah
diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo:
“ Pajak adalah iuran kepada negara ( yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan –
peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran –
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Dalam definisi diatas lebih memfokuskan pada fungsi bugeter dari pajak, sedangkan
pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengatur. Apabila
memperhatikan coraknya, dalam memberikan batasan pengertian pajak dapat
dibedakan dari berbagai macam ragamnya, yaitu dari segi ekonomi, segi sosiologi,
dan lain sebagainya.
Ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak, sebagai berikut:
1.
Pajak dipungut berdasarkan undang –
undang serta aturan
pelaksanaanya yang sifatnya dapat dipaksakan
2.
Dalam pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah
  
12
3.
Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah
4.
Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran –
pengeluaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
5.
Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur
2.2
Fungsi Pajak
Sebagimana telah diketahui ciri –
ciri yang melekat pada pengertian pajak,
terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu sebagai berikut:
1.
Fungsi Penerimaan (budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran –
pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh :
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri
2.
Fungsi Mengatur (reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh : dikenakannya pajak yang
lebih tinggi terhadap minuman keras dan dapat ditekan. Demikian pula
terhadap barang mewah.
  
13
2.3
Cara Pemungutan Pajak 
Cara pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
1.
Stelsel Pajak
Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 stelsel, adalah sebagai
berikut:
I.
Stelsel nyata (rill stelsel)
Penggenaan pajak didasarkab pada objek (penghasilan) yang nyata,
sehingga pemungutannya baru dilakukan pada akhir tahun pajak,
yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui.
Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis.
Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode
(setelah penghasilan rill diketahui).
II.
Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Penggenaan pajak didasarkan pada suatu anggaran yang diatur oleh
undang – undang. Sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap
sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah
dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan.
Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar sekana tahub berjalan,
tanpa harus menunggu akhir tahun. 
Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
  
14
III.
Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan
stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak
menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan,
maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula
sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta
kembali.
2.
Sistem pemungutan pajak 
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi berikut ini:
I.
Sistem Official Assessment
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang. Ciri –
ciri Official Assesment system adalah
sebagai berikut:
1)
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada
pada fiskus.
2)
Wajib pajak bersifat pasif
3)
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
II.
Sistem Self Assessment
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan,tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
  
15
menghitung,memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar.
III.
Sistem Withholding
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
2.4
PPH Pasal 26
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri dari
Indonesia,selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, dipotong PPh pasal 26. Seperti diketahui bahwa penggenaan pajak
penghasilan menurut undang –
undang pajak penghasilan Indonesia menganut dua
sistem, yaitu:
1.
Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi wajib pajak luar negeri
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia
2.
Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi pajak luar negeri lainnya.
Pajak penghasilan pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan/dipotong
atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia yang pemenuhannya seperti
disebutkan diatas.
2.4.1
Subjek Pajak PPh Pasal 26
Penerima penghasilan sebagai subjek pajak yang dipotong PPh pasal 26 yaitu oramg
pribadi dengan status sebagai subjek pajak luar negeri yang menerima atau
  
16
memperoleh penghasilan dengan nama dalam bentuk apapun, sepanjang tidak
dikecualikan dalam peraturan Direktur Jendral Pajak, dari Pemotong PPh Pasal 26
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan
baik dalam hubungannya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk
penerima pensiun.
2.5
Bentuk Usaha Tetap 
Bentuk usaha tetap dalam sistem perpajakan Indonesia menempati suatu kedudukan
yang khusus karena disamping pemajakan atas bentuk usaha tetap tersebut agak
berbeda dibandingkan dengan pemajakan atas wajib pajak pada umumnya, juga
dalam kaitan dengan perjanjian perpajakan (Tax Treaty), ada tidaknya suatu bentuk
usaha tetap sangat menentukan dapat atau tidaknya suatu negara sumber mengenakan
pajak atas laba usaha yang diperoleh suatu perusahaan yang berkedudukan di luar
negeri.
Istilah bentuk usaha tetap (Permanent Establishment) dikenal di kalangan
dunia perpajakan Indonesia baru setelah berlakunya undang –
undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yaitu pada tanggal 1 Januari 1984. 
2.5.1
Pengertian BUT Menurut P3B
Pengertian bentuk usaha tetap (BUT) menurut P3B adalah suatu tempat usaha tetap
dimana melalui tempat usaha tetap tersebut usaha dari suatu perusahaan seluruhnya
atau sebagian dijalankan.salah satau kriteria utama adanya BUT adalah adanya suatu
tempat tetap (fixed place) yang digunakan untuk melakukan usaha. BUT semacam
ini sering disebut dengan istilah BUT aktiva (asset type permanent establishment).
  
17
Berdasarkan model P3B Indonesia, istilah BUT terutama meliputi:
1.
Tempat manajemen
2.
Cabang
3.
Suatu kantor
4.
Suatu pabrik
5.
Suatu bengkel
6.
Suatu gudang atau tempat yang digunakan sebagai tempat penjualan
7.
Pertanian dan perkebunan
8.
Suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian atau tempat
pengambilan atau eksplorasi atau eksploitasi sumber daya alam, rig
pengeboran atau kapal yang digunakan untuk eksplorasi atau eksploitasi
sumber daya alam
Selain dari adanya tempat tetap (fixed place), ada atau tidaknya BUT juga bisa
ditentukan dari adanya aktivitas. Jadi meskipun tidak ada aktiva tapi, ada aktivitas
tertentu maka akan menimbulkan BUT . BUT semacam ini disebut dengan aktivitas
(activity type permanent establishment).
2.5.2
Objek Pajak BUT menurut P3B
Dalam Model P3B Indonesia, apabila suatu perusahaan menjalankan usaha melalui
bentuk usaha tetap di negara lainnya. Laba perusahaan itu dapat di kenakan pajak di
negara lainnya tersebut, tetapi hanya atas jumlah penghasilan yang dianggap berasal 
dari:
  
18
1.
Bentuk usaha tetap
2.
Penjualan barang yang dilakukan di negara lainnya atau barang dagangan dari
jenis yang sama atau serupa seperti yang dijual melalui bentuk usaha tetap
3.
Kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di negara lain dari jenis yang sama
atau serupa seperti yang dilakukan melalui bentuk usaha tetap
Jadi negara sumber tempat BUT berkedudukan dapat memajaki atas penghasilan
yang berasal dari BUT itu sendiri (attribution income), maupun penghasilan dari
penjualan barang, atau kegiatan lainnya yang sejenis dengan BUT (force of
attraction income).
Perlakuan ini serupa dengan UN Model, sedangkan OECD Model hak pemajakan
sebatas pada penghasilan yang berasal dari bentuk usaha tetap saja. Dengan kata lain
dalam OECD Model penjualan barang yang sejenis atau kegiatan usaha lainnya yang
sama atau serupa tidak dapat dipajaki oleh negara lainnya(negara sumber).
2.5.3
Pengertian Bentuk Usaha Tetap Menurut Perjanjian Perpajakan
Ketentuan mengenai bentuk usaha tetap dalam suatu perjanjian perpajakan sangat
penting artinya, hal ini penting karena selain menentukan mengenai ada tidaknya hak
negara sumber untuk mengenakan pajak atas laba usaha (business profits) yang
diterima atau diperoleh perusahaan yang merupakan penduduk(resident) negara
mitranya, juga mengatur mengenai cara pemajakan laba usaha (business profits)
bentuk usaha tetap.
Pengertian bentuk usaha tetap di dalam perjanjian perpajakan tergantung kepada
pengertian yang diberikan oleh masing –
masing perjanjian perpajakan yang
bersangkutan, yang dapat berbeda dari satu perjanjian perpajakan ke perjanjian
  
19
perpajakan lainnya. Pada umumnya, dalam perjanjian perpajakan bentuk usaha tetap
(Permanent Establishment) diartikan atau didefinisikan sebagai suatu tempat tertentu
di mana seluruh atau sebagian usaha perusahaan (luar negeri) dijalankan.
Adanya suatu bentuk usaha tetap diperlukan adanya dua kondisi yaitu:
1.
Adanya suatu tempat usaha tertentu
2.
Di tempat usaha tersebut terdapat kegiatan usaha (business activities) dari
suatu perusahaan (luar negeri) dijalankan, baik sebagian atau seluruhnya.
Pengertian bentuk usaha, secara khusus biasanya meliputi:
1.
Suatu tempat manajemen
2.
Suatu cabang 
3.
Suatu kantor
4.
Suatu pabrik
5.
Suatu ruang kerja (work shop)\
6.
Suatu gudang
7.
Suatu pertambangan, suatu ladang minyak atau gas, suatu tempat penggalian
atau tempat lainnya untuk pengambilan sumber kekayaan alam, suatu
anjungan pengeboran minyak
8.
Suatu pertanian atau perkebunan
9.
Suatu lokasi bangunan, suatu proyek konstruksi, intalasi atau proyek
perakitan atau kegiatan –
kegiatan pengawasan yang berhubungan dengan
proyek tersebut diatas apabila lokasi bangunanm proyek konstruksi, instalasi
atau proyek perakitan atau kegiatan –
kegiatan pengawasan yang
berhubungan dengan proyek berlangsung di Indonesia (sebagai negara
  
20
sumber) atau berlangsung dinegara mitra (sebagai negara sumber) melebihi
jangka waktu (masa) yang ditentukan dalam perjanjian perpajakan.
10. Pemberian jasa (furnishing of services), termasuk jasa konsultan yang
diberikan penduduk (resident) negara mitra (
sebagai negara domisili) oleh
karyawan atau pegawai lainnya dimana kegiatan itu berlangsung di
Indonesia, atau sebaliknya diberikan oleh penduduk (resident) Indonesia
(sebagai negar domisili) oleh karyawan atau pegawai lainnya di mana
kegiatan itu berlangsung di negara mitra ( sebagai negara sumber), untuk
masa atau masa – masa yang berjumlah melebihi masa yang ditentukan dalam
perjanjian perpajakan
2.5.4
Kegiatan –
Kegiatan Yang Tidak Termasuk dalam Pengertian Bentuk
Usaha Tetap
Terdapat kegiatan –
kegiatan yang menurut ketentuan perjanjian perpajakan tidak
termasuk dalam pengertian bentuk usaha tetap. Pada umumnya, kegiatan – kegiatan
tersebut adalah kegiatan – kegiatan : 
1.
Penggunaan fasilitas semata –
mata dengan maksud untuk menyimpan
(stroage) atau memamerkan (display) barang barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan 
2.
Pengurusan persediaan (stocks) barang –
barang atau barang dagangan
kepunyaan perusahaan semata –
mata untuk di simpan atau untuk di
pamerkan 
3.
Pengurusan suatu tempat usaha tertentu (fixed place of business) semata –
mata untuk keperluan pembelian barang atau barang dagangan, atau
pengumpulan keterangan untuk keperluan perusahaan 
  
21
4.
Pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata –mata untuk keperluan
periklanan, untuk pemeberian keterangan untuk penelitian olmiah atau untuk
kegiatan – kegiatan yang serupa yang bersifat persiapan atau penunjang untuk
keperluan perusahaan
5.
Pengurusan tempat usaha tertentu yang semata –
mata merupakan
penggabungan kegiatan tersebut, sepanjang seluruh kegiatan diatas tersebut
bersifat persiapan atau bersifat penunjang.
2.5.5
Perlakuan Perpajakan Terhadap Laba Usaha (Business Profit)
yang
Diperoleh Perusahaan Luar Negeri yang Merupakan Penduduk
(resident) Negara Mitra Perjanjian Perpajakan
Prinsip pemajakan atas penghasilan atas laba usaha yang diterima atau diperoleh
perusahaan luar negeri yang merupakan penduduk (Reesident) di negara mitra ( atau
senaliknya di Indonesia dalam kapasitas Indonesia sebagai negara domisili) adalah
memberikan hak utam pemajakan kepada negara mitra ( atau sebaliknya kepada
Indonesia, dalam kapasitasnya sebagai negara domisili).
Dalam hal negara sumber berhak mengenakan pajak, yaitu karena perusahaan yang
bersangkutan melakukan kegiatan atau usaha melalui bentuk usaha tetap di negara
itu, penghasilan atau laba usaha yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas kepada
penghasilan atau laba yang dianggap berasal dari (attributable) bentuk usaha tetap.
Pengertian penghasilan atau laba yang berasal dari (attributable) bentuk usaha tetap
dapat berupa:
  
22
1.
Penghasilan atau laba dari kegiatan atau usaha yang dilakukan bentuk usaha
tetap sendiri
2.
Penghasilan atau laba dari penjualan barang –
barang atau barang dagangan
yang dilakukan di negara sumber ( yang langsung dilakukan oleh perusahaan
yang merupakan penduduk ( Resident ) di negara mitra kepada pembeli
dinegara sumber, tanpa melalui bentuk usaha tetapnya), yang sama atau
jenisnya serupa ( the same or similiar kind ) seperti yang dijual bentuk usaha
tetap
3.
Penghasilan atau laba dari kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di negara
sumber yang sama atau jenisnya serupa dengan kegiatan usaha lain yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap, yang langsung dilakukan oleh perusahaan
yang merupakan penduduk
(resident) di negara mitra kepada langganan di
negara sumber, tanpa melalui bentuk usaha tetapnya.
2.5.6
Daftar Time Test Untuk Menentukan BUT di Indonesia
No
Negara
Konstruksi
Instalasi
Perakitan
Pengawasan
Konstruksi
Jasa lainnya
1
Algeria 
3 bulan 
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3bulan/12 bulan
2
Australia 
120 hari
120 hari
120 hari
120 hari
120hari/12
bulan
3
Austria  
6 bulan 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
4
Bangladesh
183 hari 
183 hari
183 hari
183 hari
91 hari/12 bulan
5
Belgium 
6 bulan
6 bulan 
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
6
Brunei
183 hari
3 bulan
3 bulan
183hari
3bulan/12 bulan
  
23
Darussalam
7
Bulgaria 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
8
Canada 
120hari
120hari
120hari
120hari
120hari/12
bulan
9
Czech
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
10
China
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6bulan/12 bulan
11
Denmark 
6 bulan
3 bulan
3 bulan 
6 bulan
3bulan/12 bulan
12
Egypt 
6 bulan
4 bulan
4 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
13
Finland
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
14
France 
6 bulan
N/A
6 bulan
183 hari/12
bulan
183hari/12
bulan
15
Germany 
6 bulan
6 bulan
N/A
N/A
7,5%
16
Hungary 
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
4bulan/12 bulan
17
India 
183 hari
183 hari
183 hari
183hari
91hari/12 bulan
18
Italy 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
19
Japan 
6 bulan
6 bulan
N/A
6 bulan
N/A
20
Jordan 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
1bulan/12 bulan
21
Korea,Republic
of
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
22
Korea,
Democratic
people’s
Republic of
12 bulan
12bulan
12 bulan
12 bulan
6bulan/12 bulan
23
Kuwait 
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3bulan/12 bulan
  
24
24
Luxembourg 
5 bulan
5 bulan
5 bulan
5 bulan
10%
25
Malaysia 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
N/A
26
Mexico 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
91hari/12 bulan
27
Mongolia 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
28
Netherlands 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
29
New zealand 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
30
Norway
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
31
Pakistan 
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
15%
32
Philippines
6 bulan
3 bulan
3 bulan
6 bulan
183hari,12
bulan
33
Poland
183hari
183hari
183hari
183hari
120hari/12
bulan
34
Portuguese
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
183hari/12
bulan
35
Qatar
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6bulan/12 bulan
36
Romania
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
4bulan/12 bulan
37
Russia
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
Tanpa Time test
38
Saudi Arabia*
N/A
N/A
N/A
N/A
N/A
39
Seychelles
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
40
Singapore
183 hari
183 hari
183hari
6 bulan
90hari/12 bulan
41
Slovak
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
91hari/12 bulan
42
South Africa
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
120hari/12
bulan
43
Spain 
183 hari
183hari
183hari
183hari
3bulan/12 bulan
  
25
44
Srilanka
90hari
90hari
90hari
90hari
90hari/12 bulan
45
Sudan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
46
Sweden 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
47
Switzerland
183hari
183hari
183 hari
183hari
5%
48
Syria
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
183hari/12
bulan
49
Taipei /
Taiwan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
120hari/12bulan
50
Thailand
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6bulan/12 bulan
51
Tunisia
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3 bulan
3bulan/12 bulan
52
Turkey
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
183hari/12
bulan
53
UAE ( United
Arab Emirates)
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
54
Ukraine
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
4bulan/12 bulan
55
United
Kingdom 
183hari
183hari
183hari
183hari
91hari/12bulan
56
United States
of America
120hari
120hari
120hari
120hari
120hari/12bulan
57
Uzbekistan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
58
Venezuela
6 bulan
6 bulan
6 bulan
6 bulan
10%
59
Vietnam 
6 bulan 
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3bulan/12 bulan
  
26
2.5.7
Pengenaan Pajak BUT di Indonesia
Pengenaan pajak dari BUT di Indonesia ditentukan berdasarkan jangka waktu yang
berlaku di masing – masing P3B, seperti berikut ini:
1.
Dalam hal persyaratan jangka waktu untuk adanya BUT di Indonesia
dipenuhi, maka atas imbalan jasa tesebut dikenakan pajak di Indonesia dan
dipotong PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2.
Dalam hal jangka waktu mengenai adanya BUT tidak dipenuhi, maka atas
imbalan jasa tersebut tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia, hak
pemajakannya dilakukan oleh negara treaty partner tempat kedudukan dari
WP luar negeri.
2.5.8
Pajak Penghasilan Pada BUT 
Apabila hak pemajakan dari BUT berada pada Indonesia, maka pajak penghasilan
dari BUT dihitung atas:
1.
Penghasilan BUT di Indonesia
2.
Branch Profit Tax 
3.
.mempunyai kantor pusat di Indonesia,
4.
mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di
Indonesia, 
5.
mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang
melakukan pengendalian, 
6.
pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat keputusan
strategis, atau 
7.
pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia. 
  
27
2.6
Pemajakan Atas Laba Usaha
Model P3B semuanya mengatur bahwa laba (business profits) suatu perusahaan dari
suatu negara pihak pada persetujuan hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut
kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di negara pihak lainnya melalui suatu
bentuk usaha tetap (BUT) yang berada negara lainnya tersebut. 
Contoh :
A Ltd sebuah perusahaan bergerak dalam bidang elektronik merupakan penduduk
negara X,
dimana Indonesia dengan negara X telah mempunyai P3B. Pada suatu
waktu A Ltd melakukan penjualan komputer di Indonesia dengan mendapatkan laba
USD100.000. Atas penghasilan berupa laba usaaha penjualan komputer di Indonesia
(negara sumber) Indonesia tidak boleh memajaki, karena hak pemajakan berada di
negara X (negara domisili).
A Ltd menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui BUT yang
berada di Indonesia, misalnya A Ltd memiliki kantor cabang di Indonesia, maka
Indonesia sebagai negara sumber berhak memajaki. Berdasarkan pasal 2
ayat (1a)
undang –
undang PPh, BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak badan, sehingga kewajiban terkait dengan wajib
pajak badan akan timbul. A Ltd harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP,
menghitung kewajiban perpajakan, menyetor,dan melaporkan SPT.
  
28
2.7
Penghindaran Pajak Berganda 
2.7.1
Pengertian P3B
Persetujuan penghindaran pajak berganda adalah persetujuan antara dua negara yang
berisi kesepakatan membagi hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan
yang berasal dari suatu negara yang diperoleh penduduk negara lain. Istilah lain yang
biasa digunakan dalam menyebut P3B adalah Tax Treaty, double taxation agreement
(DTA), double taxation convention (DTC), double taxation treaty, atau tax
conventions.
Pembagian hak pemajakan tersebut dituangkan dalam suatu persetujuan berisi
ketentuan – ketentuan yang akan mengikat kedua negara. Suatu P3B yang lengkap
umumnya memuat ketentuan mengenai:
1.
Ketentuan tentang hal –
hal yang menjadi ruang lingkup (scope
provisions)dari P3B, yang terdiri atas:
1)
Jenis – jenis pajak yang diatur dalam P3B
2)
Subjek pajak yang dapat memanfaatkan P3B
2.
Ketentuan yang mengatur tentang definisidari istilah yang ada dalam P3B
(definition provisions).
3.
Ketentuan yang mengatur tentang hak pemajakan suatu negara atas suatu
jenis penghasilan (substanstive provisions)
4.
Ketentuan yang mengatur tentang pemberian fasilitas eliminasi atau
keringanan pajak berganda (provisions for the elimination of double taxation)
5.
Ketentuan yang mengatur upaya penghindaran pajak ( anti avoidance
provisions), yang terdiri atas:
  
29
Ketentuan tentang hubungan istimewa :
1)
Ketentuan tentang kerjasama antar otoritas perpajakan  (mutual
agreement procedure)
2)
Ketentuan tentang pertukaran informasi
6.
Ketentuan lainnya (special provisions) seperti ketentuan tentang non
diskriminasi, diplomat, teritorial ekstensi, dan bantuan untuk melakukan
pemungutan pajak
7.
Ketentuan tentang saat dimulai dan berakhirnya suatu P3B (final provisons)
2.7.2
Tujuan P3B
P3B mempunyai dua tujuan utama, yaitu:
1.
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda (double taxation)
2.
Untuk mencegah penghindaran dan pengelakan pajak (fiscal evasion and
avoidance).
Tujuan P3B :
1.
Untuk menghindari penggenaan pajak berganda tercemin dalam ketentuan –
ketentuan dalam P3B yang mengatur tentang hak pemajakan suatu negara
atas suatu jenis penghasilan (substanstive provisions) dan Ketentuan yang
mengatur tentang pemberian fasilitas eliminasi atau keringanan pajak
berganda (provisions for the elimination of double taxation).
2.
Untuk
mencegah penghindaran dan pengelakan pajak (fiscal evasion and
avoidance) tercemin dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang
pencegahan upaya penghindaran pajak (anti avoidance provisions), yang
terdiri atas ketentuam tentang hubungan istimewa, ketentuan tentang
  
30
kerjasama antar otoritas perpajakan (mutual agrremeent procedure) dan
ketentuan tentang pertukaran informasi
Selain itu P3B dapat juga mempunyai tujuan lain yang lebih luas, diantaranya:
1.
Untuk mendorong investasi
2.
Untuk harmonisasi kriteria pemajakan
3.
Untuk melindungi wajib pajak
4.
Untuk mencegah diskriminasi
2.7.3
Kedudukan P3B
Kedudukan hukum P3B di hadapan hukum domestik sangat bervariasi di berbagai
negara. Di Indonesia, menurut penjelasan pasal 32A UU PPh P3B adalah lex
specialis dari UU PPh. Apabila ada konflik antara P3b dengan hukum domestik,
,maka P3B yang akan berlaku (tax treaty superceeding domestic tax laws).
Hak pemajakan dalam P3B yaitu :
1.
Hak pemajakan penuh (exclusively taxing rights)
Dengan hak pemajakaan penuh (exclusively taxing rights) suatu negara
diberikan hak untuk mengenakan pajak atas suatu penghasilan penduduk
negara lainnya yang bersumber dari negaranya, sepenuhnya sesuai dengan
UU domestik negara tersebut tanpa adanya pembatasan. Dengan demikian
tarif pajak dan tata cara pemajakan sepenuhnya tunduk pada UU domestik
negara tersebut.
2.
Pemberian hak pemajakan terbatas (limited taxing rights)
Dengan hak pemajakan terbatas (limited taxing rights) negara sumber
diberikan hak untuk menggenakan pajak atas suatu penghasilan penduduk
  
31
negara lainnya yang bersumber dari negara tersebut, namun dengan
pembatasan tarif. Dengan demikian apabila tarif pajak menurut UU domesik
lebih tinggi dari tarif pajak yang ditentukan dalam P3B maka tarif pajak yang
diterapkan adalah tarif pajak menurut ketentuan P3B.
2.7.4
Model P3B
Model P3B dibuat untuk mempermudah negara –
negara dalam mebuat P3b. Dalam
mengadakan persetujuan dengan negara lain, biasanya negara –
negara di dunia
menggunakan Model P3B sebagai acuan. Model P3B yang paling umum dikenal,
yaitu:
1.
OECD Model. OECD Model merupakan model P3B yang digunakan sebagai
acuan negara – negara yang tergabung dalam organisasi OECD (organization
for economic cooperation and development). OECD Model menganuta azas
domisili, model ini lebih banyak digunakan oleh negara –
negara maju
sebagai negara yang mempunyai subjek dari yang mempunyai penghasilan.
2.
UN Model. UN Model merupakan model P3B yang dikembangkan oleh
organisasi perserikatan Bangsa –
Bangsa (united nation/UN).
UN Model
menganut azas sumber, model ini lebih banyak digunakan oleh negara –
negara yang sedang berkembang sebagai negara yang memounyai sumber
penghasilan.
2.7.5
Metode Penghindaran Pajak Berganda dalam P3B
Metode penghindaran pajak berganda dalam model P3B Indonesia diatur di pasal 23.
Ketentuan ini pada dasarnya mengatur perlakuan perpajakan terhadap penduduk di
masing –
masing negara atas penghasilan yang dikenakan pajak negara sumber ( di
  
32
luar negeri). Karena pada kenyataannya beberapa pasal – pasal yang membagi hak
pemajakan atas penghasilan dalam P3B memungkinkan negara sumber mengenakan
pajak. Metode penghindaran pajak berganda dalam Model P3b Indonesia sejalan
dengan perlakuan kredit pajak luar negeri yang diatur dalam pasal 24 UU PPh.
OECD Model dan UN Model memberikan dua pilihan, yaitu:
1.
Metode Pembebasan/Pengecualian (exemption method)
Dalam UN Model, apabila penduduk dari suatu negara pihak pada
persetujuan (negara domisili) memperoleh penghasilan atau memiliki
kekayaan yang berdasarkan P3B dapat dikenakan pajak di negara pihak
lainnya pada persetujuan (negara sumber) maka negara yang disebut
pertama (negara domisili) akan memebebaskan penghasilan atau
kekayaan tersebut dari pengenaan pajak.
Apabila sesuai dengan ketentuan P3B penghasilan yang diperoleh, atau
kekayaan yang dimiliki oleh penduduk suatu negara pihak pada
persetujuan (negara domisili) dibebaskan dari pengenaan pajak di negara
pihak pada persetujuan (negara domisili), maka negara pihak pada
persetujuan (negara domisili) dalam menggenakan pajak atas penghasilan
lainnya atau kekayaan dari penduduk tersebut memperhitungkan
penghasilan yang dibebaskan itu.
Ketentuan metode pembebasan/pengecualian dalam OECD Model relatif
sama dengan UN Model, perbedaannya dalam OECD Model
pengecualian tidak mencakup royalti, karena dalam OECD Model hak
pemajakan royalti berada di negara domisili.
  
33
2.
Metode Kredit (credit method)
Metode Kredit dalam OECD Model dan UN Model pada prinsipnya
sama, menurut UN Model, apabila penduduk dari suatu negara pihak pada
persetujuan (negara domisili) memperoleh penghasilan atau memiliki
kekayaan yang berdasarkan P3B dapat dikenakan pajak di negara pihak
lainnya pada persetujuan (negara sumber), maka negara domisili wajib
memberikan pengurangan pajak (kredit pajak) atas penghasilan
pendudukan tersebut sebesar pajak yang dibayar di negara lainnya (negara
sumber).