10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Dasar-dasar Perpajakan
2.1.1
Definisi Pajak
Sejak dulu kala pajak sudah banyak didefinisikan oleh para ahli pajak baik
dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Yang definisinya merupakan pajak
dari ahli pajak dalam negeri yaitu
menurut Rochmat Soemitro yang dikutip
oleh Mardiasmo (2011:1), mendefinisikan bahwa:
" pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
( yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum."
Menurut Edwin R.A Seligman dalam Essays in Taxation mendefinisikan
Tax is compulsory contribution from the person, to the government to defray
the expenses incurred in the common interest of all, without reference to
special benefit conferred.
Setelah periode reformasi perpajakan tahun 1984 barulah indonesia
mengeluarkan undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan (KUP). Yang sebagaimana telah di ubah adalah
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Menurut Pasal 1 ayat 1 UU No.28
Tahun 2007:
" Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
|
11
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".
Ada unsur-unsur pokok dalam definisi pajak, yaitu:
1.
Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut pajak hanyalah
negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, iuran tersebut
berupa uang (bukan barang).
2.
Berdasarkan undang-undang pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjuk adanya
kontraprestasi individal oleh pemerintah.
4.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2
Klasifikasi Pajak
Menurut Soemitro,Rochmat (2011),Pajak secara umum dapat diklasifikasikan :
1.
Berdasarkan sifat :
a.
subjek pajak
Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai status hak
atas bumi dan bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Contoh: pajak penghasilan (PPH)
b.
objek pajak
Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya pertarna-tama memperhatikan
kepada objeknya, yaitu berupa benda, keadaan, perbuatan, peristiwa yang
menyebabkan utang pajak, kemudian ditetapkan subjeknya, tanpa mempersoalkan
|
12
apakah subjek tersebut bertempat tinggal di Indonesia atau tidak.
Contoh:
PPN dan PPn.BM, PBB
2.
Berdasarkan golongan
a.
pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan terhadap orang yang harus
menanggung dan membayarkannya atau Pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak penghasilan.
b.
pajak tidak langsung
Pajak Tidak Langsung dikenakan terhadap orang yang harus menanggungnya,
tetapi dapat diharapkan pihak lain untuk membayarnya atau Pajak yang dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak pertambahan nilai.
3.
Berdasarkan pemungutan
a.
Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, untuk membiayai belanja rumah
tangga negara.
Contoh : Pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai.
b.
Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, untuk membiayai belanja rumah
tangga daerah.
Contoh : Pajak hotel, pajak restoran, pajak kendaraan bermotor.
|
13
2.1.3
sistem pemungutan pajak
Menurut Siti, Resmi (2011, 8), dalam pemungutan pajak ada 3 sistem yang
digunakan, yaitu :
1.
Self Assessment System
Dalam Self Assessment System, Wajib Pajak menghitung, menetapkan,
menyetorkan, dan melaporkan sendiri Wajib Pajak yang terutang. Dan peran
fiskus hanyalah mengawasi pemeriksaan apakah SPT sudah diisi dengan benar
dan lengkap, lampiran-lampiran sudah disertakan semua. Untuk menguji
kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, fiskus
dapat melakukan pemeriksaan.
Ciri-cirinya :
1.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak.
2.
Wajib pajak aktif melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
3.
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
2.
Official Assesment system
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus untuk
menentukan jumlah pajak yang terutang oleh Wajib Pajak setiap tahunnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Ciri-cirinya :
1.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak ada pada fiskus.
2.
Wajib Pajak bersifat pasif karena bukan dirinya sendiri yang
menentukan
besarnya pajak terutang.
3.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak
|
14
(SKP)oleh fiskus.
3.
Witholding system
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.4.
Asas Pengenaan Pajak
Menurut Soemitro,Rochmat (2011), Ada tiga dalam asas pemungutan pajak,
yaitu :
1.
Asas Domisili( asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakkan pajak atas seluruh penghasilan Wajib
Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang
berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib
Pajak dalam negeri.
2.
Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3.
Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
2.1.5.
fungsi pajak
Berdasarkan definisi pajak yang telah dikemukakan oleh ahli pajak dan
undang-undang perpajakan, terlihat bahwa pajak yang dipungut oleh
pemerintah hanya digunakan untuk mengisi kas negara saja, karena
kontraprestasi atau imbalannya tidak dapat langsung dinikmati oleh si
|
15
pembayar pajak. Tetapi sebenarnya pajak memiliki dua fungsi menurut Resmi,
Siti (2011), yaitu:
1.
Fungsi budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan.Sebagai sumber keuangan negara, Pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya
tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak
melalui penyenyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.
2.
Fungsi regulerend (Fungsi Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah:
a.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
b.
Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan agar pihak yang
memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak)
yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
c.
Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, hal yang dilakukan agar para
pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia
sehingga dapat memperbesar devisa Negara.
Berdasarkan fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan
sumber dana utama bagi penerimaan dalam negeri, oleh karena itu pemungutan
pajak bisa dipaksakan kepada orang-orang yang memang wajib dikenaan pajak,
tentunya hal tersebut harus sesuai dengan undang-undang perpajakan.
|
16
2.2. Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
2.2.1.
Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
Dalam pelaksanaan perpajakan tentunya Wajib Pajak mempunyai
beberapa kewajiban yang harus dipatuhi. Dalam buku karangan Mardiasmo
Perpajakan Edisi Revisi (2011), dijelaskan tentang kewajiban dan hak Wajib
Pajak. Adapun kewajiban tersebut diantaranya:
1.
Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP
2.
Melaporkan usahannya untuk mengkukuhkan sebagai PKP(Pengusaha
Kena Pajak).
3.
Menghitung dan membayar sendiri pajaknya dengan benar.
4.
Mengisi Surat Pembritahuan (SPT) dengan benar, dan melaporkannya
ke kantor
pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar dalam
batas waktu yang telah ditentukan.
5.
Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
6.
Jika diperiksa, wajib:
a).
Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau
catatan,dokumen yang menjadi dasar pemeriksaan dan dokumen
lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
berhubungan dengan kegiatan usaha,pekerjaan bebas Wajib Pajak
atau objek yang terutang pajak.
b).
Memberikan kesempatan kepada fiskus untuk memasuki tempat
atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna
kelancaran pemeriksaan.
|
17
2.2.2.
Hak Wajib Pajak
Selain kewajiban yang telah disebutkan di atas,tentunya Wajib Pajak pun
mempunyai beberapa hak dalam perpajakan, antara lain:
1.
Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
2.
Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
3.
Melakukan pembetulan SPT yang telah dilaporkan.
4.
Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran
pajak.
5.
Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
6.
Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
7.
Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang salah.
8.
Mendapatkan surat ketetapan pajak nihil setelah dilakukan
pemeriksaan
jumlah
kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayarkan sama dengan
jumlah pajak yang terutang, atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran
pajak.
9.
Mendapatkan kedaluwarsaan penagihan pajak setelah lampau waktu
10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak,bagian tahun pajak atau tahun pajak yang
bersangkutan dan
tidak ada hal yang menangguhkan daluwasa
penagihan pajak.
10. Mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak.
11.
Mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak.
12. Mengajukan perpanjangan jangka waktu pengajuan keberatan dalam
|
18
hal terdapat keadaan di luar kekuasaan wajib pajak.
13. Mendapatkan keterangan tertulis tentang hal-hal yang menjadi dasar
pengenaan pajak dalam rangka mengajukan keberatan.
14.
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelumsurat
keputusan atas keberatan diterbitkan.
15. Mengajukan banding terhadap keputusan keberatan yang di
anggap
masih tidak sesuai.
16.
Memperoleh imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24
(dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaraan yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya
keputusan keberatan atau putusan banding.
17.
Berupa dan atau bunga berdasarkan Keputusan Pengurangan atau
penghapusan sanksi Administrasi, sebagai akibat diterbitkan
Keputusan
Keberatan atau putusan Banding.
18.
Menunjukkan surat kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan.
19.
Menolak petugas pemeriksa yang tidak memiliki tanda pengenal
pemeriksaan dan tidak dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan.
20. Mendapat pelindungan kerahasiaan mmelalui rahasia jabatan.
21. Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan karena keikhlafan
Wajib Pajak.
22.
Mengajukan permohonan untuk mengurankan atau merahasiakan
ketetapan pajak yang tidak benar, apabila setelah lewat waktu 12
bulan
tidak ada suatu keputusan, maka permohonan dianggap
|
19
dikabulkan.
23.
Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan setelah
Wajib
Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau
yang tidak seharusnya dikembalikan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar.
2.2.3
Kewajiban Wajib Pajak
Sebagai wajib pajak, tentunya memiliki kewajiban yang di atur dalam
undang-undang perpajakan, adapun kewajiban Wajib Pajak adalah:
1.
Mendaftarkan diri dan melaporan usahanya.
2.
Mengambil dan mengisi SPT secara benar, lengkap, jelas serta
menandatangani dan menyampaikannya ke KPP pada waktunya.
3.
Menyampaikan penghitungan sementara pajak terhutang dan bukti
pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak
menyampaikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan.
4.
Membayar kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
5.
Dalam hal Wajib Pajak adalah badan, SPT harus ditandangani oleh
pengurus atau direksi.
6.
SPT Tahunan harus dilengkapi dengan keuangan berupa neraca
dan
perhitungan rugi laba serta keterangan lain bagi Wajib Pajak yang
melakukan pembukuan.
7.
Membayar sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan atas
jumlah pajak yang kurang dibayar.
|
20
8.
Membayar kekurangan pembayaran julmah pajak yang sebenarnya
harus dibayarkan beserta sanksi administrasi berupa denda sebensar
dua kali jumlah pajak
yang harus dibayar.
9.
Membayar pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai akibat dari
pengungkapan ketidakbenaran pengisisan SPT.
10.
Melunasi surat tagihan pajak.
11.
Membayar atau menyetorkan pajak yang terutang di Kas Negara.
12.
Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
bagi
Wajib Pajak.
13.
Melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi.
14.
Menyimpan buku-buku, dokumen-dokumen, catatan-catatan yang
menjadi dasar pembukuan.
15.
Meminta persetujuan kepada KPP atas perubahan terhadap metode
pembukuan dan tahun buku.
Untuk wajib pajak yang diperiksa:
1.
Memberikan keterangan yang diperlukan
2.
Memberikan kesempatan untuk memasuki ruangan atau tempat.
3.
Memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumenyang menjadi sadarnya atas dokumen lain yang
berhubungan.
16.
pembeli atau penerimaan jasa sebagaimana dimaksud dalam UU PPN.
2.2.4.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
wajib pajak (WP) sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
|
21
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Fungsi NPWP adalah :
1.
Sarana dalam administrasi perpajakan.
2.
Tanda pengenal diri atau Identitas WP dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.
3.
Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
4.
Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi
perpajakan.Sebagai seorang warga negara yang baik sudah seharusnya
mengikuti peraturan yang berlaku, termasuk peraturan mengenai
perpajakan. Saat ini pemerintah khususnya para pejabat di bidang
perpajakan sudah banyak memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk
mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak yang memiliki NPWP. Dengan
pembuatan melalui e-SPT dengan website khusus kantor pajak.
Berikut Tata-tata cara Untuk mendapatkan NPWP Wajib Pajak (WP)
mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui
pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan:
1.
Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan: Fotokopi Kartu Tanda
Penduduk bagi
penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah
surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal
Lurah
atau Kepala Desa bagi orang asing.
2.
Untuk WP Orang Pribadi Usahawan :
-
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor
ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
|
22
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
-
Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari
instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
3.
Untuk WP Badan :
-
Fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat
keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT.
-
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor
ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing,
dari
salah seorang pengurus aktif.
-
Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang
berwenang minimal kabupaten Lurah atau Kepala Desa.
4.
Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/ Pemotong:
-
Fotokopi KTP bendaharawan.
-
Fotokopi surat penunjukkan sebagai bendaharawan.
5.
Untuk Joint Operation sebagai wajib pajak Pemotong/pemungut:
-
Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation
-
Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation
-
Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor
ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing,
dari salah seorang pengurus joint operation.
6.
Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu
atau wanita kawin tidak pisah harta harus melampirkan foto kopi
surat keterangan terdaftar.
|
23
7.
Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan
surat kuasa khusus.
KPP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila WP tidak
mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP. Bila berdasarkan data yang dimiliki
Direktorat Jenderal Pajak ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh
NPWP maka terhadap wajib pajak yang bersangkutan dapat diterbitkan NPWP
secara sepihak oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Sanksi yang berhubungan dengan NPWP, Setiap orang yang dengan
sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat merugikan pada
pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang bayar.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
73/PMK.03/2012 tentang NPWP secara jabatan, adalah :
1.
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepada Wajib Pajak diberikan
NPWP.
2.
Kewajiban mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah
karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan
|
24
harta.
3.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lambat 1 (satu) bulan setelah Saat Usaha
Mulai Dijalankan.
4.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk
wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menjalankan
usaha atau melakukan pekerjaan bebas serta Wajib Pajak orang
pribadi
pengusaha
tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
5.
Jika jumlah penghasilan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak
menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas sampai
dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak, Wajib Pajak tersebut wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya.
6.
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak
melakukan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
termasuk wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.
7.
Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dapat mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP.
8.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) yang
memenuhi ketentuan sebagai PKP wajib melaporkan usahanya untuk
|
25
dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan di bidang perpajakan.
9.
Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6) dapat diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara
jabatan.
10.
Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP oleh Direktur Jenderal
Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan
berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil verifikasi.
11.
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan kegiatan ekstensifikasi
dalam rangka pemberian NPWP dan pengukuhan PKP.
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, NPWP bisa dihapuskan oleh
peraturan perjakan. Berikut alasan yang bisa menyebabkan NPWP dihapuskan
dan syaratnya :
1.
WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan
adanya
fotokopi
akte kematian atau laporan kematian dari instansi
yang berwenang.
2.
Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan,disyaratkan adanya
/akte perkawinan dari
catatan sipil.
3.
Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak.
Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang
selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris.
4.
WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya
akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari
|
26
instansi yang berwenang.
5.
(BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan
statusnya sebagai
BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang
dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak
memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP.
6.
WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai
WP.
2.3. Definisi Ekstensifikasi dan Intensifikasi Wajib pajak
Ektensifikasi Wajib Pajak adalah kegiatan perluasan objek pajak dan pemberian
Nomor Pokok Wajib Pajak kepada
orang pribadi yang berstatus Wajib Pajak.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari subjek pajak yang sebenarnya sudah layak
dan memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan mendapatkan
NPWP, tetapi mereka belum terdaftar sebagai wajib pajak di KPP. Kegiatan
ekstensifikasi ini dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) .
Dasar peraturannya adalah :
1.
Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.9/2001 tanggal 11
Juli 2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi
Pajak.
2.
Peraturan Direktorat
Jenderal Pajak Nomor PER -
32/PJ/2010 tentang
Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu.
3.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2012
tentang jangka waktu pendaftaran dan pelaporan kegiatan usaha, tata cara
|
27
pendaftaran, pemberian, dan penghapusan nomor pokok wajib pajak, serta
pegukuhan dan pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak.
4.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2007 tentang Pemberian Nomor
Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai pengurus, komisaris,
pemegang saham/pemilik dan pegawai melalui pemberi kerja/bendaharawan
pemerintah.
Intensifikasi pajak adalah usaha dari pihak pajak untuk menambah jumlah
penerimaannya dari pajak yang terhutang.Tujuan dari intensifikasi pajak
adalah mengintensifkan semua usahanya dalam peningkatan penerimaan pajak
dari sisi ektensifikasi pajak pemerintah melakukan perubahan ketentuan
peraturan untuk memperluas cakupan subyek dan objek pajak. Untuk
mencapai target tersebut ada tiga strategi yang harus dilakukan yaitu :
1. Membentuk satuan tugas khusus ekstensifikasi dan intensifikasi pajak
yang terintergrasi yang bertanggungjawab untuk proses pelaksanaannya.
2.
Pernyertaan tunjanjgan khusus untuk seluruh pegawai pajak.
3.
Menumbuhkan semangat rela membayar pajak.
2.3.1
Ruang lingkup dan sasaran Ekstensifikasi Wajib Pajak
Ruang Lingkup Kegiatan Ekstensifikasi Pajak
Langkah pertama dari kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak adalah
menentukan ruang
lingkup dalam rangka menetapkan sasaran dan prioritas
kegiatan. Terdapat beberapa ruang lingkup kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak
sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE - 06/PJ.9/2001, diantaranya :
1.
Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP,
termasuk
pemberian NPWP secara jabatan terhadap wajib pajak PPh orang
|
28
pribadi yang berstatus sebagai karyawan perusahaan, orang pribadi
yang bertempat tinggal di wilayah atau lokasi pemukiman atau
perumahan, dan orang pribadi lainnya (termasuk orang asing
yang
bertempat tinggal di Indonesiia atau orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang
menerima atau memperoleh penghasilan melebihi batas Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP);
2.
Pemberian NPWP di lokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP,
terhadap orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di
sentra perdagangan atau perbelanjaan atau perkantoran atau mal atau plaza
atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya;
3.
Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap terhadap
wajib pajak badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh
ternyata belum
terdaftar sebagai wajib pajak dan atau PKP baik domisili
atau lokasi.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi wajib pajak,
beberapa unit pelaksana ditetapkan, yang terdiri dari Seksi Ekstensifikasi,
Seksi Pengolahan Data dan Informasi, Seksi Pengawasan dan Konsultasi,
Seksi Pelayanan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama serta Kantor
Pelayanan Penyuluhan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang berada di
luar kota tempat kedudukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Selanjutnya,
petugas pelaksana yang melaksanakan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak
adalah petugas yang memenuhi kualifikasi sebagai pelaksana kegiatan
ekstensifikasi Wajib Pajak, meliputi : petugas KPP Pratama dan petugas
|
29
KP2KP yang ditunjuk oleh Kepala Kantor serta petugas lain yang ditunjuk
oleh Kepala Kantor Wilayah DJP.
2.3.2
Sasaran Ekstensifikasi Wajib Pajak
Sasaran ekstensifikasi adalah dilaksanakan secara menyeluruh terhadap
setiap gerai/tempat usaha yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
WPOP baik yang telah memiliki NPWP maupun belum. Bagi Wajib Pajak OP
yang telah memiliki NPWP, data dan identitasnya dimutakhirkan sesuaidengan
ketentuan.
Di sisi lain, objek pajak juga menjadi sasaran dalam upaya ekstensifikasi Wajib
Pajak. Objek pajak disini misalnya adalah barang mewah, pajak impor, dan lain
sebagainya. Objek pajak bisa diperluas dengan membidik barang atau bangunan yang
berpotensi menjadi objek pajak, misalnya bangunan berisiko tinggi, yang dimaksud
disini adalah gedung bertingkat tinggi. Selain itu ada kriteria objek pajak yang
menjadi sasaran ekstensifikasi untuk unit perumahan, yaitu :
1.
NJOP bumi dan bangunan paling rendah Rp 60.000.000;
2.
NJOP bangunan paling rendah Rp 350.000/m.
2.3.3
Unit Organisasi Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak
disebutkan bahwa unit organisasi dan petugas pelaksana yang
melaksanakan ekstensifikasi wajib pajak adalah sebagai berikut :
1.
Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) pada Kantor Pelayanan
pajak(KPP) serta
Kantor Penyuluhan Pajak yang berada diluar kota
berkedudukan diKPP.
|
30
2.
Dalam
hal kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak
dimaksudkan untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, Kepala KPP
dapat menunjuk petugas pada Seksi PPh, Seksi PPN dan Pajak Tidak
langsung Lainnya, serta seksi lainnya di
KPP untuk diperbantukan pada
seksi PDIdan atau Kantor Penyuluhan Pajak.
3.
Khusus untuk pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan
intensifikasi pajak dalam tahun 2001, dilakukan oleh Tim atau Satuan
Tugas
yang dikoordinir oleh Kepala KPP dengan pengarahan dan
pengawasan oleh
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil).
Petugas pelaksana yang melaksanakan ekstensifikasi:
1.
Petugas yang ditunjuk oleh kepala KPP.
2.
Petugas Kantor Penyuluhan Pajak yang ditunjuk oleh Kepala KPP.
3.
Petugas lain yang ditunjuk oleh Kakanwil DJP.
2.3.4
Tahap-tahap Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak
dalam melaksanakan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak
pada tahap-tahap yang harus dilakukan, demi berjalan lancarnya kegiatan
tersebut tahap-tahap ini berdasarkan pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
SE - 06/PJ.9/2001. Adapun 3 tahap yang dilakukan itu adalah:
1.
Tahap Persiapan pelaksanaan kegiatan.
Agar pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan
intensifikasi pajak dapat dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan,
maka pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak harus
direncanakan dengan sebaik-baiknya dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
KPP melakukan identifikasi terhadap data, dan mencocokkannya
|
31
dengan data Master File Lokal (MFL) melalui program Sistem
Informasi Perpajakan (SIP);
b.
KPP membuat daftar nominatif Wajib Pajak yang belum mempunyai
NPWP dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SP PKP)
sesuai
dengan data yang dimiliki, sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran ini;
c.
KPP mempersiapkan sarana dan prasarana administratif yang
diperlukan;
d.
KPP melaksanakan koordinasi dengan instansi di luar DJP yang
terkait dalam pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak;.
e.
KPP membuat dan mengirimkan Pemberitahuan kepada Wajib Pajak
yang terdapat dalam daftar nominatif dengan menggunakan formulir
sebagaimana dimaksud untuk Wajib Pajak di wilayah pemukiman dan
untuk Wajib Pajak di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau
pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau kawasan industri
atau sentra ekonomi lainnya Surat Edaran ini.
Pemberitahuan tersebut dikirim dengan melampirkan formulir surat
jawaban Wajib Pajak, formulir pernyataan Wajib Pajak mengenai
besarnya peredaran usaha, formulir Surat
Setoran Pajak, formulir
SPT Masa PPN, formulir Pendaftaran Wajib Pajak, dan Leaflet
Penyuluhan Pajak;
f.
Kakanwil DJP dapat menentukan prioritas pelaksanaan ekstensifikasi
Wajib Pajak dan intensifikasi pajak; dan
g.
Kakanwil DJP dapat menentukan besarnya nilai yang tercantum dan
disesuaikan dengan kondisi di wilayah masing-masing.
|
32
2.
Tahap Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak.
Sesuai dengan tujuan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak, prioritas utama
kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak ditujukan untuk menambah jumlah
Wajib Pajak dan atau PKP.
1.
Atas Pemberitahuan yang dikirim kepada Wajib Pajak terdapat
beberapa kemungkinan :
a.
Wajib Pajak menanggapi dan bersedia untuk mendaftarkan diri
dan diberikan NPWP dan atau dikukuhkan sebagai PKP dengan
mengisi formulir pendaftaran Wajib Pajak dan atau PKP;
b.
Wajib Pajak tidak menanggapi Pemberitahuan, walaupun
Pemberitahuan
telah diterima;
c.
Wajib Pajak menanggapi Pemberitahuan dengan menyatakan
bahwa yang bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP dan atau
belum perlu dikukuhkan sebagai PKP;
d.
Wajib Pajak menanggapi Pemberitahuan dengan menyatakan
bahwa
yang bersangkutan sudah memiliki NPWP dan atau telah
dikukuhkan sebagai PKP;
e.
Wajib Pajak menanggapi Pemberitahuan dengan menyatakan
bahwa
yang bersangkutan sudah memiliki NPWP dan
dikukuhkan sebagai PKP di KPP lainnya; atau
f.
Wajib Pajak tidak menanggapi oleh karena Pemberitahuan
kembali dari Kantor Pos (Kempos).
2.
Terhadap Wajib Pajak yang berusaha di sentra perdagangan atau
perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau plaza atau
|
33
sentra ekonomi lainnya, seluruhnya dilakukan PSL.
3.
Terhadap Wajib Pajak dilakukan proses pemberian NPWP dan atau
pengukuhan sebagai PKP sesuai ketentuan yang berlaku.
4.
Terhadap Wajib Pajak pada Seksi PDI data Wajib Pajak tersebut
diteruskan ke Seksi Tata Usaha Perpajakan untuk dilakukan proses
pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP secara jabatan
sesuai dengan tata cara yang sudah ditentukan.
5.
Terhadap Wajib Pajak dilakukan pencocokan data pada PSL, yaitu:
a.
Dalam hal Wajib Pajak telah terdaftar dengan nama dan alamat
domisili Wajib Pajak sesuai dengan MFL, dilakukan updating
dalam daftar dimaksud dengan membubuhkan catatan bahwa
Wajib Pajak sudah terdaftar dan sekaligus mencantumkan NPWP
dalam kolom keterangan;
b.
Dalam hal Wajib Pajak telah terdaftar namun nama dan alamatnya
berbeda dengan data MFL, dilakukan PSL;
c.
Dalam hal Wajib Pajak ternyata belum terdaftar, dilakukan PSL.
3.
Tahap Pengawasan.
Dalam rangka pengawasan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan
intensifikasi pajak agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
pelaksana kegiatan diwajibkan memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Setiap tim pelaksana kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan
intensifikasi pajak, secara berkala membuat laporan hasil
pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi
pajak untuk dikompilasi oleh Kepala Seksi PDI, dengan bentuk
|
34
sebagaimana terlampir pada Lampiran Surat Edaran ini.
b
Kepala Kantor Penyuluhan Pajak bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak di wilayahnya,
dan secara periodik melaporkan hasil kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak
dan intensifikasi pajak tersebut kepada Kepala KPP atasannya, dengan
menggunakan bentuk laporan sebagaimana terlampir pada Lampiran
Surat Edaran ini.
c
Kepala KPP bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan
ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak di wilayahnya, dan
secara periodik melaporkan hasil kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan
intensifikasi pajak tersebut kepada Kakanwil DJP atasannya, dengan
menggunakan bentuk laporan sebagaimana terlampir pada Lampiran IX
Surat Edaran ini.
d
Kakanwil DJP bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mengawasi
pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak di
wilayahnya, dan secara periodik melaporkan hasil kegiatan ekstensifikasi
Wajib Pajak dan intensifikasi pajak tersebut kepada Direktur Jenderal
Pajak cq. Direktorat Informasi Perpajakan, dengan menggunakan bentuk
laporan sebagaimana terlampir pada Lampiran X Surat Edaran ini.
2.3.5
Ruang Lingkup Dan Sasaran Intensifikasi Wajib Pajak Ada
beberapa ruang lingkup intensifikasi Wajib Pajak menurut Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 06/PJ.9/2001, diantaranya :
1.
Penentuan jumlah angsuran PPh pasal 25 yang harus disetor dalam tahun
berjalan, dimulai sejak bulan januari tahun yang bersangkutan.
2. Penentuan jumlah PPN yang terutang pada transaksi penjualan dalam
|
35
tahun berjalan,
untuk PKP Pedagang Eceran, yang mempunyai usaha di sentra
perdagangan atau perbelanjaan atau di sentra ekonomi laninya.
2.3.6
Sasaran Intensifikasi Wajib Pajak
Sasaran utama dari kegiatan intensifikasi pajak adalah objek dan subjek
pajak yang telah terdaftar di dalam administrasi DJP, juga Wajib Pajak dari
hasil ekstensifikasi Wajib Pajak. Dalam menentukan sasaran intensifikasi pajak
bisa dilakukan dengan perencanaan kebijakan-kebijakan tarif pajak dan
ketentuan perpajakannya.
2.3.7
Unit organisasi Pelaksanaan Intensifikasi Wajib Pajak
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -
06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Intensifikasi Wajib Pajak disebutkan bahwa
kegiatan intensifikasi dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.
Kepala KPP dapat menunjukkan petugas seksi PPh, dan pajak Tak langsung
lainnya.
Khusus untuk pelaksanaan kegiatan intensifikasi pajak dalam tahun 2001
dilakukan oleh tim satuan tugas yang dikoordinator oleh kepala KPP dengan
pengarahan dan pengawasan oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) DJP.
2.3.8
Data yang digunakan
Data yang digunakan untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi wajib pajak
dan intensifikasi pajak menurut durat edaran Dirjen Pajak nomor SE -
06/PJ.9/2001 meliputi data intern dan ektern, antara lain yaitu:
1.
Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 Watt atau
|
36
lebih;
2.
Pelanggan telkom dengan pembayaran pulsa rata- rata perbulan
Rp.300.000,- atau lebih;
3.
Pemilik mobil dengan nilai Rp 200.000.000 atau lebih, atau pemilik
motor dengan nilai Rp 100.000.000 atau lebih;
4.
Pemegang Paspor Indonesia, kecuali pemegang paspor Haji, paspor
Tenaga Kerja Indonesia ( tidak termasuk awak pesawat terbang atau
kapal laut);
5.
Tenaga kerja asing ( expatriate ) yang bertempat tinggal atau berada di
indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
6.
Karyawan lokal kedutaan besar asing atau organisasi internasional;
7.
Pemilik tanah atau bangunan dengan nilai jual objek pajak (NJOP) Rp
1.000.000.000 atau lebih berdasarkan kartu jalan atau peta blok atau
DHR atau data SPOP;
8.
Data orang pribadi atau badan selaku penjual atau pemberli tanah dan
atau bangunan dari laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau
informasi dari nptaris dengan nilai Rp 60.000.000 atau lebih;
9.
Pemilik telepon selular pasca bayar;
10.
Pemegang kartu kredit;
11.
Pemegang polis atau premi asuransi;
12.
Pemegan kartu keanggotaan Golf;
13.
Artis;
14.
Pemilik atau penyewa ruang apartemen atau kondominiium;
15.
Pemilik kapal pesiar atau "yacht","speed boat", dan pesawat terbang;
16.
Pemilik saham yang diperdagangkan di pasar bursa;
|
37
17.
Pemilik rumah sewa dan kost;
18.
Pemilik atau penyewa atau pengguna dan pengelola ruangan pada
sentra
perdagangan tau pembelanjaan atau perkantoan atau mall
atau plaza atau kawasan industri atau senta ekonomi lainnya;
19.
Pemegang saham, komisaris, direktur, dan penerima deviden;
20.
Subjek pajak yang berdasarkan data pada Lampiran Surat
Pemberitahuan (SPT) telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak,
tetapi belum
mempunyai NPWP;
21.
Data yang ditemukan pada pelaksanaan kegiatan PSL.
2.3.9
Tahap-tahap Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan
Intensifikasi Pajak.
Dalam melaksanakan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak
ada tahap-tahap yang harus dilakukan, demi berjalan lancarnya kegiatan
tersebut. Tahaptahap ini berdasarkan pada surat edaran Dirjen Pajak nomor SE
-
06/PJ.9/2001. Adapun 3 tahap yang dilakukan itu adalah :
1.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan adalah tahap awal dari pelaksanaan kegiatan
ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak. Dalam tahap ini petugas
atau lembaga yang bersangkutan membuat perencanaan dengan matang
agar tujuan dari kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi bisa dicapai.
Adapun yang dilakukan oleh KPP dan lembaga yang terkait adalah:
a.
KPP melakukan identifikasi terhadap data yang diperoleh dan men-
cocokkannya dengan data Master File Lokal (MFL).
b.
KPP membuat daftar nominatif Wajib Pajak yang belum mempunyai
|
38
NPWP dan atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SP PKP).
c.
KPP mempersiapkan sarana dan prasarana administratif.
d.
KPP melaksanakan koordinasi dengan instansi di luar DJP.
e.
KPP membuat dan mengirimkan Pemberitahuan kepada Wajib Pajak
yang terdapat dalam daftar nominatif.
f.
Kakanwil DJP dapat menentukan prioritas pelaksanaan ekstensifikasi
WajibPajak dan intensifikasi pajak.
2.
Tahap Pelaksanaan
Dalam tahap inilah kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi
pajak dilakukan. Berpedoman dengan persiapan-persiapan yang telah
dibuat
dalam tahap persiapan, KPP ataupun instansi yang terkait bisa
menjalakan program ekstensifikasi dan intensifikasi pajak ini.
Ada sedikit perbedaan dalam pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak
dengan pelaksanaan intensifikasi pajak. Dalam pelaksanaan ekstensifikasi
Wajib Pajak lebih di tekankan pada kegiatan menjaring Wajib Pajak baru
yang belum terdaftar di administrasi DJP, seperti memberikan pemberitahuan
yang dikirim kepada Wajib Pajak, lalu melakukan Permeriksaan Sederhana
Lapangan (PSL),pemberian NPWP dan pengukuhan PKP. Sedangkan dalam
pelaksaan
intensifikasi pajak, prioritas utamanya adalah menelaah kembali
Wajib Pajak yang sudah terdaftar untuk kemudian dilakukan evaluasi apakah
perlu melakukan intensifikasi pajak, lalu membuat kebijakankebijakan baru
seperti menaikkan tarif , dan lain sebagainya.
3. Tahap Pengawasan
Dalam tahap ini, pelaksana kegiatan diwajibkan memantau pelaksanaan
kegiatan tersebut, demi terciptanya tujuan atas pelaksanaan ekstensifikasi
|
39
wajib pajak dan intensifikasi pajak. Selain itu, diharapkan dengan adanya
pengawasan pelaksanaan, kegiatan ini bisa berjalan dengan baik dan tetap
sesuai dengan koridor-koridor yang telah ditetapkan.
Dalam tahap pengawasan terdapat tim-tim yang akan menjadi pemantau
kegiatan pelaksanaan. Setiap tim pelaksana kegiatan ekstensifikasi Wajib
Pajak dan intensifikasi pajak secara berkala membuat laporan atas hasil
pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak
untuk dikompilasi oleh Kepala Seksi PDI. Dalam tahap pengawasan
pihak-pihak yang bertanggung jawab harus secara berkala memberikan
laporan kepada atasannya masingmasing. Misalnya Kepala Penyuluhan
Pajak bertanggung jawab memberikan laporan hasil kegiatan
ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak kepada Kepala KPP
atasannya, lalu Kepala KPP bertanggung jawab memberikan laporan
kepada Kakanwil DJP atasannya, dan Kakanwil DJP bertanggung jawab
memberikan laporan kepada Direktur Jendral Pajak.
2.4
Standart Operating Prosedure (SOP) kegiatan Ekstensifikasi Wajib
Pajak dan Intensifikasi Pajak.
SOP kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak menurut
Departemen Keuangan melalui Dirjen Pajak nomor KPP 60-0004 tentang Tata
Cara Penerbitan Surat Himbauan untuk ber-NPWP adalah :
1. Pihak yang Terkait :
a. Kepala Kantor Pelayanan Pajak
b. Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
c. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi
|
40
d. Pelaksana Seksi Esktensifikasi Perpajakan
e. Wajib Pajak
f. Pihak Ketiga
2. Formulir yang Digunakan :
a. Nota Dinas Seksi Pengawasan dan Konsultasi
b. Data pihak ke tiga
c. Laporan Pengamatan lapangan
d. Alat keterangan
3. Prosedur
a.
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan berdasarkan dokumen masuk
yang telah didisposisi Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Nota Dinas dari
Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi, data pihak ke tiga, laporan
hasil penelitian pendahuluan, dan/atau alat keterangan,menyusun dan
menugaskan Pelaksana Seksi ekstensifikasi Perpajakan untuk mencetak
konsep Surat Himbauan NPWP.
b.
Pelaksana
Seksi Ekstensifikasi Perpajakan mencetak konsep
SuratHimbauan ber-NPWP
dan menyampaikan konsep tersebut kepada
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
c.
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan meneliti, menyetujui, dan
memaraf Surat
Himbauan ber-NPWP serta meneruskannya ke kepala
Kantor Pelayanan Pajak.
d.
Kepala Kantor
Pelayanan Pajak menelaah, menyetujui, dan
menandatangani Surat Himbauan ber-NPWP.
|
41
e.
Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menyiapkan pengiriman Surat
Himbauan
yang telah ditandatangani dan menatau sahakan arsipnya.
f.
Proses dilanjutkan ke SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP
g.
Proses selesai.
2.4.1
Kaitan antara Pajak, Program Ekstensifikasi Wajib Pajak dan
Intensifikasi Pajak, dan Kontribusinya terhadap Penerimaan Pajak
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk dalam wajib
pajak adalah Orang Pribadi, Badan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), harta
warisan yang belum terbagi, dan apa-apa yang memiliki nilai ekonomis (objek
pajak) yang sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan.
Subjek pajak yang telah memenuhi persyaratan sebagai Wajib Pajak harus
mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan melakukan kewajiban
perpajakan. Namun pada kenyataannya, masih banyak subjek pajak yang
enggan untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak. Disinilah peran program
ekstensifikasi Wajib Pajak, yakni untuk mencari subjek pajak yang sudah
memenuhi syarattetapi belum mendaftarkan diri/terdaftar di administrasi DJP.
Ekstensifikasi Wajib Pajak juga mengusahakan perluasan objek pajak, yakni
dengan mencari atau menilai barang atau bangunan yang bisa dijadikan objek
pajak baru.
Sedangkan program intensifikasi pajak melakukan penelaahan dan
pemeriksaan terhadap wajib pajak yang telah terdaftar untuk dilihat apakah
Wajib Pajak ada kewajiban perpajakannya yang terlewat, atau apakah ada yang
seharusnya ditambah jumlah besarnya pajak tersebut. Intensifikasi pajak juga
bisa dengan membuat kebijakan atau tarif baru agar bisa mengoptimalkan
|
42
pendapatan penerimaan pajak.Dengan dua program tersebut, yakni
ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang besar dalam upaya meningkatkan dan
mengoptimalisasi penerimaan pajak. Ini adalah salah satu upaya pemerintah
agar masyarakat menjadi lebih sadar dan peduli lagi terhadap pajak, karena
pajak sangat berperan penting dalam menyejahterakan suatu negara dan
masyarakatnya. Pajak yang dibayarkan memang tidak dirasakan langsung
manfaat timbal baliknya, tetapi ini sangat berguna bagi masyarakat.
|