11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Rerangka Teori dan Literatur
2.1.1
Definisi Pajak
Beberapa ahli dalam perpajakan memberikan definisi pajak antara lain
sebagai berikut:
Menurut Rochmat Soemitro,
yang dikutip oleh Siti Resmi (2011:1) dalam buku
karangannya
yang berjudul Perpajakan-Teori dan Kasus
memberikan definisi
pajak sebagai berikut:
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi:
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplus-nya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Sementara itu, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
|
12
Dalam buku karangan Mohammad Zain (ed.3) (2007:11) yang berjudul Manajemen
Perpajakan terdapat kutipan dari Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., &
Brock Horace R yang mendefinisikan pajak: Pajak adalah suatu pengalihan sumber
dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun
wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa
mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Menurut Siti Resmi (2011:2) ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak
sebagai berikut:
1.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang undang serta aturan
pelaksanaannya.
2.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditujukan adanya kontrapretasi individual
oleh pemerintah.
3.
Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4.
Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai public
investment.
Dapat disimpulkan bahwa, pajak merupakan kewajiban financial
yang
dibayarkan oleh setiap wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, kepada
negara dengan tidak mendapatkan balasan atau timbal balik secara langsung,
yang
digunakan untuk membiayai keperluan negara,
dalam hal ekonomi, pembangunan,
dan lain-lain, yang nantinya berguna bagi
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh
rakyat dan negara.
|
13
2.1.2
Fungsi Pajak
Fungsi Pajak menurut Siti Resmi (2011:3) dalam buku Perpajakan-Teori
dan Kasus terdapat dua fungsi pajak yaitu :
a.
Fungsi Budgeter (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturaan berbagai jenis pajak seperti Pajak
Pengahasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
b.
Fungsi Regulerend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh
penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah:
1.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif
pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya.
Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk
mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
|
14
2.
Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan agar pihak
yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar
pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemertaan pendapatan.
3.
Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar
devisa negara.
4.
Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri
tertentu
seperti industri
semen, industri
rokok, industri
baja, dan lain-lain:
dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri
tersebut
karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan
kesehatan).
5.
Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi: dimaksudkan
untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.
6.
Pemberlakuan tax holiday: dimaksudkan untuk menarik investor asing agar
menanamkam modalnya di Indonesia.
2.1.3
Penggelompokkan Pajak
Menurut Siti Resmi (2011:7) dalam bukunya Perpajakan-Teori dan Kasus
terdapat berbagai jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1.
Menurut Golongan
a.
Pajak Langsung:
pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain
atau pihak lain.
Contoh: Pajak Pengahsilan (PPh)
|
15
b.
Pajak Tidak Langsung: pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung
terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang
menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau
jasa.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2.
Menurut Sifat
a.
Pajak Subjektif:
pajak yang pengenaannya
memerhatikan keadaan pribadi
Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
Contoh: Pajak Pengahsilan (PPh)
b.
Pajak Objektif: pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi
Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
3.
Menurut Lembaga Pemungut
a.
Pajak Negara (Pajak Pusat): pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Contoh: PPh, PPN, PPnBM, PBB. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB). PBB dan BPHTB menjadi pajak daerah mulai
tahun 2011.
b.
Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah
tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota)
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.
|
16
Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan, Pajak Air permukaan, Pajak Rokok,
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Parkir, dan lain-lain.
2.1.4
Tata Cara Pemungutan Pajak
Menurut Siti Resmi (2011:8) dalam bukunya yang berjudul Perpajakan-
Teori dan Kasus) tata cara pemungutan pajak sebagai berikut:
1.
Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga stelsel, yaitu:
a.
Stelsel Nyata (Rill)
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada objek yang
sesungguhnya terjadi (untuk PPh maka objeknya adalah pengahsilan).
b.
Stelsel Anggapan (Fiktif)
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh undang-undang.
c.
Stelsel Campuran
Stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi
antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
2.
Asas Pemungutan Pajak
Terdapat tiga asas pemungutan pajak, yaitu:
a.
Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
|
17
b.
Asas Sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memerhatikan tempat
tinggal Wajib Pajak.
c.
Asas Kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara.
3.
Sistem Pemungutan Pajak
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu:
a.
Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi
kewenangan aparatur perpajakan
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
b.
Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c.
With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
|
18
2.1.5
Pajak Penghasilan
2.1.5.1 Definisi Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan:
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan
terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu
tahun pajak.
Sedangkan menurut Prinsip Standar Akuntansi Nomor 46 (Revisi 2010) yang
dikutip dari buku Ikatan Akuntansi Indonesia (2010:46.4): Pajak Penghasilan
adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini
dikenakan atas laba kena pajak entitas.
2.1.5.2 Subjek Pajak Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2011:75)
dalam bukunya yang berjudul Perpajakan-
Teori dan Kasus): Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang
mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk
dikenakan Pajak Penghasilan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No.36 Tahun 2008, Subjek
Pajak dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Subjek Pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat tinggal atau berada di Indonesia atau
berada di luar Indonesia.
2.
Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
|
19
3.
Subjek Pajak badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yang melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya,
badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4.
Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga ) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa :
a.
tempat kedudukan manajemen;
b.
cabang perusahaan;
c.
kantor perwakilan;
d.
gedung kantor;
e.
pabrik;
f.
bengkel;
g.
gudang;
h.
ruang untuk promosi dan penjualan;
i.
pertambangan dan penggalian sumber alam;
j.
wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
|
20
k.
perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l.
proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m.
pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan;
n.
orang atau
badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
o.
agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia;
p.
komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak
luar negeri. Dalam Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (2)
dijelaskan bahwa:
1.
Subjek pajak dalam negeri adalah :
a.
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal
di Indonesia.
|
21
b.
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: Warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
1.)
Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.)
Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
3.)
Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah.
4.)
Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
2.
Subjek pajak luar negeri adalah :
a.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan pulu tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
|
22
2.1.5.3 Objek Pajak Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2011:75) dalam bukunya yang berjudul
Perpajakan-
Teori dan Kasus: Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun.
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan, penghasilan yang termasuk Objek Pajak adalah:
a.
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya;
b.
hadiah dari undian, atau pekerjaan, atau kegiatan, dan penghargaan;
c.
laba usaha;
d.
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
e.
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f.
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g.
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h.
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i.
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j.
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
|
23
k.
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l.
keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m.
selisih lebih karena penilaian kembali aset;
n.
premi asuransi;
o.
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p.
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
q.
penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r.
imbalan bunga sebagaiman dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
s.
surplus Bank Indonesia.
2.1.5.4 Tarif Pajak Penghasilan Badan dan Bentuk Usaha Tetap
Dalam buku Mardiasmo (2009:137) yang berjudul Perpajakan Revisi 2009
dijelaskan bahwa untuk menghitung PPh, terlebih dulu harus diketahui dasar
pengenaan pajaknya. Untuk wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
(BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak.
Dalam UU PPh Pasal 17 ayat (2) dijelaskan bahwa tarif Pajak Penghasilan
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap mulai tahun 2010 adalah
25% (dua puluh lima persen) dari penghasilan kena pajak. Jika Penghasilan Kena
Pajak besarnya Rp 1.200.000.000, maka pajak penghasilan yang terutang adalah
25% x Rp 1.200.000.000 = Rp. 300.000.000.
|
24
Penambahan materi dari buku karangan Atep Adya Barata (2011:138) yang
berjudul Pajak Penghasilan dijelaskan bagi wajib pajak badan dalam negeri
dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar
rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif
yang
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak
dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah), model perhitungan sebagai berikut: 50% x tarif x PKP-
nya
2.1.6
Tinjauan Umum Penanaman Modal
2.1.6.1 Definisi Penanaman Modal
Kegiatan penanaman modal sering kita kenal dengan sebutan investasi.
Investasi merupakan istilah yang sehari-hari kita kenal dalam dunia usaha,
sedangkan penanaman modal merupakan istilah yang lazim digunakan dalam
peraturan perundang-undangan.
Definisi tentang investasi dikemukakan Kamaruddin Ahmad (2007)
dalam
bukunya yang berjudul Manajemen Investasi dan Portofolio: Investasi adalah
menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau
keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.
Sedangkan pengertian lain, yaitu dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, mengartikan penanaman modal
adalah: segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanam modal dalam
negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia.
|
25
2.1.6.2 Jenis dan Bentuk Penanaman Modal
Dalam buku karangan Anna Rokmatussah Dyah & Suratman
(2009) yang
berjudul Hukum Investasi dan Pasar modal dijelaskan bahwa pada dasarnya
penanaman modal (investasi) dapat digolongkan berdasarkan aset, pengaruh,
menurut sumber pembiayaan, dan cara penanamannya. Penjelasannya adalah
sebagai berikut:
1.
Investasi berdasarkan asetnya
Investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek
modal atau kekayaannya. Investasi berdasarkan asetnya dibagi menjadi dua
jenis, yaitu :
a.
Real Asset, yaitu investasi yang berwujud seperti gedung, rumah dan
sebagainya.
b.
Financial Asset, yaitu investasi berupa dokumen (surat-surat) klaim tidak
langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan
sekuritas tersebut. Perbedaan lain terletak pada likuiditas. Pengertian
likuiditas dalam hal ini adalah mudahnya mengkonversi sebagai suatu aset
dan biaya transaksi cukup rendah.
2.
Investasi berdasarkan pengaruhnya
Investasi berdasarkan pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada
faktor-faktor yang mempengaruhi atau tidak mempengaruhi kegiatan investasi.
Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.
Investasi Autonomos (berdiri sendiri) merupakan investasi yang tidak
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, bersifat spekulatif. Misalnya pembelian
surat-surat berharga.
|
26
b.
Investasi Induced (mempengaruhi-menyebabkan) merupakan investasi yang
dipengaruhi kenaikan permintaan atas barang dan jasa serta tingkat
pendapatan. Misalnya penghasilan transitori, yaitu penghasilan yang didapat
selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya.
3.
Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya
Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya merupakan investasi yang
didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Dibagi dalam dua jenis, yaitu:
a.
Investasi yang bersumber dari modal asing, yaitu penanaman modal asing
(PMA), merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri.
b.
Investasi yang bermodal dari dalam negeri, yaitu penanaman modal dalam
negeri (PMDN), merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan
dalam negeri.
4.
Investasi berdasarkan bentuknya
Investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan pada cara
menanamkan investasinya. Dibagi dalam 2 macam, yaitu :
a.
Investasi Portofolio: investasi ini dilakukan melalui pasar modal dengan
instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi.
b.
Investasi langsung: investasi aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang
digunakan untuk kegiatan usaha dan bentuk investasi dengan jalan
membangun, membeli total, dan mengakuisisi perusahaan.
2.1.6.3 Penjelasan Umum Penanaman Modal Dalam Negeri
Menurut Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman
Modal,
penanaman modal dalam negeri adalah: kegiatan menanam modal untuk
|
27
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
Syarat-syarat Penanaman Modal Dalam Negeri, sebagai berikut:
a.
Permodalan: menggunakan modal yang merupakan kekayaan masyarakat
Indonesia (Ps 1:1 UU No. 6/1968) baik langsung maupun tidak langsung.
b.
Pelaku Investasi: negara dan swasta. Pihak swasta dapat terdiri dari orang dan
atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia.
c.
Bidang usaha: semua bidang yang terbuka bagi swasta, yang dibina, dipelopori
atau dirintis oleh pemerintah.
d.
Perizinan dan Perpajakan: memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah, antara lain izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak
khusus, dll.
e.
Batas waktu berusaha: merujuk kepada peraturan dan kebijakan masing-masing
daerah.
f.
Tenaga kerja: wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila
jabatan-jabatan tertentu belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia.
Mematuhi ketentuan UU ketenagakerjaan (merupakan hak dari karyawan).
2.1.6.4 Penjelasan Umum Penanaman Modal Asing
Menurut Undang-Undang nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal, penanaman modal asing adalah: kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
|
28
Jika seorang warga negara Indonesia atau lebih bersama-sama dengan
seorang atau beberapa warga negara asing hendak mendirikan suatu perseroan
terbatas di Indonesia, maka perseroan terbatas tersebut harus berbentuk perseroan
terbatas yang berstatus PMA yang tunduk dan diatur berdasarkan Undang -Undang
nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanam Modal.
Syarat Pendirian Penanaman Modal Asing secara umum syarat yang
diperlukan adalah hampir sama dengan pendirian perseroan terbatas bukan PMA
(PT umum). Bedanya hanya terletak pada status kewarganegaraan salah satu
pemegang saham perseroan. Namun sebelum dibuatkan akta pendirian terlebih
dahulu harus mengajukan permohonan ijin pendirian kepada Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) mengenai maksud dan tujuan dari didirikannya
perseroan terbatas tersebut. Permohonan ini diajukan oleh para calon pemegang
saham disertai dengan data-data lengkap, besarnya modal (dalam US dollar) serta
lingkup usaha yang dijalankan.
Langkah awal pendirian PMA dilakukan dengan :
1. Melakukan pemesanan nama perseroan terlebih dahulu
2. Mengajukan permohonan kepada BKPM
3. Foto copy Paspor / KTP para pendiri, minimal 2 (dua) orang
4. Foto copy KK / Direktur bila penanggung jawab WNI
5. Foto copy PBB terakhir tempat usaha / kantor, apabila milik sendiri
6. Foto copy Surat Kontrak, apabila status kantor kontrak
7. Surat Keterangan Domisili dari pengelola gedung
8. Kantor tidak berada di wilayah pemukiman
9. Pas photo penanggung jawab ukuran 3 x 4 = 2 lembar bewarna
10. Siap di survey
|
29
Mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :
1. Nama PT
2. Kedudukan dan bidang usaha
3. Jumlah modal dasar dan modal setor (dalam US $.)
4. Komposisi saham
5. Susunan direksi dan komisaris
Dokumen badan usaha PMA :
1. Surat persetujuan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal )
2. Akta Notaris
3. Surat Keterangan Domisili Perusahaan
4. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
5. SK Kehakiman
6. TDP (Tanda Daftar Perusahaan)
2.1.7
Tinjauan Umum Insentif Pajak Investasi
2.1.7.1 Definisi Insentif Pajak
Insentif pajak atau yang dalam peraturan perpajakan Indonesia disebut
dengan fasilitas pajak,
secara umum dapat diartikan sebagai kemudahan atau
keringanan yang diberikan pemerintah dalam hal perpajakan.
Dalam bukunya
Tax Incentives in Developing Countries and International
Taxation (1991:6) Viherkentta mengatakan:
|
30
There is no universally accepted definition of tax incentives. In this study,
the concept denotes a tax reduction intended to encourage business operations
including inward foreign investment.
Menurut UNCTAD (2000:11) dalam Tax Incentives and Foreign Direct Investment:
A Global Survey menjelaskan bahwa:
FDI incentives may be defined as any measureable advantages accorded to
specific enterprises or categories of enterprises by (or at the direction of) a
Government, in order to encourage them to behave in a certain manner. They
include measures specifically designed either to increase the rate of return of a
particular FDI undertaking, or to reduce (or redistribute) its costs or risks.
Menurut Zee, Stotsky, dan Ley yang dikutip Alex Easson (2004) dalam
Tax
Incentives For Foreign Direct Investment menyatakan bahwa:
A Tax incentives can be defined either in statutory or effective terms. In
statutory terms, it would be a special tax provision granted to qualified investment
projects (however determined) that represents a statutorily favorable deviation from
a corresponding provision applicable to investment projects in general (i.e. projects
that receive no special tax provision). An implication of this definition is that any tax
provisions that is applicable to all investment projects does not constitute a tax
incentive
In effective terms, a tax incentives would be a special tax provision
granted to qualified investment projects that has the effect of lowering the effective
tax burden measured in some way on those projects, relative to the effective tax
burden that would be borne by investors in the absence of the special tax
provision.
|
31
Sedangkan definisi insentif pajak menurut A. Abdurachman (1963:381):
Insentif pajak adalah suatu rencana pajak yang dengan jalan merubah struktur
sistem perpajakan yang sudah ada, atau merubah tingkat-tingkatnya atau akibatnya
atau dengan perubahan lainnya yang layak yang dapat diharapkan akan memberi
dorongan pada investasi atau kegiatan usaha pada umumnya.
Dari definisi-definisi yang dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
insentif pajak adalah fasilitas perpajakan dalam bidang penanaman modal, yang
bertujuan untuk menarik minat penanam modal, khususnya penanam modal asing
langsung, sehingga nilai investasi negara dapat meningkat.
2.1.7.2 Latar Belakang Insentif Pajak
Suatu teori terkenal yang terkait dengan insentif pajak yang berupa
penurunan tarif pajak,
dikemukakan oleh Arthur Laffer dari The University of
Southern California (1970), yang mempopulerkan gagasan untuk menurunkan pajak:
Bahwa pada saat tarif pajak terlalu tinggi, orang malas untuk berproduksi,
melaksanakan aktifitas ekonomi ataupun investasi. Karena keuntungan atau
pendapatannya akan ditarik ke kas pemerintah melalui pajak yang tinggi tersebut.
Dalam kondisi demikian, penurunan tarif pajak dapat
menjadi pendorong untuk
menggairahkan produksi.
Menurut Goode
yang dikutip oleh Ariesta Hapsari (2008:20)
menyebutkan
bahwa:
insentif pajak diberikan dengan alasan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui peningkatan investasi. Kebijakan pemberian insentif pajak tersebut
|
32
meliputi Wajib Pajak
dalam negeri ataupun luar negeri. Namun pada umumnya
kebijakan insentif pajak diberikan kepada penanam modal yang berasal dari luar
negeri dengan maksud untuk memenuhi kekurangan sumber daya modal dan
teknologi yang tidak dapat dipenuhi dengan sumber daya negara yang memberikan
kebijakan fasilitas perpajakan.
Beberapa alasan rasional pemberian insentif usaha dalam bentuk insentif
pajak menurut tulisan yang dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF)
adalah sebagai berikut:
1.
Industrial Policy
Alasan diberikannya insentif usaha adalah guna mendorong majunya industri
yang ada dalam suatu negara, karena diharapkan dengan adanya insentif usaha
maka para perilaku industri
besar berminat untuk menanamkan modalnya di
negara yang bersangkutan dan selanjutnya dapat menjadi katalis guna
memajukan industri dalam negeri.
2.
The Transfer of Proprietary Knowledge or Technology
Dengan adanya pemberian insentif usaha yang nantinya akan menghadirkan para
investor yang memiliki skala industri
besar maka diharapkan pengetahuan dan
teknologi yang digunakan oleh para investor tersebut dapat dimanfaatkan oleh
para investor lokal, pemerintah, dan juga masyarakat melalui proses alih
teknologi sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi semakin maju.
3.
Employment Objectives
Diharapkan dengan adanya insentif usaha yang dapat mengajak para investor
untuk menanamkan modalnya di suatu negara maka dapat menciptakan lapangan
|
33
pekerjaan baru bagi masyarakat terutama apabila investasi tersebut merupakan
investasi yang menyerap banyak tenaga kerja.
4.
Training and Human Capital Development
Berkaitan dengan alasan sebelumnya yaitu adanya transfer pengetahuan dan
teknologi maka selanjutnya dengan adanya
proses transfer tersebut maka
diharapkan kualitas sumber daya manusia yang terdapat dalam negara tersebut
akan semakin meningkat.
5.
Economic Diversification
Dengan masuknya para investor baru diharapkan dapat menimbulkan
diversifikasi ekonomi bagi negara tersebut sehingga mungkin adanya
penambahan sektor-sektor industri baru dapat tumbuh lebih banyak.
6.
Access to Overseas Market
Dengan adanya insentif usaha maka para investor baik dari pihak asing maupun
dari pihak domestik akan tertarik untuk menanamkan modalnya di negara yang
bersangkutan, apabila investor asing ini mulai memasuki industri
dalam negeri
maka kemungkinan besar investor asing tersebut akan melakukan perdagangan
internasional, sehingga diharapkan dapat membuka akses pasar internasional
terhadap negara yang bersangkutan.
7.
Regional or Locational Objectives
Dengan penentuan lokasi-lokasi tertentu untuk penanaman modal yang telah
ditentukan oleh pemerintah maka diharapkan pertumbuhan dari lokasi-lokasi
tersebut dapat lebih maju tingkat pertumbuhannya.
|
34
2.1.7.3 Jenis Jenis Insentif Pajak
Menurut Holland dan Vann dalam Tax Law Design and Drafting (1998:990)
insentif pajak dibagi dalam 5 macam yaitu :
1.
Tax Holidays
adalah pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan
untuk Wajib Pajak tertentu seperti industri-industri pioneer.
2. Investment Allowances dan Tax Credit Investment merupakan bentuk keringanan
pajak didasarkan pada nilai pengeluaran kualifikasi investasi. Pada umumnya
jenis insentif ini menggunakan persentase tertentu yang telah ditetapkan oleh
pemerintah dan kemudian diperhitungkan dalam perhitungan perpajakan.
3.
Time
Differences, pada jenis insentif
ini adanya perbedaan antara laporan
keuangan komersial dengan laporan fiskal dalam pengakuan biaya dan juga
dalam hal pengakuan penghasilan.
4. Tax Rate Reductions, jenis insentif ini lebih kepada pengurangan tarif pajak yang
merupakan jenis insentif yang mengurangi tarif pajak dikenakan kepada Wajib
Pajak
dari suatu persentase atau tingkatan tarif tertentu ke tarif yang berada
dibawahnya.
5. Administrative Discretion, jenis insentif ini lebih kepada mengurangi tarif pajak
dikenakan kepada wajib pajak dari suatu persentase atau tingkatan tarif tertentu
ke tarif yang berada dibawahnya. Jenis ini merupakan salah satu isu yang pada
umumnya beredar dalam perumusan kebijakan fasilitas pajak, dimana
Administrative Discretion
adalah fasilitas pajak yang dinikmati secara otomatis
oleh Wajib Pajak
yang memenuhi ketentuan atau harus mengajukan permohonan
penggunaan fasilitas pajak terlebih dahulu. Discretion
dapat diartikan sebagai
efektif, sehingga Administrative Discretion
dapat diartikan sebagai proses
administrasi yang selektif dalam rangka pemberian fasilitas pajak.
|
35
Sedangkan menurut Splitz yang dikutip dari Suandy (2006:18) umumnya
terdapat 4 macam insentif pajak, yaitu ;
1.
Insentif pajak yang pertama dalam bentuk pengecualian dari pengenaan pajak
sering sekali digunakan. Jenis insentif ini memberikan hak kepada wajib pajak
agar tidak dikenakan pajak dalam jangka waktu tertentu yang sebelumnya telah
ditentukan pemerintah.
2.
Insentif yang ke dua adalah dengan pengurangan dasar pengenaan pajak,
biasanya pengurangan pengenaan dasar pajak
diberikan dalam bentuk berbagai
macam biaya yang dapat dikurangi dari pendapatan kena pajak, yang pada
umumnya biaya tersebut dapat menjadi pengurang pajak.
3.
Jenis insentif yang ketiga adalah pengurangan tarif pajak. Insentif ini berupa
pengurangan tarif pajak dari tarif yang berlaku umum ke tarif khusus yang diatur
oleh pemerintah.
4.
Insentif yang keempat adalah penangguhan pajak. Jenis insentif ini pada
umumnya diberikan kepada wajib pajak sebagai pembayar pajak dapat menunda
pembayaran pajak hingga waktu tertentu yang memang telah mendapat izin dari
menteri keuangan.
Di Indonesia terdapat dua jenis insentif pajak investasi bagi para investor lokal
maupun investor asing, sebagai berikut :
1.
Tax Holiday untuk Industri Pionir: merupakan penghapusan pembayaran pajak
untuk jangka waktu tertentu.
2.
Investment Allowance untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu dan/atau
di Daerah Tertentu
(Tax Allowance): merupakan pengurangan pembayaran
pajak untuk jangka waktu tertentu.
|
36
2.1.7.4 Definisi Tax Holiday dan Tax Allowance
Terdapat literatur dalam jurnal ekonomi Damianus Herman Renjaan,
Analisis Makro Atas Dampak Penerapan Kebijakan Tax Holiday (kebebasan pajak)
di Indonesia (2010:5) yang mendefinisikan Tax Holiday:
A tax holiday is a temporary reduction or elimination of a tax.
Governments usually create tax holidays as incentives for business investment. The
taxes that are most commonly reduced by national and local governments are sales
taxes. In developing countries, governments sometimes reduce or eliminate
corporate taxes for the purpose of attracting Foreign Direct Investment or
stimulating growth in selected industries. Tax holiday is given in respect of
particular activities, and sometimes also only in particular areas with a view to
develop that area of business.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Tax Holiday
merupakan kebijakan
pengurangan atau penghapusan pajak investasi dengan tujuan agar nilai investasi
meningkat, khususnya nilai investasi yang berasal dari investasi asing langsung, dan
untuk merangsang perkembangan sektor industri dalam negeri. Ada pun pengertian
yang sama terdapat dalam The Conteporary English-Indonesia Dictonary yakni
bahwa tax holiday merupakan masa bebas pajak.
Menurut www.tuition.com, Tax Allowance
adalah: An amount of income
that can be earned tax free. Tax Allowance vary according to a persons
circumstances.
Sedangkan menurut www.investorwords.com,
Tax Allowance
adalah: part of the income which a person is allowed to earn and not pay tax on.
|
37
Dikutip dari www.businessdictionary.com, Investment Allowance adalah: A
tax
incentive offered to businesses to encourage capital investment in which they can
deduct a specified percentage of capital costs, including depreciation, from taxable
income. Different from investment credits which allows businesses to deduct
investment costs directly from their tax liability.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Tax Alllowance merupakan
kebijakan pajak yang memperbolehkan Wajib Pajak mendapat pengurangan dalam
hal pembayaran pajak dibidang investasi.
2.1.7.5 Hubungan Insentif Pajak Dan Investasi
Seperti diketahui, perkembangan perekonomian dan pembangunan negara
kita tidak bisa lepas dari peran investor, khususnya investor asing. Sejak dulu kala,
semasa penjajahan, perekonomian kita sudah
bergantung pada investor asing.
Investor asing mampu memberikan hal-hal yang tidak mampu diberikan oleh
investor dalam negeri. Dibandingkan dengan investor dalam negeri, investor asing
memiliki banyak keunggulan, seperti keunggulan dalam hal modal, teknologi,
kemampuan manajemen, dan lain-lain.
Kesit Bambang Prakosa (2007) dalam
artikelnya mengungkapkan, masuknya perusahaan asing dalam kegiatan investasi di
Indonesia dimaksudkan sebagai pelengkap untuk mengisi sektor sektor usaha dan
industri yang belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta nasional,
baik karena alasan teknologi, manajemen maupun alasan permodalan.
Menurut Undang-Undang
No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
berdasarkan Pasal 3 ayat 2, bahwa tujuan penyelenggaraan penanaman modal antara
lain untuk:
|
38
a.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b.
Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
c.
Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
d.
Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
e.
Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuataan ekonomi riil dengan
menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri; dan
f.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dari uraian
tujuan penanaman modal
tersebut,
dapat dilihat penanam modal
atau
investor mempunyai peran yang sangat penting bagi Indonesia. Untuk meningkatkan
nilai investasi dan untuk meningkatkan penerimaam pajak jangka panjang maka
pemerintah mengelurkan kebijakan keringanan pajak penghasilan bagi para investor,
baik investor lokal maupun investor asing. Keringanan pajak penghasilan tersebut
adalah Tax Holiday
dan Tax Allowance. Dengan adanya Tax Holiday
dan Tax
Allowance
diharapkan para investor asing akan semakin tertarik untuk berinvestasi
di Indonesia dan bagi para investor lokal akan semakin tertarik untuk
mengembangkan atau memperluas usahanya disektor-sektor potensial.
Sehingga
iklim investasi di Indonesia semakin baik dan kedepannya negara dapat memperoleh
pendapatan pajak dalam waktu jangka panjang.
|