7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1  Audit
2.1.1  Pengertian Audit
Pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli mengenai audit adalah sebagai
berikut:
Menurut Agoes (2008:3), auditing adalah :
“Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh
pihak yang
independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta
catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Menurut Arens, Elder dan Beasley yang diterjemahkan oleh Wibowo, (2008:4) :
Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan
dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah
ditetapkan dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Menurut Mulyadi (2009:9), auditing merupakan :
Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan
untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
  
8
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
Sedangkan pengertian auditing menurut Ely dan Siti (2010;14) menyatakan :
Auditing  adalah  proses  yang  sistematis  untuk  memperoleh  dan mengevaluasi  bukti 
secara  objektif  mengenai  informasi  tingkat kesesuaian antara tindakan atau peristiwa
ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak
yang membutuhkan, dimana auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan
independen.
Dari definisi di atas dapat diartikan:
Audit adalah sebuah proses sistematis untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti
secara objektif menyangkut pernyataan-pernyataan mengenai kegiatan-kegiatan dan
kejadian-kejadian ekonomi untuk memberikan keyakinan atas tingkat keterkaitan antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
mengkomunikaskan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Dari keempat pengertian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Audit merupakan sebuah proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti
mengenai kegiatan-kegiatan atau laporan keuangan perusahaan.
2.
Audit
berfungsi untuk memperbaiki dan memberikan saran atau rekomendasi
apabila kegiatan yang telah dilakukan atau laporan yang telah dibuat
menyimpang dari criteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.
Audit dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
  
9
4.
Audit menghasilkan sebuah laporan yang berisikan hasil evaluasi dari
pengumpulan bukti-bukti yang selanjutnya disampaikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
2.1.2  Unsur-unsur Audit
Menurut Mulyadi (2009:9), terdapat unsur-unsur penting yang dapat diuraikan dari
definisi audit akuntansi secara umum. Unsur-unsur tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Suatu Proses Sistematik 
Auditing merupakan suatu proses yang sistematik, yaitu berupa suatu rangkaian
langkah  atau  prosedur  yang  logis,  berangka  dan 
terorganisasi. Auditing
dilaksanakan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisir dan 
bertujuan. 
2. Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif 
Proses  sistematik  itu  ditujukan  untuk  memperoleh  bukti  yang  mendasari
pernyataan  yang  dibuat  oleh  individu  atau  badan  usaha,  serta  untuk 
mengevaluasi tanpa memihak atau prasangka terhadap bukti-bukti tersebut. 
3. Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi 
Yang dimaksud dengan   pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi 
disini   adalah   hasil   proses   akuntansi.   Akuntansi   merupakan   proses 
pengidentifikasian, pengukuran, dan penyampaian informasi ekonomi yang
dinyatakan  dalam  satuan  uang. Proses akuntansi ini menghasilkan suatu
pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan, yang umumnya terdiri dari
empat laporan keuangan pokok, neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan
  
10
ekuitas dan laporan arus kas. Laporan keuangan dapat  pula berupa laporan
biaya pusat pertanggung jawaban tertentu dalam perusahaan.
4. Menetapkan tingkat kesesuaian 
Pengumpulan  bukti  mengenai  pernyataan  dan  evaluasi  terhadap hasil
pengumpulan  bukti  tersebut  dimaksudkan  untuk  menetapkan  kesesuaian
pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. 
5. Kriteria yang ditetapkan 
Kriteria atau standar yang digunakan sebagai dasar untuk menilai pernyataan
dapat berupa: 
                  1.  Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif.
                 2.  Anggaran atau ukuran prestasi lain yang ditetapkan oleh manajemen. 
                3. Prinsip akuntansi yang berterima umum di Indonesia (IFRS)
6. Penyampaian hasil 
Penyampaian  hasil  auditing  sering  disebut  dengan  atestasi (attestation).   
Penyampaian hasil ini dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit
(audit report).
7. Pemakai yang berkepentingan 
Dalam  dunia  bisnis  pemakai  yang  berkepentingan  terhadap  laporan  audit
adalah  para  pemakai  informasi  keuangan,  calon  investor  dan  kreditur,
organisasi buruh, dan kantor pelayanan pajak. 
  
11
2.1.3  Jenis-Jenis Audit
Tunggal (2008:9) menyatakan, “Dalam pelaksanaannya audit dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu: 
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit
Audit laporan keuangan adalah penilaian apakah laporan keuangan disusun
dengan kriteria yang ditetapkan, seperti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku
umum (IFRS).
2. Audit Operasional (Operational Audit
Audit operasional adalah audit yang dilakukan terhadap kegiatan operasi
perusahaan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomis operasi
perusahaan. Hasil audit operasional akan digunakan oleh pihak manajemen
perusahaan. 
3. Audit Ketaatan (Compliance Audit
Audit ketaatan adalah audit yang dimaksudkan untuk menilai apakah prosedur
tertentu, aturan, regulasi yang ditetapkan oleh otorisasi lebih tinggi ditaati dan
diikuti
Sedangkan Mulyadi (2009:28) mengemukakan orang atau sekelompok orang yang
melaksanakan audit dapat dikelompokan menjadi 3 golongan antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Auditor independen 
Auditor  independen  adalah  auditor  profesional  yang  menyediakan  jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang atas laporan keuangan yang
  
12
dibuat  oleh  kliennya.  Audit  tersebut  terutama  ditujukan  untuk  memenuhi
kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti : kreditur, investor, dan
instansi pemerintahan (terutama instansi pajak). 
2. Auditor Pemerintah 
Auditor  pemerintah  adalah  auditor  profesional  yang  bekerja  di  instansi 
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggung jawaban 
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan 
atau pertanggung jawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. 
3. Auditor Intern 
Auditor  intern adalah auditor  yang  bekerja  dalam perusahaan  (perusahaan 
negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menetukan 
apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah 
dipatuhi,  menentukan  baik  atau  tidaknya  penjagaan  terhadap  kekayaan 
organisasi, menetukan efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi, 
serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian 
organisasi.
2.2  Audit Operasional
2.2.1  Pengertian Audit Operasional
Tunggal (2008:11) mengemukakan pengertian audit operasional sebagai berikut:
“Audit Operasional merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang
manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi, dan efektivitas dari setiap dan seluruh
operasi, terbatas hanya pada keinginan manajemen”.
  
13
Menurut Agoes (2008:173) mendefinisikan:
Audit operasional adalah audit
terhadap kegiatan perusahaan, termasuk kebijakan
akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan manajemen untuk
mengetahui apakah kegiatan operasional yang telah ditentukan manajemen untuk
mengetahui apakah kegiatan operasional tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien,
dan ekonomis.
Berdasarkan definisi-definisi audit operasional yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disimpulkan inti dari audit operasional, sebagai berikut:
1.
Proses sistematis
Audit operasional terdiri dari serangkaian langkah penelaahan secara sistematis
(terstrukur dan terorganisasi) atas kegiatan suatu perusahaan untuk memeriksa
efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan yang sedang di audit.
2.
Evaluasi kinerja
Audit operasional ditujukan untuk mengevaluasi dan menilai kinerja pada suatu
kegiatan perusahaan dengan cara membandingkan suatu pelaksanaan aktivitas
perusahaan dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria yang
ditetapkan seringkali dinyatakan dalam bentuk standar kinerja oleh manajemen,
seperti kebijakan organisasional, standar, tujuan, dan rencana detil. Namun
kriteria tersebut dapat juga ditetapkan oleh suatu badan pemerintahan.
3.
Efisiensi, efektifitas, ekonomis
Tujuan utama dari diadakannya audit operasional pada suatu aktivitas perusahaan
adalah untuk membantu manajemen meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan
keekonomisan operasi. Hal tersebut dilakukan dengan mengoptimalkan sumber
daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
  
14
4.
Rekomendasi perbaikan
Hasil akhir dari audit operasional adalah laporan mengenai hasil audit
keseluruhan yang telah dilakukan sebelumnya (temuan - temuan), beserta dengan
rekomendasi perbaikan yang diperlukan. Rekomendasi yang diberikan
dikomunikasikan kepada pihak manajemen, sehingga manajemen dapat
melakukan perbaikan atas kelemahan-kelemahan yang ada dan mengoptimalkan
kinerja perusahaannya.
2.2.2  Tujuan Audit Operasional
Audit operasional bertujuan untuk menghasilkan perbaikan dalam pengelolaan operasi/
aktivitas objek yang diaudit, dengan memberikan saran-saran perbaikan prestasi kerja
sehingga menjadi lebih baik.
Menurut Tunggal, (2008:40), ”Tujuan dari audit operasional antara lain:
1. Mengungkapkan kekurangan dan ketidakberesan dalam setiap unsur
yang diuji
oleh auditor operasional dan untuk menunjukkan perbaikan apa yang
dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang
bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien.
3. Untuk membantu mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk
mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang
pengelolaan yang efisien.
4. Untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan.
5. Untuk membantu manajemen, audit operasional berhubungan dengan setiap fase
dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada manajemen.
  
15
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif
dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka”.
2.2.3  Temuan Audit Operasional
Menurut Tunggal (2008:186), suatu yang penting dalam audit adalah pengembangan
temuan-temuan untuk dikomunikasikan kepada pihak-pihak lain. Kata temuan atau
findings diartikan sebagai himpunan informasi-informasi mengenai kegiatan, organisasi,
kondisi atau hal-hal yang lain yang telah dianalisa atau dinilai serta diperkirakan akan
menarik atau berguna untuk pejabat yang berwenang. Penyusunan temuan yang baik
harus mencakup:
1.
Kondisi (condition) adalah keadaan yang menggambarkan kenyataan yang
terjadi di perusahaan. Audit operasional memerlukan temuan fakta awal dalam
tahap pekerjaan lapangan (field work). Ketika temuan fakta digunakan untuk
menyatakan suatu kondisi, auditor perlu memeriksa dan menguji operasi dan data
terkait untuk membuat fakta lebih jelas. Pernyataan kondisi ini memberikan titik
referensi kepada temuan yang berkaitan dengan kriteria yang ada.
2.
Kriteria (criteria) adalah ukuran atau standar yang harus diikuti atau kondisi
yang seharusnya ada dan merupakan standar yang harus dipatuhi oleh setiap
bagian dalam perusahaan, yang biasanya berupa kebijakan yang telah ditetapkan
manajemen, kebijakan perusahaan sejenis atau kebijakan industri, dan peraturan
pemerintah. Di dalam menganalisis kondisi saat ini, auditor harus
memperhatikan kondisi apa yang diharapkan untuk dapat mencapai sasaran
tujuan organisasi. Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk suatu kondisi
yang spesifik, auditor memandang dari segi hukum dan perundang-undangan
  
16
yang relevan, kontrak yang ada, kebijakan, sistem dan prosedur, peraturan
internal dan eksternal, tanggung jawab dan wewenang, standar, jadwal, rencana,
serta dasar-dasar manajemen yang baik.
3.
Sebab (Cause) adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang
berlaku dan apa penyebab terjadinya kondisi tersebut di perusahaan serta
bagaimana terjadinya. Temuan audit tidaklah lengkap sampai auditor secara
penuh mengidentifikasi penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari
kriteria, faktor paling utama dari temuan audit yaitu menentukan penyebab
kelemahan. Penyebab ini adalah alasan mengapa kegiatan operasional menjadi
tidak efisien, efektif, dan ekonomis.
4.
Akibat (effect) adalah dampak dari tindakan-tindakan yang menyimpang dari
standar yang berlaku. Salah satu tujuan utama dalam melaksanakan audit
operasional adalah mendorong manajemen operasional yang diidentifikasi oleh
tim audit. Dalam membantu manajemen menentukan seberapa serius kondisi
tersebut mempengaruhi operasinya.
5.
Rekomendasi (recommendation) menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk
mengatasi kelemahan masalah yang dikemukakan dalam temuan. Rekomendasi
haruslah masuk akal untuk diikuti dengan sebuah penjelasan mengapa kondisi ini
terjadi, penyebabnya, dan apa yang harus dilakukan untuk mencegah
berulangnya hal tersebut.” Rekomendasi mendeskripsikan tindakan yang harus
dipertimbangkan manajemen untuk memperbaiki kondisi yang tidak
menguntungkan perusahaan.
  
17
2.2.4  Tahap- Tahap Audit Operasional
Menurut Tunggal (2008:55), ada lima tahap dalam melaksanakan audit operasional yaitu
:
1. Memilh Auditee
Seperti banyak aktivitas lainnya dalam suatu entitas, audit operasional biasanya
terkena kendala anggaran atau kehematan, oleh karena itu sumber daya untuk audit
operasional harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Pemilihan auditee dimulai
dengan studi atau survey pendahuluan terhadap calon-calon auditee dalam entitas
untuk mengidentifikasi aktivitas yang mempunyai potensi audit tertinggi dilihat dari
segi perbaikan efektivitas, efisiensi, dan kehematan operasional. Pada intinya studi
pendahuluan merupakan proses penyaringan yang akan menghasilkan peringkat dari
calon auditee.
2. Merencanakan Auditee
Perencanaan auditee yang cermat sangat penting baik bagi efisiensi maupun
efektivitas audit operasional. Perencanaan terutama penting dalam jenis audit audit ini
karena sangat beragamnya audit operasional. Landasan utama dari perencanaan audit
adalah pengembangan program audit, yang harus dibuat sesuai dengan keadaan
auditee yang ditemui pada tahap studi pendahuluan audit. Seperti dalam audit laporan
keuangan, program audit berisi seperangkat prosedur yang dirancang untuk
memperoleh bukti yang berkaitan dengan satu atau lebih tujuan. Bukti yang diperiksa
biasanya didasarkan pada sampel data. Jadi, dalam perencaan audit harus
dipertimbangkan penggunaan teknik-teknik sampling statistic. 
  
18
3. Melaksanakan Audit
Selama melaksanakan audit, auditor secara ekstensif harus mencari fakta-fakta yang
berhubungan dengan masalah yang teridentifikasi dalam auditee selama studi
pendahuluan. Pelaksanaan audit adalah tahap
yang paling memakan waktu dalam
audit operasional. Tahap ini sering kali disebut sebagai melakukan audit yang
mendalam (in-depth audit).
Dalam suatu audit operasional, auditor sangat
mengandalkan pada pengajuan pertanyaan dan pengamatan. Pendekatan yang biasa
dilakukan adalah mengembangkan kuesioner untuk auditee dan menggunakannya
sebagai dasar untuk mewawancarai personil auditee. Dari pengajuan pertanyaan,
auditor berharap akan memperoleh pendapat, komentar, dan uraian tentang
pemecahan masalah. Wawancara yang efektif sangat penting dalam audit operasional.
Melalui pengamatan terhadap personil auditee, auditor akan dapat mendeteksi
informasi dan kondisi-kondisi lainnya yang ikut menyebabkan masalah ini. 
4. Melaporkan Temuan
Audit operasional serupa dengan audit lainnya karena produk akhir dari audit adalah
laporan audit. Akan tetapi, ada banyak situasi unik yang berkaitan dengan pelaporan
dalam audit operasional. Misalnya, berlawanan dengan bahasa standar yang terdapat
pada laporan auditor dalam audit atas laporan keuangan, bahasa laporan dalam audit
operasional bervariasi untuk setiap auditee. Laporan itu harus memuat :
a. Suatu pernyataan tentang tujuan dan ruang lingkup audit.
b. Uraian umum mengenai pekerjaan yang dilakukan dalam audit.
c. Ikhtisar temuan-temuan.
d. Rekomendasi perbaikan.
e. Komentar auditee.
  
19
5. Melakukan Tindak Lanjut
Tahap akhir atau tahap tindak lanjut (follow-up phase) dalam audit operasional adalah
tahap bagi auditor untuk menindaklanjuti tanggapan auditee terhadap alporan audit.
Idealnya, untuk melaporkan secara tertulis selama periode waktu yang ditetapkan.
Akan tetapi, tindak lanjut ini juga harus mencngkup penentuan kelayakan tindakan
yang diambil oleh auditee dalam mengimplementasikan rekomendasi.
Tahapan dasar dalam melaksanakan audit operasional menurut Bayangkara (2008:10),
yaitu:
1. Audit Pendahuluan
Audit pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan informasi latar belakang terhadap
objek yang diaudit. Disamping itu, pada tahapan ini juga dilakukan penelaahan
terhadap berbagai peraturan, ketentuan, dan kebijakan berkaitan dengan aktivitas
yang diaudit, serta menganalisis berbagai informasi yang telah diperoleh untuk
mengindikasikan hal-hal yang potensial mengandung kelemahan pada perusahaan
yang diaudit. Dalam audit ini auditor dapat menentukan beberapa tujuan audit
sementara (tentative audit objective).
2. Review dan Pengujian Pengendalian Manajemen
Pada tahapan ini auditor melakukan review dan pengujian terhadap pengendalian
manajemen objek audit, dengan tujuan untuk menilai efektifitas pengendalian
manajemen dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan. Hasil pengujian
pengendalian manajemen ini dapat mendukung tujuan audit sementara menjadi tujuan
audit yang sesungguhnya (definitive audit objective), atau mungkin ada beberapa
  
20
tujuan audit sementara yang gugur, karena tidak cukup bukti untuk mendukung tujuan
audit tersebut.
3. Audit Terinci
Pada tahap ini auditor melakukan pengumpulan bukti yang cukup dan kompeten
untuk mendukung tujuan audit yang telah ditentukan. Pada tahap ini dilakukan
pengembangan temuan untuk mencari keterkaitan antara satu temuan dengan temua
yang lain dalam menguji permasalahan yang berkaitan dengan tujuan audit. Temuan
yang cukup, relevan, dan kompeten dalam tahap ini disajikan dalam suatu kertas kerja
audit (KKA) untuk mendukung kesimpulan audit yang dibuat dan rekomendasi yang
diberikan.
4. Pelaporan
Tahapan ini bertujuan mengkomunikasikan hasil audit termasuk rekomendasi yang
diberikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Rekomendasi harus disajikan
dalam bahasa operasional dan mudah dimengerti serta menarik untuk ditindaklanjuti.
5. Tindak Lanjut
Sebagai tahap akhir dari audit operasional, tindak lanjut bertujuan untuk mendorong
pihak-pihak yang berwenang untuk melaksanakan tindak lanjut (perbaikan)
sesuai
dengan rekomendasi yang diberikan.
2.2.5  Jenis- Jenis Audit Operasional
Menurut Tunggal (2008:28), jenis-jenis audit operasional terdiri dari:
1.
Fungsional
Seperti yang tersirat dari namanya, audit operasional berkaitan dengan sebuah
fungsi atau lebih dalam suatu organisasi, misalnya fungsi pemasaran, fungsi
  
21
pembayaran, fungsi penggajian suatu divisi atau untuk perusahaan secara
keseluruhan. Keunggulan audit fungsional adalah memungkinakan adanya
spesialisasi oleh auditor. Auditor – auditor tertentu dalam staf audit intern dapat
mengembangkan banyak keahlian dalam suatu bidang, seperti rekayasa produksi.
Sehingga mereka dapat lebih efisien untuk memeriksa dalam bidang itu.
Kekurangan audit fungsional adalah tidak dievaluasinya fungsi yang saling
berkaitan.
2.
Organisasi
Audit operasional atau suatu organisasi menyangkut keseluruhan unit organisasi
seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan. Penekanan dalam suatu audit
organisasi adalah seberapa efisien dan efektif fungsi-fungsi yang saling
berinteraksi. Rencana organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasikan
aktifitas yang ada sangat penting dalam audit jenis ini.
3.
Penugasan Khusus
Penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan manajemen. Audit
ini dapat terjadi sewaktu-waktu, dapat pula dalam suatu pelaksanaan audit
operasional secara fungsional maupun organisasional, pemeriksa diminta untuk
melakukan audit operasional yang bersifat khusus. Sebagai contoh, pada saat
audit operasional terhadap fungsi gudang, persiapan pihak manajemen
memberikan penugasan khusus kepada pemeriksa untuk menjadi pengawas
langsung terhadap karyawan bagian gudang dalam melakukan stock opname
persediaan dan melakukan audit terhadap kuantitas barang dagangan yang
direkrut oleh pembelinya, jadi audit semacam ini meliputi hal-hal yang luas.”
  
22
2.3  Sistem Pengendalian Internal
2.3.1  Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Sistem pengendalian internal merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan
dalam kegiatan audit operasional. Suatu sistem atau prosedur pada suatu fungsi dapat
dianggap baik apabila didalamnya terdapat pengendalian yang memadai dan baik pula.
Menurut Krismiaji (2010:218), pengendalian internal adalah rencana organisasi dan
metoda yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan informasi
yang akurat dan dapat dipercaya, memperbaiki efisiensi, dan untuk mendorong
ditaatinya kebijakan manajemen. Mengacu pada pendapat yang dinyatakan oleh Mulyadi
(2008:163), pengertian Sistem pengendalian Internal adalah sebagai berikut: “Sistem
pengendalian internal meliputi struktur, metode, dan ukuran-ukuran yang di
koordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan
data akuntansi, mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Dalam buku Rama dan
Jones yang diterjemahkan oleh Wibowo (2008:132) mendefinisikan pengendalian intern
sebagai berikut:
”Pengendalian intern (internal control) sebagai suatu proses, yang
dipengaruhi oleh dewan direksi entitas, manajemen, dan personel lainnya, yang
dirancang untuk memberikan kepastian yang beralasan yang terkait dengan pencapaian
sasaran kategori sebagai berikut: efektivitas dan efisiensi operasi; keandalan pelaporan
keuangan; dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal
merupakan suatu sistem yang dirancang oleh manajemen perusahaan untuk mengontrol
dan mengawasi seluruh kegiatan perusahaan sehingga setiap kegiatan dapat berjalan
sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan dan melalui pengendalian yang ada dapat
  
23
mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan/ kecurangan yang dapat merugikan
perusahaan.
2.3.2  Tujuan Sistem Pengendalian Internal
Menurut Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dalam Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP). (2011:319.2), manfaat pengendalian internal adalah
untuk membantu
organisasi dalam mencapai tiga tujuan, yaitu:
1.
Keandalan pelaporan keuangan
Manajemen bertanggung jawab dalam menyediakan laporan keuangan bagi
investor, kreditor, dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai kewajiban
untuk menjamin bahwa informasi yang ada telah sesuai dengan standar
pelaporan.
2.
Efisiensi dan efektifitas operasi pelaksanaan pengendalian dalam suatu
organisasi dimaksudkan agar operasi dalam
perusahaan dapat berjalan lancar
dengan efisien dan efektif. Dalam pengertian lain, dapat terjadi penghematan
sumber daya dengan hasil yang optimal dan tercapainya tujuan perusahaan dalam
batas waktu yang telah ditentukan.
3.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dalam menjalankan operasinya perusahaan harus mematuhi hukum dan
peraturan yang berlaku.
2.3.3 Komponen Pengendalian Internal
Pengendalian internal yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau unsur-unsur.
  
24
Menurut COSO (Committee of Sponsoring Organizations) yang dikutip oleh Agoes
(2008:80), pengendalian internal terdiri dari lima komponen yang saling berkaitan. Lima
komponen pengendalian internal tersebut adalah :
1.
Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Merupakan suatu suasana organisasi, yang mempengaruhi kesadaran akan
suatu pengendalian dari sikap orang-orangnya. Lingkungan pengendalian
merupakan suattu fondasi dari semua komponen pengendalian internal lainnya
yang bersifat disiplin dan  berstruktur.
Mengidentifikasikan 7 faktor penting untuk sebuah lingkungan pengendalian,
antara lain :
1. Komitmen kepada intergritas dan nilai etika
2. Filosofi dan gaya operasi manajemen
3. Struktur organisasi
4. Komite audit
5. Metode penerapan wewenang dan tanggung jawab 
6. Praktik dan kebijakan tentang sumber daya manusia
7. Pengaruh eksternal
2.
Penilaian Resiko (Risk Assessment)
Merupakan suatu kebijakan dan prosedur yang dapat membantu suatu
perusahaan  dalam meyakinkan bahwa tugas dan perintah yang diberikan oleh
manajemen telah dijalankan.
3.
Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
  
25
Merupakan suatu kebijakan dan prosedur yang dapat membantu suatu
perusahaan dalam meyakinkan bahwa tugas dan perintah yang diberikan oleh
manajemen telah dijalankan.
4.
Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Merupakan pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam
suatu bentuk dan kerangka waktu yang membuat orang mampu melaksanakan
tanggung jawabnya.
5.
Pemantauan (Monitoring)
Merupakan suatu proses yang menilai kualitas kerja pengendalian internal pada
suatu waktu. Pemantauan melibatkan penilaian rancangan dan pengoperasian
pengendalian dengan dasar waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan.
2.3.4  Unsur – Unsur Sistem Pengendalian Internal
Menurut Mulyadi (2008:164), unsur pokok pengendalian internal dalam perusahaan
adalah:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas.
Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian tanggung
jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk
melaksanakan kegiatan pokok perusahaan, seperti pemisahan setiap fungsi
untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.
Dalam setiap
organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk
  
26
otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Prosedur pencatatan yang baik
akan menjamin data yang direkam tercatat ke dalam catatan akuntansi dengan
tingkat ketelitian dan keandalan (reliability) yang tinggi. Dengan demikian
sistem otorisasi akan menjamin masukan yang dapat dipercaya bagi proses
akuntansi.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan
prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik
jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam
pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan
dalam menciptakan praktik yang sehat adalah:
1. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus
dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang.
2. Pemeriksaan mendadak (suprised audit)
Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur.
3. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu
orang atau satu unit organisasi, tanpa ada campur tangan dari yang lain,
agar tercipta internal check yang baik dalam pelaksanaan tugasnya.
4.
Perputaran jabatan (job rotating).
Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga
independensi pejabat, memperluas wawasan pengetahuan yang
mendalam, sehingga persekongkolan di antara karyawan dapat dihindari.
5.  Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya.
  
27
Untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan
catatan akuntansinya, secara periodik harus diadakan pencocokan atau
rekonsiliasi antara kekayaan fisik dengan catatan akuntansi yang
bersangkutan dengan kekayaan tersebut. 
6. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas
unsur-unsur sistem pengendalian internal yang lain.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya. Untuk
mendapatkan karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya, berbagai cara
berikut ini dapat ditempuh :
1. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh
pekerjaannya.
2. Pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan, sesuai
dengan tuntutan perkembangan pekerjaaannya.
2.4  Penjualan
2.4.1  Pengertian Penjualan
Kegiatan perusahaan dalam rangka mencapai laba yang ditargetkan salah satunya adalah
melalui kegiatan penjualan. Hasil penjualan merupakan hal penting agar perusahaan
mampu bertahan menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat.
Penjualan menurut Arens dan Loebbecke (2003:356), yang diterjemahkan oleh Amir
Abadi Jusuf, adalah proses yang diperlukan untuk mengalihkan kepemilikan atas barang
dan jasa yang telah tersedia untuk dijual kepada pelanggan.
Secara umum penjualan dapat dibagi menjadi:
1.
Penjualan Tunai
  
28
Penjualan tunai terjadi apabila penyerahan barang atau jasa segera diikuti dengan
pembayaran dari pembelian.
2.
Penjualan Kredit
Dalam penjualan secara kredit, pada saat penyerahan barang atau jasa, penjual
menerima tanda bukti penerimaan barang dari pembeli sekaligus merupakan
pernyataan untuk melakukan penagihan di kemudian hari. Inilah bukti yang
menimbulkan adanya piutang dari pihak penjual.
2.4.2  Fungsi- Fungsi Terkait Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi (2008:211) fungsi yang terkait dalam penjualan kredit yaitu : 
1.
Fungsi Penjualan 
Fungsi Penjualan, bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli,
mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada
pada surat order,
meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan
mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk
membuat "back order" pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk
memenuhi order dari pelanggan. 
2.
Fungsi Kredit 
Fungsi Kredit, fungsi ini berada di bawah fungsi keuangan yang dalam transaksi
penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan
memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. 
3.
Fungsi Gudang 
  
29
Fungsi Gudang, bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan
barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi
pengiriman. 
4.
Fungsi Pengiriman 
Fungsi Pengiriman, bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar
surat order pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan, juga bertanggung
jawab untuk menjamin tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada
otorisasi diri yang berwenang. 
5.
Fungsi Penagihan 
Fungsi Penagihan, bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur
penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan
pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi. 
6.
Fungsi Akuntansi 
Fungsi Akuntansi, bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari
transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang
kepada debitur, serta membuat laporan penjualan.
2.4.3  Prosedur Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi (2008:210) penjualan kredit dilakukan oleh perusahaan dengan cara
mengirimkan barang sesuai dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka
waktu tertentu perusahaan memiliki tagihan kepada pembeli tersebut. Untuk
menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit yang pertama kepada
  
30
seorang pembeli selalu didahului dengan analisis terhadap dapat atau tidaknya pembeli
tersebut diberi kredit.
Adapun prosedur-prosedur penjualan kredit adalah sebagai berikut:
1. Prosedur order penjualan.
Dalam prosedur ini bagian penjual menerima order dari pembeli dan
menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Bagian
penjualan kemudian membuat faktur penjulan dan mengirimkannya kepada
bagian yang lain untuk memungkinkan bagian tersebut memberikan kontribusi
dalam melayani order dari pembeli.
2. Prosedur Pengiriman.
Dalam prosedur ini bagian gudang menyiapkan barang yang diperlukan oleh
pembeli dan bagian pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai
dengan informasi yang tercantum dalam faktur penjualan yang diterima dari
bagian gudang.
3. Prosedur Pencatatan Piutang.
Dalam Prosedur ini bagian akuntansi mencatat teembusan faktur penjualan
kedalam kartu piutang.
4. Prosedur Penagihan.
Dalam prosedur ini bagian pengihan menerima faktur penjulan dan
mengarsipkannya menurut abjad. Secara periodik bagian penagihan membuat
surat tagihan dan mengirimkannya kepada pembeli tadi yang dilampiri dengan
faktur penjulan.
  
31
5. Prosedur Pencatatan Penjualan
Dalam prosedur ini bagian akuntansi mancatat transaksi penjualan kedalam
jurnal penjualan.
2.4.4  Pengendalian Internal Pada Penjualan
Menurut Mulyadi (2008:471), unsur pengendalian intern yang seharusnya ada dalam
penjualan tunai adalah:
1. Organisasi
Aspek organisasi dalam pengendalian internal siklus penjualan mencakup
pemisahan fungsi penjualan dengan fungsi kredit dan fungsi akuntansi,
pemisahan fungsi akuntansi dengan fungsi kas, dan pelaksanaan transaksi
harus dilakukan oleh lebih satu orang.
2. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
1. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan
menggunakan faktur penjualan tunai.
2. Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi kas dengan cara membubuhkan cap
“lunas” pada faktur penjualan tunai dan penempelan pita register kas pada
faktur tersebut.
3. Praktik yang Sehat
1. Faktur penjualan tunai bernomor urut tercetak dan pemakaiannya  
dipertanggung jawabkan oleh fungsi penjualan.
  
32
2. Penghitungan saldo kas yang ada di tangan fungsi kas secara periodik dan
secara mendadak oleh fungsi pemeriksa intern.
2.4.5  Dokumen-Dokumen Dalam Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi ( 2008:214) dokumen yang digunakan dalam penjualan kredit adalah
sebagai berikut :
1.
Surat Order Pengiriman dan Tembusannya.
    Surat order pengiriman merupakan dokumen pokok untuk memproses penjualan
kredit kepada pelanggan. Surat order pengirimana terdiri dari beberapa macam yaitu
sebagai berikut :
1. Surat Order Pengiriman, merupakan lembar pertama surat order pengiriman yang
memberikan otorisasi kepada fungsi pengiriman untuk mengirimkan jenis barang
dengan jumlah dan spesifikasi seperti yang tertera diatas dokumen tersebut.
2. Tembusan Kredit (Credit Copy), dokumen ini digunakan untuk memperoleh status
kredit pelanggan dan untuk mendapatkan otorisasi penjualan kredit
dari fungsi
kredit.
3. Surat Pengakuan (Acknowledgement Copy), dokummen ini dikirimkan oleh fungsi
penjualan kepada pelanggan untuk memberi tahu bahwa orderny telah diterima dan
dalam proses pengiriman.
4. Surat Muat (Bill of Lading), tembusan surrat muat ini merupakan dokumen yang
digunakan sebagai bukti penyerahan barang dari perusahaan kepada perusahaan
angkutan umum. Surat muat ini biasanya dibuat 3 rangkap, 2 lembar unutk
  
33
perusahaan angkutan umum dan yang satunya lagi disimpan sementara oleh fungsi
pengiriman setelah ditandatangani oleh wakil perusahaan angkutan umum tersebut.
5. Slip Pembungkusan (Packing Slip), dokumen ini ditempelkan pada pembungkusan
barang berguna untuk memudahkan penerimaan barang.
6.
Tembusan Gudang (warehouse Copy), tembusan surat order pengiriman yang
dikirim ke fungsi gudang untuk menyiapkan jenis barang dengan jumlah yang
tercantum didalamnya.
7.
Arsip Pengendalian Pengiriman (Sales Order Follow-up Copy), Merupakan
tembusan surat order pengiriman yang diarsip oleh fungsi penjualan menurut
tanggan pengiriman yang dijanjikan.
2.
Faktur Penjualan dan Tembusan
Faktur penjualan merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk mencatat
timbulnya piutang tembusan surat order pengiriman terdiri dari :
1. Faktur penjualan merupakan lembar pertama yang dikirim oleh fungsi pengihan
kepada pelanggan.
2. Tembusan Piutang merupakan tembusan faktur yang dikirim oleh fungsi penagihan
dan akuntansi sebagai dasar untuk mencatat piutang kedalam buku besar.
3. Rekapitulasi harga pokok penjulan
Merupakan dokumen pendukung yang digunakan untuk menghitung total harga
pokok produk yang dijual selama periode akuntansi. Data yang dicantumkan dalam
rekapitulasi harga pokok penjualan berasal dari kartu persediaan. Secara periodik
harga pokok produk yang dijual selama jangka waktu tertentu dihitung dalam
  
34
rekapitulasi harga pokok penjualan dan kemudian dibuatkan dokumen sumber berupa
bukti memorial untuk harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi
tertentu.
4. Bukti Memorial
Merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan ke dalam jurnal umum. Dalam
sistem penjualan kredit, bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk mencatat
harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu. 
2.5 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu terkait yang sudah dilakukan:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Chrisanty (2009) dengan judul Audit Operasional
Atas Fungsi Penjualan Pada PT. Mulia Knitting Factory Ltd. Dewasa ini audit
operasional semakin diperlukan dalam suatu perusahaan. Audit operasional
membantu pihak manajemen dalam mengendalikan kegiatan perusahaan sekaligus
untuk menilai kinerja operasional perusahaan, apakah telah sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan dan telah berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis.
Apabila dalam audit ditemukan hal-hal yang menyimpang dari standar
perusahaan, maka
temuan-temuan tersebut wajib dilaporkan pada pihak manajemen serta
memberikan rekomendasi untuk dilakukan tindakan perbaikan sehingga masalah
yang terjadi dapat diatasi dan dihindari di masa yang akan datang. Dalam
melakukan penelitian ini, penulis menggunakan studi kasus dengan metode
deskriptif kualitatif, yaitu metode yang berusaha menganalisis, menyajikan dan
  
35
menyimpulkan data hasil penelitian sehingga dapat ditarik gambaran yang jelas
mengenai objek yang diteliti. Metode ini dilakukan melalui penelitian
kepustakaan dengan membaca literatur-literatur untuk mendapatkan teori terkait
dengan topic penelitian serta penelitian lapangan melalui observing, inquiring,
documentation,
tracing dan vouching terkait dengan fungsi penjualan di
perusahaan. Setelah membandingkan antara hasil kuesioner dengan hasil
pemeriksaan rinci atas pelaksanaan fungsi penjualan di perusahaan, dapat
dikatakan bahwa pengendalian internal yang berjalan sudah cukup memadai,
namun masih terlihat beberapa kelemahan dalam pelaksanaan aktivitasnya
tersebut, dimana mayoritasnya terdapat pada bagian penjualan yang merupakan
kunci utama dalam pelaksanaan fungsi penjualan perusahaan. Kelemahan-
kelemahan yang dimaksud yakni seperti belum adanya prosedur dan kebijakan
secara formal, tidak adanya penetapan batasan kredit untuk customer, belum
adanya penanganan yang efektif terhadap dokumen yang batal digunakan dalam
transaksi, tidak dilakukan penarikan terhadap salah satu dokumen bukti
pengiriman dari customer, tidak ada ketentuan tenggat waktu untuk retur barang,
tidak adanya kebijakan cadangan kerugian piutang, serta belum dilakukannya
konfirmasi piutang secara formal pada customer. Sehubungan dengan masalah
yang telah dideskripsikan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai
langkah rekomendasi untuk diterapkan dalam perusahaan, yaitu dengan membuat
suatu standar operasional (Standard Operating Procedure) yang mengatur
keseluruhan aktivitas operasional perusahaan, menyangkut tentang kebijakan dan
penetapan prosedur yang bersifat pasti, serta bagaimana harusnya suatu proses
penjualan berjalan dengan baik dan benar. Hal ini dimaksudkan untuk
  
36
meminimalisasi terjadinya penyimpangan karena adanya aturan yang bersifat
mengikat, sehingga bila ada pelanggaran terhadap standar, akan lebih mudah
diketahui dan diatasi serta dapat berguna untuk langkah antisipasi di kemudian
hari.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2009) dengan judul Audit Operasional
Atas Fungsi Penjualan Pada PT. Swasti Makmur Sejahtera. Kegiatan penjualan
memegang peranan penting bagi perusahaan, karena dari sinilah dimulainya
kegiatan operasional suatu perusahaan. Untuk mendukung kegiatan penjualan
agar dapat berlangsung dengan baik, maka prosedur penjualan perlu dijalankan
dengan baik pula serta ditunjang dengan pelaksanaan pengendalian intern yang
ketat. Untuk mengetahui apakah sudah dijalankan dengan baik atau tidak, maka
perlu dilaksanakan pemeriksaan operasional terhadap kegiatan penjualan guna
mengetahui dan meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan
perusahaan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah pengujian exploratoria.
Penelitian ini akan melibatkan satu waktu tertentu dengan banyak sampel.
Penelitian ini hanya melibatkan satu obyek saja namun mendalam. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, penulusuran
dokumen terkait serta membuat kuesioner.
Berdasarkan hasil pelaksanaan audit operasional atas penjualan, dapat
disimpulkan bahwa fungsi penjualan belum cukup memadai, karena masih
terdapat beberapa kelemahan dalam fungsi penjualan. Beberapa kelemahan yang
dimaksud, antara lain : tidak dibuatnya daftar harga jual yang tertulis secara
periodik, surat konfirmasi pesanan yang digunakan perusahaan tidak bernomor
urut cetak, administrasi penjualan tidak berada di dalam bagian penjualan,
  
37
perusahaan tidak memiliki kebijakan mengenai penghapusan piutang, faktur pajak
yang digunakan perusahaan dibuat oleh bagian accounting, faktur pajak yang
digunakan oleh perusahaan tidak bernomor urut cetak, perusahaan belum tepat
waktu dalam hal pengiriman barang kepada customer.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan bahwa
fungsi penjualan belum cukup memadai. Maka dari itu, diajukan beberapa saran
perbaikan bagi manajemen perusahaan antara lain : membuat daftar harga jual
tertulis secara periodik, mencetak nomor urut pada surat konfirmasi pesanan,
menempatkan administrasi penjualan di dalam bagian penjualan, menetapkan
kebijakan mengenai penghapusan piutang, bagian penjualan yang membuat faktur
pajak yang digunakan oleh perusahaan, mencetak nomor urur pada faktur pajak
yang digunakan perusahaan, meningkatkan kinerja produksi supaya dapat
mengirimkan barang pesanan customer tepat waktu.