BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Pengertian Pajak
Pajak menurut pasal 1 angka 1 UU No.6 tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan adalah : Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
2.1.1. Pengertian pajak menurut para ahli
1. Pengertian Pajak menurut Dr. Waluyo, M.Sc., AK. (2011) dalam bukunya yang
berjudul Perpajakan Indonesia menyatakan : pajak adalah iuran kepada negara (yang
dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan
peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.
2. Pengertian pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (1964) dalam disertainya
yang berjudul Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong menyatakan : Pajak adalah
iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-
norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam
mencapai kesejahteraan umum.
3. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S.H. dalam bukunya dasar
dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan(1990 :5) menyatakan : pajak adalah iuran
6
6
|
![]() 7
kepada kas Negara berdasarkan undang undang ( yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
Dari pengertian Pajak menurut para ahli dapat disimpulkan ciri ciri pajak adalah sebgai
berikut :
1.
Pajak merupakan iuran rakyat atau iuran kepada negara
2.
Pajak dipungut berdasarkan kekuatan Undang
undang serta peraturan
pelaksanaanya.
3.
Pajak tidak menimbulkan kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah
4.
Pajak diperuntukan untuk pengeluaran umum negara yang bermanfaat untuk
kesejahteraan rakyat.
2.1.2 Jenis Pajak
A.
Jenis pajak berdasarkan menurut golongan:
1.
Pajak Langsung
adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
Contoh : PPh, PBB.
|
8
2.
Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat
dialihkan kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Penjualan, PPN, PPn-BM, Bea Materai dan Cukai.
B.
Jenis pajak berdasarkan pihak yang memungut:
1.
Pajak Negara atau Pajak Pusat
adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat. Pajak pusat merupakan salah satu sumber penerimaan
negara. Contoh : PPh, PPN, PPn dan Bea Materai.
2.
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.
Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan
daerah. Pajak provinsi meliputi Pajak Kendaraan Bermotor , Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
Pajak Air Permukaan, dan Pajak Rokok.
Pajak kabupaten meliputi Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan logam,
dan Bantuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet,
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
C.
Jenis pajak berdasarkan sifatnya:
1.
Pajak Subjektif
adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan
wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-
alasan objektif yang tepat.
2.
Pajak Objektif
adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh : PPN, PBB, PPn-BM
|
9
2.1.3 Fungsi Pajak
Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2011:1), adalah :
1.
Fungsi penerimaan (Budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluarannya.
2.
Fungsi mengatur (Regular)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh :
a.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras.
b.
Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
c.
Tarif pajak ekspor 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di
pasaran dunia.
2.1.4
Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011), terbagi menjadi 3 yaitu :
1.
Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak.
Ciri-cirinya :
|
10
a.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
b.
Wajib pajak bersifat pasif
c.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus
2.
Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
a.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib
pajak sendiri
b.
Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung,menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
c.
Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
3.
With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.
2.2 . Pajak Pertambahan Nilai
2.2.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak pusat yang langsung kepada
pemerintah pusat, yang berlaku mulai tahun 1983 merupakan perubahan dari Pajak
Penjualan yang ada sejak tahun 1951. Yang menjadi dasar hukum dari Pajak
|
11
Pertambahan Nilai (PPN) adalah Undang-Undang No. 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),
sebagaimana telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang No. 42 tahun 2009.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah merupakan
pajak yang dikenakan atas
konsumsi di dalam negeri (di dalam daerah pabean), baik
konsumsi barang maupun konsumsi jasa. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan hanya
terhadap pertambahan nilainya saja dan dipungut beberapa kali pada berbagai mata
rantai jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya
faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan,
menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para
konsumen.
2.2.2
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai menurut para ahli
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menunjukkan suatu identitas dari suatu sistem
pemungutan pajak atas konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak
atas nilai tambah yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi.
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut Erly Suandy (2008:57) adalah:
pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor Barang Kena Pajak yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak, dan dapat dikenakan berkali-kali setiap ada
pertambahan nilai dan dapat dikreditkan.
Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2009:231) pengertian Pajak Pertambahan
Nilai adalah: pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang
timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam
|
12
menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau
pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen.
2.2.3 Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai
Yang menjadi dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia menurut
Sukardji (2012) adalah sebagai berikut :
Undang-Undang No.8 Tahun 1984 yang sudah mengalami tiga kali perubahan yaitu :
a.
Mulai 1 Januari 1995 diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 1994 meliputi pasal 1
sampai dengan pasal 17 berurutan
b.
Mulai 1 Januari 2001 diubah untuk yang kedua kalinya dengan UU Nomor 18
Tahun 2000 meliputi pasal 1 sampai dengan pasal 16C namun tidak berurutan
c.
Mulai 1 April 2010 diubah untuk yang ketiga kalinya dengan UU Nomor 42
Tahun 2009 meliputi pasal 1 sampai dengan pasal 16F.
2.2.4 Sifat Pemungutan PPN
Menurut Waluyo (2011), sifat pemungutan PPN terbagi menjadi tujuh yaitu:
1.
Pajak Objektif
Pungutan PPN ini mendasarkan objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri
wajib pajak.
2.
PPN merupakan Pajak Tidak Langsung
Sifat ini menjelaskan bahwa secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada
pihak lain. Namun dari segi yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak
berada pada penanggung pajak ( pemikul beban)
|
13
3.
Multi Stage Tax
Pemungutan PPN ini dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun
jalur distribusi dari pabrikan, pedagang besar, sampai dengan pengecer
4.
Mekanisme pemungutan PPN menggunakan Faktur Pajak
Sebagai metode yang digunakan dengan konsekuensi pengusaha kena pajak
harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemngutan PPN.
5.
PPN bersifat Netral
Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya dua faktor :
a.
PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa
b.
PPN dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan
6.
PPN tidak menimbulkan pajak ganda
7.
PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri penyerahan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak dilakukan atas konsumsi dalam negeri
2.2.5
Objek Pajak
Menurut Waluyo (2011) Pajak Pertambahan Nilai dan mengalami pertambahan dari
Undang
undang Nomor 8 Tahun 2000 dan telah diubah menjadi Undang
undang
Nomor 42 Tahun 2009 terdiri atas:
a.
Pasal 4
1.
Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
2.
Impor Barang Kena Pajak
3.
Penyerahan Jasa Kena Pajak didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
|
14
4.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
5.
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean;
6.
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
7.
Ekspor Barang Kena Pajak tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
b.
Pasal 16C
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, syarat yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut :
1.
Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, Beton, pasangan bata, atau bahan
sejenis , dan /atau baja ;
2.
Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
3.
Luas keseluruhan paling sedikit 300 meter persegi.
c.
Pasal 16D
Pengalihan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan.
Jenis aktiva yang terutang PPN selain aktiva adalah :
1.
Aktiva yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha ( pasal 9
ayat (8) huruf (b) ;
2.
Aktiva kendaraan bermotor berupa sedan dan station waogon pasal 9 ayat
(8) huruf (c)
|
15
Aktiva yang sudah dijelaskan diatas, Pajak Masukan atas perolehan Aktiva diatas tidak
dapat dikreditkan tetapi dapat dibebankan dalam Laporan Keuangan.
2.2.6
Subjek Pajak
Menurut Waluyo (2011) Subjek Pajak adalah orang atau badan atau pihak yang
dituju oleh Undang- undang untuk dikenai pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap
subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak.
Pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, Badan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), sebagai berikut :
1.
orang pribadi
orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun diluar Indonesia.
2.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan subjek pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
3.
Badan
Pengertian badan mengacu pada Undang
undang KUP, bahwa badan adalah
sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan bentuk apa
pun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
|
16
organisasi masa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Miliik Daerah (BUMD)
merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga
tiap unit tertentu dari badan pemerintah, sebagai contoh lembaga, badan, dan
sebagainya yang dimiliki oleh pemerintah, pusat dan pemerintah daerah yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan
merupakan subjek pajak.
Dalam pengertian perkumpulan termasuk pola asosiasi, persatuan, perhimpunan,
atau ikatan, dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
4.
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
2.2.7 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Undang-undang Nomor 08 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Barang atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali dirubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai,
yaitu:
1.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen)
2.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
|
![]() 17
a.
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b.
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c.
Ekspor Jasa Kena Pajak
3.
Tarif Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang
perubahan tarifnya diatur dengan peraturan pemerintah.
2.2.8 Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dilihat dari buku Waluyo (2007) cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang adalah dengan mengalihkan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk
ekspor Barang Kena Pajak ) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
PPN yang terutang = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
2.2.9
Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a.
Mekanisme pemungutan PPN
Sukardji, Untung .(2011), Mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan
Nilai adalah PPN dikenakan melalui pemungutan oleh BKP yang melakukan
penyerahan BKP atau JKP. Jika penyerahan BKP atau JKP dilakukan oleh
pemungut PPN, PPN dipungut dan disetor oleh pemungutan PPN pihak yang
menerima BKP atau memanfaatkan JKP. Pengenaan PPN atas nilai tambah BKP
atau JKP yang diserahkan PKP, Nilai tambah disini adalah selisih harga jual dan
harga pokok barang tersebut. Berapakah besarnya pajak yang terhutang atas nilai
tambah, terdapat 3 (tiga) metode ,yaitu :
|
18
1.
Addition Method
Metode ini PPN dihitung
dari tarif kali seluruh penjumlahan nilai
tambah.
2.
Subtraction Method
Metode ini PPN yang terhutang dihitung dari tarif kali selisih antara
harga penjualan dengan harga pembelian.
3.
Credit Method
Metode ini hampir sama dengan ke 2 metode diatas. Tetapi Credit
Method ini harus mencari selisih antara pajak yang dibayar saat
pembelian dengan pajak yang dipungut saat penjualan.
4.
Mekanisme pemungutan PPN kegiatan Impor
Untuk kegiatan impor Barang Kena Pajak (BKP), pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dilakukan oleh Bank Devisa/Ditjen Bea dan
Cukai pada saat pemasukan BKP dari luar pabean ke dalam daerah
pabean. PKP mengajukan pemberitahuan impor barang ke Bank
Devisa/Ditjen Bea cukai, PPN harus dibayar secara bersamaan dengan
bea masuk dan PPh pasal 22 Impor yang menggunakan Surat Setoran
Pabean cukai dan Pajak yang dibayarkan ke Bank Devisa. Dasar
pengenaan pajak (DPP) untuk PPN Impor adalah nilai impor, yaitu nilai
berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
dengan pungutan lainnya yang dikenakan pajak.
|
![]() 19
2.2.10 Retur Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Penyerahan BKP yang dikembalikan (retur) diatur dalam keputusan Menteri
Keuangan Nomor 65/PMK.03/2010.
Dapat terjadi bahwa terhadap BKP yang telah diserahkan karena sesuatu hal
dikembalikan oleh pembeli apabila terjadi demikian, maka Pajak Pertambahan Nilai dan
pajak penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak yang
dikembalikan tersebut dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian
Barang Kena Pajak tersebut.
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan BKP yang dikembalikan (retur) oleh
pembeli mengurangi :
1.
Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak penjual, sepanjang Faktur
Pajak atas penyerahan BKP tersebut telah dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
2.
Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, sepanjang Pajak
Masukannya dapat dikreditkan dan telah dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
3.
Harta atau biaya bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal pajak
masukannya tidak dapat dikreditkan dan telah dikapitalisasi atau telah
dibebankan sebagai biaya;
4.
Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak
|
20
2.2.11 Pembuatan Nota Retur
Dalam hal terjadi pengembalian BKP, maka pembeli harus membuat dan
menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak penjual. Nota retur tersebut
harus dibuat dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak terjadinya pengembalian
BKP. Namun atas pengembalian BKP yang kemudian diganti dengan BKP yang sama,
baik dalam jumlah fisik, jenis, maupun harganya oleh Pengusaha Kena Pajak penjual
atau yang menghasilkan dan menyerahkan BKP tersebut, dapat tidak dibuat nota retur.
Nota Retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan:
1.
Nomor urut;
2.
Nomor dan tanggal Faktur pajak dari BKP yang dikembalikan;
3.
Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
4.
Nama, alamat, NPWP, serta tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
yang menerbitkan Faktur Pajak;
5.
Macam, jenis, kuantum, dan harga jual BKP yang dikembalikan;
6.
Pajak Pertambahan Nilai atas BKP yang dikembalikan;
7.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas BKP yang tergolong Mewah
dikembalikan;
8.
Tanggal pembuatan nota retur;
9.
Tanda tangan pembeli.
Apabila nota retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan-
keterangan tersebut diatas, maka tidak dapat diperlakukan sebagai nota
retur sehingga tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau
Pajak Masukan, atau harta, atau biaya bagi pembeli.
Nota retur dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2(dua), yaitu :
|
21
1.
Lembar ke-1 untuk pengusaha Kena Pajak Penjual;
2.
Lembar ke-2 untuk arsip pembeli.
2.2.12 Dasar Pengenaan Pajak
Menurut Undang-undang Nomor 08 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan Barang atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, Dasar pengenaan Pajak
adalah :
1.
Harga jual dalam pasal 1 angka 18 UU PPN adalah nilai berupa uang
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual
Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum
dalam faktur pajak.
Yang termasuk dalam pengertian biaya yang merupakan unsur harga jual
yaitu pengangkutan, asuransi, bantuan teknik, pemeliharaan, dan garansi.
2.
Penggantian dalam pasal 1 angka 19 UU nomor 8 tahun 1983 yang telah
diubah terakhir dengan UU PPN no 42 tahun 2009, pengertian penggantian
adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta oleh pengusaha
karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi
tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang
yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima Jasa karena
pemanfaatan JKP dan/atau oleh penerima manfaat BKP Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean.
|
22
3.
Nilai Impor dalam pasal 1 angka 20 UU nomor 8 tahun 1983 yang telah
diubah terakhir dengan UU PPN No 42 Tahun 2009, pengertian nilai impor
adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor
Barang Kena Pajak , tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut menurut Undang undang.
4.
Nilai Ekspor dalam pasal 1 angka 26 UU nomor 8 Tahun 1983 yang telah
di ubah terakhir dengan UU PPN, pengertian nilai ekspor adalah nilai berupa
uang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir,
yaitu nilai yang tercantum dalam dokumen PEB (Pemberitahuan Ekspor
Barang) yang telah di muat oleh Direktorat Jendral Bea Cukai.
Menurut
Menteri Keuangan Nomor 75 /PMK.03/2010 yang diberlakukan tanggal 1
april 2010, nilai lain yang dapat digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak ,
yaitu :
1.
Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak adalah Harga Jual atau penggantian, setelah dikurangi laba
kotor;
2.
Untuk pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak adalah Harga Jual atau penggantian, setelah dikurangi
laba kotor;
3.
Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah
perkiraan Harga Jual Rata-rata.
|
23
4.
Untuk penyerahaan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per
judul film;
5.
Untuk penyerahaan produk hasil tembakau adalah sebesar harga
jual eceran;
6.
Untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau asset
yang
menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan, yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
7.
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang
atau
sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang
adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
8.
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagangan
perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara
dengan pembeli;
9.
Untuk penyerahaan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah
harga lelang;
10. Untuk penyerahaan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih;
atau
11. Untuk penyerahaan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih.
|
24
2.2.13 Pengusaha Kena Pajak
Menurut waluyo (2011) pengertian Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, tidak
termasuk pengusaha kecil yang batasannya diterapkan oleh Menteri Keuangan , kecuali
pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
pengusaha kecil yang dalam undang-undang PPN dan PPnBM batasannya didasarkan
pada jumlah peredaran bruto usaha dalam satu tahun diperkenankan untuk memilih
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Apabila menjadi Pengusaha Kena
Pajak, hak dan kewajibannya sama seperti kena pajak pada umumnya. Dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003. Apabila pengusaha yang menyerahkan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam suatu Masa pajak peredaran
brutonya lebih dari Rp. 600.000.000,00 ( enam ratus juta rupiah), maka pengusaha ini
memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak selambat-lambatnya pada akhir bulan
berikutnya. Pengusaha yang peredaran brutonya tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00
dapat memilih untuk dikukuhkan atau tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Menurut Untung Sukardji (2012) yang dapat dikategorikan sebagai Pengusaha Kena
Pajak apabila :
1.
Melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
2.
Mengekspor Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai;
3.
Menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjual belikan;
|
25
4.
Bentuk kerja sama operasi yang apabila menyerahkan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
2.2.14 Barang Kena Pajak
Menurut Waluyo (2011) Barang Kena Pajak adalah barang berwujud
yang
menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak
dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan
PpnBM. Jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan
peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 sebagai berikut:
1.
Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumber jenisnya terdiri:
a.
Minyak mentah (crude oil);
b.
Gas bum;
c.
Panas bumi;
d.
Pasir dan Kerikil;
e.
Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara;dan
f.
Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih bikel, dan bijih
perak, serta bijih bauksit.
2.
Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
jenisnya terdiri:
a.
Beras;
b.
Gabah;
c.
Jagung;
|
26
d.
Sagu;
e.
Kedelai; dan
f.
Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium.
3.
Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung
dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi ditempat
maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau catering , dan
4.
Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
2.2.15
Jasa Kena Pajak
Pengertian Jasa Kena Pajak Menurut Mardiasmo (2011) , setiap kegiatan
pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan
suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak bersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang
dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan
dan petunjuk dari pemesanan.
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang Undang 1984.
2.2.16 Pengecualian JKP
Menurut Mardiasmo (2011), Pengecualian Jasa Kena Pajak yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok
kelompok jasa sebagai
berikut:
a.
Jasa pelayanan kesehatan medik;
b.
Jasa pelayanan sosial;
|
27
c.
Jasa pengiriman surat dengan perangko;
d.
Jasa keuangan;
e.
Jasa asuransi;
f.
Jasa keagamaan;
g.
Jasa pendidikan;
h.
Jasa kesenian dan hiburan;
i.
Jasa penyiaran yang bersifat iklan;
j.
Jasa angkutan umum didarat dan diair serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k.
Jasa tenaga kerja;
l.
Jasa perhotelan;
m.
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;
n.
Jasa penyediaan tempat parkir;
o.
Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
p.
Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q.
Jasa boga atau catering
2.2.17 Faktur Pajak
Menurut Waluyo (2011) , Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau bukti pungutan pajak karena impor Barang
Kena Pajak digunakan oleh direktorat jenderal Bea dan Cukai. Mekanisme Pajak
Pertambahan Nilai dikenal adanya 3 macam Faktur Pajak, yaitu :
|
28
1.
Faktur Pajak Standar, yaitu Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti
pungutan pajak sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan..
2.
Faktur Pajak Gabungan, yaitu Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan
Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu
bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang
sama.
Faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak, sehingga harus dibuat sesuai
dengan ketentuan pembuat faktur pajak sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya. Pembuatan faktur pajak gabungan harus dibuat paling lama pada
akhir bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP meskipun didalam bulan
penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.
3.
Dokumen lain
Menurut Direktur Jenderal Pajak No. 10/B/2010 tentang dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan faktur mengatur bahwa dokumen -
dokumen tertentu dimaksud harus memenuhi persyaratan formal yaitu diisi
secara lengkap, jelas, dan benar sebagaimana dimaksud dalam persyaratan
minimal yang harus dimuat dalam faktur pajak. Apabila persyaratan tidak
dipenuhi Wajib Pajak akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur
pajak, yaitu:
1.
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan
persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice
yang
|
29
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB
tersebut;
2.
Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang
dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran
tepung terigu;
3.
Faktur Nota Bon Penyerahan (FNBP) yang dibuat/dikeluarkan
oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak
dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
4.
Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa
telekomunikasi;
5.
Tiket, tagihan Surat Muatan Udara(Airwayy Bill), atau Delivery
Bill, yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan
udara dalam negeri;
6.
Nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan
jasa ke pelabuhan;
7.
Tanda pembayaran atau kuitansi listrik
8.
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud yang dilampiri dengan invoice
yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pemberitahuan Ekspor
Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud untuk
ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujdud.
9.
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat
Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak(SSCP),
dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan
|
30
Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan PIB tersebut, untuk Impor Barang Kena Pajak; dan
10. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atas Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
Dokumen tertentu tersebut dalam butir 1 sampai dengan butir 8 paling sedikit/minimal
memuat:
1.
Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
2.
Nama pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
3.
Jumlah satuan barang apabila ada;
4.
Dasar pengenaan pajak;
5.
Jumlah pajak yang terutang keculi dalam ekspor
2.2.18 Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
Wajib Pajak melaporkan kewajiban pajaknya dengan cara melaporkan Surat
Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan,
sedangkan Surat Pemberitahuan (SPT Masa) adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak terutang dalam
suatu Masa Pajak.
|
31
2.2.19
Sanksi Keterlambatan Pelaporan PPN
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No.16 Tahun 2009 pasal
7, sanksi keterlambatan pelaporan SPT Masa PPN termasuk keterlambatan pelaporan e-
SPT akan dikenakan sanksi adminitrasi sebesar Rp.500.000.
2.3.
SPT Masa PPN
2.3.1
Dasar Hukum
Menurut Agustinus, et al yang menjadi dasar hukum SPT Masa PPN
adalah:
1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
2.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tanggal 6 oktober 2010
Tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
3.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 Tanggal 6 oktober 2010
Tentang Bentuk, Isi dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan.
|
32
2.3.2 Bentuk dan Jenis SPT Masa PPN
Menurut Gunadi (2011), Bentuk dan Jenis SPT Masa PPN ada dua yaitu:
1.
SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas ( hardcopy)
2.
SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik (e-SPT)
Sedangkan untuk jenis Masa PPN terbagi menjadi tiga yaitu:
1.
SPT Masa PPN 1111
Digunakan oleh PKP selain PKP yang menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan
2.
SPT Masa PPN 1111DM
Digunakan oleh PKP yang menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan peredaran usaha atau kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-
Undang PPN
3.
SPT Masa PPN Pemungut (SPT 1107 PUT)
Digunakan oleh Pemungut PPN kecuali penerbit SPM.
2.3.3
Kewajiban e-SPT PPN
Menurut Gunadi (2011), kegiatan yang dilaporkan tidak melebihi 25
dokumen dalam satu tahun Masa Pajak maka PKP dapat menggunakan
formulir kertas (hardcopy) atau memilih e-SPT.
Kewajiban e-SPT untuk PKP yang menggunakan SPT Masa PPN 1111
(PER-44/PJ/2010) adalah :
1.
Melaporkan pemberitahuan ekspor barang, pemberitahuan ekspor
Jasa Kena Pajak/BKP tidak berwujud
|
33
2.
Menerbitkan Faktur Pajak selain faktur pajak yang menurut
ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan indentitas
pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, dan/ atau menerima
Nota Retur / Nota Pembatalan.
3.
Melaporkan pemberitahuan impor barang atas impor BKP dan /
atau SSP atas pemanfaatan BKP tidak berwujud/ JKP dari luar daerah
pabean
4.
Menerima Faktur Pajak yang dapat dikreditkan dan/atau
menerbitkan Nota Retur
5.
Menerima Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan atau
mendapat fasilitas dan/atau menerbitkan Nota Retur/ Nota
Pembatalan atas pengembalian BKP/ pembatalan JKP yang Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan atau mendapat fasilitas.
2.3.4
Pembetulan SPT
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perpajakan Nomor PER -13/PJ/2010,
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penerbitan Faktur Pajak Standar Penggantian
dan/atau pembatalan Faktur Pajak Standar harus melakukan pembetulan terhadap Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak
Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan. Pembeli Barang Kena Pajak
dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan
atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan
oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual, dan harus melakukan pembetulan Surat
|
34
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak
Standar diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan.
Menurut Undang undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999), wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis,
dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam
hal pembetulan Surat Pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan
Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa
penetapan. Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa
yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenakan sanksi
adminitrasi berupa bunga 2% perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dihitung
sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan.
2.4. Pajak Masukan
2.4.1 Pengertian Pajak Masukan
Menurut waluyo (2011) , pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau
penerimaan Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari
luar daerah pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau
Impor Barang Kena Pajak.
|
35
2.4.2
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam pasal 9 ayat (8) dan pasal
16B ayat (3) UU PPN :
a.
Pajak masukan atas perolehan BKP/JKP sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.
Pajak masukan atas perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c.
Pajak masukan atas perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor
jenis sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan;
d.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
e.
Pajak masukan atas perolehan BKP/JKP yang tercantum dalam Faktur
Pajak Standar yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan
PPN/cacat atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib
Pajak pembeli BKP atau penerima JKP;
f.
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKPTB) atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya
tidak memenuhi perundang-undangan PPN/cacat;
g.
Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang dibayar setelah ditagih
dengan penerbitan ketetapan pajak;
|
36
h.
Pajak Masukan yang belum dikreditkan dalam SPT masa PPN yang
ditemukan dalam pemeriksaan, kecuali dalam pemeriksaan tersebut dapat
dibuktikan bahwa perolehan BKP/JKP yang bersangkutan telah dibukukan;
i.
Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum Pengusaha Kena
Pajak berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang
pajak;
j.
Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP untuk menghasilkan penyerahan
BKP/JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
2.4.3 Pengkreditan Pajak Masukan
pengkreditan pajak masukan diatur dalam :
a.
Pasal 1 ayat 24; pasal 9 ayat (2); pasal 16B UU PPN;
Berdasarkan Undang undang Pasal 9 ayat (2) UU PPN menganut pengkreditan
Pajak Masukan
b.
Undang
undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menganut basis akrual
sehingga Pajak Masukan tidak selalu diterima tepat waktu oleh PKP pembeli
atau penerima jasa. Oleh karena itu dalam UU pasal 9 ayat (9) dijelaskan dapat
dilakukan pengkreditan Pajak Masukan
dengan Pajak Keluaran dalam masa
pajak yang tidak sama paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Masa Pajak
yang bersangkutan sepanjang memenuhi syarat :
1.
Pajak Masukan itu belum dibebankan sebagai biaya, dan
2.
Belum dilakukan pemeriksaan
c.
Pasal 12 PP nomor 143 Tahun 2000 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2002;
|
37
d.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/KMK.03/2010 tentang pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang melakukan
penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak;
e.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/KMK.03/2010 tentang pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang mempunyai
peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu;
f.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.03/2010
tentang pedoman perhitungan pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang
melakukan kegiatan usaha tertentu;
g.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
81/PMK.03/2010 tentang saat penghitungan dan tata cara pembayaran kembali
pajak masukan yang
telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian bagi
PKP yang mengalami keadaan gagal berproduksi
2.5
Pajak Keluaran
2.5.1
Pengertian Pajak Keluaran
Menurut Undang undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 Pasal 1
ayat (25) , pajak keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud,
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
|
38
2.5.2
Penerbitan dan Pelaporan Pajak Keluaran
Pelaporan Pajak Keluaran berhubungan erat dengan saat terutang PPN
karena berkaitan dengan saat pembuatan Faktur Pajak, maka pada saat
terutangnya PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa
Kena Pajak (JKP) maka Faktur Pajak sudah harus dibuat dan dilaporkan
pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak dibuat.
Jika Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaporkan Faktur Pajak Keluaran
sesuai dengan Masa Pajaknya dapat dikenakan sanksi pasal 14 ayat (4)
UU KUP yaitu sanksi berupa 25 dari Dasar Pengenaan Pajak.
|