10
BAB 2
LANDASAN TEORI 
2.1.
Pengendalian Internal
2.1.1.
Pengertian Pengendalian Internal
Pengendalian internal merupakan istilah yang umum dan banyak digunakan
di berbagai kepentingan. Istilah pengendalian internal diambil dari terjemahan istilah
Internal Control. Banyak berkembangnya istilah dari pengendalian internal
dikemukakan oleh banyak  ahli dan kelompok. Salah satu nya yang dikemukakan
oleh   Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dalam bukunya Standar Profesional
Akuntan Publik (2011:319.2)  pengendalian internal didefinisikan sebagai berikut :
Suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan
personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) keandalan pelaporan
keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku. 
COSO (The Committee of Sponsoring Organzation )
lembaga yang
menetapkan definisi pengendalian internal secara umum. Diambil dari buku Modern
Auditing Jilid 1 oleh  Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe,
Gania, dan Budi (2003: 373) menyatakan bahwa pengendalian internal adalah: 
Sebuah proses yang dihasilkan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel
lainya, yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang
pencapaian tujuan dalam kategori berikut: 
1.
Keandalan pelaporan keuangan
2.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3.
Efektivitas dan efisiensi operasi
Laporan COSO juga menekankan bahwa konsep fundamental
(fundamental concept) dinyatakan dalam definisi berikut :
1.
Pengendalian intern merupakan suatu  proses. Ini berarti alat untuk
mencapai suatu akhir, bukan akhir itu sendiri. Pengendalian intern terdiri
  
11
dari serangkaian tindakan yang meresap dan terintegrasi dengan, tidak
ditambahkan ke dalam, infrastruktur suatu entitas.
2.
Pengendalian intern dilaksanakan oleh orang. Pengendalian intern bukan
hanya manual kebijakan dan formulir-formulir, tetapi orang pada berbagai
tingkatan organisasi, termasuk dewan
direksi, manajemen, dan personel
lainya.
3.
Pengendalian intern dapat diharapkan untuk menyediakan hanya
keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang mutlak, kepada
manajemen dan dewan direksi suatu entitas karena suatu keterbatasan
yang melekat dalam semua sistem pengendalian intern dan perlunya
untuk mempertimbangkan biaya dan manfaat relatif dari pengadaan
pengendalian.
4.
Pengendalian intern diarahkan pada pencapaian tujuan dalam kategori
yang saling tumpang tindih dari pelaporan keuangan, kepatuhan dan
operasi.
Menurut Rama dan Jones (2009:132) alih bahasa oleh Wibowo
pengertian pengendalian internal adalah : 
pengendalian internal (internal control)
adalah suatu proses yang
dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainya,
yang dirancang untuk memberikan kepastian yang beralasan terkait
pencapaian sasaran kategori sebagai berikut: efektivitas dan efisiensi
operasi; keandalan pelaporan keuangan; dan ketaatan terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku. 
Berdasarakan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengendalian internal adalah ditetapkanya suatu tindakan atau
standar untuk pelaksanaan aktivitas oleh seluruh personel perusahaan dengan
memperhatikan tujuan perusahaan secara keseluruhan yang mencakup efektivitas dan
efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku. 
2.1.2.
Tujuan Pengendalian Internal 
Menurut definisi pengendalian internal yang dikemukakan oleh Boynton,
Johnson, dan Kell (2003: 373) yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan Budi ,
  
12
terdapat tiga tujuan pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan yang
memadai tentang pencapaian tiga kategori berikut ini :
1.
Keandalan pelaporan keuangan
2.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3.
Efektivitas dan efisiensi operasi 
Menurut Rama dan Jones (2008: 134-135) alih bahasa oleh Wibowo, tujuan
pengendalian internal mencakup hal-hal berikut ini :
1.
Efektivitas dan efisiensi operasi
2.
Keandalan pelaporan keuangan
3.
Ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
4.
Pengamanan aset (tujuan ini dimasukkan dalam laporan, meskipun tidak
ditempat dimana ketiga lainya dicantumkan)
Sedangkan menurut Hall (2007: 181) diterjemahkan oleh Fitriasari
dan Arnos, pengendalian internal diterapkan untuk mencapai empat tujuan
utama :
1.
Untuk menjaga aktiva perusahaan
2.
Untuk memastikan akurasi dan diandalkanya catatan dan informasi
akuntansi
3.
Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan
4.
Untuk mengatur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan manajemen
Dari beberapa tujuan pengendalian internal yang telah diungkapkan oleh
beberapa ahli. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian internal itu dapat
membantu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pada bagian-bagian utama dari
perusahaan, yaitu dari aktivitas, laporan keuangan, dan yang terakhir adalah
kepatuhan perusahaan atas peraturan dan hukum yang berlaku.  Dan pengendalian
internal dapat membantu perusahaan dalam mengambil suatu keputusan yang sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
  
13
2.1.3.
Fungsi Pengendalian Internal 
Menurut Romney dan Steinbart yang diterjemahkan oleh Fitriasari (2006:4),
menyatakan bahwa pengendalian internal melaksanakan tiga fungsi penting, yaitu :
1.
Pengendalian untuk pencegahan (preventive control)
Memperkerjakan personil akuntansi yang berkualifikasi tinggi, pemisahan
tugas pegawai yang memadai dan secara efektif mengendalikan akses fisik
atas aset, fasilitas dan informasi merupakan pengendalian pencegahan yang
efektif.
2.
Pengendalian untuk pemeriksaan (detective control)
Pengendalian untuk pemeriksaan adalah pemeriksaan salinan atas
perhitungan, mempersiapkan rekonsiliasi bank dan neraca saldo setiap bulan.
3.
Pengendalian korektif (corrective control)
Memecahkan masalah yang ditemukan oleh pengendalian untuk pemeriksaan.
Prosedur yang dilaksanakan juga untuk mengidentifikasi masalah,
memperbaiki kesalahan yang ada, dan mengubah sistem agar masalah dapat
diminimalisasikan atau dihilangkan.
Berdasarkan fungsi penting pengendalian internal yang telah dijelaskan
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi pengendalian internal dimaksudkan
untuk mencegah masalah sebelum masalah tersebut benar-benar terjadi, mendeteksi
masalah secara cepat
setelah masalah itu terjadi, untuk memperbaiki  masalah yang
terdeteksi.  
2.1.4.
Komponen Pengendalian Internal 
Menurut COSO pengendalian internal terdiri dari 5 (lima) komponen yang
saling berhubungan. Komponen ini didapat dari cara manajemen menjalankan
bisnisnya, dan terintegrasi dengan proses manajemen. Walaupun komponen-
komponen tersebut dapat diterapkan di semua entitas, perusahaan yang kecil dan
menengah dapat menerapkanya secara berbeda dengan perusahaan besar. Adapun 5
(lima) komponen pengendalian internal tersebut adalah :
1.
Lingkungan Pengendalian (control environment)
  
14
Menurut 
Ikatan Akuntan Publik Indonesia (2011:319.2) yang dimaksud
lingkungan pengendalian adalah :
Menetapkan corak suatu organisasi, memengaruhi kesadaran
pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan
dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan
disiplin, dan struktur. 
Beberapa faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam
suatu entitas menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2003:379) adalah
sebagai berikut :
a.
Integritas dan nilai etika
b.
Komitmen terhadap kompetensi
c.
Dewan direksi dan komite audit
d.
Filosofi dan gaya operasi manajemen
e.
Struktur organisasi
f.
Penetapan tanggung jawab dan wewenang
g.
Kebijakan dan praktik sumberdaya manusia
2.
Penilaian Risiko (risk assesment)
Seluruh entitas menghadapi berbagai macam risiko dari
luar dan
dalam yang harus diperkirakan. Proses penilaian risiko harus
mempertimbangkan kejadian dan keadaan eksternal dan internal yang
mungkin timbul dan secara tidak baik mempengaruhi kemampuan entitas
untuk mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan data keuangan
yang konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Selain itu
prasyarat dari risk assessment adalah penegakan tujuan yang terhubung antara
tingkatan yang berbeda dan konsisten secara internal. Menurut Boynton,
Johnson, Kell
(2003: 374 ) pada laporan COSO  penilaian risiko (risk
assessment) adalah
merupakan pengidentifikasian dan analisis entitas mengenai risiko
yang relevan terhadap pencapaian tujuan entitas, yang membentuk
dasar mengenai bagaimana risiko harus dikelola.
  
15
Karena kondisi ekonomi, industri, teknologi,regulasi, dan operasi
selalu berubah, maka diperlukan mekanisme untuk mengidentifikasi dan
menghadapi risiko-risiko terkait dengan perubahan tersebut.
Menurut Boynton, Johnson, Kell (2003:284), pada laporan COSO
dalam penilaian risiko harus mencakup pertimbangan khusus atas risiko yang
dapat muncul dari perubahan kondisi seperti yang diuraikan dalam AU
319.29 :
a.
Perubahan dalam lingkungan operasi
b.
Personel baru
c.
Sistem informasi yang baru atau dimodifikasi
d.
Pertumbuhan yang cepat
e.
Teknologi baru
f.
Lini, produk, atau aktivitas baru
g.
Restrukturisasi perusahaan
h.
Operasi diluar negeri
i.
Pernyataan akuntansi
3.
Informasi dan Komunikasi (information and communication)
Menurut Ikatan Akuntan Publik Indonesia (2011:319.2) yang
dimaksud informasi dan komunikasi dalam komponen pengendalian internal
adalah :
Pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam
suatu bentuk dan waktu yang  memungkinkan orang melaksanakan
tanggung jawab mereka. 
Informasi berkaitan dengan metode-metode dan catatan yang
diciptakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis,
mengklasifikasi, mencatat dan melaporkan transaksi yang dilakukan oleh
entitas. Sedangkan komunikasi mencakup memberikan pemahaman peranan
individual dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengendalian internal
atas pelaporan keuangan. 
  
16
4.
Aktivitas Pengendalian (control activities)
Merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan
bahwa perintah manajemen telah dilaksanakan. Aktivitas pengendalian
memberikan keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil secara
tepat untuk menghadapi risiko-risiko yang menghalangi pencapaian tujuan
perusahaan. aktivitas pengendalian memiliki berbagai macam tujuan dan
diterapkan dalam berbagai tingkat dan fungsi organisasi. 
Aktivitas pengendalian yang relevan dengan audit laporan keuangan
dapat digolongkan ke dalam berbagai cara. Salah satu caranya adalah sebagai
berikut :
1.
Pemisahan tugas 
2.
Pengendalian pemrosesan informasi 
a)
Pengendalian umum
b)
Pengendalian aplikasi
3.
Pengendalian fisik
4.
Review kinerja 
5.
Pemantauan (monitoring)
Untuk memberikan kepastian yang memadai bahwa tujuan suatu entitas dapat
tercapai, manajemen harus memonitor pengendalian internal untuk
menentukan apakah pengendalian internal berjalan seperti yang diharapkan.
Menurut Tunggal (2013;23) pemantauan (monitoring) adalah : 
Monitoring merupakan suatu proses yang menilai mutu pengendalian
intern sepanjang waktu. Monitoring mencakup personil yang tepat
untuk menilai desain dan operasi pengendalian dengan dasar yang
tepat waktu dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan.
  
17
Monitoring dapat dilakukan atas aktivitas yang sedang berjalan atau
evaluasi terpisah. 
Adapun unsur-unsur pemantauan, yaitu :
a.
Monitoring kegiatan yang sedang berjalan
Kegiatan yang sedang berjalan harus dipantau oleh manajemen
atas atau oleh manajemen yang diberi wewenang untuk memantau
kinerja karyawan lainya. Hal ini dimaksudkan agar karyawan
bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya.
b.
Evaluasi yang terpisah
Evaluasi yang dilakukan oleh pihak internal manajemen tidak
selamanya dapat dipercaya, sehingga perlu dilakukan evaluasi
terpisah oleh auditor internal maupun auditor eksternal.
c.
Tindak lanjut atas temuan audit
Temuan audit yang didapat harus segera ditindak lanjuti agar
perusahaan dapat mengetahui sebab terjadinya dan melakukan
control atas temuan audit tersebut.
2.1.5.
Ciri-Ciri Pengendalian Internal yang Efektif
Menurut Akmal (2007:25) ciri-ciri pengendalian internal yang efektif adalah
sebagai berikut :
1.
Tujuan jelas
Jika pengendalian internal tidak dapat dimengerti, maka prosedur
pengendalian tersebut tidak akan digunakan dan jika tidak mempunyai tujuan
yang jelas, maka pengendalian intern tersebut tidak memiliki nilai.
2.
Dibangun untuk tanggung jawab bersama
Suatu pengendalian internal harus dapat di manfaatkan oleh seluruh pengguna
atau untuk seluruh pihak berkaitan.
  
18
3.
Biaya yang dikeluarkan dapat mencapai tujuan
Biaya yang dikeluarkan harus dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, namun
biaya tersebut tidak boleh lebih besar daripada manfaat yang dihasilkan.
4.
Didokumentasikan
Proses dokumentasi yang baik adalah proses dokumentasi yang sederhana
dan dapat mudah dimengerti, serta jelas hubungannya dengan resiko ke
pengendalian dan memberikan keyakinan kepada  manajemen bahwa
pengendalian internal ini berada pada tempatnya.
5.
Dapat diuji dan direview
Proses pengendalian dan manajemen serta dokumentasinya dapat diuji dan
direview agar dapat disempurnakan atau dapat diperbarui jika proses
pengendalian internal yang dilakukan sudah tidak sesuai dengan kondisi pada
saaat pengendalian di lakukan.
6.
Dapat dikelola
Maksudnya adalah bahwa pengendalian internal harus dapat di tambah jika
terdapat kekurangan, dan dapat dirubah jika telah tidak terdapat kesesuaian
atau di perbarui jika sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.
2.1.6. Pihak yang bertanggung jawab atas pengendalian internal
Menurut COSO, semua orang dalam organisasi yaitu Manajemen, Dewan
direksi, Komite Audit, dan personel lainnya bertanggung jawab terhadap
pengendalian internal, karena semua orang dalam organisasi memiliki peran dalam
pengendalian internal, sehingga pengendalian internal tidak dapat berjalan dengan
baik apabila ada salah satu anggota yang tidak menjalankan perannya dalam
pengendalian internal.
Menurut COSO, pihak-pihak
luar seringkali memberikan kontribusi terhadap
pencapaian tujuan perusahaan, seperti Auditor eksternal, Badan Regulasi dan
legislatif, customer, analis keuangan, dan media massa. Namun demikian pihak
ketiga tersebut tidak bertanggung jawab terhadap pengendalian internal karena
mereka bukan bagian dari organisasi maupun bukan bagian dari sistem pengendalian
internal
  
19
2.1.7.
Mekanisme Pengendalian Internal
Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2005:32)
menyatakan bahwa, mekanisme
pengendalian meliputi :
1.
Estabilishment of Responsibility
Pengendalian akan menjadi sangat efektif apabila hanya satu orang yang
bertanggung jawab pada satu tugas. Hal ini dimaksudkan agar penelusuran
dapat mudah dilakukan.
2.
Segregation of Duties
Pemisahaan tanggung jawab sangat perlu dilakukan agar antar satu karyawan
dengan karyawan lain dapat saling mengevaluasi. Penerapannya mencakup 2
(dua) hal :
a.
Kegiatan atau aktivitas yang berhubungan harus ditugaskan kepada dua
orang yang berbeda.
b.
Tugas pencatatan aset harus dipisahkan dari tugas penyimpanan fisik aset.
3.
Documentation Procedures
Misal : Dokumen harus diberi nomor urut tercetak. Hal ini untuk menghindari
adanya kecurangan dengan menghilangkan dokumen.
4.
Physical, Mechanical, and Electronic Controls
Misal : Penggunaan password untuk penggunaan komputer yang menyimpan
data-data penting perusahaan. Hal ini untuk meningkatkan keamanan akses.
5.
Independent Internal Verification
Untuk memaksimalkan keuntungan dari verifikasi, maka:
a.
Verifikasi harus dilakukan secara periodik maupun secara tiba-tiba.
b.
Verifikasi harus dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki hubungan
kepentingan dengan orang yang bertanggung jawab atas informasi
tersebut.
c.
Temuan verifikasi harus dilaporkan kepada tingkat manajemen yang
berwenang mengambil tindakan perbaikan.
6.
Other Control
a.
Menjamin perlindungan pada karyawan yang menangani uang tunai.
b.
Melakukan rotasi tugas karyawan atau memberikan cuti pada karyawan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa mekanisme
pengendalian internal yang baik adalah harus mencakup seluruh unit, operasi atau
aktivitas, fungsi, dan setiap individu dalam sebuah perusahaan. 
  
20
2.1.8. 
Keterbatasan Pengendalian Intern
Sebaik apapun pengendalian intern dalam pelaksanaannya tidak akan dapat
berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh personil yang berkualitas, hal ini
disebabkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan dalam pelaksanaannya, adapun
keterbatasan-keterbatasan suatu pengendalian intern tersebut seperti yang
dikemukakan oleh Boynton, Johnson, dan Kell dalam bukunya Modern Auditing jilid
1 
yang diterjemahkan oleh Rajoe, Gania, dan Budi (2003: 376) 
adalah sebagai
berikut :
Keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian intern : (1)
Kesalahan dalam pertimbangan, (2) Gangguan, (3) Kolusi, (4) Pengabaian
oleh manajemen, (5) Biaya lawan manfaat.
Lebih lanjut penjelasan mengenai keterbatasan pengendalian intern adalah
sebagai berikut :
1.
Kesalahan dalam pertimbangan (poor judgment)
Karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain
mengakibatkan manajemen dan personel lain mengalami kesalahan dalam
mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan
tugas rutin.
2.
Gangguan (breakdown)
Pemahaman salah personel terhadap perintah, tidak ada perhatian, kelelahan,
kelalaian, dan perubahan sikap yang bersifat sementara maupun yang bersifat
permanen dapat mengakibatkan suatu gangguan. 
3.
Kolusi (collusion)
Kolusi merupakan tindakan bersama dengan tujuan kejahatan yang berakibat
buruk terhadap pengendalian intern yang telah dibangun untuk melindungi
  
21
kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak
terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian intern yang dirancang.
4.
Pengabaian oleh manajemen (management override)
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan
tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai kondisi
keuangan suatu entitas yang dinaikkan. Praktik pengabaian termasuk
membuat penyajian yang salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya,
seperti menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan transaksi
penjualan fiktif.
5.
Biaya lawan manfaat (cost vs benefit)
Biaya pengendalian internal suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat
yang diharapkan untuk diperoleh. Pengukuran yang tepat baik dari biaya dan
manfaat biasanya tidak memungkinkan manajemen harus membuat sendiri
estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi hubungan antara
biaya dan manfaat.
2.2. Asuransi 
2.2.1. Pengertian Asuransi 
Di Indonesia istilah asuransi disebut juga istilah pertanggungan, pemakaian
kedua istilah tersebut tampaknya mengikuti istilah bahasa belanada yaitu assurantie
(asuransi) dan verzekerzing
(pertanggungan), karena memang asuransi berasal dari
negri Belanda.
Definisi asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) Republik Indonesia.
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana
seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan
  
22
menerima suatu  premi, untuk member penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa
yang tidak tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung empat unsur,
yaitu :
a.
Pihak tertanggung (insured)
yang berjanji untuk membayar uang premi
kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.
b.
Pihak penanggung (insurer)
yang berjanji akan membayar sejumlah uang
(santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur
apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tidak tertentu.
c.
Peristiwa (accident) yang tidak tertentu (tidak diketahui sebelumnya).
d.
Kepentingan (interest) yang memungkinkan akan mengalami kerugian karena
peristiwa yang tak tertentu.
Menurut undang-undang tentang usaha perasuransian (UU Republik
Indonesia No.2/1992) pengertian asuransi adalah sebagai berikut :
1.
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih
dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan,
atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yaitu timbul akibat suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertangguhkan. 
2.
Yang dimaksud “penanggung” dalam definisi diatas adalah suatu badan usaha
asuransi yang memenuhi ketentuan UU No.21/1992 dimana usaha asuransi
yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat
  
23
melalui pengumpulan premi asuransi, memberikan perlindungan kepada
anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya
kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap meninggalnya
seseorang.
2.2.2. Tujuan Asuransi 
Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung bila
tertanggung menderita kerugian yang dijaminkan oleh polis, bertujuan untuk
mengembalikan tertanggung di posisi nya semula sebelum menderita kerugian.
Menurut Salim (2007:29) tujuan asuransi adalah sebagai berikut :
1.
Untuk memberikan jaminan perlindungan dan risiko yang diderita suatu
pihak.
2.
Untuk meningkatkan efisiensi, karena kita tidak perlu secara khusus
mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan
yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
3.
Untuk membantu mengadakan pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan
mengeluarkan biaya untuk premi saja yang jumlahnya sudah tertentu secara
tetap perperiode.
4.
Untuk dasar pemberian kredit, terutama dalam sistem perkreditan yang
dilakukan oleh bank. Bank memerlukan jaminan atau agunan yang yang
diberikan oleh peminjam uang.
5.
Sebagai tabungan, bahkan lebih daripada itu kerena yang dibayar kepada
asuransi akan diterima kembali.
6.
Untuk memupuk earning power seseorang, badan usaha yang akan digunakan
pada waktu terjadi keadaan dimana ia tidak dapat berfungsi.
7.
Untuk modal investasi, bagi pihak lain melalui penggunaan dana yang
dikapitalisasi oleh asuransi. 
2.2.3. Jenis Asuransi 
Menurut Syahsono (2010:10)
yang dikutip dari Wijaya (2012)
menyatakan
bahwa jenis asuransi dibagi menjadi empat yaitu :
1.
Asuransi Jiwa (life insurance)
Yang dapat diasuransikan adalah kemapuan untuk mendapat penghasilan
setelah mengalami musibah/memasuki masa pensiun, biaya rawat
inap/pengobatan, biaya pendidikan dimasa depan dan biaya melunasi agunan
atau kredit.
  
24
2.
Asuransi Umum (general insurance)
Yang dapat diasuransikan adalah asset berupa bangunan berikut isi bangunan,
kegiatan konstruksi, kehilangan pekerjaan yang senantiasa
diperoleh jika
tidak terjadi musibah kendaraan/alat transportasi, barang/mesin dalam
perjalanan, barang pribadi, uang. Biaya dokter/rumah sakit,
tanaman/hewan/pesawat terbang.
3.
Asuransi Sosial (social insurance)
Yang dapat diasuransikan adalah kemampuan untuk mendapat penghasilan
setelah mengalami musibah/memasuki masa pensiun, dan biaya rawat
inap/pengobatan.
4.
Asuransi Kesejahteraan Sosial (social security insurance)
Asuransi ini khusus untuk orang yang tidak mampu dan tidak terjamin oleh
sistem asuransi sosial pada umunya yang berbasis pada kontribusi peserta.
2.2.4.
Asuransi Kesehatan 
2.2.4.1. Pengertian Asuransi Kesehatan
Pada dasarnya asuransi kesehatan memberikan jaminan dalam peristiwa
seseorang menderita sakit atau kecelakaan, walapupun dalam praktik umumnya polis
asuransi kesehatan hanya menjamin akibat menderita sakit saja. 
Menurut Harsono
(1996:163), “Asuransi kesehatan adalah
pertanggungan
yang menjamin ganti rugi atas pengeluaran untuk pengobatan dan perawatan
kesehatan serta kehilangan pendapatan karena gangguan kesehatan.”
2.2.4.2. Prinsip Asuransi Kesehatan
Pada hakekatnya asuransi kesehatan merupakan suatu bentuk kerjasama
antara orang-orang yang ingin menghindari atau meminimalkan, serta mengurangi
risiko yang diakibatkan oleh :
1.
Risiko kehilangan pendapatan
2.
Risiko penyakit
3.
Risiko kecelakaan
  
25
2.2.5. Pengertian Klaim, Premi, dan Polis 
2.2.5.1. Pengertian Klaim
Menurut Amrin (2006) “ Klaim adalah pengajuan hak yang dilakuakn oleh
tertanggung kepada penanggung untuk mendapatkan haknya berupa pertanggungan
atas kerugian berdasarkan perjanjian atau akad yang telah dibuat.”
Klaim menurut PSAK No.36 (2010) Akuntansi Asuransi Jiwa, Klaim dan
manfaat asuransi adalah :
Beban
yang terdiri atas: klaim dan manfaat asuransi yang pembayaranya
didasarkan pada terjadinya peristiwa yang diasuransikan, yaitu klaim
kematian, klaim cacat, dan klaim jaminan kesehatan; klaim dan manfaat
karena jatuh tempo, serta klaim dan manfaat karena pembatalan.
Dengan kata lain, klaim adalah 
pengajuan oleh peserta untuk
mendapatkan
uang pertanggungan dan atas terjadinya peristiwa atas objek yang diasuransikan
sesuai dengan perjanjian polis. Setelah tertanggung melaksanakan seluruh
kewajibanya kepada penanggung, yaitu berupa penyelsaian pembayaran premi sesuai
dengan kesepakatan sebelumnya 
2.2.5.2. Pengertian Premi dan Polis
1.
Premi
Menurut Triandaru dan Budisantoso dalam buku Bank dan Lembaga
Keuangan Lain
(2008: 183) “Premi asuransi adalah kewajiban pihak
tertanggung kepada pihak penanggung yang berupa pembayaran uang dalam
jumlah tertentu secara periodik.”
Sedangkan menurut Djojosoedarso (2003:127) 
“Premi adalah pembayaran
dari tertanggung kepada penanggung sebagai imbalan jasa atas pengalihan
risiko kepada penanggung”
  
26
2.
Polis
Menurut Triandru (2008: 182) polis asuransi adalah :
Bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak yang mengadakan
perjanjian asuransi. Polis memegang peranan penting dalam menjaga
konsistensi pertanggujawaban baik pihak penanggung maupun tertanggung.
Polis asuransi juga berfungsi sebagai bukti pembayaran premi kepada
penanggung. Pada polis asuransi memuat hal-hal berikut ini :
1.
Nomor polis
2.
Nama dan alamat tertanggung
3.
Uraian risiko
4.
Jumlah pertanggungan
5.
Jangka waktu pertanggungan
6.
Besar premi, bea materai, dan lain-lain
7.
Bahaya-bahaya yang dijaminkan
8.
Khusus untuk pertanggungan kendaraan bermotor ditambah dengan
nomor polisi, nomor rangka (chasis), dan nomor mesin kendaraan
2.3. 
Ringkasan Penelitian Terdahulu 
Pada penelitian tentang pengendalian internal pada perusahaan, penulis
berfokus pada pengendalian pembayaran klaim asuransi kepada nasabah. Dimana
prinsip dasar asuransi adalah kepercayaan selain itu pembayaran klaim asuransi
adalah bentuk pengeluaran kas pada perusahaan asuransi yang memerlukan
pengendalian yang baik sehingga tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan
perusahaan. Dalam melakukan penelitian ini penulis mengacu kepada penelitian-
penelitian tentang pengendalian internal yang sudah banyak dilakukan. Diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono (2012) yang melakukan evaluasi
pengendalian internal dan sistem akuntansi atas penerimaan kas dan piutang premi
asuransi pada PT H dan menyimpulkan dalam penelitianya bahwa untuk menunjang
pengendalian internal suatu perusahaan dibutuhkan pedoman tertulis dan konkret atas
kode etik, penyampaian informasi, serta bagan struktur organisasi yang jelas dan hal
tersebut berkaitan dengan salah satu komponen pengendalian internal menurut
COSO yaitu pengendalian lingkungan.
  
27
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kartimin (2008) yang dalam
penelitianya  lebih berfokus pada peranan pengendalian internal dalam meningkatkan
efisiensi dan efektifitas jalannya operasi perusahaan dan terbukti dari hasil
penelitiannya bahwa bahwa pengendalian internal dapat meningkatkan efektifitas
dengan adanya pembagian tugas yang cukup dan pemisahan fungsi-fungsi yang
memadai, sehingga proses pembayaran klaim dapat diselsaikan tepat waktu sesuai
dengan standar kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
Menurut Mulyani (2012) dalam penelitiannya tentang pengendalian internal
atas penyaluran dana kredit multiguna
pada Bank DKI, dapat diketahui bahwa 
bahwa sistem pengendalian internal yang diterapkan oleh perusahaan sudah cukup
memadai
dan berjalan sesuai dengan fungsinya. Dimana, dalam praktik sistem
pengendalian internal yang diterapkan perusahaan dapat mempermudah karyawan
melaksanakan aktivitasnya karena adanya pemisahan tugas dan wewenang yang
sesuai dengan bagiannya dan adanya prosedur
bertahap
atas pemberian kredit ini
dapat mempermudah manajemen dalam mengambil keputusan. Dengan
terselenggaranya pengendalian internal yang memadai dalam bidang pengkreditan
yang merupakan pengeluaran kas perusahaan, berarti menunjukan sikap kehati-hatian
dalam bank tersebut. 
Menurut Julsan (2012) yang mengevaluasi pengendalian internal atas
penjualan menyatakan bahwa sistem pengendalian intern yang baik memberikan
jaminan tercapainya tingkat efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pengendalian intern tidak dapat meniadakan semua kemungkinan
terjadinya kesalahan dan kecurangan, akan tetapi dimaksudkan untuk dapat menekan
semaksimal mungkin kesalah dan kecurangan.
  
28
Penelitian tentang evalusi pengendalian internal atas pembayaran klaim
asuransi
juga
pernah dilakukan oleh Wijaya. Menurut Wijaya (2012) berdasarkan
salah satu temuanya adalah tidak adanya pemisahan tugas antara bagian klaim
dengan pihak yang mencari bahan baku spareparts . Berdasarkan hal tersebut dapat
menyebabkan kecurangan atau penyalahgunaan wewenang serta otoritas dan hal ini
juga berkaitan
dengan pengendalian aktivitas pada kerangka COSO. Maka kondisi
tersebut harus segera diperbaiki agar pengendalian internal dapat menunjang tujuan
pengendalian internal dengan baik.
Dari penelitian terdahulu yang telah dilakukan menyatakan bahwa
pengendalian internal selalu bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
operasi perusahaan. Sama halnya dengan salah satu tujuan dari pengendalian internal
yang banyak dikemukakan oleh para ahli yaitu dalam pencapaian tujuan efektifitas
dan efisiensi operasi. Karena dengan efektifitas dan efisiensi operasi secara tidak
langsung hal tersebut dapat memenuhi tujuan pengendalian internal lainya yaitu
keandalan pelaporan keuangan dan kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang
berlaku. 
Dari kelima penelitian diatas adalah menjadi acuan penulis untuk melakukan
penelitian ini
dengan menggunakan teknik pengumpulan data dan informasi dengan
cara studi literatur dan studi lapangan. Untuk mengevaluasi pengendalian internal
nya penulis menggunakan pendekatan prinsip COSO. Perbedaan penelitian yang
dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya adalah
dalam penelitian ini penulis memilih untuk membahas tentang pengendalian internal
atas pembayaran klaim asuransi kesehatan pada PT Asuransi Jiwa Manulife
Indonesia.  Pada penelitian ini penulis ingin mempelajari dan menganalisa prosedur
yang berjalan atas pembayaran klaim asuransi kepada nasabah
agar penulis dapat
  
29
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam atas pengendalian internal
perusahaan. Dan dalam penelitian ini juga penulis mengevaluasi pengendalian
internal perusahaan sehingga dapat diketahui apakah sudah efektif bagi perusahaan
sendiri dan mendeteksi adanya kelemahan pada pengendalian internal perusahaan.