9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Rantai Pasok
Rantai pasok  merupakan suatu proses proses yang dimulai dari pengumpulan
sumber daya yang ada dilanjutkan dengan  pengelolaan  menjadi produk jadi untuk
selanjutnya didistribusikan dan dipasarkan sampai pelanggan akhir dengan
memperhatikan biaya, kualitas, ketersediaan, pelayanan purna jual, dan faktor
reputasi. Rantai pasok melibatkan supplier, manufacturer, dan retailer
yang saling
bersinergis dan bekerja sama satu sama lain secara langsung maupun tidak langsung.
(Wisner, Tan, dan Leong, 2012, p. 6)  
Gambar 2.1 A Generic Supply Chain (Wisner, Tan, dan Leong, 2012, p. 6).
9
  
10
Sebuah rantai pasok terdiri dari semua pihak yang terlibat, baik langsung
maupun
tidak langsung, dalam memenuhi permintaan pelanggan. Rantai
pasok
meliputi tidak hanya produsen dan pemasok, tetapi juga pengangkut, gudang,
pengecer, dan bahkan pelanggan sendiri. Dari masing-masing organisasi, seperti
produsen, rantai pasok mencakup semua fungsi yang terlibat dalam menerima dan
memenuhi permintaan pelanggan. Fungsi ini menyeluruh namun tidak terbatas pada
pengembangan produk baru, pemasaran, operasi, distribusi, keuangan, dan layanan
pelanggan (Chopra, Meindl, 2010, p.20). Terdapat
hubungan erat antara desain dan
manajemen aliran
rantai pasokan (produk, informasi, dan dana)
(Chopra, Meindl,
2010, p.23).
2.2 Manajemen Rantai Pasok
Terdapat beberapa pengertian mengenai rantai pasok yang
terdapat pada
literatur dan
menurut berbagai asosiasi profesional. Beberapa definisi yang
dikemukakan dari tiga organisasi praktisi dari manajemen rantai pasok
yang dikutip
pada buku Principles of Supply Chain Management (Wisner, Tan, Leong, 2012, p. 7-
8).
Menurut lembaga The Council of Supply Chain Management Professional
(CSCMP) mendefinisikan manajemen rantai pasok
sebagai: “Perencanaan dan
manajemen dari seluruh aktivitas yang terkait dalam sumber daya dan pengadaan,
pengkonversian dan seluruh aktivitas manajemen logistik. Sebagai bagian yang lebih
penting, rantai pasok
meliputi koordinasi dan kolaborasi dengan  rekanan seperti
pemasok, perantara, atau jasa orang ketiga, serta pelanggan”.
Menurut lembaga The Institute for Supply Chain Management
(ISM)
mendefinisikan manajemen rantai pasok
sebagai: “Desain dan manajemen dari
seamless, sebuah proses proses terkait dengan usaha pemberian nilai tambah dalam
  
11
dan antar batas organisasional
untuk menemukan kebutuhan pelanggan akhir yang
sebenarnya”.
Menurut lembaga The Singapore-based Logistic & Supply Chain
Management Society, mendefinisikan manajemen rantai pasok
sebagai: “Hasil
koordinasi dari teknik-teknik terkait untuk merencanakan dan mengeksekusi seluruh
tahapan di dalam jaringan global guna mengadakan bahan baku dari penyedia,
mentransformasinya menjadi barang jadi, dan mengirim produk dan jasa kepada para
pelanggan”.
2.3 Risiko Rantai Pasok
Risiko rantai pasok merupakan ketidakpastian terjadinya suatu peristiwa yang
bisa menjadi satu atau beberapa pasangan atau jaringan di dalam
rantai pasok dan
dapat mempengaruhi
(umumnya dalam arti negatif) pencapaian tujuan bisnis
perusahaan (Pinto, 2007, p.4). 
Risiko rantai pasok mengacu pada kemungkinan dan dampak ketidakcocokan
antara demand
dan supply. Sumber risiko adalah lingkungan, organisasi atau
penyedia
variabel rantai terkait yang tidak dapat diprediksi dengan pasti dan yang
berdampak pada variabel hasil rantai pasok. Risk consequences
adalah fokus 
variabel hasil rantai pasok seperti misalnya biaya atau kualitas, yaitu bentuk yang
berbeda di mana berbagai macam risiko menjadi terwujud (Juttner, Peck,
Christopher, 2003, p.7).
Menurut Gaudenzi, dan Borghesi, faktor risiko dapat dipertimbangkan dalam
beberapa hal:
1.
Apa yang mendorong risiko
2.
Dimana risikonya, dan
3.
Apa risiko yang terkait dengan risiko lain.
  
12
Risiko rantai suplai dan faktor risiko rantai pasokan dapat diidentifikasi dalam
berbagai cara - tergantung pada perspektif yang digunakan. Namun, penilaian risiko
rantai pasok harus dikaitkan dengan tujuan spesifik dari rantai suplai yang harus
"membimbing" para pemilih indikator risiko (Gaudenzi, Borghesi, 2006, p.114-115).
Christopher dan Peck (2003), diinsipirasi dari Mason-Jones dan Towill
(1998), mengkatagorikan risiko rantai pasok menjadi lima katagori:
1.
Internal ke perusahaan: process, control
2.
Eksternal ke perusahaan tetapi internal ke jaringan pasokan: demand supply
3.
Eksternal ke jaringan: environmental.
Spekman dan Davis (2004) menyarankan dimensi untuk memahami risiko
rantai pasok dengan membaurkan:
1.
Pergerakan fisik material
2.
Aliran informasi
3.
Aliran keuangan
4.
Keamanan dari sistem informasi internal perusahaan
5.
Hubungan antara relasi rantai pasok
6.
Corporate social responsibility dan pengaruhnya pada reputasi perusahaan
(Zsidisin, Ritchie, 2010, p.55).
2.4 Manajemen Risiko Rantai Pasok
Manajemen risiko rantai pasok
atau supply chain risk management
adalah
sebuah kontribusi bagi proses pengambilan keputusan pada pengembangan dari
penerapan manajemen rantai pasok.
Supply chain risk management
menurut
(Zsidisin, 2005 p. 3) merupakan suatu kejadian potensial dari kecelakaan atau
kegagalan untuk menangkap peluang dari inbound supply yang akan berakibat pada
kehilangan atau berkurangnya pendapatan pada sektor keuangan. 
  
13
Komponen SCRM mungkin didefinisikan secara berbeda dalam pembagian
subdivisi atau dari masing-masing fungsi terkecil, meskipun demikian
definisi dari
komponen risiko mengacu pada:
1.
Identifikasi risiko dan permodelan risiko: menyatukan beberapa sumber risiko
berdasarkan persamaan karakter risiko, yang mungkin memicu adanya
hubungan secara fungsi akan efektifitas dan efisiensi.
2.
Analisis
risiko, penilaian dan dampak risiko: dalam hal kemungkinan kejadian
dan potensi konsekuensi.
3.
Manajemen risiko: menghasilkan dan mempertimbangkan skenario alternatif
dan solusi, menilai manfaat masing-masing, memilih solusi dan melakukan
implementasi.
4.
Monitoring dan evaluasi risiko: pemantauan, pengendalian dan pengelolaan
solusi dan menentukan dampak dari hasil performa bisnis.
5.
Pembelajaran perorangan dan organisasi termasuk menyampaikan pengetahuan:
berusaha untuk menangkap, mengambil kesimpulan,
menyaring dan
menyebarkan pelajaran dan pengalaman kepada orang lain dalam organisasi
yang terkait anggota rantai pasokan (Zsidisin, Ritchie, 2010, p.4-5).
Menurut Pinto, Supply chain risk management
adalah sebuah identifikasi
yang sistematis dan penilaian dari gangguan rantai pasok untuk mengendalikan
paparan dari risiko atau mengurangi dampak negatif dari kinerja rantai pasok.
Manajemen dari risiko termasuk pemgembangan dari desain strategi yang
berkelanjutan untuk mengawasi, memitigasi, mengurangi, atau mengeliminasi risiko
(Pinto, 2007, p.2).
Manajemen risiko rantai pasok
berbeda
bentuk manajemen risiko secara
umum, karena munculnya karakteristik khusus dari risiko rantai pasok yang memiliki
  
14
beberapa aspek yang perlu diperhatikan,
seperti interaksi kompleks dalam berbagai
mitra bisnis (Suharjito et al, 2012, p.90).
Tujuan manajemen risiko rantai pasokan (SCRM) adalah mengawasi,
memantau dan mengevaluasi risiko rantai pasokan, tindakan mengoptimalkan dalam
rangka
mencegah gangguan (yaitu, terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan
gangguan bisnis), dan dengan cepat memulihkan dari gangguan (Pinto, 2007, p.4).
Dalam mendefinisikan konsep manajemen risiko rantai pasokan, adalah
relevan dengan
membedakan empat konstruksi dasar: sumber pasokan rantai risiko,
konsekuensi risiko, driver
risiko
dan strategi mitigasi risiko. Konstruksi ini
membantu tidak hanya untuk menyelidiki konsep, tetapi
memberikan dasar untuk
mensintesis tema yang muncul dan isu-isu untuk penelitian masa depan
(Juttner,
Peck, Christopher, 2003, p.6).
2.5 Risiko
Pengertian risiko menurut ISO/IEC Guide 73
pada tahun 2002 halaman 2
risiko merupakan “Kombinasi dari probabilitas dari suatu peristiwa dan
konsekuensi”.
Risiko dapat ditemukan
lebih dari satu konsekuensi dari suatu
peristiwa dan konsekuensi bisa positif atau negatif. Untuk keselamatan dan risiko
lingkungan, sebagian besar konsekuensi merupakan dampak negatif dalam nilai dan
dampak kesehatan manusia dalam hal
kematian dan risiko morbiditas
(Shortreed,
Hicks, Craig, 2003, p.6).
Secara formal, risiko secara umum dapat didefinisikan sebagai:
Risk ={(L1,O1), (L2,O2), … , (Ln, On)}. 
(L)= kumpulan pasang kemungkinan.
(O)= hasil (atau dampak).
  
15
dimana
Oi dan Li menunjukkan hasil i dan kemungkinan terkait. Pola distribusi
(kemungkinan, hasil) pasangan disebut profil risiko (Pinto, 2007, p.3-4). Definisi
risiko juga harus memiliki dimensi waktu atau horizon waktu tertentu (hari, bulan,
tahun, dll) dan perspektif tertentu atau pandangan yang mendefinisikan unit analisis
(batas, apa yang tidak termasuk, dll) (Pinto, 2007, p.4).
Risiko didefinisikan sebagai ketidakpastian yang beralasan secara
probabilistik (kuantitatif), risiko dapat diartikan sebagai berikut: 
Risk
= (probabilitas kemungkinan kejadian akan muncul) x (konsekuensi
jika hal
tersebut terjadi) (Zsidisin, Ritchie, 2010, p.54).
2.6 Manajemen Risiko
Manajemen risiko menjadi kegiatan yang semakin penting dalam perusahaan
dan organisasi. Seperti kegiatan pengelolaan lainnya, manajemen risiko membantu
organisasi memenuhi tujuannya
melalui alokasi sumber daya untuk melakukan
perencanaan, membuat keputusan, dan melaksanakan
kegiatan yang produktif
(Shortreed, Hicks, Craig, 2003, p. 4).
Manajemen risiko berfokus pada ketidakpastian yang dihadapi
organisasi:
ketidakpastian dalam probabilitas terjadinya peristiwa, ketidakpastian dalam nilai
organisasi konsekuensi peristiwa, dan ketidakpastian lainnya yang berada di luar
harapan. Umumnya risiko adalah probabilitas rendah, tapi tinggi peristiwa
konsekuensi dapat menyebabkan gangguan besar bagi organisasi. Manajemen risiko,
seperti kegiatan manajemen lainnya, harus praktis, efisien, dan membantu organisasi
bertahan dan sejahtera. Pertumbuhan manajemen risiko secara langsung terkait
dengan meningkatnya jumlah risiko sebuah organisasi menghadapi akibat
kompleksitas dan interaksi di dunia, pengawasan yang lebih besar oleh stakeholders
dan media, dan sebagainya (Shortreed, Hicks, Craig, 2003, p.5).
  
16
Pengertian manajemen risiko, menurut panduan standar manajemen risiko
dari AIRMIC, ALARM, IRM: 2002 halaman 2 merupakan bagian utama dari setiap
manajemen strategis
organisasi. Fokus manajemen risiko yang baik adalah
identifikasi dan pengurangan risiko yang bertujuan untuk menambah maksimum nilai
yang berkelanjutan untuk semua kegiatan organisasi. 
2.7 Kerangka Kerja Manajemen Risiko
Proses manajemen risiko terdiri dari serangkaian langkah yang, bila
dilakukan
secara berurutan, memungkinkan perbaikan berkelanjutan dalam
pengambilan keputusan (NSW Department of State and Regional Development, 2005,
p.21).
Gambar 2.2 Proses manajemen risiko berdasarkan AS/NZS 4360 (NSW Department
of State and Regional Development, 2005, p.21).
  
17
1.
Metode Identifikasi:
Brainstorming
memungkinkan berbagai pengetahuan dan pengalaman pribadi
untuk dibawa bersama-sama untuk mengidentifikasi risiko
(NSW Department of
State and Regional Development, 2005, p.51).
2.
Metode Analisis:
Untuk memperkirakan tingkat risiko dengan menggabungkan konsekuensi
(consequences)
dan
kemungkinan
(likelihood)
dalam matriks (NSW Department
of State and Regional Development, 2005, p.53) dan mengembangkan profil
risiko (NSW Department of State and Regional Development, 2005, p.59).
3.
Metode Evaluasi:
Evaluasi risiko melibatkan membandingkan tingkat risiko yang ditemukan
selama proses analisis dengan
sebelumnya ditetapkan kriteria risiko, dan
memutuskan apakah risiko ini memerlukan penanganan.
Hasil evaluasi risiko
adalah daftar prioritas risiko yang memerlukan tindakan lebih lanjut
(NSW
Department of State and Regional Development, 2005, p.33).
.2.8 Kerangka Kerja Manajemen Risiko Rantai Pasok
Empat konstruksi dasar konsep manajemen risiko rantai pasok yang
memungkinkan untuk mengidentifikasi aspek kritis terkait konsep manajerial:
1.
Menilai sumber risiko untuk rantai pasok, 
2.
Mengidentifikasi konsep risiko rantai pasok
dengan mendefinisikan paling
konsekuensi risiko yang paling relevan,
3.
Melacak driver risiko dalam strategi rantai pasok dan 
4.
Melakukan mitigasi risiko dalam rantai pasok. 
Sedangkan aspek-aspek penting dapat diambil sebagai langkah berurutan dalam
proses manajerial (Juttner, Peck, Christopher, 2003, p.9).
  
18
2.9 Taksonomi dari Pengukuran dan Strategi Manajemen Risiko
Dalam mengambil keputusan penanganan risiko, dapat mengacu pada
pemilihan strategi manajemen risiko. Pilihan dalam strategi manajemen risiko
tidaklah terbatas. Pemilihan strategi secara umum secara prinsip
dapat dibagi
menjadi tindakan penghindaran, pengurangan, pengalihan, dan penerimaan risiko
(USCG 2001; Knight 1999) (Zsidisin, Ritchie, 2010, p.93)
Tabel 2.1  Taksonomi dari Pengukuran dan Strategi Manajemen Risiko
(Zsidisin, 2010, p.93)
Strategi manajemen risiko
Katagori dari
pengukuran
A (Avoid)
Penghindaran
-
Eliminasi
Perintah
secara
regulasi /
pengawas
an
Sukarela
non
regulasi
R (Reduce)
Pengurangan
-
Mengurangi frekuensi
dari penyebab risiko
(preventif)
-
Mengeliminasi beberapa
penyebab risiko
-
Mengurangi frekuensi
dari konsekuensi.
-
Mengurangi atau
memitigasi konsekuensi
(mitigasi)
-
Secara teknologi
-
Secara
operasional
-
Secara manajerial
-
Pelatihan /
pendidikan
-
Ilmu pengetahuan
/ informasi
-
Secara
metodologi
  
19
T ( Transfer)
Pengalihan
-
Pengalihan risiko
melalui kontrak
-
Pengalihan risiko
melalui asuransi
-
Pengalihan secara fisik
-
Berbagi risiko
-
Keuangan
-
Hukum
-
Dan lainnya
A (Accept)
Penerimaan
-
Menerima risiko
Pada tabel 2.1 menggambarkan taksonomi dari pengukuran dan strategi
manajemen risiko. Pengukuran suatu risiko dapat mempengaruhi risiko yang lainnya
yang berhubungan, sedangkan  beberapa risiko dapat dikerucutkan menuju satu
risiko. Dalam pemilihan strategi risiko, dapat dikumpulkan beberapa risiko terkait
untuk menetapkan suatu manajemen risiko (Zsidisin, Ritchie, 2010, p.93).
2.10 Analytical Network Process (ANP)
Analytical network process
adalah kerangka paling komprehensif untuk
analisis keputusan masyarakat, pemerintah dan korporasi yang tersedia saat ini untuk
pembuat keputusan. Analytical
network process
memungkinkan baik interaksi dan
umpan balik dalam kelompok elemen dan antar cluster
ANP, yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, menyediakan cara untuk
penilaian input
dan pengukuran untuk mendapatkan prioritas skala rasio untuk
distribusi pengaruh antara faktor dan kelompok faktor dalam keputusan. Skala rasio
memungkinkan alokasi proporsional sumber daya sesuai dengan prioritas berasal.
Teori Keputusan terkenal, Analytic hierarchy process
(AHP) merupakan kasus
khusus dari ANP. Baik AHP dan ANP memperoleh prioritas skala rasio dengan
membuat perbandingan berpasangan dari elemen pada milik umum atau kriteria. 
  
20
Keputusan yang terbaik dipelajari melalui ANP, dapat dibandingkan hasil
yang dengan yang diperoleh dengan menggunakan AHP atau pendekatan keputusan
lainnya sehubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil, usaha
yang terlibat dalam pembuatan penilaian, dan relevansi dan keakuratan hasil.
ANP telah diterapkan untuk berbagai macam keputusan: pemasaran, medis,
politik, militer, sosial, peramalan dan prediksi dan banyak lainnya. Keakuratan
prediksi mengesankan dalam aplikasi yang telah dibuat terhadap tren ekonomi,
olahraga dan kegiatan lainnya yang hasilnya kemudian menjadi dikenal (Saaty, 2003,
p.iii).
2.11 Brainstorming
Brainstorming adalah cara untuk mendapatkan sejumlah besar ide dari
sekelompok orang dalam waktu singkat. Brainstorming digunakan untuk beberapa
tujuan
seperti menentukan masalah dalam bekerja, untuk menemukan kemungkinan
penyebab masalah, mencari solusi untuk masalah, dan untuk menemukan cara untuk
menerapkan solusi. 
Brainstorming
sepenuhnya dikembangkan dan dimanfaatkan orang Yunani
kuno, ia dikenal sebagai heuristik. Dr.
Alex Osborn mempopulerkan kembali
brainstorming
tahun 1940-an . Teknik menjadi populer dalam aplikasi industri
(Gaspersz, 1998, p.72).
2.12 Sistem Informasi
Menurut Kenneth C. Laudon, suatu sistem informasi dapat didefinisikan
secara teknis sebagai seperangkat
komponen yang
saling
mengumpulkan (atau
mengambil), memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi
untuk
mendukung pengambilan keputusan dan melakukan fungsi pengawasan
dalam
sebuah organisasi. Di samping
mendukung pengambilan keputusan, koordinasi, dan
  
21
pengawasan, sistem informasi
juga dapat membantu manajer dan pekerja
menganalisis masalah, member gambaran
subyek yang kompleks, dan menciptakan
produk baru. Sistem informasi berisi informasi tentang orang-orang penting, tempat,
dan hal dalam organisasi atau dalam lingkungan sekitarnya.
Informasi ialah
data
yang telah dibentuk menjadi bentuk yang berarti dan berguna bagi manusia. Data,
sebaliknya, adalah aliran baku
fakta yang mewakili peristiwa yang terjadi dalam
organisasi atau lingkungan fisik
sebelum mereka telah terorganisir dan disusun
menjadi bentuk yang orang dapat
memahami
dan menggunakan (Laudon, 2012,
p.15).
2.13 Teknologi Informasi
Teknologi informasi merupakan salah satu alat yang digunakan oleh manajer
untuk mengatasi perubahan. Perangkat keras komputer adalah peralatan fisik yang
digunakan untuk input, pengolahan, dan
kegiatan output
dalam sebuah sistem
informasi. Ini terdiri dari: komputer dari berbagai ukuran dan bentuk (termasuk
perangkat genggam); berbagai input, output, dan perangkat penyimpanan, dan
perangkat telekomunikasi. Perangkat lunak komputer terdiri dari rinci, instruksi
terprogram yang mengawasi
dan mengkoordinasikan komponen perangkat keras
komputer dalam sebuah sistem informasi (Laudon, 2012, p.20).
2.14 Skala Likert (Likert Scale)
Skala Likert merupakan metode yang mengukur sikap dengan menyatakan
setuju atau ke-tidaksetujuan-nya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu.
Metode pengukuran yang paling sering digunakan ini dikembangkan oleh Rensis
Likert sehingga dikenal dengan nama Skala likert. Nama lain dari skala ini adalah
summated ratings method. Skala Likert umumnya menggunakan lima angka
penelitian, yaitu: (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) tidak pasti atau netral, (4) tidak
  
22
setuju, (5) sangat tidak setuju. Urutan setuju atau tidak setuju dapat juga dibalik
mulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Alternatif angka
penilaian dalam skala ini dapat bervariasi dari 3 sampai dengan 9
(Supomo,
Indrianto, 2002, p.104).
2.15 Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei
yang
menggunakan pertanyaan secara
lisan kepada subyek penelitian. Teknik wawancara
dilakukan jika peneliti memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden.
Data yang dikumpulkan umumnya berupa masalah tertentu yang bersifat kompleks,
sensitif atau kontroversial, sehingga kemungkinan jika dilakukan dengan teknik
kuesioner akan kurang memperoleh tanggapan responden. Teknik wawancara
dilakukan terutama untuk responden yang tidak dapat membaca-menulis atau jenis
pertanyaan yang memerlukan penjelasan dari pewawancara atau memerlukan
penerjemah. Hasil wawancara selanjutnya dicatat oleh pewawancara sebagai data
penelitian. Teknik wawancara dapat dilakukan dengan dengan dua cara, yaitu:
melalui tatap muka atau melalui telepon (Supomo, Indrianto, 2002, p.152).
2.16 Persediaan
Persediaan mencakup semua bahan dan barang yang dibeli, bahan sebagian
selesai dan komponen dan barang jadi yang diproduksi. Fungsi utama dari persediaan
adalah untuk menghadapi ketidakpastian
di pasar dan untuk memisahkan, atau
memecahkan ketergantungan antara tahap dalam rantai pasok.
Ada empat kategori besar persediaan:
1.
Raw material : Bahan baku merupakan input yang dibeli atau bahan mentah
untuk pembuatan barang jadi. Bahan baku menjadi bagian dari barang jadi
setelah proses manufaktur selesai. Ada banyak alasan untuk menjaga
  
23
persediaan bahan baku, termasuk pembelian volume untuk menciptakan
ekonomi transportasi atau mengambil keuntungan dari diskon,
penimbunan
untuk mengantisipasi kenaikan harga di masa depan atau untuk menghindari
kekurangan pasokan potensial, atau menjaga safety stock
untuk menjaga
terhadap pemasok pengiriman atau kualitas masalah.
2.
Work-in-process: Materi yang sebagian diolah tetapi belum siap untuk
penjualan. Salah satu alasan untuk menjaga persediaan WIP adalah untuk
memisahkan tahap pemrosesan atau untuk memecahkan ketergantungan kerja
yang terpusat.
3.
Finished goods: Barang jadi yang telah selesai dan
siap untuk dikirim.
Persediaan barang jadi sering disimpan ke persediaan sementara
terhadap
perubahan permintaan tak terduga dan dalam mengantisipasi proses downtime
produksi, untuk memastikan ekonomi produksi ketika biaya setup
sangat
tinggi, atau untuk menstabilkan tingkat produksi, terutama untuk produk
musiman.
4.
Maintenance, repair and operating
(MRO):
Perlengkapan pemeliharaan,
perbaikan dan operasi adalah bahan dan perlengkapan yang digunakan saat
memproduksi produk tetapi tidak bagian dari suatu produk. Pelarut, alat dan
pelumas untuk mesin pemotong adalah contoh persediaan MRO. Dua alasan
utama untuk menyimpan persediaan MRO adalah untuk mendapatkan
nilai
ekonomis dari pembelian,
dan untuk menghindari kekurangan bahan yang
dapat menghentikan produksi (Wisner, Tan, Leong, 2012, p.211).