9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori & Literatur
Pada bab ini akan membahas mengenai teori-teori yang mendukung
penelitian ini dan penelitian terdahulu yang sebelumnya telah dilakukan. Teori-teori
tersebut berhubungan dengan Corporate Social Responsibility
2.1.1 Corporate Social Responsibility
2.1.1.1 Sejarah Corporate Social Responsibility
CSR telah ada sejak abad 17 dan mengalami perkembangan kajian yang
mencerminkan dinamika implementasi yang terus mengalami perubahan. Berikut
disajikan sejarah singkat CSR dari masa ke  masa (JJ. Asongu, 2007).
a.
Tahun 1700-an SM
CSR telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan
dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah
memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga
kenyamanan warga atau
menyebabkan kematian bagi pelanggannya.
Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan
kepada orang-orang yang menyalahgunakan ijin penjualan minuman,
pelayanan yang buruk dan melakukan pembangunan gedung di bawah
standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.
b.
Tahun 1950-an: CSR modern
Literatur-literatur yang membahas CSR pada tahun 1950-an menyebut
CSR sebagai Social Responsibility
(SR bukan CSR). Corporate
tidak
disebutkan
dalam istilah tersebut disebabkan karena pengaruh dan
dominasi korporasi modern belum terjadi atau belum disadari. Menurut
  
10
Howard R. Bowen dalam bukunya: “Social Responsibility of The
Businessman” dapat dianggap sebagai tonggak bagi CSR modern. Dalam
buku itu, Bowen (1953:6) memberikan definisi awal dari CSR sebagai:
obligation of businessman to pursue those policies, to make those
decision or to follow those line of action which are desirable in term of
the objectives and values of our society.”
c.
Tahun 1960-an
Pada tahun 1960-an banyak usaha yang dilakukan untuk memberikan
formalisasi definisi CSR. Salah satu tokoh CSR yang terkenal masa itu
adalah Keith Davis. Davis dikenal karena berhasil memberikan
pandangan yang mendalam atas hubungan antara CSR dan kekuatan
bisnis. Davis mengutarakan “Iron Law
of Responsibility” yang
menyatakan bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan
kedudukan sosial yang mereka miliki (social responsibility of
businessmen need to be commensurate with their social power).
Sehingga, dalam jangka panjang, pengusaha yang
tidak menggunakan
kekuasaan dengan bertanggung jawab sesuai dengan anggapan
masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang.
Kata corporate
mulai dicantumkan pada masa ini. Hal ini terjadi karena
Davis telah menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tanggung
jawab sosial dengan korporasi.
d.
Tahun 1970-an
Tahun 1971, Committee for Economic Development
(CED) menerbitkan
Social Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan yang dapat
dianggap sebagai code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan
  
11
bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan
pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
masyarakat. CED merumuskan CSR dengan menggambarkannya dalam
lingkaran konsentris. Lingkaran dalam
merupakan tanggung jawab dasar
dari korporasi untuk penerapan kebijakan yang efektif atas pertimbangan
ekonomi (profit dan kebutuhan);
lingkaran tengah menggambarkan
tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitif terhadap nilai-nilai dan
prioritas sosial yang berlaku
dalam menentukan kebijakan mana yang
akan diambil; lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang
mungkin akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi
dalam menjaga lingkungan dan masyarakat.
e.
Tahun 1990-an sampai sekarang
Pada tahun 1990 merupakan periode dimana CSR mendapat
pengembangan makna dan
jangkauan. Pada periode ini CSR telah
menjadi tradisi baru dalam dunia usaha. Sedangkan pada saat sekarang
ini, CSR tidak hanya menjadi suatu
tradisi yang dilaksanakan oleh
perusahaan. Konsep dan eksistensi CSR telah mulai diangkat kedalam
posisi yang lebih tinggi, tidak hanya di ruang lingkup pribadi perusahaan
tetapi juga telah menjadi perhatian oleh sektor publik yakni pemerintah.
Hal ini dapat dicermati dari adanya isu hangat dunia mengenai pentingnya
kontribusi perusahaan dan pemerintah dalam perbaikan, pengembangan
dan perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat yang dicetuskan
dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) di
Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002 yang menekankan
pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Perkembangan CSR pada
  
12
periode ini pun diikuti dengan diperkuatnya eksistensi CSR tersebut
kedalam kewajiban yang bersifat normatif
diberbagai negara. Meskipun
baru hanya beberapa negara yang berani untuk mengambil tindakan
tersebut dimana Indonesia termasuk salah satu negara didalamnya, hasil
ini merupakan perkembangan yang sangat positif bagi CSR itu sendiri. 
2.1.1.2 Pengertian Corporate Social Responsibility
Secara konseptual, ada banyak pengertian tentang tanggung jawab sosial dan
lingkungan atau lebih dikenal dengan sebutan Corporate Sosial Responsibility
(CSR). Menurut Andreas Lako dalam buku CSR dan Reformasi Paradigma Bisnis &
Akuntansi
(2011:180), CSR
merupakan komitmen berkelanjutan dari suatu
perusahaan untuk bertanggung jawab secara ekonomik, legal dan etis terhadap
dampak-dampak dari tindakan ekonominya terhadap komunitas masyarakat dan
lingkungan serta proaktif melakukan upaya-upaya berkelanjutan untuk mencegah
potensi-potensi dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan serta meningkatkan
kualitas sosial dan lingkungan.
The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) dalam
publikasinya Making Good Business Sense mendefinisikan CSR sebagai:
Continuing commitment by business to be have ethically and contribute to economic
development while improving the quality of life of the workforce and their families as
well as of the local community and society at large.” Definisi ini menekankan
bagaimana komitmen suatu bisnis untuk terus-menerus bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan
dengan peningkatan kualitas masyarakat secara luas. (www.wbcsd.org, 2013)
Menurut Lingkar Studi CSR, definisi CSR adalah upaya sungguh-sungguh
dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak
  
13
positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi,
sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
(
Dari sejumlah definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CSR tidak hanya
terbatas pada tanggung jawab yang bersifat reaktif, yaitu bertanggung jawab karena
perusahaan telah menimbulkan dampak-dampak negatif bagi masyarakat dan
lingkungan, tetapi juga bertanggung jawab secara proaktif, yaitu perusahaan
merumuskan program-program dan upaya-upaya berkesinambungan untuk mencegah
potensi dampak negatif atau risiko aktivitas ekonomi perusahaan
terhadap
masyarakat dan lingkungan serta meningkatkan kualitas sosial dan lingkungan yang
menjadi stakeholder-nya. Tanggung jawab tersebut juga mencakup penyajian dan
pengungkapan informasi CSR secara jujur, transparan,
kredibel, dan akuntabel
kepada para stakeholder untuk pengambilan keputusan.
Dengan kata lain, tanggung jawab perusahaan tidak hanya terbatas pada
tanggung jawab ekonomi (economic responsibility) yaitu bagaimana memaksimalkan
laba untuk meningkatkan nilai ekuitas pemegang saham, tetapi juga harus
bertanggung jawab secara sosial (social responsibility) dan secara lingkungan
(environmental responsibility) secara integral. Alasannya, masyarakat dan
lingkungan merupakan pilar utama penopang kinerja dan keberlanjutan bisnis suatu
perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu, perusahaan
perlu menyeimbangkan tanggung jawab ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan
lingkungannya sehingga bisa menghasilkan laba yang tinggi dan bisa bertumbuh
kembang secara berkelanjutan (sustainable corporation). (Lako, 2011: 211-212)
  
14
2.1.1.3 Manfaat CSR bagi perusahaan
Manfaat CSR bagi perusahaan (Tirta dkk, 2011), yaitu:
1.
Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia.
Serangkaian aktivitas pengembangan sumber daya manusia dicapai dengan
menciptakan karyawan yang memiliki keterampilan tinggi. Karyawan yang
berkualitas akan menyumbang pada sistem manajemen yang lebih efektif.
2.
CSR merupakan salah satu bentuk diferensiasi produk yang baik. Artinya,
sebuah produk yang memenuhi persyaratan-persyaratan ramah lingkungan
dan merupakan hasil dari perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial.
3.
Melaksanakan CSR dan melaporkan kegiatan CSR kepada public merupakan
instrumen untuk komunikasi yang baik dengan masyarakat. Hal ini akan
membantu menciptakan reputasi dan image perusahaan yang lebih baik.
2.1.1.4 Pelaporan Corporate Social Responsibility
Pengungkapan atau pelaporan pelaksanaan CSR dilaporkan dalam
Sustainability reporting. Sustainability reporting merupakan praktek pengukuran,
pengungkapan dan upaya akuntabilitas dari kinerja organisasi dalam mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan. Sustainability reporting harus menyediakan gambaran
yang berimbang dan masuk akal dari kinerja keberlanjutan suatu organisasi, baik
kontribusi yang positif maupun negatif. (Sustainability Reporting Guidelines, 2012)
Sustainability reporting dapat digunakan untuk tujuan berikut, diantaranya:
1.
Patok banding dan pengukuran kinerja keberlanjutan yang menghormati
hukum, norma, kode, standar kinerja, dan inisiatif sukarela;
2.
Menunjukkan bagaimana organisasi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
harapannya mengenai pembangunan berkelanjutan; dan
3.
Membandingkan kinerja dalam sebuah organisasi dalam waktu tertentu.
  
15
2.1.1.4.1 Pedoman Pelaporan CSR
Terdapat beberapa pedoman yang digunakan sebagai standar pelaporan CSR.
Pedoman tersebut dibagi menjadi 2, yaitu yang berlaku secara internasional dan
nasional. Pedoman yang berlaku secara internasional, diantaranya:
1.
Dalam konteks CSR, John Elkington pada 1997, dalam bukunya: “Cannibals
with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Menurut
konsep tersebut, CSR dikemas ke dalam tiga aspek yaitu:
a.
People
(Human Capital). Hal ini mengacu kepada praktik bisnis yang
adil, etis dan menguntungkan karyawan, masyarakat dan stakeholder
lainnya yang berkaitan dengan bisnis perusahaan.
b.
Planet
(Natural Capital). Hal ini berarti operasi perusahaan harus
bertanggung jawab kepada lingkungan, mengambil langkah-langkah
untuk mengurangi dampak lingkungan, menghemat energi dan
menghasilkan limbah yang lebih sedikit.
c.
Profit. Tujuan perusahaan yang paling utama adalah laba atau
keuntungan. Namun, dalam kerangka keberlanjutan, keuntungan
dipandang sebagai manfaat ekonomi yang tidak hanya diperuntukkan bagi
pemegang saham, melainkan untuk pemangku kepentingan secara
keseluruhan.
2.
Global Compact, diluncurkan pertama kali oleh mantan Sekjen PBB, Kofi
Anan, pada tahun 2000 merupakan suatu kerangka etika untuk dunia bisnis
agar komitmen untuk menyelaraskan strategi dan operasi bisnis mereka
dengan sepuluh (10) prinsip yang diterima secara universal dalam bidang
HAM (human rights), buruh atau tenaga kerja (labour), lingkungan
(environment) dan anti korupsi (anti-corruption). Tujuannya adalah untuk
  
16
membangun legitimasi sosial bagi bisnis dan pasar. Sejak perluncuran resmi
pada tanggal 26 Juli 2000, Global Compact telah berkembang menjadi lebih
dari 10.000 peserta, termasuk lebih dari 7.000 perusahaan di 145 negara di
seluruh dunia. (UN Global Compact Participants, last update
23 October
2012)
3.
Akuntabilitas atas standar AA1000, diterbitkan pada tahun 2003 oleh Institute
of Social and Ethical Accountability (ISEA). Standar ini merupakan prinsip
berbasis standar untuk membantu organisasi menjadi lebih akuntabel,
bertanggung jawab dan berkelanjutan. Standar ini membahas isu-isu yang
mempengaruhi model tata kelola bisnis dan strategi organisasi, serta
memberikan pedoman operasional pada sustainability assurance
dan
stakeholder engagement. (www.accountability.org
4.
ISO 26000, memberikan pedoman bagaimana bisnis dapat beroperasi dengan
bertanggung jawab secara sosial. Ini berarti bertindak dengan cara yang etis
dan transparan serta memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat.
Pedoman yang dikeluarkan oleh International Organization for
Standardization (ISO) pada 1 November 2010 ini menjelaskan arti tanggung
jawab sosial, membantu bisnis mengartikan prinsip-prinsip ke dalam tindakan
yang efektif dan menjelaskan praktik terbaik yang berkaitan dengan tanggung
jawab sosial secara global. (www.iso.org
5.
SA8000, merupakan standar sertifikasi audit yang mendorong organisasi
untuk mengembangkan, memelihara, dan menerapkan praktik-praktik sosial
bagi tempat kerja yang layak di semua sektor industri. SA8000 mengadopsi
kebijakan dan prosedur yang melindungi hak asasi manusia, seperti pekerja
anak dibawah umur, kerja paksa, diskriminasi, dan sebagainya. Standar ini
  
17
diterbitkan pada tahun 1997 oleh Social Accountability International.
6.
Global Reporting Initiative, merupakan suatu jaringan organisasi non-
pemerintahan yang bertujuan untuk mendorong keberlanjutan korporasi dan
pelaporan tata kelola, sosial dan lingkungan. GRI menghasilkan kerangka
konseptual, prinsip-prinsip, pedoman, dan indikator-indikator yang diterima
umum secara global untuk mendorong organisasi agar lebih transparan dan
juga agar bisa digunakan untuk mengukur dan melaporkan kinerja sosial,
lingkungan dan ekonomi organisasi. Pada bulan Maret 2011, GRI
menerbitkan pedoman G3.1, pembaharuan dan penyelesaian dari G3, dengan
memperluas pada pelaporan jenis kelamin, komunitas dan hak asasi manusia
yang berhubungan dengan kinerja. Di dalam GRI standard disclosure, G3.1
terdapat 84 indikator, yang terdiri dari indikator ekonomi, lingkungan dan
sosial. Indikator sosial dibagi menjadi 4 indikator, yaitu ketenagakerjaan,
HAM, masyarakat dan tanggung jawab atas produk. (
www.globalreporting.com). Pembahasan lebih
lanjut akan dijelaskan di
bagian 2.1.2.
Sedangkan pedoman yang berlaku secara nasional merupakan peraturan yang
berlaku di Indonesia. Corporate Social Responsibility telah disahkan sebagai
kewajiban perseroan dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas pada 20 Juli 2007. Yang berisi bahwa:
1.
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
  
18
2.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatuhan dan kewajaran.
3.
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur
dengan peraturan pemerintah.
Peraturan lain yang mewajibkan CSR yakni UU No 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal. Dalam Pasal 15 (b) dinyatakan bahwa “Setiap penanaman modal
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Sanksi-sanksi
terhadap badan usaha atau perseorangan yang melanggar peraturan, diatur dalam
Pasal 34, yaitu:
(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 5
yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15
dapat dikenai sanksi administrative berupa:
a.
Peringatan tertulis;
b.
Pembatasan kegiatan usaha;
c.
Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal;
d.
Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
  
19
(3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan
dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2.1.2 Global Reporting Initiative
GRI dibentuk oleh CERES (Coalition for Environmentally Responsible
Economics) dengan dukungan dari United Nations Environment Programme (UNEP)
pada tahun 1997. Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah organisasi non-
profit yang mengembangkan keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial. Visi dari
GRI yaitu sebuah ekonomi global yang berkelanjutan dimana organisasi mengelola
kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial, serta dampak dari tanggung jawab dan
pelaporan yang transparan. Sedangkan misi dari GRI yaitu untuk membuat standar
pelaporan keberlanjutan dengan memberikan pedoman dan dukungan kepada
organisasi. Karena itu, GRI menyajikan sebuah kerangka pelaporan keberlanjutan
yang komprehensif untuk semua perusahaan dan organisasi yang banyak digunakan
di seluruh dunia.
GRI memberikan panduan pelaporan organisasi menuju sebuah ekonomi
global yang berkelanjutan. Sebuah ekonomi global
yang berkelanjutan
harus
menggabungkan profitabilitas jangka panjang dengan keadilan sosial dan peduli
lingkungan. Ini berarti keberlanjutan yang dimaksud meliputi kinerja dalam bidang
ekonomi, lingkungan, sosial dan tata kelola. Kerangka pelaporan keberlanjutan GRI
memungkinkan semua perusahaan dan organisasi untuk mengukur dan melaporkan
kinerja keberlanjutan mereka. Sustainability Reporting Guidelines versi pertama
diterbitkan pada bulan Juni 2000. Kemudian GRI menerbatkan G3 pada tahun 2006
dan G3.1 pada tahun 2011. Saat ini GRI melakukan pengembangan Pedoman G4
yang akan diterbitkan pada Mei 2013.
  
20
Pedoman G3 terdiri dari dua bagian. Bagian 1 berisi panduan tentang
bagaimana melaporkan, dan bagian 2 berisi panduan tentang apa yang harus
dilaporkan. Indikator G3 disusun dalam kategori ekonomi, lingkungan, dan sosial,
yang dibagi lagi menjadi subkategori tenaga kerja, hak asasi manusia, masyarakat
dan tanggung jawab produk.
Pedoman G3.1 merupakan pembaharuan dan penyelesaian dari pedoman G3.
Pedoman G3.1 termasuk perluasan petunjuk pada pelaporan mengenai hak asasi
manusia, dampak terhadap masyarakat setempat, dan jenis kelamin. Pedoman G3.1
memberikan panduan yang lebih transparan untuk isu-isu yang lebih luas. Perbedaan
pedoman G3 dan G3.1 akan dijelaskan lebih lanjut pada tabel. 
Pedoman G4 membahas mengenai persyaratan data berkelanjutan, dan
memungkinkan organisasi untuk memberikan informasi yang relevan untuk berbagai
kelompok stakeholder. Pedoman G4 juga memperbaiki pedoman sebelumnya dengan
memperkuat definisi teknis dan meningkatkan kejelasan, serta membantu organisasi
dan pengguna informasi dalam hal pelaporan keberlanjutan.
2.1.2.1 GRI G3.1
G3.1 merupakan pembaharuan dan penyelesaian pedoman pelaporan
berkelanjutan GRI G3. Pedoman ini berisi perluasan petunjuk pada pelaporan
mengenai hak asasi manusia, dampak terhadap masyarakat setempat, dan jenis
kelamin. Pada tahun 2006, Dewan Direksi menyetujui penerbitan G3. Pada saat itu,
para dewan merekomendasikan agar GRI meningkatkan pembinaan terhadap hak
asasi manusia, jenis kelamin, dan dampak pada masyarakat. Perluasan pedoman
mengenai masalah ini diperlukan untuk menyelesaikan pedoman G3 dan untuk
memperluas jangkauan keberlanjutan.
  
21
Beberapa hal baru dalam G3.1 yang menjadi perbedaan dengan G3, yaitu:
-
Hak asasi manusia: sebuah pengantar baru untuk pengungkapan pendekatan
manajemen dengan menegaskan kembali peran hak asasi manusia dalam
laporan keberlanjutan. Indikator ini mencakup penilaian atas kegiatan dan
perbaikan keluhan.
-
Masyarakat: sebuah pengantar baru untuk pengungkapan pendekatan
manajemen dengan dengan mencerminkan peran serta masyarakat dalam
pelaporan keberlanjutan. Indikator ini mencakup dampak negatif yang
signifikan terhadap keterlibatan masyarakat setempat.
-
Jenis kelamin: banyak indikator yang ada telah meningkatkan acuan untuk
gender, beberapa data dirinci berdasarkan gender. Indikator ini mencakup
pengendalian dan tingkat retensi setelah cuti karyawan, dan pemberian upah
yang sama.
Beberapa hal ditambahkan dalam pedoman G3.1, yang membuat pedoman ini
menjadikan pelaporan keberlanjutan lebih komprehensif. Perbedaan antara pedoman
G3 dan G3.1 dijelaskan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbedaan Pedoman G3 dan G3.1
Indikator
G3
G3.1
EC5; LA1;
LA7; LA10;
LA12;
-
Dirinci berdasarkan gender
LA2
-
Menambahkan perhitungan jumlah
penerimaan karyawan baru
LA3
-
Dirinci berdasarkan lokasi yang signifikan
LA15
-
Indikator baru pada indikator ketenagakerjaan,
  
22
Tabel 2.1 Perbedaan Pedoman G3 dan G3.1
Indikator
G3
G3.1
yang termasuk aspek pekerjaan
LA13
Perincian pegawai menurut
kategori berdasarkan jenis
kelamin, dan sebagainya
Perincian pegawai menurut kategori pegawai
berdasarkan jenis kelamin, dan sebagainya
LA14
Rasio gaji dasar pegawai pria
terhadap wanita berdasarkan
kategori pegawai
Rasio gaji dasar dan pemberian upah pegawai
wanita terhadap pria menurut kategori
pegawai dan berdasarkan lokasi kegiatan
HR2
Persentase pemasok dan
kontraktor signifikan yang telah
menjalani proses skrining atas
aspek hak asasi manusia
Persentase pemasok, kontraktor, dan rekan
bisnis lainnya yang signifikan yang telah
menjalani proses skrining atas aspek hak asasi
manusia
HR10
-
Indikator baru pada indikator hak asasi
manusia, yang termasuk aspek penilaian
HR11
-
Indikator baru pada indikator hak asasi
manusia, yang termasuk aspek perbaikan
SO1
Sifat dasar, ruang lingkup, dan
efektivitas setiap program dan
praktik yang dilakukan untuk
menilai dan mengelola dampak
operasi terhadap masyarakat, baik
pada memulai, beroperasi, dan
mengakhiri
Presentase operasi dengan menerapkan
keterlibatan masyarakat setempat, penilaian
dampak, dan program pembangunan
SO9; SO10
-
Indikator baru pada indikator masyarakat,
yang termasuk aspek komunitas lokal
Sumber: Perbandingan Pedoman GRI G3 dan G3.1
2.1.3 Bursa Efek Indonesia (BEI)
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya
pada tahun 1912 di Batavia. Bursa efek ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia
Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal
  
23
telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak
berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar
modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti
perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada
pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi
bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada
tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Pada
tahun 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi. Pada tahun 2007, Bursa
Efek Jakarta (BEJ) melakukan merger dengan BES dan berganti nama menjadi Bursa
Efek Indonesia. Penggabungan ini menjadikan Indonesia hanya memiliki satu pasar
modal. (www.idx.co.id)
Semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia atau BEI
diklasifikasikan ke dalam 9 sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang
ditetapkan oleh JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification).
Kesembilan sektor tersebut yaitu:
Tabel 2.2 Sektor Industri yang Terdapat di BEI
Sektor
Sub sektor
Sektor Utama
(industri penghasil
bahan baku)
1.
Pertanian
1.1 Perkebunan
1.2 Peternakan
1.3 Perikanan
1.4 Tanaman
1.5 Lainnya
2.
Pertambangan
2.1 Pertambangan Batubara
2.2 Pertambangan Minyak & Gas Bumi
  
24
Tabel 2.2 Sektor Industri yang Terdapat di BEI
Sektor
Sub sektor
2.3 Pertambangan Logam &Mineral
2.4 Pertambangan Batu-batuan
Sektor Kedua
(industri pengolahan
atau manufaktur)
3.
Industri Dasar dan Kimia
3.1 Semen
3.2 Keramik, Porselen & Kaca
3.3 Logam & Sejenisnya
3.4 Kimia
3.5 Plastik & Kemasan
3.6 Pakan Ternak
3.7 Industri Kayu
3.8 Pulp & Kertas
4.
Aneka Industri
4.1 Otomotif & Komponennya
4.2 Tekstil &Garmen
4.3 Alas Kaki
4.4 Kabel
4.5 Elektronika
4.6 Lainnya
5.
Industri Barang Konsumsi
5.1 Makanan & Minuman
5.2 Rokok
5.3 Farmasi
5.4 Kosmetik & Keperluan Rumah Tangga
5.5 Peralatan Rumah Tangga
Sektor Ketiga (Jasa)
6.
Properti, Real Estate, &
Konstruksi Bangunan
6.1 Properti & Real Estate
6.2 Konstruksi Bangunan
7.
Infrastruktur, Utilitas &
Transportasi
7.1 Energi
7.2 Jalan Tol, Pelabuhan, Bandara &
      Sejenisnya
7.3 Telekomunikasi
7.4 Transportasi
7.5 Konstruksi Non Bangunan
7.6 Lainnya
8.
Keuangan
8.1 Bank
8.2 Lembaga Pembiayaan
8.3 Perusahaan Efek
8.4 Asuransi
8.5 Lainnya
9.
Perdagangan, Jasa dan
Investasi
9.1 Perdagangan Grosir
9.2 Perdagangan Eceran
  
25
Tabel 2.2 Sektor Industri yang Terdapat di BEI
Sektor
Sub sektor
9.3 Restoran, Hotel, Pariwisata
9.4 Advertising, Printing, & Media
9.5 Komputer & Jasa
9.6 Kesehatan
9.7 Perusahaan Investasi
9.8 Lainnya
Sumber: sahamok.com/emiten/
Dari 9 sektor tersebut, penelitian ini akan membandingkan perusahaan-
perusahaan pada sektor pertambangan dan sektor industri barang konsumsi. Sektor
pertambangan dibagi menjadi 4 sub sektor, yaitu pertambangan batubara, minyak &
gas bumi, logam & mineral, dan batu-batuan. Sedangkan sektor industri
barang
konsumsi
dibagi menjadi 5 sub sektor, yaitu makanan & minuman, rokok, farmasi,
kosmetik & keperluan rumah tangga, dan peralatan rumah tangga.  
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu yang berjudul “Corporate
social responsibility reporting: A comprehensive picture?, oleh Lies Bouten,
Patricia Everaert, dkk (2011). Penelitian ini membahas mengenai pelaporan CSR
pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham Belgia untuk periode
pelaporan tahun 2005 berdasarkan GRI G3. Penelitian ini menggunakan metode
content analysis untuk memeriksa kelengkapan pelaporan CSR, yang mana metode
ini membagi data ke dalam beberapa kriteria. Kelengkapan pelaporan akan
menemukan indikasi sejauh mana perusahaan bertanggung jawab kepada
stakeholder. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan
Belgia tidak melaporkan sepenuhnya tindakan CSR mereka. Hanya 73% dari
  
26
perusahaan di Belgia yang melaporkan sebagian besar informasi CSR, tetapi hal
tersebut dinilai masih belum cukup lengkap.
Penelitian juga telah dilakukan sebelumnya oleh Habib-Uz-Zaman Khan
(2010), yang berjudul “The effect of corporate elements on corporate social
responsibility (CSR) reporting”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat
pelaporan CSR dalam laporan tahunan bank umum swasta yang terdaftar di
Bangladesh untuk periode pelaporan tahun 2007-2008 dengan menggunakan metode
content analysis. Penelitian ini meliputi tujuh ruang lingkup untuk pelaporan CSR
(mis, kontribusi untuk sektor kesehatan dan pendidikan, kegiatan untuk bencana
alam, dan sumbangan lainnya). Sebagian besar bank umum swasta di Bangladesh
mengungkapkan kontribusinya untuk bencana alam. Penelitian menunjukkan bahwa
bank-bank tersebut memperluas kegiatan CSR mereka terhadap sektor-sektor yang
berbeda seperti pendidikan, kesehatan, dan sektor lainnya.
Peter Mcgraw dan Suzanna Dabski (2010) juga pernah melakukan penelitian
serupa dengan judul “CSR Reporting in Australia’s Largest Companies”. Penelitian
menguji pelaporan CSR dari 100 perusahaan yang terdaftar di Bursa Saham Australia
pada periode pelaporan tahun 2006, menggunakan kerangka UN Global Compact
dan GRI. Penelitian ini bertujuan untuk menilai sejauh mana pelaporan perusahaan
mengenai CSR pada aspek yang berbeda, dan menganalisa pola dalam industri
yang
berbeda. Penelitian menunjukkan rata-rata pelaporan CSR relative rendah. Tidak ada
satu pun yang melaporkan sesuai dengan semua indikator GRI secara lengkap.
Selain itu, penelitian dilakukan oleh Kate Grosser dan Jeremy Moon yang
berjudul “Gender Mainstreaming and Corporate Social Responsibility: Reporting
Workplace Issues”. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana pelaporan
CSR dapat menunjukkan kesetaraan jenis kelamin dalam praktik perusahaan. Hasil
  
27
dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya potensi tambahan untuk perwakilan
wanita sebagai stakeholder dalam praktik perusahaan. Meskipun dalam hal tersebut 
kekurangan akan muncul, tetapi kesetaraan jenis kelamin akan melengkapi pelaporan
CSR.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Santy
(2012), yang berjudul
“Analisis Pelaporan CSR pada Perusahaan-perusahaan Pertambangan Batubara di
Indonesia dan Australia yang Tercatat di Bursa Saham Masing-masing Negara”.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pelaporan CSR perusahaan
pertambangan di Indonesia dan Australia. Dari penelitian tersebut dapat diketahui
bahwa laporan tahunan perusahaan di Indonesia lebih banyak memberikan informasi
selain informasi finansial, sedangkan di Australia lebih banyak memberikan
informasi finansial. Laporan tahunan perusahaan di Australia jarang memuat
informasi CSR.
  
28
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti & Judul
Tujuan 
Hasil
Lies Bouten, Patricia
Everaert, dkk (2011),
Corporate social
responsibility reporting: A
comprehensive picture?
Penelitian ini membahas
mengenai pelaporan CSR
pada perusahaan-
perusahaan yang terdaftar
di bursa saham Belgia.
Hasil penelitian ini mengungkapkan
bahwa perusahaan-perusahaan Belgia
tidak melaporkan sepenuhnya tindakan
CSR mereka. Hanya 73% dari
perusahaan di Belgia yang melaporkan
sebagian besar informasi CSR, tetapi
hal tersebut dinilai masih belum cukup
lengkap.
Habib-Uz-Zaman Khan
(2010), “The effect of
corporate elements on
corporate social
responsibility (CSR)
reporting
Penelitian ini bertujuan
untuk menguji tingkat
pelaporan CSR dalam
laporan tahunan bank
umum swasta yang
terdaftar di Bangladesh. 
Sebagian besar bank umum swasta di
Bangladesh mengungkapkan
kontribusinya untuk bencana alam.
Penelitian menunjukkan bahwa bank-
bank tersebut memperluas kegiatan
CSR mereka terhadap sektor-sektor
yang berbeda seperti pendidikan,
kesehatan, dan sektor lainnya.
Peter Mcgraw dan Suzanna
Dabski (2010), “CSR
Reporting in Australia’s
Largest Companies
Penelitian ini menguji
pelaporan CSR dari 100
perusahaan yang terdaftar
di Bursa Saham Australia. 
Penelitian menunjukkan rata-rata
pelaporan CSR relatif rendah. Tidak
ada satu pun yang melaporkan sesuai
dengan semua indikator GRI secara
lengkap.
Kate Grosser dan Jeremy
Moon (2005), “Gender
Mainstreaming and
Corporate Social
Responsibility: Reporting
Workplace Issues
Penelitian ini
menganalisis bagaimana
pelaporan CSR dapat
menunjukkan kesetaraan
jenis kelamin dalam
praktik perusahaan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa adanya potensi tambahan untuk
perwakilan wanita sebagai stakeholder
dalam praktik perusahaan.
Santy (2012), “Analisis
Pelaporan CSR pada
Perusahaan-perusahaan
Pertambangan Batubara di
Indonesia dan Australia yang
Tercatat di Bursa Saham
Masing-masing Negara”
Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan
pelaporan CSR
perusahaan pertambangan
di Indonesia dan
Australia.
Dari penelitian tersebut dapat diketahui
bahwa laporan tahunan perusahaan di
Indonesia lebih banyak memberikan
informasi selain informasi finansial,
sedangkan di Australia lebih banyak
memberikan informasi finansial.
Sumber: Perbandingan Penelitian Terdahulu