10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1  Laporan Keuangan
2.1.1
Pengertian Laporan Keuangan
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2009, p1) dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan ,“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan
keuangan.” Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba
rugi, laporan
perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara
seperti
misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan
laporan lain
serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan
keuangan. Di
samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang
berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan
geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.”
Sedangkan menurut Munawir (2004) “Laporan keuangan adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data 
keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan 
dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.”
Berdasarkan definisi – definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan yang
meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang
digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan .
  
11
2.1.2
Tujuan Laporan Keuangan
Menurut PSAK No.1 Paragraf ke 7 (Revisi 2009), “tujuan laporan keuangan 
adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan  arus
kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan  dalam
pembuatan keputusan ekonomi.”
Sedangkan menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p21) “Financial
statements are used to evaluate the current financial condition of a business and to
predict its future operating, results, and cash flows.”
Jadi tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk pengambilan
keputusan perusahaan di masa mendatang menyangkut prediksi arus kas, investasi,
hasil operasi mendatang, dan lain-lain.
2.1.3 Karakteristik Laporan Keuangan
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 2009) pada kerangka dasar
penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang terdapat dalam Standar Akuntansi
Keuangan:
a.
Dapat dipahami, kualitas penting yang ditampung dalam laporan keuangan
adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna.
  
12
b.
Relevan, agar bermanfaat informasi harus relevan untuk memenuhi
kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan.
c.
Materialitas, relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan
materialitasnya.
d.
Keandalan, informasi memiliki kualitas handal jika bebas dari pengertian
yang menyesatkan, kesalahan material dan dapat diandalkan oleh pemakainya
sebagai 
penyajian yang tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau
yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
e.
Penyajian jujur, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi yang
seharusnya disajikan.
f.
Dapat dibandingkan, pemakai harus dapat kebijakan akuntansi yang
digunakan dalam menyusun laporan keuangan dan pembuatan kebijakan serta
pengaruh kebijakan tersebut.
2.1.4 Pengguna Laporan Keuangan
Para pemakai laporan keuangan
menggunakan laporan keuangan untuk
memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda.  Pemakai laporan keuangan
dibedakan menjadi dua klasifikasi utama, yaitu : 
1. Pemakai internal, yaitu pengambil keputusan yang secara langsung berpengaruh
terhadap kegiatan internal perusahaan.
2. Pemakai eksternal, pengambil keputusan yang berkaitan dengan hubungan mereka
dengan perusahaan. (Stice,2004:10).
  
13
Menurut Harahap  (2007:120) Pengguna Laporan Keuangan  sebagai  berikut:
Pemegang saham,  Investor, Analis pasar modal, Manajer, Karyawan dan serikat
pekerja,  Instansi pajak, Pemberi dana (kreditur), Supplier, Pemerintah atau lembaga
pengatur resmi, Langganan atau lembaga konsumen, Lembaga swadaya masyarakat,
peneliti/Akademis/Lembaga peringkat.
Dari uraian tersebut menjelaskan bahwa para pemakai laporan  keuangan
memiliki kepentingannya masing-masing terhadap laporan  keuangan suatu
perusahaan.  Pada umumnya laporan keuangan digunakan  untuk mengetahui 
kondisi keuangan perusahaan tersebut selama periode  yang bersangkutan sehingga
para pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan terhadap rencana
selanjutnya.
2.2  Financial Leverage
2.2.1  Pengertian Leverage
Dalam manajemen keuangan, menurut Sartono ( 2001:257 ) Leverage adalah
penggunaan asset dan sumber dana  (sources of funds ) oleh perusahaan yang
memiliki beban tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial
pemegang saham.
Sedangkan menurut Sutrisno (2009:198) leverage adalah penggunaan aktiva
atau sumber dana di mana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menanggung
biaya tetap atau membayar beban tetap.
  
14
Dikaitkan dengan manajemen keuangan, biaya tetap yang berasal dari 
aktivitas operasi dan keuangan dapat dipandang
sebagai suatu  leverage, yang 
sanggup menghasilkan (mengungkit) laba yang lebih besar.
Sebaliknya,  leverage
pun berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar (Mardiyanto, 2009:248).
Leverage bersumber dari penggunaan biaya tetap (fixed cost), baik biaya 
tetap dari aktivitas operasi maupun biaya tetap dari aktifitas operasi maupun biaya 
tetap dari aktivitas keuangan.Leverage yang bersumber dari aktivitas operasi  disebut 
leverage operasi  (operating leverage) dan  leverage yang berasal dari 
aktivitas
keungan dinamai  leverage keuangan  (financial leverage).
Gabungan 
keduanya
dinamai  leverage total  (total leverage) atau  leverage kombinasi (combined
leverage).
2.2.2  Pengertian Financial Leverage
Menurut Bringham dan Houston (2001:14), financial leverage
merupakan
suatu ukuran yang menunjukkan sampai sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap
(utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan. Financial
leverage menunjukkan risiko yang dihadapi oleh
perusahaan berkaitan dengan
hutang yang dimiliki perusahaan. Semakin besar
hutang perusahaan untuk mendanai
asset maka semakin besar financial leverage.
Oleh karena itu informasi mengenai
financial laverage akan menjadi
pertimbangan bagi investor untuk membeli saham
yang ditawarkan.
Pengukuran tingkat hutang yang sering digunakan didalam perusahaan adalah
Debt to
Equity Ratio (DER). Rasio ini digunakan untuk mengukur
seberapa besar
  
15
aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur. Semakin besar DER
menunjukkan
struktur permodalan lebih banyak dibiayai oleh pinjaman sehingga
ketergantungan
terhadap kreditur semakin meningkat. 
Dengan semakin
meningkatnya DER maka beban perusahaan kepada pihak
luar (kreditur) juga semakin meningkat sehingga harapan tingkat pengembalian para
pemegang saham
semakin kecil. Sehingga semakin kecilnya harapan tingkat para
pemegang saham, maka aktiva perdagangan semakin besar atau tingginya DER suatu
perusahaan,
maka perusahaan tersebut semakin tidak solvabel karena semakin
banyak beban hutangnya begitu juga sebaliknya.
Beberapa penelitian tentang struktur modal terhadap nilai perusahaan
telah
banyak dilakukan dan hasilnya saling kontradiksi. Secara singkat ada dua pandangan
yang terus diperdebatkan oleh ahli - ahli keuangan di dunia.
Pandangan pertama dikemukakan oleh Modigliani dan Miller yang
mengatakan bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Pandangan
kedua
dikenal dengan pandangan yang menyatakan bahwa struktur modal
mempengaruhi nilai perusahaan.
Pandangan ini diwakili oleh dua teori yaitu
Trade
off Theory dan Pecking Order Theory. Perkembangan ilmu keuangan
modern
memunculkan teori baru yang lebih relevan yaitu Signaling Theory.
Kebijakan
leverage dihitung dengan rasio leverage, dengan membandingkan total
utang dan
aktiva.
  
16
2.2.2.1 Trade off Theory
Model trade off theory menggambarkan bahwa struktur modal yang optimal
dapat ditentukan dengan menyeimbangkan keuntungan atas penggunaan
utang (tax
shield benefit of leverage) dengan cost financial distres dan agency
problem
(Megginson, 1997).
Dalam model trade off theory, leverage dan target dividen dipengaruhi
berbagai faktor.
Potential bankruptcy, mendorong perusahaan menjauhi target
leverage, sedangkan agency cost free cash flow mendorong perusahaan mendekati
target leverage.
Implikasi trade off theory menurut Bringham et al (1999) yang diacu oleh
wijaya (2001) adalah perusahaan dengan risiko bisnis tinggi lebih baik menggunakan
hutang yang sedikit dan perusahaan yang terkena tingkat pajak tinggi memperoleh
penghematan pajak yang lebih tinggi jika menggunakan hutang.
2.2.2.2 Pecking Order Theory
Hipotesis Pecking Order Theory
menggambarkan sebuah hierarki dalam
pencarian dana perusahaan dimana perusahaan lebih memilih menggunakan Internal
Equity untuk membayar dividen dan mengimplementasikannya sebagai
peluang
pertumbuhan. Apabila perusahaan membutuhkan dana eksternal, maka
akan lebih
memilih hutang sebelum external equity (Donaldson, 1961; Myers, 1984; Myers dan
Majluf, 1984). Internal Equity diperoleh dari laba ditahan dan depresiasi. 
Hutang diperoleh dari pinjaman kreditur, sedangkan external equity diperoleh
karena perusahaan menerbitkan saham baru. Sesuai dengan teory
pecking order,
  
17
maka investasi akan dibiayai dengan dana internal terlebih dahulu. Kemudian baru
diikuti dengan penerbitan hutang yang terdiri atas hutang bebas risiko (risk free debt)
dan hutang berisiko (risk debt).
Setelah hutang tidak
mencukupi, maka langkah terakhir dengan penerbitan
saham baru. Hal
tersebut digunakan guna memaksimumkan kemakmuran pemilik
perusahaan.
2.2.2.3 Asymmetric Information Theory
Gordon Donaldson dalam Myers (1984) mengajukan teori tentang
asimetri
informasi (pecking order) manajemen perusahaan tahu lebih banyak
tentang
perusahaan dibanding investor di pasar modal. 
Jika manajeman
perusahaan ingin memaksimumkan nilai untuk pemegang
saham saat ini maka ada
kecenderungan bahwa: a) jika perusahan mempunyai
prospek yang cerah,
manajeman tidak akan menerbitkan saham baru tetapi
menggunakan laba di tahan,
b) jika prospek kurang baik manajemen menerbitkan
saham baru untuk memperoleh dana. 
Dengan adanya asimetri informasi para investor tahu kecenderungan ini
sehingga mereka melihat penawaran saham baru adalah sinyal buruk, sehingga harga
saham perusahaan cenderung turun. Implikasi dari hal ini
adalah perusahaan
seharusnya berusaha memperkecil penerbitan saham, sehingga
para manajer lebih
menyukai membiayai kesempatan investasinya dengan laba
ditahan, diamana tidak
ada masalah asimetri informasi dan menggunakan hutang
yang memilikki resiko
lebih rendah. 
  
18
2.3 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common
stock)
untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan
memutuskan untuk membagikan dividen, semua pemegang saham akan mendapatkan
hak yang sama (Jogiyanto, 1998).
Kebijakan dividen menyangkut keputusan dalam kaitannya untuk
membagikan laba atau menahannya untuk diinvestasikan kembali dalam perusahaan.
Apabila dividen yang dibagikan semakin meningkat, maka semakin
sedikit dana
yang tersedia untuk investasi kembali, hal ini menyebabkan tingkat
pertumbuhan
masa mendatang rendah dan akan menekan harga saham menjadi rendah.
Bagi perusahaan yang go public, kebijakan dividen merupakan salah satu
kebijakan yang sangat penting diantara semua kebijakan keuangan lainnya.
Kebijakan dividen adalah kebijakan perusahaan dalam menentukan apakah akan
membayar dividen atau tidak, meningkatkan atau mengurangi jumlah dividen, atau
membayar jumlah dividen yang sama dengan yang dibagikan pada periode
sebelumnya. Kebijakan dividen dapat diukur dengan beberapa alat analisis
diantaranya Dividend Payout Rasio (DPR) dan Dividend Per Share (DPS).
Berbagai penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai
perusahaan telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh para ekonom, teori penelitian
tersebut menghasilkan berbagai pandangan dan teori yang menimbulkan kontroversi.
Ada beberapa teori yang muncul berkenaan dengan
pengaruh kebijakan dividen
terhadap nilai perusahaan, diantaranya:
  
19
2.3.1 Dividend Irrelevance Theory
Teori ini menjelaskan bahwa kebijakan dividen tidak ada kaitannya
dengan
nilai perusahaan. Besley dan
Bringham (2000: 497) 
mengemukakan bahwa,
“Dividend Irrelevace theory is the theory that a firm’s dividend policy has no effect
on either its value or its cost of capital”.
Menurut dividend irrelevance theory yang dianjurkan oleh Merton Miller dan
Franco Modigliani, dikatakan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai
pengaruh
baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. 
Mereka
berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya akan ditentukan
oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta resiko
bisnisnya, dengan
kata lain, nilai suatu perusahaan tergantung semata –
mata pada pendapatan yang
dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi di
antara dividen dan laba ditahan.
2.3.2  Theory Bird-in-the hand
Myron Gordon dan John Lintner (1959), yang menyatakan bahwa nilai
perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran dividen yang tinggi, karena
investor menganggap bahwa resiko dividen tidak sebesar kenaikan biaya
modal,
sehingga investor lebih menyukai keuntungan dalam bentuk dividen
daripada
keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal.
Theory Bird-in the hand juga dikenal dengan High dividend Increase stock
value theory.Teori Relevansi Dividen (Bird-in-the-hand Theory) yang mengatakan
bahwa nilai perusahaan dapat dimaksimalkan dengan menentukan pembagian
  
20
dividen yang tinggi, ini berbanding terbalik dengan teori Preferensi Pajak (Tax
Preference Theory) yang berpendapat bahwa investor justru lebih menyukai
pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi.
Perkembangan ilmu keuangan modern memunculkan pendekatan baru yang
lebih relevan dan lebih
mampu menjelaskan kebijakan dividen dalam dunia bisnis,
yaitu signaling theory. Model signaling dibangun sebagai upaya memaksimumkan
nilai
perusahaan lewat pembayaran dividen dengan asumsi ada asymmetric
information
antara manajer dan pemegang saham. Kebijakan dividen diukur dari
rasio dividen yang dibayarkan terhadap Earnings After Tax (EAT).
2.4  Skala Perusahaan
Besarnya ukuran perusahaan dapat mempengaruhi kemudahan
suatu
perusahaan dalam memperoleh sumber pendanaan baik eksternal dan internal
(Short
& Keasey 1999). Bahkan ukuran perusahaan juga dapat menciptakan
hambatan
masuk bagi perusahaan-perusahaan yang akan masuk di
suatu industri dan hal ini
juga dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Ukuran perusahaan juga menunjukkan perusahaan mampu bersaing dan
memanfaatkan peluang bisnis dalam perekonomian
(Taswan, 2002), biaya ukuran
perusahaan yang besar akan mendapatkan
perhatian lebih dari masyarakat jika
dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Hal
ini membuat perusahaan yang telah besar memiliki akses yang lebih
mudah ke pasar modal, kemudahan eksebilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya
fleksibilitas dan kemampuan perusahaan untuk menciptakan hutang atau
  
21
memunculkan dana yang lebih besar dengan catatan perusahaan tersebut memiliki
nilai perusahaan yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.
2.5  Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah harga sebuah saham yang telah beredar dipasar
saham yang harus dibayar oleh investor untuk dapat memiliki sebuah perusahaan go
public, memungkinkan masyarakat maupun manajemen mengetahui nilai
perusahaan, nilai perusahaan tercermin pada kekuatan tawar-menawar saham,
apabila perusahaan diperkirakan sebagai perusahaan yang mempunyai prospek
yang
bagus dimasa yang akan datang, nilai saham akan menjadi semakin tinggi.
Sebaliknya, apabila perusahaan dinilai kurang mempunyai prospek maka harga
saham menjadi lemah (Suharli, 2006).
Nilai perusahaan dibentuk melalui indikator nilai pasar saham,
sangat
dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan
sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga
meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory).
Pendapat Roseff didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Asquith dan
Mullins (1983), bahwa pengumuman meningkatnya dividen telah
meningkatkan
return saham, dan dapat digunakan untuk menangkal isu-isu yang
tidak diharapkan
perusahaan di masa yang akan datang. Masulis (1980)
melakukan penelitiannya
dalam kaitannya dengan relevansi keputusan pendanaan,
menemukan bahwa sehari
dan sesudah pengumuman peningkatan proporsi hutang terdapat kenaikan abnormal
  
22
return, dan sebaliknya pada saat perusahaan
melakukan penurunan proporsi hutang
berpengaruh kepada penurunan abnormal return
Meningkatnya nilai perusahaan dapat menarik minat para investor untuk
menanamkan modalnya. Bagi investor yang tertarik untuk berinvestasi tentunya
tingkat return atau keuntungan yang akan diperoleh dari investasi yang
ditanamkannya berupa capital gain dan dividen yang merupakan bagian keuntungan
yang diberikan kepada para pemegang saham.
Jadi secara sederhana dapat diartikan sebagai harga yang bersedia
dibayar
oleh investor untuk memiliki suatu perusahaan. Nilai perusahaan dapat
diukur
dengan market value ratio
Market value ratio adalah ratio yang
menunjukkan menunjukkan hubungan
antara harga pasar saham perusahaan dengan laba dan nilai buku perusahaan, dimana
melalui ini manajemen dapat
mengetahui bagaimana tanggapan investor terhadap
kinerja dan prospek perusahaan, market value ratio terdiri dari Price Earning Ratio
(PER) dan Price to Book Value (PBV).
2.6  Pengembangan Hipotesis
Dari landasan teori dan kerangka pikir diatas, maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh kebijakan leverage terhadap nilai perusahaan
Menurut Bringham dan Houston (2001:14), financial leverage
merupakan
suatu ukuran yang menunjukkan sampai sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap
  
23
(utang dan saham preferen) digunakan dalam struktur
modal perusahaan. Leverage
keuangan menunjukkan proporsi atas penggunaan
utang untuk membiayai
investasinya. Semakin rendah leverage factor
maka
semakin rendah risiko yang
dihadapi perusahaan apabila kondisi ekonomi merosot.
Penelitian mengenai pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan telah
dilakukan oleh Taswan (2003) yang menemukan bahwa hutang berpengaruh
positif
dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan asumsi diatas,
maka dapat
diambil hipotesis sebagai berikut:
H1 : Kebijakan leverage berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
2. Pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan 
Kebijakan dividen menyangkut keputusan dalam kaitannya untuk
membagikan laba atau menahannya untuk diinvestasikan kembali dalam perusahaan.
Apabila dividen yang dibagikan semakin meningkat, maka semakin banyak investor
yang menanamkan modalnya. Semakin banyak
investor yang menanamkan modal
maka akan menaikkan nilai perusahaan.
Penelitian mengenai hubungan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan
telah dilakukan oleh Taswan (2003) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kebijakan dividen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan asumsi diatas, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut :
H2 : kebijakan dividen berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan
  
24
3. Pengaruh skala perusahaan terhadap nilai perusahaan
Setiap perusahaan mempunyai skala perusahaan yang berbeda dan
mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap nilai perusahaannya. Dalam hal
ini
skala dilihat dalam total asset yang dimiliki oleh perusahaan. 
Ukuran
perusahaan akan berpengaruh pada kebijakan hutang perusahaan.
Semakin
besar perusahaan maka semakin banyak dana yang digunakan untuk
menjalankan operasi perusahaan.
Dimana salah satu sumber dananya adalah hutang.
Bringham dan Gapensky (1999) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung membutuhkan dana dari sumber
eksternal yang besar. 
Peningkatan hutang bisa meningkatkan nilai
perusahaan. Skala perusahaan
yang besar memudahkan perusahaan dalam
masalah pendanaan. Perusahaan pada
umumnya memiliki fleksibilitas dan
aksesbilitas yang tinggi dalam masalah
pendanaan melalui pasar modal.
Semakin besar skala perusahaan maka dapat meningkatkan profit dimasa
mendatang semakin meningkatnya profit maka akan menaikkan nilai
perusahaan.
Penelitian tentang skala perusahaan terhadap nilai perusahaan telah
dilakukan oleh
Michell Suharli hasil penelitiannya menunjukkan bahwa skala perusahaan
mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Dari asumsi diatas, maka
dapat diambil hipotesis sebagai berikut :
H3 : skala perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.