11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Pajak Internasional
2.1.1.
Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini dapat dibagi menjadi tiga bagian dari
pendapat ahli hukum pajak, yaitu:
Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak
internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik
berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar
negara dan dari prinsip atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negara-
negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat
ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional
adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur
dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri,
peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-
traktat.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak
internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya
mengacu pengenaan terhadap orang asing.
2.1.2.
Kedaulatan Hukum Pajak Internasional
Dalam hukum antar negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan
negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas
mengatur kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-
batas yang ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh
kekuasaan negara lain. Asas kedaulatan pemajakan hak spesial dari
kedaulatan negara yang dapat dinyatakan sebagai kedaulatan suatu negara
untuk bertindak bebas dalam lapangan pajak.
|
12
2.1.3.
Sumber - Sumber Hukum Pajak Internasional
1. Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung unsur asing,
seperti asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara.
2. Traktat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara
baik secara bilateral maupun multilateral.
a. Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak berganda.
b. Untuk mengatur perlakuan fiskal terhadap orang-orang asing.
c. Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan
atau seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber
pendapatan di negara asing.
3.
Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak
internasional.
2.1.4.
Terjadinya Pajak Berganda Internasional
Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya
tidak ada hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi
bentrokan hukum antar dua negara atau lebih. Pajak berganda internasional
terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih saling menindih
sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di negara-
negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada
jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang
terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-
negara yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara
bersamaan memungut pajak atas objek dan subjek yang sama. Tax Treaty
digunakan untuk memperlancar kegiatan ekonomi, khususnya yang menganut
ekonomi terbuka. Alasan diperlukannya Tax Treaty antara lain:
|
13
1. Terdapat saling ketergantungan antar negara.
2. Peningkatan kerjasama antar negara.
3. Memperluas pemasaran produk.
4. Kebutuhan modal, teknologi, dan ilmu pengetahuan.
5. Pajak dianggap sebagai
penghambat (tax barrier) kelancaran arus
modal, barang, dan jasa, serta sumber daya manusia(SDM).
2.2.
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
2.2.1.
Pengertian Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dikenal juga dengan
istilah Perjanjian Perpajakan atau Tax Treaty, Tax Convention, Double Tax
Agreement
atau Double Tax Treaty.
P3B ini pada umumnya merupakan
kesepakatan bilateral dua negara tentang bagaimana mengatur pengenaan
pajak yang memiliki dimensi internasional dari dua negara yang melakukan
kesepakatan itu agar tidak terjadi pengenaan pajak secara berganda.
Pengaturan ini menjadi penting karena beban pajak yang ditanggung oleh
orang atau badan yang memiliki kaitan di dua negara tersebut akan
mempengaruhi keputusan investasi dan permodalan di antara kedua negara
tersebut.
Treaty memiliki makna suatu persetujuan internasional yang
disepakati antar negara dan dibuat sesuai hukum internasional. Sementara itu
pengertian Tax Treaty atau P3B itu sendiri adalah suatu persetujuan antara
dua negara atau lebih dengan membagi hak untuk mengenakan pajak atas
suatu penghasilan yang berasal dari suatu negara yang diperoleh penduduk
atau resident negara lain.
|
14
Dengan demikian, inti dari suatu P3B adalah pembagian hak
pemajakan antar negara.
P3B tidak menimbulkan jenis pajak baru dan tidak
mengatur tarif pajak. P3B hanya akan mengatur pembagian hak pemajakan
sehingga nantinya atas beberapa jenis penghasilan, hak pemajakan suatu
negara akan dibatasi oleh P3B.
2.2.2.
Negara Sumber vs Negara Domisili
Dalam kaitan pembagian hak pemajakan ini, negara-negara yang
melakukan perjanjian perpajakan dibagi menjadi dua jenis.
Pertama
adalah negara sumber
(source country) yang merupakan negara di mana
penghasilan yang merupakan objek pajak timbul.
Kedua adalah negara
domisili
(resident country) yaitu negara tempat subjek pajak bertempat
tinggal, berkedudukan atau berdomisili berdasarkan ketentuan perpajakan.
Baik negara sumber maupun negara domisili biasanya berhak untuk
mengenakan pajak berdasarkan undang-undang domestiknya.
Pengenaan
pajak oleh dua yurisdiksi perpajakan terhadap satu jenis penghasilan inilah
yang biasanya menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga perlu diatur
dalam suatu persetujuan antara negara sumber dan negara domisili.
2.2.3.
Tujuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Sebagaimana telah disinggung di atas, adanya P3B dimaksudkan
terutama untuk menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda
ini timbul karena dua negara mengenakan pajak atas penghasilan yang sama.
Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan untuk mencegah
pengenaan pajak berganda ini misalnya ;
|
15
1.
Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana
seseorang atau badan diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident
tax person) oleh dua negara yang berbeda. Aturan ini dikenal dengan
istilah Tie Breaker Rule yang dicantumkan dalam Pasal 4 ayat (2) P3B.
2.
Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai
dengan Pasal 21 P3B untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian
hak pemajakan ini ada yang bersifat ekslusif diberikan hanya kepada satu
negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada suatu negara untuk
mengenakan pajak.
3.
Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan
transaksi di suatu negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi
terhadap satu Wajib Pajak yang melakukan transfer pricing.
4.
Adanya ketentuan tentang penerapan metode penghindaran pajak
berganda yang diatur dalam Pasal 23 P3B.
5.
Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana
jika satu wajib pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di
negara lain maka wajib pajak tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk
menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini.
Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance)
dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan-tujuan tersebut tercapai tentu
saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu lintas
perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat
dicapai kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara
efisien.
|
16
2.2.4.
Dasar Hukum Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Di Indonesia, P3B diatur dalam Pasal 32A Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008. Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini adalah lex
specialist terhadap Undang-undang domestik.
Dengan demikian, jika ada
ketentuan dalam undang-undang domestik bertentangan dengan ketentuan
dalam P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B.
Sementara itu, proses pembentukan P3B seperti proses pendekatan,
perundingan, ratifikasi serta pemberlakuannya tunduk kepada Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
2.2.5.
Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Saat ini sudah ada sekitar 58 P3B Indonesia dengan negara lain yang
sudah berlaku efektif. Jumlah ini akan terus bertambah karena ada beberapa
P3B lagi yang belum berlaku efektif tetapi masih dalam proses perundingan,
penandatanganan, ratifikasi atau proses pemberlakuan.
Beberapa ketentuan pelaksanaan terkait pelaksanaan atau penerapan
P3B ini adalah ketentuan tentang tatacara penerapan persetujuan
penghindaran pajak berganda yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-61/PJ/2009, ketentuan tentang pencegahan
penyalahgunaan penghindaran pajak berganda yang diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-62/PJ/2009, dan ketentuan tentang
pertukaran informasi yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-51/PJ/2009.
|
17
2.3.
Konvensi Indonesia dan Amerika Serikat
2.3.1.
Sejarah Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia -
Amerika Serikat
Pemerintah
Republik Indonesia dan pemerintah Amerika Serikat,
berhasrat untuk mengadakan suatu perjanjian untuk penghindaran pajak
berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan pajak
atas penghasilan.
Perjanjian ini berlaku terhadap orang dan badan yang
menjadi penduduk salah satu atau kedua negara pihak pada perjanjian. Istilah
"Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia dan perairan di sekitarnya
di mana Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau
yurisdiksi (kewenangan untuk mengatur) sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1982 (United
Nations Convention on the Law of the Sea). Istilah "Amerika Serikat," jika
digunakan dalam pengertian geografis, meliputi wilayah negara-negara
bagiannya, distrik Columbia, dan setiap wilayah daratan dan lautan di mana
Amerika Serikat memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau hak-hak lain
sesuai dengan hukum internasional. Istilah "Negara Pihak pada Perjanjian"
dan "Negara Pihak lainnya pada
Perjanjian" berarti Indonesia atau Amerika
Serikat, tergantung dari hubungan kalimatnya.
Istilah "orang/badan"
mencakup orang pribadi, persekutuan (partnership), perusahaan,
warisan yang belum terbagi (estate), perwalian (trust), atau kumpulan-
kumpulan lain dari orang-orang dan/atau badan-badan. Istilah "perusahaan"
berarti setiap badan hukum atau lembaga lainnya yang untuk tujuan
perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum. Istilah "pejabat yang
berwenang" berarti : (i) Dalam hal Indonesia, Menteri Keuangan atau
|
18
wakilnya yang sah, dan (ii) Dalam hal Amerika Serikat, Menteri Keuangan
atau wakilnya yang sah. Istilah "Pajak Indonesia" berarti pajak yang
dikenakan oleh Pemerintah Indonesia di mana Perjanjian ini dapat diterapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan istilah "Pajak Amerika Serikat"
berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Amerika Serikat di mana
Perjanjian ini dapat diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Istilah
"jalur internasional" berarti setiap pengangkutan dengan kapal laut atau
pesawat udara, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-
mata dioperasikan di antara tempat-tempat di negara pihak lainnya pada
perjanjian.
Istilah-istilah lain yang tidak didefinisikan namun digunakan dalam
perjanjian ini, kecuali jika
dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain,
mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-undangan negara pihak pada
perjanjian yang akan menetapkan pajak. Menyimpang dari ketentuan tersebut,
jika arti dari suatu istilah menurut perundang-undangan salah satu negara
pihak pada perjanjian berbeda dengan arti menurut perundang-undangan
negara pihak lainnya pada perjanjian, atau jika arti dari suatu istilah tersebut
tidak dapat segera ditentukan menurut perundang-undangan salah satu negara
pihak pada perjanjian, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua
negara pihak pada perjanjian tersebut, untuk mencegah pengenaan pajak
berganda atau untuk tujuan lain dari perjanjian ini, dapat menetapkan arti
umum dari suatu istilah tersebut untuk kepentingan perjanjian ini.
|
19
2.3.2.
Istilah Convention vs Agreement
Judul yang dipilih dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) Model Indonesia adalah sebagai berikut :
Agreement Between
The Government of Indonesia and
The Government of . . .
For the Avoidance of Double Taxation and The Prevention and
The Prevention of Fiscal Evasion
With Respect to Taxes on Income
Judul tersebut mengandung tiga hal pokok, yaitu: a) penggunaan
istilah agreement dan bukan convention sebagaimana dipakai dalam
Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD Model),
b) pajak yang dicakup adalah Pajak Penghasilan, dan c) persetujuan dimaksud
adalah antara dua pemerintah (governments) bukan antara dua negara
(states).
OECD Model, United Nations
Model (UN Model) dan
Amerika
menggunakan istilah convention, bukan agreement. Dari sudut pandang
Indonesia istilah agreement
lebih cocok karena istilah convention
mempunyai konotasi perjanjian multilateral. Sesuai dengan konstitusi suatu
convention
harus diratifikasi oleh DPR sedangkan suatu perjanjian di
bidang ekonomi tidak perlu diratifikasi oleh DPR.
Sebelum berlakunya undang-undang tentang Perjanjian Internasional,
setiap perjanjian yang mencakup substansi sebagaimana disebutkan berikut
ini harus diratifikasi oleh DPR, yaitu :
1.
Perjanjian di bidang politik atau yang berpengaruh terhadap perjanjian
aliansi, dan perjanjian tentang batas negara;
|
20
2.
Setiap perjanjian yang akan berpengaruh terhadap politik luar negeri
walaupun perjanjian dimaksud menyangkut bidang ekonomi
dan kerja
sama teknik atau pinjaman;
3.
Hal-hal lain yang berdasarkan konstitusi harus berupa undang-undang.
Jadi, setiap perjanjian internasional yang mencakup masalah-masalah
di luar yang telah disebutkan tidak perlu memperoleh ratifikasi DPR.
Ratifikasi dalam kaitannya dengan pengesahan tentang berlakunya suatu
perjanjian dilakukan dengan keputusan presiden, dan presiden akan
memberitahukannya kepada DPR.
Berikut ini disajikan daftar Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) yang menggunakan istilah convention dan agreement.
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang menggunakan
Agreement :
1.
Australia
2.
Austria
3.
Belgia
4.
Bulgaria
5.
Republik Cheska
6.
Finlandia
7.
Jerman
8.
Hungaria
9.
India
10. Italia
11. Jepang
12. Yordania
13. Kuwait
14. Luksemburg
15. Malaysia
16. Selandia Baru
17. Pakistan
18. Polandia
19. Rusia
20. Rumania
21. Singapura
22. Afrika Selatan
23. Spanyol
24. Srilanka
25. Swiss
26. Suriah
27. Thailan
28. Filipina
29. Tunisia
30. Turki
31. Uni Emirat Arab
32. Inggris
33. Ukraina
34. Uzbekistan
35. Vietnam
36. Belanda
|
21
37. Taiwan
38. Mesir
39. Mongolia
40. Korea Selatan
41. Sudan
42. Venezuela
43. Seychelles
44. Brunei Darussalam
45. Aljazair
46. RRC
47. Korea Utara
48. Portugal
49. Meksiko
50. Bangladesh
51. Qatar
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang menggunakan
Convention :
1.
Kanada
2.
Denmark
3.
Prancis
4.
Norwegia
5.
Swedia
6.
Amerika Serikat
Dari daftar tersebut tampak bahwa sebagian besar Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia menggunakan istilah
agreement, dan hanya sebagian kecil saja yang menggunakan istilah
convention.
2.3.3.
Pasal Pasal Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Indonesia Amerika Serikat
Perjanjian ini diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang
ini, yaitu :
a.
Dalam hal Indonesia, pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan
Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 1984, Pajak Perseroan Tahun
1925, dan Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti Tahun 1970.
|
22
b.
Dalam hal Amerika Serikat, pajak penghasilan yang dikenakan
berdasarkan Internal Revenue Code
(undang-undang pajak Amerika
Serikat) namun tidak termasuk the accumulated earnings tax
(sanksi
perpajakan atas penumpukan laba), the personal holding
company tax
(pajak yang dikenakan terhadap perusahaan yang lebih dari 50%
(lima puluh persen) nilai sahamnya dimiliki oleh lima atau kurang
dari lima orang pribadi), dan social security taxes
(pajak yang
digunakan untuk membiayai jaminan sosial).
Perjanjian ini berlaku pula terhadap pajak-pajak yang serupa atau
yang pada dasarnya sama yang diberlakukan kemudian sebagai tambahan
terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang berlaku sekarang
ini.
Model Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia :
a.
Ruang Lingkup P3B:
1.
Article1
: Persons Covered
2.
Article 2
:Taxes Covered
b.
Definisi-definisi:
3.
Article 3
: General Definitions
4.
Article 4
: Resident
5.
Article 5
: Permanent Establishment
c.
Perlakuan Perpajakan atas Jenis-jenis Penghasilan:
6.
Article 6
: Income From Immovable Property
7.
Article 7
: Business Profits
8.
Article 8
: Shipping and Air Transport
9.
Article 9
: Associated Enterprises
|
23
10. Article 10
: Dividends
11. Article 11
: Interest
12. Article 12
: Royalties
13. Article 13
: Capital Gains
14. Article 14
: Independent Personal Services
15. Article 15
: Dependent Personal Services
16. Article 16
: Directors Fees
17. Article 17
: Artistes and Athletes
18. Article 18
: Pensions and Annuities
19. Article 19
: Government Service
20. Article 20
: Teachers and Researchers
21. Article 21
: Students and Trainees
22. Article 22
: Other Income
d.
Lain-lain:
23. Article 23
: Method for Elimination of Double Taxation
24. Article 24
: Non-discrimination
25. Article 25
: Mutual Agreement Procedure
26. Article 26
: Exchange of Information
27. Article 27
:Members of Diplomatic Missions and
Consular Posts
28. Article 28
: Entry Into Force
29. Article 29
: Termination
|
24
2.3.4.
Pasal 1 Tentang Orang dan Badan Yang Dicakup Dalam Persetujuan
Orang dan badan yang dicakup dalam persetujuan berdasarkan Model
Indonesia (MI) mengikuti OECD Model yang sama dengan UN Model, yang
rumusannya adalah sebagai berikut:
Article 1
Persons Covered
This Agreement shall apply to persons who are residents of one or both of the
Contracting States
Ketentuan dari pasal 1 ini menentukan orang atau badan yang dicakup
dalam persetujuan, yaitu orang atau badan yang merupakan subjek pajak
dalam negeri dari kedua negara. Definisi subjek pajak dalam negeri
berdasarkan UndangUndang Pajak Penghasilan diatur dalam Pasal 2 ayat (3)
yang meliputi:
1.
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
2.
Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan
3.
Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia
4.
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
5.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
Ketentuan Pasal 1 tersebut ditegaskan dalam Pasal 4 (resident) dari
semua Model, yaitu bahwa definisi subjek pajak dalam negeri merujuk pada
undang-undang domestik masing-masing negara. Pasal 1 dimaksudkan agar
orang atau badan yang bukan subjek pajak kedua negara dapat menikmati
ketentuan dalam P3B antara kedua negara dimaksud.
Hal ini dimaksudkan
agar tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh orang atau badan yang tidak
|
25
berhak.
Masalah yang
berkaitan dengan hal tersebut adalah apabila subjek
pajak dari satu negara mendirikan perusahaan di negara dengan maksud
untuk memanfaatkan P3B antara negara yang disebutkan terakhir dengan
negara lainnya.
Hal ini sangat bergantung pada undang-undang domestik
masing-masing negara. Beberapa negara mempunyai peraturan perundang-
undangan yang memungkinkan didirikannya apa yang disebut sebagai special
purpose vehicle (SPV). Masalah SPV ini akan muncul khususnya dalam
penerapan tarif pajak atas dividen, bunga, dan royalti.
Rumusan Pasal 1 dari sudut pandang Indonesia dapat dijadikan sarana
untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan P3B. Seperti diketahui Pasal 1
ini mengatur subjek pajak (resident) yang menjadi personal scope, yang
definisinya dirumuskan pada Pasal 4 ayat (1) dari P3B. Definisi resident
dalam P3B merujuk definisi yang ada dalam undang-undang domestik kedua
negara.
Definisi resident dalam beberapa negara bervariasi yang meliputi
place of effective management.
Jadi, bila suatu negara dalam undang-
undang domestiknya mengatur bahwa perusahaan yang memiliki effective
management di negara tersebut, perusahaan tersebut dianggap sebagai subjek
pajak dalam negeri (resident), walaupun pemegang saham dari perusahaan
tersebut bukan merupakan subjek pajak
negara dimaksud. Keadaan ini akan
membuka kemungkinan penyalahgunaan dari P3B oleh resident dari negara
ketiga menikmati. Untuk mencegah hal ini maka kebijakan yang ditempuh
adalah dengan menambahkan ketentuan yang bertujuan agar resident negara
ketiga tidak dapat menikmati P3B.
|
26
2.3.5.
Pasal 26 Tentang Pertukaran Informasi
Sesuai dengan OECD Commentary, pertukaran informasi diperlukan
untuk memastikan bahwa ketentuan dalam P3B dilaksanakan dengan benar.
Oleh karena P3B mengatur pembagian hak pemajakan antara negara sumber
dan negara domisili (distributive rules) maka dalam kasus tertentu pertukaran
informasi ini diperlukan untuk memastikan bahwa orang atau badan yang
terlibat dalam suatu transaksi adalah wajib pajak dari salah satu negara. Atau
untuk
memastikan bahwa suatu jenis penghasilan, sesuai dengan ketentuan
P3B dikenakan pajak di negara sumber dan negara domisili. Di samping itu,
dalam rumusan OECD Model dan UN Model, pertukaran informasi juga
diperlukan dalam rangka penerapan undang-undang domestik dari negara-
negara yang bersangkutan.
Pertukaran informasi untuk
kepentingan
penerapan undang-undang domestik sebagai major information clause,
karena pertukaran informasi tersebut tidak ada hubungannya dengan
pencegahan pajak berganda.
Istilah informasi harus diberi arti yang luas, meliputi actual facts
dan legal relationships, sedangkan menurut UN Model informasi
dimaksud, di samping informasi menyangkut pajak juga meliputi pernyataan
seorang saksi, atau salinan dari dokumen yang asli (tanpa edit) yang sudah
disahkan termasuk buku-buku, catatan-catatan, pernyataan, atau akun. Untuk
keperluan penerapan P3B, menurut OECD Commentary, pertukaran
informasi tersebut diperlukan antara lain dalam beberapa hal, yaitu:
1.
Penerapan ketentuan tentang royalti sesuai dengan ketentuan Pasal 12,
negara domisili tempat domisilinya penerima royalti, menanyakan kepada
negara sumber dari royalti, menyangkut jumlah royalti yang dibayarnya
|
27
2.
Negara sumber asal dari royalti menanyakan kepada negara domisili
apakah penerima dari royalti dimaksud adalah subjek pajak dan pemilik
yang sebenarnya dari royalti tersebut
3.
Informasi menyangkut alokasi laba usaha antar pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa dalam rangka penerapan ketentuan Pasal
9 dan alokasi laba antara
suatu BUT dengan kantor pusatnya dalam
kaitannya dengan penerapan Pasal 7.
2.4.
Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA)
2.4.1.
Definisi Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA)
Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) merupakan kebijakan
perpajakan Amerika Serikat yang merujuk pada ketentuan dalam Hiring
Incentives to Restore Employment Act
yang diundangkan pada tanggal 18
Maret 2010 dan mulai berlaku secara efektif pada 30 Juni 2014. Kebijakan ini
mengatur kewajiban bagi para Foreign Financial Institution
(FFI) untuk
memberikan laporan keuangan kepada
International Revenue Service (IRS)
mengenai akun milik warga Amerika Serikat yang terdapat dalam FFI.
Tujuan utama dari dibentuknya FATCA adalah untuk mencegah
penghindaran pajak oleh warga Amerika dengan cara meminta FFI (Foreign
Financial Institutions)
untuk identifikasi serta melaporkan informasi warga
Amerika yang memiliki aset dari foreign accounts.
FFI adalah institusi keuangan asing (non-Amerika Serikat). Kegiatan
yang dilakukan dalam FFI sebagai berikut :
a.
Menerima deposit/setoran dalam kegiatan usaha perbankan atau
sejenisnya
b.
Memegang/menyimpan aset keuangan untuk kepentingan orang lain
|
28
c.
Kegiatannya berhubungan dengan
investasi; perdagangan surat-surat
berharga, komoditas, dan partnership interests.
2.4.2.
Hal -
Hal Yang Diatur Dalam
Foreign Account Tax Compliance Act
(FATCA)
FFI yang telah menyetujui kerjasama dengan IRS harus
menandatangani FATCA Agreement. FFI memiliki tugas yaitu: (i)
mengidentifikasi dan memberikan laporan tahunan mengenai informasi U.S
account holder, (ii) FFI berperan sebagai agen yang memiliki tugas untuk
memotong pajak atas pembayaran yang berasal dari Amerika untuk warga
Amerika yang tidak mematuhi FATCA. Informasi yang dilaporkan FFI
kepada FATCA antara lain:
1.
Financial Account
yang dimiliki oleh warga Amerika baik perorangan
maupun private company;
2.
Foreign Entities
yang memiliki kepemilikan warga Amerika lebih dari
10%;
3.
FFI yang tidak mengikuti IRS agreement
4.
Warga Amerika pemegang akun yang tidak mau memberikan informasi
yang diminta sebagaimana perjanjian FATCA.
Yang dimaksud dengan Financial Account meliputi :
1.
Depository Accounts: meliputi savings, demand, time, CDs
2.
Custodial Accounts:
merupakan pemegang financial instrument
untuk
kepentingan orang lain.
Financial instrument
meliputi saham, obligasi,
mata uang atau commodity contracts, hedges, swaps notional principal
3.
Contracts
4.
Life Insurance Contracts
|
29
Yang dikecualikan dalam Financial Account antara lain:
1.
Akun yang dipegang oleh exempt beneficial owners.
2.
Akun yang dipegang oleh pensiunan.
3.
Asuransi yang tidak mengandung investasi tunai atau cash value,
misal:
asuransi kesehatan.
Informasi yang dilaporkan tersebut meliputi: (i) Nama, alamat dan
nomor identifikasi wajib pajak (Taxpayer Identification Number-TIN) dari
tiap pemilik rekening yang merupakan US Persons, (ii) Nomor rekening (iii)
Saldo atau nilai akhir tahun dari rekening dan (iv) Dividen, bunga dan
penghasilan masuk atau yang dikreditkan ke rekening.
2.4.3. Sanksi Bagi Yang Melanggar Foreign Account Tax Compliance Act
(FATCA)
Ke-empat pihak yang dilaporkan tersebut apabila tidak mematuhi atau
tidak memberikan informasi yang diminta, maka FFI dapat berperan sebagai
agen pemotong pajak sebesar 30% atas pembayaran yang berasal dari
Amerika untuk dikembalikan kepada Amerika.
2.4.4. Garis Besar Penerapan
Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA)
Di Seluruh Dunia
1.
IRS bisa memberlakukan sistem registrasi online FFI sebelum 30 Juni
2014.
2.
Mulai 6 agustus 2011, FFI harus menjamin bahwa tidak ada prosedur
yang akan membantu account holders untuk menghindari FATCA.
3.
Accounts
baru diperbolehkan memiliki kelonggaran waktu selama 90
hari sebelum benar-benar diberlakukan.
|
30
4.
Laporan setidaknya mencangkup nama, alamat, TIN, nomor rekening,
saldo rekening dari masing-masing warga US pemegang rekening. Bagi
pemegang rekening yang merupakan Non-Financial Foreign Entities
yang memiliki foreign entities
harus melaporkan nama, alamat, dan
TIN (jika ada).
Beberapa hal terkait timeline implementasi FATCA adalah sebagai berikut:
1.
Awal 2013, FFI mulai memasuki perjanjian FATCA
2.
Pertengahan
2014, FATCA mulai berlaku secara efektif dimana FFI
yang comply harus memberikan informasi US account
3.
Pada awal tahun 2017, FATCA mulai memberlakukan foreign passthru
payments, yaitu FFI yang comply
wajib memotong 30% kepada FFI
lain yang tidak comply terhadap FATCA selama FFI tersebut memiliki
transaksi dengan FFI yang comply.
2.5.
Aturan Bank Indonesia Tentang Kerahasiaan Bank
2.5.1.
Pengertian Rahasia Bank
Ketentuan mengenai rahasia bank merupakan suatu hal yang
sangat penting bagi nasabah penyimpan dan simpanannya maupun bagi
kepentingan bank itu sendiri, sebab apabila nasabah penyimpan ini
tidak mempercayai suatu bank dimana ia menyimpan simpanannya tentu ia
tidak akan mau menjadi nasabahnya. Oleh karena itu sebagai suatu lembaga
keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, sudah sepatutnya bank menerapkan ketentuan rahasia
bank tersebut secara konsisten dan bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk melindung kepentingan
nasabahnya.
|
31
Teori rahasia bank dibagi menjadi dua macam yaitu teori rahasia bank
mutlak dan teori rahasia bank yang bersifat relatif. Menurut teori rahasia bank
mutlak bank mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau
keterangan-keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena
kegiatan usahanya dalam keadaan apapun juga dalam keadaan biasa atau
dalam keadaan luar biasa, teori ini sering menonjolkan kepentingan individu
sehingga kepentingan negara dan masyarakat sering terabaikan.
Dalam teori rahasia bank yang bersifat relatif bank diperbolehkan
membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya apabila
untuk kepentingan yang mendesak.
Misalnya untuk kepentingan negara atau
kepentingan hukum.
2.5.2.
Dasar Hukum dan Ruang Lingkup Rahasia Bank
Mengenai ketentuan rahasia bank sebelum berlaku Undang-Undang
no. 7 tahun 1998 jo. UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan dapat ditemukan dalam
Undang-Undang no. 23 PrP 1960 tentang rahasia bank dan dalam UU No. 14
tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan. Selain itu
Rahasia
bank
juga
diatur
di
dalam
Undang-Undang
No.
7
tahun
1992 jo. UU No. 10 tahun 1998
tentang perbankan.
2.5.3.
Pengecualian Rahasia Bank
Pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam UU No. 7 tahun
1992 jo. UU No 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah mengacu kepada
ketentuan pasal 40 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 yang menentukan bahwa
bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
|
32
simpanannya kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, 41 A,
pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 44 A.
Berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat (1) pengecualian terhadap
ketentuan rahasia bank adalah sebagai berikut :
1.
Untuk kepentingan perpajakan
2.
Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan
kepada BUPLN/PUPN
3.
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana
4.
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan
nasabah
5.
Dalam tukar-menukar informasi antar bank
6.
Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan atau
ahli warisnya.
2.6
Penelitian Terdahulu
Sebelumya terdapat jurnal yang membahas mengenai The Foreign
Account Tax Compliance Act (FATCA)
yang dibahas oleh Eric van Aalst.
Jurnalnya berjudul Trusts & Estates
yang di
publikasikan pada tahun 2012.
Dari hasil pembahasan jurnal tersebut, berdasarkan penelitian mengenai
ketetapan FATCA di mancanegara, diperoleh hasil sebagai berikut:
Sebuah kongres merancang Undang-Undang Kepatuhan Pajak
Rekening Asing atau biasa disebut
FATCA sebagai reaksi terhadap
pengungkapan dalam beberapa tahun terakhir atas rekening-rekening yang
tidak dilaporkan oleh wajib pajak Swiss dan lembaga keuangan luar negeri
lainnya. FATCA memperkenalkan sebuah rezim pelaporan yang akan
membutuhkan Lembaga Keuangan Asing atau FFI untuk masuk ke dalam
|
33
kesepakatan pengungkapan dengan IRS atau, umumnya, dimulai pada tanggal
30 Juni 2014
menghadapi otomatis pemotongan 30% dari sumber
penghasilan Amerika Serikat. Sumber penghasilan Amerika Serikat untuk
tujuan FATCA tidak hanya mencakup dividen dan bunga, tetapi juga hasil
bruto dari penjualan aset yang menghasilkan dividen atau bunga yang berasal
dari Amerika Serikat. FATCA adalah suatu ketetapan yang kompleks, dan
meskipun FFIs telah mempersiapkan untuk implementasi dan persyaratan
pelaporan selama beberapa tahun terakhir, masih banyak tantangan tetap
seperti yang kita ketahui akan mulai berlaku 30 Juni 2014. FFIs harus
menyaring basis klien mereka dan menentukan ke dalam kategori apa klien
mereka akan jatuh untuk tujuan pelaporan FATCA.
|