7
Bab 2
Landasan Teori
Di dalam bab kedua yang berisi landasan teori ini, penulis akan memberikan
teori –
teori yang akan digunakan penulis untuk menganalisis data di dalam bab
selanjutnya.
2.1 Teori Semantik
Dalam menganalisis lagu, kita tidak dapat terlepas dari lingkungan semantik.
Keraf (2002;31-32) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan semantik adalah
sebagai berikut:
“Telah dikemukakan bahwa kata atau bentuk bahasa mempunyai relasi dengan
dunia nyata. Sehingga istilah referensi dipakai untuk menyatakan relasi antara
bahasa dengan sesuatu yang bukan bahasa. Bidang yang mempelajari hubungan
itu biasanya disebut semantik.” (Keraf,2002;31-32).
Di pihak lain terdapat juga relasi antara unsur-unsur bahasa sendiri yang
dikaitkan dengan dunia pengalaman seseorang. Relasi semacam ini dinamakan
pengertian (sense). Jadi di dalam bahasa terdapat dua relasi, yaitu relasi bahasa
dengan dunia pengalaman yang disebut dengan referensi
atau makna. Relasi
yang kedua adalah relasi antar unsure-unsur bahasa sendiri yang disebut
pengertian (Keraf,2002;32).
Seperti yang dikatakan oleh Ikegami,
????????????????????????????????
????????????????????????????(linguistic
semantics)??????????(philosophical semantics)????????
(general semantics)???????????????????????????
????????(semantics)?????????? (Ikegami,1991; hal. 19).
Terjemahan :
Masalah makna dalam bahasa menjadi objek semantik yang merupakan salah
satu bagian dalam linguistik. Semantik yang jika secara khusus dibedakan sesuai dengan
  
8
sebutannya menjadi semantik linguistik, semantik filosofi, dan semantik umum, tetapi
sering digunakan nama yang sama yaitu “semantik” dalam berbagai macam masalah
makna lainnya.
2.2 Pengertian Makna Denotatif dan Konotatif
Di dalam bahasa, makna kata di dalam sebuah frase atau kalimat dapat dibagi
menjadi dua, yaiktu makna denotatif dan makna konotatif. Kata yang tidak mengandung
makna atau perasaan tambahan disebut kata denotatif, atau maknanya disebut makna
denotatif. Sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu,
atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum dinamakan makna konotatif
atau konotasi (Keraf,2007;27-28).
2.2.1 Pengertian Makna Denotatif
Menurut Keraf (2007;27-28) makna denotatif disebut juga dengan beberapa
istilah lain seperti makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna
ideasional, makna referensial, atau makna proposisional. Disebut makna denotasional,
referensial, konseptual atau ideasional
karena makna itu menunjuk (denote) kepada
suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena
makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara)
dan respons (dari pihak pendengar) menyangkut hal hal yang dapat diserap panca indra
(kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini disebut juga makna proposisional karena
ia bertalian dengan informasi informasi atau pernyataan pernyataan yang bersifat faktual.
Makna ini, yang diacu dengan bermacam macam nama, adalah makna yang paling dasar
pada suatu kata.
  
9
Makna denotatif biasanya dihubungkan dengan bahasa ilmiah. Seorang penulis
yang hanya ingin menyampaikan informasi kepada kita, dalam hal ini khususnya bidang
ilmiah, akan berkecenderungan untuk mempergunakan kata kata yang bersifat denotatif.
Sebab pengarahan yang jelas terhadap fakta yang khusus adalah tujuan utamanya. Ia
tidak mengijinkan interpretasi tambahan dari tiap pembaca, dan tidak akan membiarkan
interpretasi itu dengan memilih kata kata yang bersifat konotatif. Sebab, itu untuk
menghindari interpretasi yang mungkin timbul, penulis akan berusaha untuk memilih
kata dan konteks yang relatif bebas interpretasi (Keraf, 2007;28).
Karena setiap kata memiliki denotasi, maka penulis harus mempersoalkan
apakah kata yang dipilihnya sudah tepat. Ketepatan pilihan kata itu tampak
dari
kesanggupanya untuk menuntun pembaca kepada gagasan yang ingin disampaikan, yang
tidak memungkinkan interprestasi lain selain dari sikap pembicara dan gagasan-gagasan
yang akan disampaikan itu, memilih sebuah denotasi yang tepat, dengan sendirinya lebih
mudah dari memilih konotasi yang tepat. Seandainya ada kesalahan dalam denotasi,
maka hal itu mungkin disebabkan oleh kekeliruan atas kata-kata yang mirip bentuknya,
kekeliruan tentang antonim, atau kekeliruan karena tidak jelas maksud dan referennya
(Keraf, 2007:28-29).
Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, yaitu relasi antara
sebuah kata dengan barang individual dan relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau
perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya (Keraf, 2007:29).
  
10
2.2.2 Pengertian Makna Konotatif
Keraf juga menyebutkan pengertian dari makna konotatif adalah sebagai
berikut: Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif,
atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan
respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena
pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju – tidak setuju, senang – tidak senang dan
sebagainya pada pihak pendengar. Di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan
bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama.
Memilih makna konotasi, seperti sudah disinggung di atas, adalah masalah yang
jauh lebih berat bila dibandingkan dengan memilih denotasi, oleh karena itu, pilihan
kata atau diksi
lebih banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat konotatif. Bila
sebuah kata mengandung konotasi yang salah, misalnya kurus-kering untuk
menggantikan kata ramping dalam sebuah konteks yang saling melengkapi, maka
kesalahan semacam itu mudah diketahui dan diperbaiki. Sangat sulit adalah perbedaan
makna antara kata-kata yang bersinonim, tetapi mungkin mempunyai perbedaan arti
yang besar dalam konteks tertentu (Keraf, 2007;29).
Sering sinonim dianggap berbeda hanya dalam konotasinya. Kenyataannya tidak
selalu demikian. Ada sinonim-sinonim yang memang hanya mempunyai makna
konotatif. Misalnya kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, berpulang memiliki
denotasiyang sama yaitu “peristiwa di mana jiwa seseorang telah meninggalkan
badannya”. Namun kata meninggal, wafat, berpulang
mempunyai konotasi tertentu,
yaitu mengandung nilai kesopanan atau dianggap lebih sopan, sedangkan mangkat
  
11
mempunyai konotasi lain yaitu mengandung nilai “kebesaran” dan gugur mengandung
nilai keagungan dan keluhuran. Sebaliknya kata persekot, uang muka, atau
panjar
hanya mengandung makna denotatif (Keraf, 2007;29).
2.3 Teori Analisis Medan Makna
Menurut padangan F. de Saussure, pada awal analisis linguistik struktural para
linguis sangat dipengaruhi oleh psikologi asosionistik dalam pendekatan mereka
terhadap makna. Para linguis dengan intuisi mereka sendiri menyimpulkan hubungan
diantara seperangkat kata (Parera, 1991;137).
Bally (1974), seorang murid de Saussure, memasukan konsep medan asosiatif
dan menganalisisnya secara mendetail dan terperinci. Ia melihat medan asosiatif sebagai
satu lingkaran yang mengelilingi satu tanda dan muncul ke dalam lingkungan
leksikalnya. Ia mengambarkan kata ox
yang menyebabkan seseorang berpikir tentang
kata seperti cow, lalu makin jauh orang akan berpikir tentang plow, dan akhirnya tentang
strength, dan sebagainya. Misalnya dengan kata kerbau
mungkin seseorang akan
berpikir tentang kekuatan
atau kebodohan.
Jadi medan makna adalah satu jaringan
asosiasi yang rumit berdasarkan pada similaritas/kesamaan, kontak/hubungan, dan
hubungan-hubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata (Parera,1991;38).
Buah pikir F. de Saussure dan muridnya C. Bally juga buah pikir dari W. von
Humboldt,Weisgerber, dan R.M. Meyer telah menjadi inspirasi utama bagi J. Trier
dalam pengembangan Teori Medan Makna. Dalam bukunya tentang istilah-istilah bahas
ajerman, Der Deutsche Wortschatz im Sinnbezirk des Verstandes (1891), J. Trier
melukiskan vokabulari sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan-medan dan dalam
  
12
medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang jelas sehingga
tidak ada tumpang tindih antar sesama makna. Ia mengatakan bahwa medan makna itu
tersusun sebagai satu mosaik. Setiap medan makna itu akan selalu tercocokkan antar
sesama medan sehingga membentuk satu keutuhan bahasa yang tidak mengenal
tumpang tindih.
2.4 Teori Pengkajian Puisi
Waluyo (2002;1) membagi karya sastra menjadi tiga bagian, yaitu prosa, puisi dan
drama. Puisi adalah karya sastra tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia. 
Dilanjutkannya, puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat,
dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan dengan pemilihan kata-kata yang bersifat
kias (imajinatif). Kata-kata betul-betul terpilih agar memiliki kekuatan pengucapan.
Walaupun singkat atau padat, namun berkekuatan. Karena itu, salah satu usaha penyair
adalah memilih kata-kata yang memiliki persamaan bunyi (rima). Kata-kata itu mewakili
makna yang lebih luas dan lebih banyak. Karena itu, kata-kata dicarikan konotasi atau
makna tambahannya dan dibuat bergaya dengan bahasa figuratif.
2.4.1 Pengertian Lirik Lagu
Menurut Waluyo (2002;2) menyebutkan nyanyian-nyanyian yang banyak
dilagukan adalah contoh puisi yang populer. Bahasanya harus mudah dipahami karena
pendengar harus cepat memahami isi lagu itu sementara lagu didendangkan. Dalam puisi
konsentrasi bahasa lebih intens daripada prosa. Majas, rima, ritma, dan diksi disusun
secara lebih seksama dibandingkan dengan lirik-lirik lagu populer.
  
13
Dalam usaha memahami puisi, banyak puisi yang mampu bicara sendiri. Dalam
keadaan demikian,usaha pemahaman puisi tidak memerlukan acuan faktor di luar puisi
tersebut. Dalam hal demikian, pendekatan obyektif dapat digunakan dengan baik. Untuk
memahami puisi puisi besar yang sudah sangat terkenal, pendekatan obyektif yang dapat
digunakan, tanpa mengacu pendekatan lain. Akan tetapi, dalam puisi-puisi yang gelap
atau puisi-puisi yang bersifat khas, usaha pemahaman puisi tidak dapat memencilkan
karya puisi itu sendiri. Dengan kata lain, kita tidak dapat memandang puisi sebagai
sesuatu karya yang bersifat otonom. Karenanya faktor di luar puisi harus turut dijadikan
acuan pemahaman.
Ditambahkannya bahwa setiap puisi pasti berhubungan dengan penyairnya
karena puisi diciptakan dengan mengungkapkan diri penyair sendiri. Di dalam puisi,
lirik memberikan tema, nada, perasaan, dan amanat. Rahasia dibalik majas, diksi, imaji,
kata konkret, dan verivikasi akan dapat ditafsirkan dengan tepat jika kita berusaha
memahami rahasia penyairnya.
Dan kemudian peneliti di atas menyantumkan bahwa, yang dimaksud dengan
puisi adalah sebagai berikut:
a.
Dalam puisi terjadi pengkonsentrasian atau pemadatan segala unsur kekuatan
bahasa.
b.
Dalam penyusunannya, unsur-unsur bahasa itu dirapikan, diperbagus, diatur
sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi.
c.
Puisi adalah ungkapan pikiran dan perasaan penyair yang berdasarkan mood
atau pengalaman jiwa dan bersifat imajinatif.
d.
Bahasa yang digunakan bersifat konotatif. Hal ini ditandai dengan kata
konkret lewat pengimajian, pelambangan, dan pengiasan. Atau dengan kata
lain dengan kata konkret dan bahsa figuratif.
e.
Bentuk fisik dan bentuk batin puisi merupakan kesatuan yang bulat dan utuh
menyatu  tidak dapat dipisahkan dan merupakan kesatuan yang padu. Bentuk
fisik dan bentuk batin itu dapat ditelaah unsur-unsurnya hanya dalam
  
14
kaitannya dengan keseluruhan. Unsur-unsur itu hanyalah berarti dalam
totalitasnya dengan keseluruhan.
Waluyo (2002;25) juga menambahkan definisi puisi sebagai berikut:
“puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua
kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur
batinnya.”
Bentuk karya sastra puisi mempunyai struktur yang berbeda dengan prosa.
Perbedaan itu tidak hanya dari struktur fisiknya, tetapi juga dalam hal struktur batin.
Dalam hal struktur fisik dan struktur batin, penciptaan puisi menggunakan prinsip
pemadatan atau pengkonsentrasian bentuk dan makna
(Waluyo,2002;28-29). Dengan
demikian, penulis beranggapan bahwa lagu merupakan bagian dari puisi. Oleh karena itu,
dalam mengemukakan pengertian lagu, penulis menggunakan pemakaian puisi.
Bagian puisi, yaitu larik adalah baris di dalam puisi yang biasanya dikelompokkan
dalam bait-bait. Kemudian, yang dimaksud dengan bait adalah sekelompok larik yang
membentuk sebuah bagian puisi dan memiliki struktur yang sama dengan sejumlah atau
semua bagian lainnya di dalam puisi itu dari segi panjang lariknya dan rimanya. Sebuah
bait biasanya disusun terpisah dari bait lainnya (Waluyo,1995; hal 2). 
2.5 Teori Wacana
Dalam linguistik, teori wacana semakin dirasakan kehadirannya. Rasanya menjadi
tidak lengkap apabila sebuah paparan tentang kebahasaan tidak menyertakan teori
wacana itu. Bahkan, buku Tata Bahasa Indonesia Baku
menempatkan bab tentang
wacana secara mandiri sejajar dengan bidang tata bahasa lainnya, seperti kalimat dan
kata, sebuah terobosan dalam penulisan tata bahasa yang selama ini belum pernah
  
15
dilakukan. Buku-buku tata bahasa Indonesia yang disusun
oleh Sutan Takdir
Alisjahbana (STA), C.A. Mees, Gorys Keraf, dan lain-lain tidak pernah menempatkan
topik wacana dalam paparannya. Sebagai pisau analisis, teori wacana sudah banyak
digunakan dalam penelitian-penelitian sosial dan pendidikan. Dalam penelitian sosial,
misalnya, desain “analisis wacana” dan “analisis wacana kritis” sudah banyak digunakan
oleh para peneliti. Dalam penelitian pendidikan, khususnya penelitian pengajaran bahasa,
desain “analisis wacana” juga sudah banyak digunakan para peneliti untuk menjawab
persoalan-persoalan pengajaran. Teori wacana dan analisis wacana sudah bukan lagi
menjadi kapling bidang kebahasaan, tetapi sudah menjadi milik bidang-bidang yang lain.
Istilah wacana diambil  dari kata “discourse” secara luas digunakan dalam teori dan
analisis sosial untuk merujuk berbagai cara menstrukturkan pengetahuan (knowledge)
dan praktek sosial (Social Practice) (Brown and Yule, 1983; Coulthard, 1977). Seperti
yang dikemukakan oleh Faircoulgh (1992), wacana termanifestasikan melalui berbagai
bentuk khusus penggunaan bahasa dan simbol lainnya. Karena itu, wacana tidak dapat
dilihat sebagai sebuah cerminan atau perwakilan dari entitas dan hubungan sosial,
melainkan sebagai sebuah konstruksi atau semua itu. Wacana yang berbeda
mengkonstruksi entitas kunci secara berbeda pula. Bisa dimengerti apabila wacana yang
berbeda selalu memposisikan orang dalam cara yang berbeda sebagai subjek sosial.
Berdasarkan inilah yang menjadi pusat perhatian dari sebuah analisis wacana. Dengan
kata
lain, analisis wacana menekankan pada kajian bagaimana sebuah realitas sosial
dikonstruksikan melalui bahasa dan simbol lainnya menurut cara-cara yang tertentu dan
yang dipahami sebagai sebuah usaha sistematis untuk menimbulkan efek yang khusus.
  
16
Konsep wacana memang tidak bisa dilepaskan dari pemikiran sentral Foucault (1990)
yang melihat realitas sosial sebagai arena diskursif (discursive field) yang merupakan
kompetisi tentang bagaimana makna dan pengorganisasian institusi serta proses-proses
sosial itu diberi makna melalui cara-cara yang khas. Dalam pengertian yang demikian
ini, ”wacana merujuk pada berbagai cara yang tersedia untuk berbicara atau menulis
untuk menghasilkan makna yang didalamnya melibatkan beroperasinya kekuasaan untuk
menghasilkan objek dan efek tertentu ” (Weedon, 1987: 108). Dengan kata lain, wacana
melekatkan apa yang didefinisikan sebagai pengetahuan (knowledge) dan karena itu,
juga kekuasaan (power).
Melalui ini, wacana selalu menyertakan sebuah paket tentang kondisi-kondisi yang
membuat sesuatu menjadi mungkin dan kendala-kendala institusional serta aturan-aturan
internal tentang apa yang dapat dan tak dapat dikemukakan. Pemahaman tentang ikhwal
ini sangat penting untuk mengerti bagaimana apa yang dikemukakan dalam sebuah
pernyataan atau teks itu sesuai dengan seluruh jaringan yang di dalamnya memiliki
sejarah dan kondisinya sendiri tentang keberadaannya –sebuah sejarah yang tentu saja
berbeda maknanya dengan yang digunakan para filsuf dan sejarahwan (Barret, 1991:
126). Hasilnya, menurut Flax (1992) setiap wacana selalu memuat sesuatu yang
memungkinkan (enabling) dan membatasi (limiting).
Mengikuti pemikiran Foucault (1979, 1980), Flax (1992) melihat bahwa aturan-
aturan yang terdapat dalam sebuah wacana memungkinkan orang memproduksi sebuah
pernyataan dan menghasilkan klaim kebenaran atasnya. Walaupun begitu, aturan-aturan
itu pula lah yang mengharuskan orang untuk tetap berada di dalam sistem yang sedang
beroperasi dan hanya menghasilkan pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan aturan-
  
17
aturan itu. Karena itu, “sebagai sebuah kesatuan”, wacana tidak pernah salah atau benar
karena kebenaran yang diproduksi selalu kontekstual dan bergantung pada aturan-aturan
yang berlaku” (Flax, 1992: 452).
Hal terpenting lainnya yang patut dicatat dalam memahami wacana adalah
beroperasinya proses inklusi/eksklusi. Formasi wacana untuk tidak pernah merupakan
sekedar urutan pernyataan sebagaimana lazimnya ditemukan dalam pemahaman klasik
kita tentang gagasan, buku, sekolah dan semacamnya. Dalam setiap wacana selalu ada
sistem yang mengorganisasikan pengetahuan (dan karena itu “kebenaran”, dan karena
itu pula “realitas sosial”) dalam sebuah hierarkhi. Susunan hierarkhi inilah yang secara
sistematis menempatkan apa-apa saja yang dianggap patut –tak patut, benar-salah, betu-
keliru ke dalam makna-makna partikular menurut definisi dan aturan yang beroperasi
dalam wacana itu (Sparingga, 1997). Dalam prakteknya,aturan yang beroperasi dalam
wacana itu selalu melibatkan konsep yang oleh Edward Said (1978) disebut dengan
“other” –sebuah konstruksi realitas yang menempatkan kebenaran secara biner,
berhadap-hadapan, frontal dalam sebuah spektrum dimana yang satu atau mendevaluasi
(devalue), atau memarjinalkan (marginalise), atau bahkan membungkamkan (silencing)
yang lain.
2.6 Teori Depresi
Menurut American Psychiatric Association (2000), seseorang menderita gangguan
depresi jika:
1.
Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir
setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa)
atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
  
18
2.
Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan
sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan
subjektif atau pengamatan orang lain)
3.
Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih
dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
4.
Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5.
Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh
orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
6.
Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
7.
Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar
(bisa merupakan delusi) hampir setiap hari
8.
Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit
membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau
pengamatan orang lain)
9.
Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-
kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh
diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri
Ditambahkan pula oleh Murakami (2005, halaman 148):
??????????????????DSM-IV-TR?????????
???(??:major depression)????????major??????????
???????????????????????????????????
?????????????????????
major
?????(?)???
???????????????????????????????????
?????????????????DSM-IV-TR?????????????
?????????????????
?
Terjemahan:
Di dalam buku Diagnostic and statistical manual of mental disorders ????
??????disebut “depresi berat”.  Kata “Berat” di terjemahkan sebagai
???
itu
cukup menyusahkan. Mudah menyesatkan tetapi dapat menjatuhkan. Ini tidak berarti
bahwa kecil
adalah besar dalam arti atau "besar" dan "inti".
Ini tidak berarti "depresi
(ringan) bukanlah suatu penyakit, tetapi memperburuk depresi
mengganggu kehidupan
sosial, ini adalah penyakit mental. kriteria yang berbeda untuk keparahan gejala itu harus
dievaluasi oleh DSM-IV-TR.
  
19
2.7 Teori Keguguran
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah ”aborsi”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan seltelur dan sel sperma)
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Aborsi provocatus merupakan istilah lain
yang secara resmi dipakai dalamkalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu
proses pengakhiranhidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social,
Studies anda Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan” aborsi didefenisikan sebagai
penghentian kehamilan setelah
tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi rahim
(uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Secara umum, aborsi dapat dibagi dalam dua macam, yaitu pengguguran spontan
(spontanueous aborsi) dan pengguguran buatan
atau sengaja (aborsi provocatus),
meskipun secara terminologi banyak
macam aborsi yang bisa dijelaskan (C.B.
Kusmaryanto, 2002), menguraikan berbagai macam aborsi, yang terdiri dari:
1.
Aborsi/ Pengguguran kandungan Procured Abortion/ Aborsi Prvocatus/ Induced
Abortion, yaitu penghentian hasil kehamilan dari rahim sebelum janin bisa hidup
diluar kandungan.
2.
Miscarringe/ Keguguran, yaitu terhentinya kehamilan sebelum bayi hidup di luar
kandungan (viabilty).
  
20
3.
Aborsi Therapeutic/ Medicalis, adalah penghentian kehamilan
dengan indikasi
medis
untuk menyelamatkan nyawa ibu, atau
tubuhnya yang tidak bisa
dikembalikan.
4.
Aborsi Kriminalis, adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa
hidup di
luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain therapeutik, dan dilarang oleh
hukum.
5.
Aborsi Eugenetik, adalah penghentian kehamilan untuk meghindari
kelahiran
bayi yang cacat atau bayi yang mempunyai penyakit ginetis. Eugenisme adalah
ideologi yang diterapkan untuk mendapatkan keturunan hanya yang unggul saja
6.
Aborsi langsung -
tak langsung, adalah tindakan (intervensi medis)
yang
tujuannya secara langsung ingin membunuh janin yang ada dalam rahim sang
ibu. Sedangkan aborsi tak langsung ialah suatu tindakan (intervensi medis) yang
mengakibatkan aborsi, meskipun
aborsinya sendiri tidak dimaksudkan dan
bukan jadi tujuan dalam tindakan itu.
7.
Selective Abortion. Adalah penghentian kehamilan karena janin yang dikandung
tidak memenuhi kriteria yang diiginkan. Aborsi ini
banyak dilakukan wanita
yang mengadakan ”Pre natal diagnosis
yakni diagnosis janin ketika ia masih
ada di dalam kandungan.
8.
Embryo reduction (pengurangan embrio), pengguguran janin dengan
menyisahkan satu atau dua janin saja, karena dikhawatirkan
mengalami
hambatan perkembangan, atau bahkan tidak sehat perkembanganya.
9.
Partia Birth Abortion, merupakan istilah politis/hukum yang dalam istilah medis
dikenal dengan nama dilation and extaction. Cara ini
pertama-tama adalah
dengan cara memberikan obat-obatan kepada
wanita hamil, tujuan agar leher
  
21
rahim terbuka secara prematur. Tindakan selanjutnya adalah menggunakan alat
khusus, dokter
memutar posisi bayi, sehingga yang keluar lebih dahulu adalah
kakinya. Lalu bayi ditarik ke luar, tetapi tidak seluruhnya, agar
kepala bayi
tersebut tetap berada dalam tubuh ibunya. Ketika di
dalam itulah dokter
menusuk kepala bayi dengan alat yang tajam.
Dan menghisap otak bayinya
sehingga bayi mati. Sesudah itu baru disedot keluar.
Sedangkan menurut Simpson dan
Jauniaux
(2012), yang di sebut dengan
kehamilan adalah:
“Awal janin terbentuk adalah dari
segumpal darah, jika seorang ibu memiliki
kelainan dalam pembekuan darah maka pada waktu janin memasuki fase gumpalan
darah maka janin tidak akan terbentuk dan terjadi keguguran. Keguguran adalah fase di
mana bayi dalam kandungan sebelum minggu ke-24 kehamilan. Tanda-tanda keguguran
yang adalah mengalami pendarahan disertai kram dan kejang di perut.  Setelah itu,
Pendarahan biasanya akan berkurang dalam seminggu hingga 10 hari dan biasanya akan
berhenti selepas dua minggu.“