7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Dasar Perpajakan
2.1.1
Pengertian Pajak
Menurut undang undang perpajakan mendefinisikan, pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang
undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbalan (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur
unsur:
1.
Iuran dari rakyat kepada negara : yang berhak memungut pajak hanyalah
negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2.
Berdasarkan undang undang : pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan undang undang serta aturan pelaksanaannya.
3.
Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dari unsur unsur tersebut maka fungsi pajak yaitu :
1.
Fungsi Budgeter (Fungsi Anggaran)
Adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk
|
8
mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan
undang-
undang
berlaku yang
pada
waktunya akan
digunakan
untuk
membiayai pengeluaran
pengeluaran
negara,
yaitu pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan
digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.
. 2. Fungsi Regulerend ( Fungsi Mengatur )
Adalah
fungsi
bahwa
pajak
pajak
tersebut
akan
digunakan
sebagai
suatu alat
untuk mencapai
tujuan
tujuan tertentu
yang
letaknya di luar bidang keuangan. Fungsi ini umumnya dapat dilihat di
dalam sektor swasta
3.
Fungsi Demokrasi
Adalah suatu
fungsi
yang
merupakan salah satu penjelmaan
atau wujud
sistem gotong-royong,
termasuk
kegiatan pemerintahan
dan
pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi pada
masa sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila
akan memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila seseorang
telah melakukan kewajibannya membayar pajak kepada negara
sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai
hak
pula
untuk
mendapatkan
pelayanan
yang
baik,
pembayar pajak bisa melakukan
protes (complaint) terhadap pemerintah dengan mengatakan bahwa ia
telah membayar pajak.
4.
Fungsi Distribusi
Merupakan
fungsi
yang
lebih
menekankan pada unsur
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat terlihat
|
9
misalnya
dengan
adanya tarif progresif yang mengenakan pajak lebih besar
kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih
kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih kecil
Fungsi
pajak
yang
ketiga
dan
keempat
seringkali
disebut
sebagai
fungsi tambahan karena kedua
fungsi tersebut bukan merupakan tujuan utama
dalam pemungutan
pajak. Akan tetapi dengan perkembangan masyarakat
modern fungsi ketiga dan keempat menjadi
fungsi
yang
juga sangat
penting,
tidak dapat dipisahkan dalam mewujudkan hak dan kewajiban masyarakat.
Pengelompokan pajak dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1.
Menurut Golongan
a.
Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung
Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh : Pajak penghasilan.
b.
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
2.
Menurut Sifat:
a.
Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam
arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.
Contoh : Pajak penghasilan (PPH)
|
10
b.
Pajak objektif
adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : PPN dan PPNBM
3.
Menurut Lembaga Pemungutmya
a.
Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara
Contoh : PPH, PPN dan PPnBM serta Bea Materai
b.
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak
Daerah terdiri atas:
-
Pajak propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
-
Pajak Kabupaten/kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak
Restoran
Contoh : pajak reklame dan pajak hiburan
2.1.2
Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011) sistem pemungutan pajak terdiri dari
1.
Official Assessment System
yaitu sistem pemungutan yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk
mementukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
2.
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang
|
11
3.
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.
2.2
Pajak Penghasilan
2.2.1
Definisi Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Ditunjau dari lembaga pemungutnya, Pajak penghasilan dikategorikan
sebagai pajak pusat, tetapi ditinjau dari sifatnya dikategorikan sebagai pajak
subjektif dan ditinjau dari golongannya dikategorikan sebagai pajak langsung
2.2.2
Subjek dan Objek pajak penghasilan
Subjek pajak
adalah siapa yang
dikenakan
pajak. Menurut Undang
undang
no.17
tahun
2000
tentang
pajak
penghasilan,
subjek
pajak
untuk
jenis
pajak
penghasilan terbagi atas :
a.
1. Orang pribadi atau perseorangan;
merupakan subjek pajak yang
bertempat tinggal di Indonesia maupun apabila
mereka tinggal di
Indonesia.
2.
Warisan
yang
belum
terbagi
sebagai
satu
kesatuan
menggantikan yang berhak; atas timbulnya warisan maka
munculah kewajiban pajak subjektif. Kewajiban
pajak
subjektif
warisan
yang
belum
terbagi
dimulai
pada
saat
Timbulnya
|
12
warisan yang belum
terbagi tersebut yaitu pada saat meninggalnya
pewaris, sehingga pemenuhan kewajiban perpajakannya melekat
pada warisan tersebut. Kewajiban pajak subjektif warisan berakhir
pada saat warisan dibagi kepada
ahli waris, dan sejak saat itu
kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
b.
Badan;
merupakan sekumpulan orang dan
atau
modal
yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak
melakukan usaha.
Namun ada pula
unit tertentu dari badan pemerintah yang dengan
kriteria tertentu
tidak
termasuk
dalam
golongan
yang
tidak
termasuk
dalam subjek pajak, kriterianya yaitu :
1. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang undangan yang
berlaku.
2. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau
APBD.
3. Penerimaan
lembaga
tersebut
dimasukkan
dalam
anggaran Pemerintah Pusat atau Daerah.
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.
c.
Bentuk
Usaha
Tetap; bentuk
usaha
yang digunakan
oleh
orang
pribadi
yang tidak
tinggal
/
berada
di
Indonesia
tidak
lebih
dari
183
(
seratus
delapan puluh tiga )
hari dalam jangka waktu
12 ( dua belas ) bulan atau badan
yang tidak didirikan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.
|
13
Subjek
pajak
dalam negeri
menjadi
wajib pajak
apabila
telah
menerima
atau memperoleh penghasilan. Sedangkan subjek pajak
luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak, sehubungan dengan penghasilan
yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia
atau
diperoleh
melalui
bentuk
usaha
tetap
di
Indonesia.
kewajiban setiap subjek pajak
untuk memenuhi segala peraturan dan
ketetapan perpajakan
dimulai
pada
saat
orang
pribadi
tersebut
dilahirkan,
berada,
atau
berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan pemenuhan
kewajibannya akan berakhir pada saat meninggal dunia atau
menginggalkan Indonesia untuk selama lamanya. Sedangkan
kewajiban subjektif badan
dimulai
pada
saat
badan
tersebut
didirikan
atau
bertempat
kedudukan di Indonesia
dan
berakhir pada
saat
dibubarkan atau
tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.
Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak dan menurut Undang
undang no.17
tahun
2000
tentang
pajak
penghasilan,
objek pajaknya adalah
penghasilan yang merupakan
setiap
tambahan
kemampuan
ekonomi
yang
diterima atau diperoleh Wajib pajak,
baik
yang
berasal
dari
Indonesia
maupun
dari
luar
negeri
yang
dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk
apapun.
Penggolongan
yang
lebih
rinci
tentang
penghasilan menurut
pasal 4 Undang undang no.36 tahun 2008 yaitu sebagai berikut:
1. Penggantian
atau
imbalan
berkenaan
dengan
pekerjaan
atau
jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikas,
uang
pensiun,
atau
imbalan
dalam bentuk
lainnya,
kecuali ditentukan lain dalam
Undang-
|
14
undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk :
a. Keuntungan
karena
pengalihan
harta
kepada
perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham
atau
penyertaan modal.
b.
Keuntungan
yang
diperoleh perseroan, persekutuan
dan
badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
c.
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan usaha.
d. Keuntungan karena pengalihan
harta berupa hibah, bantuan
atau
sumbangan,
kecuali
yang
diberikan
kepada
keluarga
sedarah
dalam garis keturunan
lurus
satu
derajat,
dan
badan
keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan
oleh
Menteri
Keuangan,
sepanjang
tidak
ada
hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antar pihak
pihak yang bersangkutan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya.
6.
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
|
15
7.
Dividen dengan
nama dan dalam bentuk
apapun,
termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang,
kecuali sampai
dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi asuransi.
15. Iuran
yang
diterima
atau
diperoleh
perkumpulan
dari
angootanya
yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas.
16. Tambahan
kekayaan
netto
yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang
Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia.
2.2.3
Penghasilan yang Dikenakan Pajak Bersifat Final
Penghasilan
yang
dikenakan
pajak
final
ialah penghasilan-
penghasilan yang terdapat dalam pasal
4
ayat
2
UU
no
17
tahun
2000
sebagaimana telah diubah menjadi Undang- Undang no 36 tahun 2008, yaitu:
|
16
a.
penghasilan
berupa
bunga
deposito
dan
tabungan
lainnya,
bunga
obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b.
penghasilan berupa hadiah undian.
c.
penghasilan
dari
transaksi
saham
dan
sekuritas
lainnya,
transaksi
derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya
yang
diterima oleh perusahaan modal ventura.
d.
penghasilan
dari
transaksi
pengalihan
harta
berupa
tanah
dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha
real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan.
e.
penghasilan tertentu lainnya.
2.2.4
Penghasilan Bukan Objek Pajak
Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak adalah penghasilan-
penghasilan yang terdapat
dalam pasal
4
ayat
3
UU
no
17
tahun
2000
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang no 36 tahun 2008, yaitu:
a.
1) bantuan atau sumbangan,
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis
keturunan lurus
satu
derajat,
badan
keagamaan,
badan
pendidikan,
badan
sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan
usaha
mikro
dan
kecil, yang
ketentuannya
diatur
dengan
atau
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan,
sepanjang
tidak ada
hubungan
dengan
usaha, pekerjaan,
kepemilikan,
atau
|
17
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b. warisan.
c.
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal.
d.
penggantian
atau
imbalan
sehubungan
dengan
pekerjaan
atau
jasa
yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
e. pembayaran
dari
perusahaan
asuransi
kepada
orang
pribadi
sehubungan
dengan asuransi
kesehatan, asuransi
kecelakaan,
asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
f.
dividen
atau
bagian
laba
yang
diterima
atau
diperoleh
perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara,
atau
badan
usaha milik
daerah,
dari
penyertaan
modal
pada
badan
usaha yang
didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
1.
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2.
bagi
perseroan
terbatas,
badan
usaha
milik
negara
dan
badan
usaha
milik daerah
yang
menerima
dividen,
kepemilikan
saham
pada
badan
yang memberikan dividen paling rendah 25%
(dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
g.
iuran
yang
diterima
atau
diperoleh
dana
pensiun
yang
pendiriannya
telah disahkan
Menteri
Keuangan,
baik
yang dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai.
h.
penghasilan
dari
modal
yang
ditanamkan
oleh
dana
pensiun
|
18
sebagaimana dimaksud
pada
huruf
g,
dalam bidang-bidang
tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif.
j.
penghasilan
yang
diterima
atau
diperoleh
perusahaan
modal
ventura
berupa bagian
laba
dari
badan
pasangan
usaha
yang
didirikan
dan
menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan
syarat badan pasangan usaha tersebut:
1.
merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah,
atau
yang
menjalankan kegiatan dalam
sektor -
sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
k.
beasiswa
yang
memenuhi
persyaratan
tertentu
yang
ketentuannya
diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
2.2.5
Biaya Fiskal dan Non Fiskal
Semakin besar biaya yang tidak dapat dikurangkan
dari
penghasilan
bruto menyebabkan
penghasilan
sebelum pajak
akan
lebih
besar
dari
yang
sesungguhnya dan hal
itu akan
mengakibatkan pajak
yang terutang akan
lebih
besar.
Oleh
karena
itu,
perlu diketahui
apa
saja
biaya
yang
dapat
diakui
maupun
yang
tidak
dapat
diakui
sebagai biaya dalam perpajakan agar
tidak
terjadi
kesalahan
dalam perencanaan
pajak. Biaya- biaya
yang
dapat
diakui
sebagai
biaya
dalam
perpajakan
tercantum
dalam
UU
no
17 tahun
2000
|
19
sebagaimana
telah
diubah
menjadi
UU
PPh
no
36
tahun
2008
pasal
6
ayat
(1), yaitu:
a.
biaya
yang
secara
langsung
atau tidak
langsung berkaitan
dengan
kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan.
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang.
3. bunga, sewa, dan royalti.
4. biaya perjalanan.
5. biaya pengolahan limbah.
6. premi asuransi.
7. biaya
promosi
dan
penjualan
yang
diatur
dengan
atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
8. biaya administrasi.
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b. penyusutan
atas
pengeluaran
untuk
memperoleh
harta
berwujud
dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa
manfaat
lebih
dari
1
(satu)
tahun
sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
11 dan Pasal 11A.
c.
iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
d.
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan
atau
yang
dimiliki
untuk
mendapatkan,
|
20
menagih, dan memelihara penghasilan.
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f.
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial;
2. Wajib
Pajak
harus
menyerahkan
daftar
piutang
yang
tidak
dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3.
telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau instansi
pemerintah
yang
menangani piutang
negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan
debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa
utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k. yang pelaksanaannya
diatur
lebih
lanjut
dengan
atau
berdasarkan
Peraturan
Menteri Keuangan.
Sedangkan
biaya-biaya
yang
tidak
dapat
diakui
sebagai
biaya
dalam
perpajakan tercantum
dalam
UU
no
17
tahun
2000
sebagaimana
telah diubah
menjadi UU PPh no 36 tahun 2008 pasal 9 ayat (1), yaitu:
|
21
a. pembagian
laba
dengan
nama
dan
dalam
bentuk
apapun
seperti
dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b.
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. cadangan
piutang
tak
tertagih
untuk
usaha
bank
dan
badan
usaha
lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan
hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan
anjak piutang.
2.
cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan
sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6. cadangan
biaya
penutupan
dan
pemeliharaan
tempat
pembuangan
limbah industri
untuk usaha pengolahan
limbah
industri, yang
ketentuan
dan syarat-syaratnya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
d. premi
asuransi kesehatan,
asuransi
kecelakaan,
asuransi jiwa,
asuransi
dwiguna, dan
asuransi
bea
siswa,
yang
dibayar
oleh
Wajib
Pajak
orang
pribadi,
kecuali
jika
dibayar
oleh
pemberi
kerja
dan
premi
tersebut
dihitung
sebagai
penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
|
22
diberikan dalam bentuk
natura
dan
kenikmatan,
kecuali
penyediaan
makanan
dan
minuman bagi
seluruh
pegawai
serta
penggantian
atau
imbalan
dalam bentuk
natura
dan kenikmatan di daerah tertentu dan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f.
jumlah
yang
melebihi
kewajaran
yang
dibayarkan
kepada
pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
g.
harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
4
ayat
(3)
huruf
a
dan
huruf
b,
kecuali
sumbangan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal
6
ayat
(1)
huruf
i
sampai
dengan
huruf
m serta zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau
disahkan
oleh
pemerintah
atau
sumbangan
keagamaan
yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah,
yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
h. Pajak Penghasilan.
i.
biaya
yang
dibebankan
atau
dikeluarkan
untuk
kepentingan
pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
j.
gaji
yang
dibayarkan
kepada
anggota
persekutuan,
firma,
atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. sanksi
administrasi
berupa
bunga,
denda,
dan
kenaikan
serta
sanksi
pidana berupa
denda
yang
berkenaan
dengan
pelaksanaan
|
23
perundang-undangan
di bidang perpajakan.
Istilah Daftar Nominatif banyak ditemukan dalam peraturan perpajakan
Indonesia. Penggunaan istilah ini banyak ditemukan dalam pasal-pasal peraturan
yang berhubungan dengan pemeriksaan pajak, bentuk pelaporan yang disampaikan
kantor pajak, serta persyaratan agar sebuah biaya dapat diperkenankan menjadi
pengurang penghasilan bruto (deductible expense). Tulisan ini memfokuskan
pembahasan daftar nominatif sebagai syarat agar sebuah biaya dapat diakui sebagai
pengurang penghasilan bruto.
Beberapa jenis biaya yang diwajibkan dilengkapi dengan daftar nominatif
adalah sebagai berikut :
1.
Biaya Entertainment
Biaya entertainment adalah biaya yang diperuntukan untuk menjamu relasi
atau rekanan bisnis perusahaan. Pada dasarnya biaya ini diakui sebagai
biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
sepanjang pengeluaran tersebut sesuai dengan kelaziman dan
kewajaran dalam praktek dunia usaha sesuai dengan adat kebiasaan
pedagang yang baik. Biaya entertainment
menjadi pengurang
penghasilan bruto jika dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak serta dapat
dibuktikan kebenarannya, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang biaya
entertainment dan sejenisnya
|
24
2.
Biaya Promosi
Biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan
oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan
pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk
mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
Sesuai pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
02/PMK.03/2010 besarnya biaya promosi yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah :
1)
biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
2)
biaya pameran produk;
3)
biaya pengenalan produk baru;dan/atau
4)
biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
3.
Biaya Piutang yang Nyata-nyata Tidak Dapat Ditagih
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang
timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usaha
perusahaan, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan
upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.
Berkaitan dengan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dijelaskan
dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010
yang menyebutkan bahwa Piutang yang nyata-nyata, tidak dapat ditagih dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi
persyaratan :
a.
telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
|
25
b.
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan
perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah
yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu.
2.2.6
Biaya yang diakui 50%
Keputusan DJP no KEP-220/PJ./2002
Menurut Pasal 1 nomor (1) dan (2), dan Pasal 3 nomor (1) dan (2) Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep 220/PJ./2002 Tentang Perlakuan Pajak
Penghasilan Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan
Perusahaan dijelaskan bahwa :
Pasal 1
(1) Atas biaya perolehan atau pembelian
telepon seluler yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima
puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui
penyusutan aktiva tetap kelompok I.
|
26
(2) Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon
seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu
karena jabatan atau pekerjannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan
sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau
pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Pasal 3
(1) Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan
atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai
tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau
pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II.
(2) Atas
biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk
pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai
biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya
pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan.
2.2.7
Tarif Perhitungan PPH badan
Tarif pajak PPh badan sekarang tidak progesif lagi, dan rata menjadi
25% dikali dpp. Tetapi terdapat pasal yang mengatur untuk pengurangan pph,
yaitu 31 E. Penghasilan yang dibawah 50m akan mendapatkan keringanan
50% terhadap penghasilannya yang sebesar 4,8m menjadi tarif nya hanya
12,5 sisa dari 4,8m tersebut tetap terkena 25%. Di atas 50M tidak dapat
menggunakan pasal 31 E.
|
27
2.3
Perencanaan Pajak
2.3.1
Definisi Perencanaan Pajak dan Tujuan
Perencanaan
pajak
adalah
tahap
pertama
dalam manajemen
pajak.
Strategi manajemen
pajak
disusun
pada
saat
perencanaan. Oleh karena itu,
pengumpulan dan penelitian ketentuan peraturan perpajakan dilakukan pada
tahap ini. Dari penelitian tersebut akan diketahui
jenis
tindakan
penghematan pajak. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang dapat
dilakukan Wajib Pajak. Tindakan tersebut legal karena penghematan pajak
hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur.
Tujuan
dari
perencanaan
pajak
pada dasarnya
adalah
untuk
meminimalkan beban pajak yang terutang oleh Wajib Pajak tanpa melanggar
ketentuan dan pertauran Perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Suatu perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban
pajak
yang
minimal
melalui penghematan
pajak
(tax
saving) dan atau penghindaran
pajak (tax aviodance) yang dapat diterima oleh aparat perpajakan, dalam arti
hal-hal
tersebut
diatas dapat dilakukan untuk meminimalkan beban pajak
secara legal, karena dilakukan sepanjang sesuai dengan peraturan perpajakan
yang berlaku.
2.3.2
Tahapan Perencanaan Pajak
Tiga hal
yang harus diperhatikan dalam
melakukan
perencanaan pajak :
1. Perencanaan
pajak
yang
dilakukan
untuk
menghemat
pajak
tidak
melanggar peraturan Perundang-undangan
Perpajakan agar
tidak
mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
|
28
2. Perencanaan pajak
yang dilakukan secara bisnis harus masuk akal
agar tidak memperlemah perencanaan pajak tersebut.
3. Perencanaan pajak
yang dilakukan harus mempunyai bukti-bukti
pendukung yang memadai, seperti faktur dan lain-lain.
Dalam membuat
suatu
perencanaan pajak
sebagaimana
strategi perencanaan perusahaan
secara
keseluruhan
juga
harus
memperhitungkan
adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun
internasional, maka agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai
dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan
berdasarkan tahapan berikut :
1.
Menganalisis informasi yang ada. Tahap pertama adalah menganalisis
komponen yang berbeda atas pajak yang ada dan menghitung seakurat
mungkin beban pajak yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak.
2.
Membuat suatu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya
pajak.
3.
Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak.
Sangat penting
dilakukan
evaluasi untuk melihat keberhasilan suatu perencanaan pajak dalam
mengefesiensikan beban pajak
4.
Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak. Setelah
Melakukan evaluasi kita bisa mencari dan memperbaiki kembali
rencana pajak dan melihat dengan peraturan terbaru karena peraturan
pajak sering mengalami perubahan.
5.
Memutakhirkan rencana pajak. konsekuensi yang perlu dilakukan
sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan
memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang
maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu
|
29
mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada
saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk
memperoleh manfaat yang potensial.
2.3.3
Laporan Keuangan Komersial Dan Fiskal
Perbedaan
dalam penyusunan
laporan
keuangan
menurut
standar
akuntansi
dan peraturan
perpajakan
menyebabkan
timbulnya
perbedaan
terhadap
hasil
laba
akhir
yang merupakan
penghasilan kena pajak, sehingga
dilakukan koreksi atas penyusunan laporan tersebut.
Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang kita
gunakan tanpa mengikuti standarstandar perpajakan, sedangkan laporan
keuangan fiskal adalah laporan keuangan setelah mengikuti peraturan
perpajakan.
Koreksi tersebut bisa menjadi
koreksi positif atau koreksi negatif.
Koreksi positif apabila koreksi tersebut akan menambah laba, sedangkan
koreksi negatif apabila akan membuat laba berkurang. Yang mengakibatkan
PPh yang terutang akan menjadi berbeda, Karena Dpp nya berubah.
Seperti dalam menghitung penyusutannya pun berbeda antara
komersial dan fiskal. Dalam penyusutan fiskal dalam pembagian nya
dikelompokkan seperti pada Tabel 2.1 , Sedangkan untuk komersial tergantung
barang tersebut. Sedangkan dalam fiskal tidak mengenal adanya residu atau
nilai sisa, Sedangkan dalam komersial nilai sisa diakui.
2.3.4
Strategi Mengefesiensikan Beban PPH Badan
Beberapa alternatif strategi yang biasa digunakan dalam
mengefisiensikan beban PPh Badan adalah:
|
30
1)
Pembukuan, cash basis atau accrual basis.
Perbedaan antara basis accrual dan basis kas menurut versi perpajakan
adalah terletak
pada
biaya
administrasi dan umum. Pada
basis
akrual
biaya
administrasi dan
umum dibebankan
pada
saat
timbulnya
kewajiban,
sedangkan
pada
basis
kas biaya
tersebut
dibebankan
saat
pembayaran. Maka dari sisi efisiensi
pajak
lebih menguntungkan
memilih accrual basis.
2)
Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian
kesejahteraan
kepada karyawan. Strategi
efisiensi
PPh
Badan
yang
berkaitan
dengan
biaya kesejahteraan karyawan bergantung dari
kondisi
perusahaan, seperti:
a.
Pada
perusahaan
yang
tax
income
nya
pada
tarif
tertinggi
dan
tidak
final, seminimal mungkin memberikan natura dan
kenikmatan ke karyawan karena tidak dibebankan sebagai biaya.
b.
Pada
perusahaan
yang
PPh
badannya
dikenakan
final,
sebaiknya
memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan
kenikmatan karena tidak termasuk
dalam
objek
PPh
pasal
21,
sedangkan
pengeluaran
untuk
pemberian natura dan kenikmatan
tidak mempengaruhi
besarnya
PPh
badan
karena dihitung
dari
prosentase atas penghasilan bruto sebelum dikurangi dengan biaya-
biaya.
c.
Jika
perusahaan
rugi,
pemberian
natura
dan
kenikmatan
akan
menurunkan PPh
21
sementara PPh
Badan tetap
nihil. Pemberian
natura
merupakan
salah satu pilihan untuk menghindari lapisan
maksimum.
|
31
3)
Pemilihan metode penilaian persediaan.
Untuk
efisiensi
pajak
terutama
dalam kondisi
inflasi,
maka
metode rata-rata
( average method ) akan menghasilkan harga pokok
penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode FIFO.
Harga pokok penjualan yang lebih tinggi akan
mengakibatkan
laba
kotor
menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga
menjadi lebih kecil.
4)
Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap.
Untuk pengefisiensian pajak dalam hal pengadaan aktiva tetap
dapat
dilakukan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi ( finance
lease/capital lease). Keuntungannya adalah jangka waktu nya lebih
pendek dari umur aktiva dan pembayaran
leasing
dapat
dibiayakan
seluruhnya ( lebih cepat dari pada dibiayakan melalui penyusutan jika
dibeli langsung )
5)
Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak
berwujud.
Dua metode yang digunakan adalah metode garis lurus dan
metode saldo menurun.
Untuk efisiensi pajak , perlu untuk
melihat
kondisi
perusahaan.
Jika perusahaan
dalam kondisi
laba
yang
tinggi
maka
metode
saldo
menurun menguntungkan
tetapi
jika
kondisi
perusahan dalam keadaan rugi, maka lebih baik memilih metode garis
lurus.
|
![]() 32
Tabel 2.1 Metode Penyusutan
Kelompok Harta Berwujud
Masa
Manfaat
Tarif Penyusutan
Garis Lurus
Saldo Menurun
I. Bukan bangunan.
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
25%
12.5%
6.25%
5%
50%
25%
12.5%
10%
II. Bangunan permanen
Bangunan tidak permanen
20 tahun
10 tahun
5 %
10%
6)
Transaksi yang berkaitan dengan witholding tax.
Dalam dunia
usaha,
seringkali
terjadi
transaksi
yang
mengharuskan
adanya pemungutan pajak dari pihak ketiga diman
pihak ketiga tidak bersedia dipotong pajaknya. Maka jika diketahui
oleh fiskus, perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar
withholding tax dimaksud
ditambah
denda
keterlambatan
penyetoran 2 % sebulan dari pokok pajak. Untuk itu, yang dapat
dilakukan perusahaan:
a.
Perusahaan
membayar
withholding
tax,
tapi
pajak
yang
dibayarkan
ini
tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
b.
Nilai
transaksi
di
gross
up,
sehingga
jumlah
transaksi
dalam
kontrak
sudah termasuk pajak yang dipungut. Atas jumlah pajak
yang dibayarkan boleh dibebankan sebagai biaya, kecuali untuk
PPh final dan dividen.
|
33
7)
Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar.
Pajak
Penghasilan
yang
dapat
dikreditkan atas
PPh
Badan
adalah
PPh
pasal
25, PPh yang dibayar sendiri maupun yang
dipungut oleh pihak lain yang sifatnya tidak final. Agar memenuhi
kelengkapan formal, maka setiap kali dilakukan pemotongan
pajak
oleh pihak
lain sebaiknya
langsung diminta Bukti Pemotongan
PPh-nya dan tidak perlu menunggu sampai akhir tahun.
|