9
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Investasi
2.1.1 Pengertian Investasi
Menurut Hartono (2011)
investasi adalah suatu bentuk penundaan konsumsi
saat ini
yang dimasukan kedalam proses produksi yang produktif dan hasilnya
digunakan untuk konsumsi masa depan. Sementara itu,
mengacu pada pendapat
Sunariyah (2011:4)
pengertian investasi dapat dikemukakan sebagai:
Usaha
seseorang untuk menanamkan modalnya pada satu atau lebih asset dengan harapan
akan mendapat keuntungan dari penanaman modal
tersebut. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa datang.
Pada umumnya keinginan seseorang untuk berinvestasi didasari oleh tiga motif,
yaitu: untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang,
mengurangi tekanan inflasi , serta sebagai dana untuk menghemat pajak.
Mengacu pada pendapat Sunariyah (2011) investasi dikelompokan ke dalam 2
jenis, yang pertama adalah investasi dalam bentuk asset
berwujud,
seperti emas,
property, ataupun barang-barang antic. Dan yang kedua adalah investasi dalam
bentuk financial asset, seperti saham, obligasi, atau surat berharga lainya.
2.1.2 Return
Pada umumnya tujuan
utama
investor dalam berinvestasi adalah
memaksimalkan return,
namun
tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus
|
10
dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor
berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung
risiko atas investasi yang dilakukannya.
Mengacu pada pendapat Hartono (2011) return
merupakan imbalan yang diperoleh
dari investasi, return dibedakan menjadi tiga. Pertama, return
yang telah terjadi (actual
return) yang dihitung berdasarkan historis. Kedua, return
yang diharapkan (Expected
return) akan diperoleh investor dimasa mendatang, dan yang ketiga adalah return total
yang merupakan selisih dari untung (rugi) dari suatu investasi.
Masih mengacu pada Hartono (2011)
return realisasi merupakan return yang
telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis
untuk
digunakan sebagai salah
satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi ini juga berguna sebagai dasar
penentuan return ekspektasi (expected return) yang merupakan return yang
diharapkan oleh investor di masa yang akan datang. Return realisasi diukur dengan
menggunakan return total (total return), relative
return, kumulatif return (return
comulative), dan return
yang disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan
return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu yang terdiri dari
capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan selisih untung (rugi) dari
harga investasi saat ini, dengan harga pada periode yang lalu.
2.1.3 Risk
Mengacu pada pendapat Hartono (2011) seorang investor hendaklah tidak hanya
menghitung return saja untuk suatu investasi. Risiko dari investasi juga perlu
diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang
tidak terpisah, karena
pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan
risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung,
semakin besar return yang harus dikompensasikan.
|
11
Risk atau risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau
kehancuran. Lebih luas, risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil
yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan.
Menurut pendapat Pasaribu (2008:2) ada 2 jenis risiko yang ditimbulkan dari
berinvestasi di pasar modal yaitu :
Systematic risk and unsystematic risk. Systematic risk as part of the change
n assets that can be connected to the common factor which is also referred to
as market risk
or risks which cannot be divided. Systematic risk is the
minimum level of risk that can be obtained for a portfolio through
diversification of a large number of randomly chosen assets. Unsystematic
risk is the risk that is unique to the company, such as labor strikes by the
workers' firm, natural disasters that befall the company, and other similar.
Yang artinya :
Risiko terbagi menjadi risiko sistematis dan risiko tidak sistematis.
risiko
sistematis adalah
bagian dari perubahan aktiva yang dapat dihubungkan
kepada faktor umum yang juga disebut sebagai risiko pasar atau risiko yang
tidak dapat dibagi. Risiko sistematis merupakan tingkat minimum risiko yang
dapat diperoleh suatu portofolio melalui diversifikasi sejumlah besar aktiva
yang dipilih secara acak. Risiko tidak sistematis adalah risiko yang unik bagi
perusahaan, seperti pemogokan kerja oleh pekerja perusahaan, bencana alam
yang menimpa perusahaan, dan sebagainya.
Namun menurut pendapat Tandelilin (2010) pada dasarnya risiko terbagi dalam
tiga jenis yaitu systematic risk, unsystematic risk, serta total risk. Systematic
risk,
disebut juga dengan market risk
atau risiko umum.
Risiko sistematis adalah risiko
yang bisa di
diversifikasikan
atau risiko yang sifatnya mempengaruhi secara
menyeluruh.
Sedangkan unsystematic risk, disebut juga dengan risiko spesifik atau
risiko yang
tidak
dapat di
diversifikasikan. Risiko yang tidak sistematis hanya
membawa dampak pada perusahaan yang terkait saja. Jika suatu perusahaan
mengalami unsystematic risk
maka kemampuan untuk mengatasinya masih akan
bisa dilakukan, karena perusahaan
bisa menerapkan berbagai strategi untuk
|
12
mengatasinya. Total risk
adalah gabungan atau penjumlahan antara systematic risk
dan unsystematic risk.
2.2 Pasar Modal
2.2.1 Pengertian Pasar Modal
Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, pasar modal di
definisikan sebagai Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Hartono
(2011:29),
mengartikan:
Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal
merupakan tempat bertemunya antara pembeli dan penjual dengan risiko untung dam
rugi.
Pada dasarnya pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan
maupun institusi lain (pemerintah), sebagai kegiatan berinvestasi. Dengan demikian
pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan
kegiatan lainnya.
Pasar modal yang maju dan berkembang merupakan impian banyak negara.
Untuk itu mereka berlomba memajukan pasar modal melalui berbagai kebijakan.
Mengacu pada pendapat
Darmadji, dan Fakhruddin
(2011) pasar modal memiliki
peran besar bagi perkonomian dan bisnis suatu negara,
karena pasar
modal
menjalankan dua fungsi sekaligus: fungsi perekonomian dan fungsi keuangan. Pasar
modal dikatakan memiliki fungsi perekonomian
karena pasar
modal
menyediakan
fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang
memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer, pihak
yang menerbitkan efek atau emiten). Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang
|
13
memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan
memperoleh imbal hasil (return), sedangkan pihak issuer dapat memanfaatkan dana
tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari
operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena
memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik
dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Selain yang telah disebutkan di
atas,
Menurut Darmadji, dan Fakhruddin,
(2011:2), pasar modal memberikan 5 manfaat yaitu :
Pertama, memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus
memungkinkan upaya diversifikasi.
Kedua, menyediakan leading indicator
bagi tren
ekonomi suatu negara.
Ketiga, memungkinkan penyebaran
kepemilikin perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
Keempat,
menciptakan lapangan kerja/ profesi yang menarik.
Kelima, membina iklim
keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses control social.
2.2.2 Saham
Menurut Darmadji, dan Fakhruddin (2011) saham adalah suatu tanda penyertaan
atas pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa seseorang atau lembagadisebut pemilik
perseroan jika mereka memiliki saham di perseroan tersebut.
Menurut pendapat Darmadji, dan Fakhruddin (2011) Jika ditinjau dari dari segi
kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas 2 jenis, yaitu : saham
biasa (common stock)
yaitu saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling
junior
dalam pembagian dividend
dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila
perusahaan tersebut di
likuidasi. Yang
kedua adalah saham preferren (preferred stock),
yaitu saham memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena
bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi bisa juga tidak
mendatangkan hasil seperti yang diinginkan investor.
|
14
2.2.2.1 Keuntungan Membeli Saham
Darmadji, dan Fakhruddin, (2011:9). Menjelaskan bahwa ada tiga keuntungan yang
diperoleh ketika seorang investor membeli atau memiliki saham, yaitu:
Dividend,
capital gain, dan saham bonus.
Dividend,
adalah pembagian
keuntungan yang diberikan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan
oleh perseroan. Dividend
yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividend
tunai dalam jumlah rupiah tertentu,
atau dapat pula berupa dividend
dalam
bentuk saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang investor akan
bertambah dengan adanya pembagian dividend
tersebut.
Sedangkan captal
gain, merupakan selisih antara harga beli dengan harga jual. Dimana hal ini
terbentuk melalui aktifitas perdagangan saham di pasar sekunder. Dan saham
bonus (jika ada), adalah saham yang dibagikan perusahaan kepada pemegang
saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih antara harga
jual terhadap harga nominal saham pada saat perusahaan melakukan
penawaran umum di pasar perdana.
2.2.2.2 Risiko Membeli Saham
Saham
dikenal dengan kharakteristik imbal hasil yang tinggi,
juga risiko yang
tinggi (high risk high return). Artinya, saham merupakan surat berharga yang
memberikan potensi keuntungan dan risiko yang tinggi. Di pasar sekunder atau dalam
aktifitas perdagangan saham sehari-hari harga saham mengalami
fluktuasi naik maupun
turun. Hal tersebut dapat membuat investor mengalami kerugian.
Adapun menurut
pendapat
Darmadji, dan Fakhruddin, (2011)
terdapat beberapa
risiko investor dalam berinvestasi disaham, pertama tidak mendapat dividend, potensi
investor untuk mendapatkan dividend sangat tergantung dari kinerja perusahaan. Jika
perusahaan mengalami kerugian maka perusahaan tidak dapat membagikan dividend.
Kemudian yang kedua, capital loss, ada kalanya investor harus menjual saham
dengan harga yang lebih rendah dari pada harga beli. Hal ini biasanya dilakukan
untuk menghindari potensi kerugian semakin besar seiring terus menurunnya harga
saham (cut loss). Selanjutnya yang ketiga, perusahaan gulung tikar atau di
likuidasi,
dalam kondisi perusahaan di
likuidasi, maka pemegang saham akam menempati
posisi lebih rendah dibandingkan kreditor atau pemegang obligasi. Maka
|
15
kemungkinan investor untuk mendapatkan haknya semakin kecil. Dan yang keempat
Saham dikeluarkan dari bursa, saham perusaham yang di-delist dari bursa biasanya
mempunyai kinerja yang buruk . serta yang terakhir, saham diberhentikan sementara,
biasanya saham yang di-suspend adalah saham yang mengalami suatu kondisi yang
tidak wajar. Suspend biasanya berlangsung dalam waktu yang relative singkat.
2.3
Index LQ-45
Hartono (2011:101), memberikan definisi sebagai berikut: Index adalah sebuah
indikator untuk mengamati pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas. Index
berfungsi sebagai indikator tren pasar, artinya pergerakan index
menggambarkan
kondisi pasar pada saat aktif atau lesu.
Mengacu pada pendapat
Darmadji, dan
Fakhruddin, (2011),
Sebuah index diharapkan memiliki 5 fungsi. Pertama, sebagai
indikator tren pasar.
Kedua, sebagai indikator tingkat keuntungan. Ketiga, sebagai
tolak ukur kinerja suatu portofolio.
Keempat, memfasilitasi pembentukan strategi
portofolio pasif. Kelima, memfasilitasi berkembangnya produk derivative.
Menurut Hartono (2011) pasar modal di Indonesia masih tergolong pasar modal
yang transaksinya tipis, hal ini dikarenakan banyak saham yang sebagian besar
kurang aktif diperdagangkan. Untuk itu pada tanggal 24 Februari 1997 diperkenalkan
index LQ-45 (Liquid-45).
Index
ini
terdiri atas 45 saham pilihan dengan mengacu
pada dua variabel, yaitu likuiditas perdagangan
dan kapitalisasi pasar. Bursa Efek
Indonesia secara rutin memantau perkembangan kinerja komponen saham yang
masuk dalam penghitungan index LQ45. Setiap tiga bulan sekali dilakukan evaluasi
atas pergerakan urutan saham-saham tersebut, dan setiap enam bulan
(setiap awal
bulan Februari dan Agustus)., terdapat saham-saham baru yang masuk dalam LQ-45
|
16
tersebut. Dengan demikian saham yang terdapat dalam index
tersebut akan selalu
berubah.
Index LQ-45 mempunyai tujuan sebagai pelengkap IHSG dan khususnya untuk
menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer
investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan
harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan.
2.3.1
Proses Seleksi Saham Index LQ-45
Sejak diluncurkan pada bulan Februari 1997 ukuran utama likuiditas transaksi
adalah nilai transaksi di pasar regular. Namun sesuai dengan perkembangan pasar,
dan untuk lebih mempertajam kriteria likuiditas, maka sejak review
bulan Januari
2005, jumlah hari perdagangan dan frekuensi transaksi dimasukkan sebagai ukuran
likuiditas. Sehingga kriteria suatu saham untuk dapat masuk dalam perhitungan index
LQ45
ditentukan kedalam empat tahap. Pertama, telah tercatat di BEI minimal 3
bulan.
Kedua, masuk dalam 60 saham berdasarkan nilai transaksi di
pasar regular,
dari 60 saham tersebut, 30 saham dengan nilai transaksi terbesar secara otomatis
akan masuk dalam perhitungan index
LQ45.
Untuk mendapatkan 45 saham akan
dipilih 15 saham lagi dengan menggunakan kriteria hari transaksi di pasar reguler,
frekuensi transaksi di pasar reguler dan kapitalisasi pasar. Ketiga, dari 30 sisanya,
dipilih 25 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler. Dari 25 saham tersebut
akan dipilih 20 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler.
Keempat,
dari 20 saham tersebut akan dipilih 15 saham berdasarkan kapitalisasi pasar,
sehingga akan didapat 45 saham untuk perhitungan index
LQ45.
Selain melihat
kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar tersebut di atas, akan dilihat juga keadaan
keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut.
|
17
2.4 Portofolio Efisien dan Optimal
Didalam pembentukan portofolio,
umumnya
investor selalu ingin
memaksimalkan expected return
dengan tingkat risisko tertentu yang bersedia
ditanggungnya, atau mencari
portofolio yang menewarkan risiko terendah dengan
tingkat
return tertentu. Karakteristik tersebut disebut juga sebagai porofolio efisien
(Tandelilin 2010:157).
Dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa portofolio
efisien adalah portofolio yang menyediakan return
maksimal bagi investor dengan
tingkat risiko tertentu, atau portofolio yang menawarkan risiko terendah dengan tingkat
return tertentu.
Dalam pembentukan sebuah portofolio yang efisien kita harus mengasumsikan
tentang bagaimana perilaku investor dalam pembuatan keputusan investasi yang
diambilnya. Salah satu asumsi yang paling penting adalah bahwa seorang investor
relative
tidak menyukai risiko. Investor seperti ini jika dihadapkan pada dua pilihan
investasi yang menawarkan return
yang sama dengan risiko yang berbeda, akan
cenderung memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah (lain hal nya jika tingkat
return yang ditawarkan berbeda).
Mengacu pada
pendapat Hartono (2011) yang menyatakan bahwa portofolio
yang terbaik adalah portofolio optimal.
Hal ini dapat dimengerti karena suatu
portofolio efisien hanya mempunyai satu faktor yang baik, yaitu faktor return
atau
faktor risiko, bukan keduanya.
Sedangkan menurut pendapat
Hartono (2011) portofolio optimal adalah
portofolio yang dipilih investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada portofolio
efisien. Tentunya portofolio yang dipilih investor adalah
portofolio dengan kombinasi
return ekspektasian terbaik dan risiko yang dapat diterima.
|
18
2.5 Single Indeks Model
Metode
Single Index Model
(SIM)
adalah metode yang dikembangkan oleh
Sharpe
pada tahun 1963. Metodea
ini
memberikan sebuah alternatif analisis varian
yang lebih mudah jika dibandingkan dengan analisis model Markowitz, lewat SIM,
kita dapat menentukan efficient set portofolio
dengan kalkulasi yang lebih mudah,
karena SIM
menyederhanakan jumlah dan jenis input (data), serta prosedur analisis
untuk menentukan portofolio yang optimal. Di samping itu, metode
ini
dapat juga
digunakan untuk menghitung return ekspektasi dan juga risiko portofolio. Metode ini
mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian antara dua efek atau lebih akan
berkorelasi--yaitu akan bergerak bersama--
dan mempunyai reaksi yang sama
terhadap satu faktor atau single index yang dimasukkan dalam metode.
Menurut Hartono (2011:340) Metode ini mengaitkan perhitungan return setiap
asset pada return index pasar. Secara matematis, metode single index adalah sebagai
berikut:
Ri = a
i
+ ß
i
.
Rm + ei
..(2.1)
Dimana:
Ri = return sekuritas i
Rm = return indeks pasar
a
i = bagian return sekuritas i yang tidak dipengaruhi kinerja pasar
ßi = ukuran kepekaan return sekuritas i terhadap perubahan return pasar
ei = kesalahan residual
Masih Menurut Hartono (2011) Perhitungan return sekuritas dalam metode
single index
model
melibatkan dua komponen utama, yaitu komponen return yang
terkait dengan keunikan perusahaan, yang dilambangkan dengan
a
i, dan komponen
return yang terkait dengan pasar, yang dilambangkan dengan ßi.
|
19
2.6 Contant Correlation Model
Proses pembentukkan portofolio optimal dengan menggunakan metode constant
correlation pada tahapan awal mirip dengan penggunaan metode single index model.
Perbedaan kedua metode
tersebut baru terlihat saat proses penentuan peringkat
saham yang akan masuk dalam portofolio.
Pada metode single index model saham yang memenuhi peringkat excess return
to betta positive akan dimasukan ke dalam pemilihan portofolio sementara. Namun
pada metode
constant correlation bukan excess return to betta
(ERB)
yang
digunakan
melainkan excess return to standard deviation (ERS).
Sehinnga
penggunaan betta digantikan dengan standar deviation. Menurut pendapat Rosdiana
(2012:39) : Standar deviasi adalah suatu angka yang mencerminkan total risiko dari
investasi. Semakin besar angka standar deviasi berarti semakin besar fluktuasi harga
suatu sekuritas.
Perbedaan lainnya juga nampak pada perhitungan
cut-off rate (Ci).
Pada metode
constant correlation terlebih dahulu
diharuskan untuk mencari nilai ?, yang merupakan
symbol
koefisien korelasi antara tiap-tiap pasang saham di antara saham-saham yang
memiliki excess return to
standar
deviation positive,
dimana koefisien korelasi ini
diasumsikan konstan.
Dengan adanya ? maka
dianggap telah menggambarkan
pergerakan bersama secara berpasangan antara saham-saham,
karena koefisien korelasi
adalah suatu ukuran statistik yang menunjukkan pergerakan bersamaan relatif antara dua
variabel.
Mengacu pada pendapat Rosdiana (2012)
dalam konteks diversifikasi
ukuran
ini akan menjelaskan sejauh
mana return dari suatu sekuritas terkait satu dengan yang
lainnya.
|
20
2.7 Indeks Sharpe
Melihat kinerja sebuah portofolio tidak bisa hanya melihat tingkat return yang
dihasilkan portofolio tersebut, tetapi kita juga harus memperhatikan faktor-faktor lain
seperti tingkat risiko portofolio tersebut.
Dengan berdasarkan teori pasar modal,
beberapa ukuran kinerja portofolio
sudah memasukkan factor return
dan risiko
dalam penghitungannya.
Salah satu ukuran kinerja portofolio yang sudah
memasukkan faktor risiko adalah metode indeks Sharpe.
Sementara itu, Pasaribu (2009:12) memberikan pendapat mengenai indeks
sharpe sebagai berikut:
Measurement of the performance of a mutual fund can be done by two
methods namely the coefficient index, index of Sharpe and Treynor Index.
Sharpe index measurement method, based on what is called the risk premium
or risk premium. Risk Premium is the difference (difference) between the
average portfolio return and risk-free investment (risk-free asset). Sharpe
index of risk premium by dividing the standard deviation of the portfolio
during the measurement, where the standard deviation is a total risk. Thus,
Shape measure of risk premium generated from each unit of the risks that
exist. With these calculations, the higher the measurement value, the better the
resulting performance.
Yang artinya :
Pengukuran dengan metode indeks Sharpe, didasarkan pada apa yang
disebut premium
atas risiko atau risk premium. Premium
risiko adalah
perbedaan (selisih) antara return rata-rata portofolio dan investasi bebas risiko
(risk free asset). Indeks Sharpe membagi risk premium dengan standar deviasi
portofolio selama pengukuran, dimana standar deviasi merupakan risiko total.
Dengan demikian, Shape mengukur risk premium yang dihasilkan dari setiap
unit risiko yang ada.
Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hirt, Geoffrey A. dan
Block, Stanley B. (2008) : In the sharpe approach, the excess return on a portofolio
are compared with the portofolio standard deviation. Yang artinya dalam
pendekatan sharpe excess return
(expected return
dikurang dengan risk free)
|
![]() 21
portofolio dibagi dengan standar deviasi dari portofolio. Yang dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut :
..(2.2)
Keterangan :
Si = indeks Sharpe
ER = expected return portofolio
RF = risk free
si = standar deviasi portofolio
2.8 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang mengkaji tentang pembentukan portofolio saham optimal
dengan metode single indeks model
dan constant correlation
telah banyak dilakukan
oleh para peneliti terdahulu, di antaranya :
1.
Penelitian Widyantini (2005),
dilakukan dengan memilih sampel saham-saham
yang tergabung dalam LQ-45, dengan periode pengamatan harga-harga
saham mingguan selama 2 tahun, yaitu mulai Januri 2003 sampai dengan
Desember 2004. Ada 17 saham yang masuk kedalam portofolio yang
dibentuk dengan single index model dengan return
portofolio sebesar
2,382019 %, dengan risiko sebesar 4,117439%. Sedangkan portofolio yang
dibentuk dengan constant correlation
memiliki 13 saham yang memenuhi
kriteria pemilihan return portofolio, dengan return
portofolio sebesar
2.523737% dan risiko sebesar 4,08%. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
portofolio yang dibentuk dengan single index model
memiliki kinerja yang
|
22
lebih baik jika dibandingkan dengan portofolio yang dibentuk constant
correlation. Penelitian yang dilakuakan Widyantini tidak melakukan
perhitungan kriteria tambahan seperti yang dilakukan di dalam penelitian ini,
sehingga saham-saham pembentuk portofolio jauh lebih banyak dari
penelitian ini. Selain hal tersebut penggunaan periode harga saham dan risk
free juga menjadikan pembeda penelitian yang dilakukan Widyantini dengan
penelitian ini.
2.
Penelitian Umanto Eko (2008), penelitian ini menggunakan data transaksi
harian saham yang tergabung di LQ-45 selama periode 2002 sampai dengan
2007. Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa portofolio yang
dibentuk dengan constant correlation
lebih unggul jika dibandingkan dengan
portofolio yang dibentuk single index model. Hal ini dikarenakan dengan 4
saham yang masuk kedalam portofolio yang dibentuk dengan constant
correlation menghasilkan expected return yang 2.298% lebih besar dari pada
portofolio yang dibentuk dengan single index model yang memiliki 13 saham
pembentuk portofolio. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Umanto tidak
melakukan pengujian statistic paired sample t-test seperti yang dilakukan di
dalam penelitian ini, sehingga tidak mengetahui apakah terdapat perbedaan
yang signifikan antara portofolio yang dibentuk dengan kedua metode
tersebut. Selain hal tersebut penggunaan periode harga saham dan risk free
juga menjadikan pembeda
penelitian yang dilakukan Umanto dengan
penelitian ini.
3.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Felix (2011) menggunakan Single
Index Model dalam pembentukan portofolio optimal saham dari index LQ45
pada periode 2008-2010. Menyimpulkan bahwa bahwa hasil return
yang didapat
|
23
sebesar 113% ditahun 2010, serta 32%, ditahun 2011.
Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan Felix terletak pada metode yang digunakan
dan periode penggunaan harga saham.
4.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Riska Rosdiana (2012)
menggunakan single index model dan constant correlation. Penelitian ini
mengambil sampel saham-saham yang masuk ke dalam indeks JII selama 4
periode berturut-turut dari bulan Januari 2006Juni 2010
dengan
menggunakan data saham perbulan. Berdasarkan hasil uji hipotesis beda rata-
rata (uji t) menunjukan bahwa tingkat return dan riiko portofolio optimal
yang dibentuk dengan menggunakan single index model tidak berbeda secara
signifikan dengan tingkat return yang dibentuk dengan constant correlation.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Rosdiana terletak
pada penggunaan periode harga saham, index
yang digunakan dan risk free
yang dipakai.
|
![]() 24
2.9 Kerangka Pemikiran Teoritis
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Pemikiran Teoristis
Mulai
Pengelompokan Data
Data yang diperlukan berkaitan dengan harga penutupan saham- saham LQ-45,
Index harga saham gabungan (IHSG), serta rata-rata bunga bank atau SBI.
Pembentukan Portofolio Optimal
Metode Single Indeks Model
Metode Constant correlation
Membandingkan kinerja Return dan Risk
portofolio yang disusun berdasarkan kedua metode
Pelaporan hasil pembentukan portofolio optimal saham-
saham LQ-45 berdasarkan kedua metode
|
![]() 25
2.10 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran
teoritis yang telah dikemukakan, maka dalam
penelitian
ini mengajukan 4
buah hipotesis. Hipotesis dapat ditulis dalam bentuk
hipotesis nol maupun hipotesis alternative atau pun keduanya. Hipotesis nol adalah
hipotesis yang dicoba untuk ditolak, sedangkan hipotesis alternative adalah hiotesis
yang dicoba untuk diterima, adapun hipotesis tersebut adalah :
H01
:
Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan
antara tingkat return
portofolio optimal yang dibentuk dengan metode single index model dengan
tingkat return yang dibentuk dengan metode
constant correlation pada
saham-saham LQ-45 selama periode penelitian.
Ha1
:
Terdapat perbedaan
yang signifikan
antara
tingkat return portofolio
optimal yang dibentuk dengan metode
single index
model
dengan tingkat
return yang dibentuk dengan metode constant correlation pada saham-saham
LQ-45 selama periode penelitian.
H02
: Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan
antara tingkat risk portofolio
optimal yang dibentuk dengan metode single index model dengan tingkat risk
yang dibentuk dengan metode constant correlation pada saham-saham LQ-45
selama periode penelitian.
Ha2
: Terdapat perbedaan
yang signifikan
antara tingkat risk
portofolio
optimal yang dibentuk dengan metode single index model dengan tingkat risk
yang dibentuk dengan metode constant correlation pada saham-saham LQ-45
selama periode penelitian.
|