BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengendalian Internal
2.1.1
Pengertian Pengendalian Internal
Dengan semakin pesatnya kemajuan dan perkembangan suatu perusahaan
berarti semakin kompleks persoalan yang dihadapi oleh perusahaan dalam
mencapai tujuannya, oleh karena
itu, perusahaan tersebut membutuhkan
pengendalian internal yang memadai, yang diharapkan dapat menekan
kemungkinan terjadinya penyimpangan ataupun kesalahan, sehingga walaupun
terjadi dapat segera diketahui dan diatasi dengan cepat. Pengendalian internal
dapat dikatakan sebagai suatu bentuk atau sistem yang digunakan secara
berkelanjutan, menjadi pengendali atas berjalannya suatu proses agar sesuai
dengan prosedur maupun peraturan terkait. Sawyer (2003) menyatakan bahwa
pada awalnya konsep pengendalian internal terbatas pada pemeriksaan internal.
Pada tahun 1930, sistem pemeriksaan internal didefinisikan sebagai koordinasi
sistem dari akun-akun dan prosedur kantor yang terkait sedemikian rupa
sehingga pekerjaan pegawai memperlihatkan independensi tugas pemeriksaan
terus-menerus dibandingkan yang lain seperti unsur-unsur tertentu yang
melibatkan kemungkinan terjadinya penipuan (Noorvee, 2006).
Saat ini lingkup pengendalian internal sudah berkembang pesat dan
memiliki cakupan yang lebih luas. Definisi pengendalian internal yang
dikembangkan oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountants)
dalam Statements on Auditing Standards/SAS No.1 pada tahun 1949 dalam
11
  
12
Moeller 2009 berbunyi : “ Pengendalian internal mencakup serangkain
komponen entitas, tidak hanya manusia namun juga terdiri dari semua rencana
dan metode yang terkoodinasi dengan keseluruhan entitas. Sistem tersebut
penting untuk menjaga aset entitas, memeriksa keakuratan dan keandalan data-
data akuntansi, mendukung efisiensi aktivitas operasional, dan mendorong
kepatuhan terhadap kebijakan manajerial.”
Batasan yang sama atas pengendalian internal menurut COSO (The
Committee of Sponsoring Organizations of the Tradeway Commission) 
(Baidaie, 2005) sebagai berikut : “Proses pengimplementasian oleh dewan
direksi, manajemen dan orang-orang yang berada dibawah naungan dan
pengarahan mereka, untuk memenuhi keyakinan yang memadai dimana tujuan
pengendalian internal dapat dicapai dengan hal-hal (a) mendorong efisiensi dari
operasi, (b) keadalan dari laporan keuangan, (c) kesesuaian terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku.”
Secara umum pengertian pengendalian internal itu sendiri dapat diartikan
sebagai suatu proses yang berupa kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
yang dijalankan perusahaan yang didesain untuk menjaga, mengawasi,
mengarahkan serta meyakinkan bahwa tujuan dan sasaran perusahaan dapat
dicapai. 
2.1.2
Dasar pengendalian Internal
Pengendalian internal dalam organisasi harus mencapai berbagai tujuan
yang telah ditetapkan oleh manajemen organisasi/perusahaan. Moeller (2009)
menulis komponen dasar yang menjadi elemen pengendalian internal.         
  
13
Tabel 1.1 menampilkan keempat elemen yang dimaksudkan Moeller yang terdiri
dari elemen deteksi/sensor, elemen seleksi/standar, elemen pengendalian, dan
elemen jaringan komunikasi.
Keempat elemen tersebut merupakan komponen dasar pengendalian
karena keempatnya merupakan bagian-bagian yang terpisah tetapi saling
berhubungan dalam proses pengendalian secara keseluruhan. Audit Internal
sendiri berperan sebagai elemen deteksi dalam sistem pengendalian dengan
membantu meyakinkan bahwa sistem pengendalian telah berjalan dengan efektif.
Elemen
Deskripsi
Elemen Deteksi/ Sensor 
(Detector/Sensor Element)
Elemen ini menjelaskan alat ukur
tertentu yang digunakan dalam
organisasi untuk mendeteksi apa yang
terjadi dalam sistem yang dikendalikan.
Elemen Seleksi/ Standar
(Selector/Standard Element)
Organisasi harus memiliki standar
tertentu yang dapat digunakan untuk
membandingkan antara apa yang
sebenarnya terjadi (yang ditemukan oleh
deteksi) dengan apa yang seharusnya
terjadi (ditentukan oleh standar).
Elemen Pengendalian 
(Controller Element)
Elemen ini mengubah perilaku dari
area/sistem yang dikendalikan 
Elemen Jaringan Komunikasi
(Communication Network Element)
Elemen ini merupakan alat untuk
menyampaikan pesan dari sensor
pengendalian kepada entitas/organisasi
yang dikendalikan.
Tabel 2.1 Elemen Pengendalian Internal
2.1.3
Tujuan Pengendalian Internal
Dari penjelasan mengenai pengendalian-pengendalian internal diatas
maka dapat diketahui tujuan pengendalian internal antara lain :
  
14
1.
Menjaga kekayaan organisasi
Dalam rangka menjaga kekayaan perusahaan, manajemen berkepentingan
untuk menciptakan sistem pengendalian internal, dalam hal ini tindakan yang
harus dilakukan oleh manajemen adalah :
a.
Menugaskan kepada seorang pegawai atau bagian tertentu yang diberi
wewenang untuk mengotorisasi suatu transaksi tertentu. 
b.
Menugaskan kepada seorang pegawai atau bagian tertentu untuk
menjaga, menyimpan dan mengamankan harta benda yang terpisah dari
seorang pegawai yang diberi wewenang untuk mengotorisasi transaksi
petugas ini harus bertanggung jawab atas harta perusahaan.
2.
Mengecek ketelitian dan dapat dipercaya data akuntansi. 
Dalam rangka untuk mengecek keandalan
data akuntansi dan dapat
dipercayainya informasi akuntansi keuangan perusahaan maka tindakan yang
perlu dilakukan oleh manajemen adalah :
a.
Menentukan transaksi yang harus mendapatkan otorisasi dari yang
berwenang.
b.
Setiap transaksi harus diadakan percetakan dalam buku catatan akuntansi
(Jurnal Buku Besar).
c.
Pada setiap akhir periode disusunlah laporan keuangan yang disusun oleh
petugas yang tidak sama dengan bagian pencatatan akuntansi.
3.
Mendorong efisiensi operasional
Dalam rangka untuk mencapai efisiensi operasional
maka tindakan yang
perlu diambil oleh manajemen antara lain :
  
15
a.
Menyusun rencana kerja untuk setiap periode dan mengadakan
pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tersebut.
b.
Menyusun urutan-urutan atau prosedur setiap aktivitas perusahaan agar
memudahkan dalam pelaksanaannya karena sudah ada tata cara kerjanya.
c.
Menyusun standar atau budget yang digunakan sebagai alat untuk
mengukur pelaksanaan hasil kerja
2.1.4
Klasifikasi Pengendalian Internal
Mengacu pada pendapat Krismiaji (2010) prosedur pengendalian
internal khusus yang digunakan dalam sistem dapat diklasifikasikan ke dalam
beberapa klasifikasi sebagai berikut :
1.
Menurut tujuannya. Pengendalian dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
a.
Pengendalian preventif dimaksudkan untuk mencegah masalah sebelum
masalah tersebut benar-benar terjadi.
b.
Pengendalian detektif untuk menemukan masalah segera setelah masalah
tersebut terjadi.
c.
Pengendalian korektif dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang
ditemukan oleh pengendalian detektif.
Dilihat dari segi ekonomis, penggunan kendali preventif merupakan teknik
yang paling ekonomis (cost-effective) tetapi disisi lain kendali detektif juga
diperlukan dan adanya kendali detektif ini hanya akan bermanfaat jika
dilengkapi dengan kendali korektif. Audit internal berperan sebagai kendali
detektif untuk menentukan apakah kendali preventif telah berjalan dengan
baik. Akan tetapi, audit internal bukan merupakan ‘polisi’ sehingga
  
16
manajemen tetap membutuhkan kendali korektif untuk menindak lanjuti
temuan-temuan dari auditor internal sebagai kendali deteksi.
2.
Menurut waktu pelaksanaannya, pengendalian dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu:
a.
Pengendalian umpan balik (feedforward control) adalah pengendalian
yang termasuk dalam kelompok pengendalian preventif, Karena jenis
pengawasan ini memonitor proses dan input untuk memprediksi
kemungkinan masalah yang terjadi (potential problems).
b.
Pengendalian dini (feedback control) adalah pengendalian yang masuk
dalam kelompok pengawasan detektif, karena jenis pengawasan ini
mengukur sebuah proses dan menyesuaikannya apabila terjadi
penyimpangan dari rencana semula.
3.
Menurut objek yang dikendalikan, pengawasan dikelompokan menjadi dua
yaitu:
a.
Pengawasan umum (general control) adalah pengawasan yang dirancang
untuk menjamin bahwa lingkungan pengawasan organisasi mantap dan
dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas pengawasan
aplikasi.
b.
Pengawasan aplikasi (application control) adalah pengawasan yang
digunakan untuk mencegah, mendeteksi dan membetulkan kesalahan
transaksi tersebut diproses.
4.
Menurut tempat implementasi dalam siklus pengolahan data, pengawasan
dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
  
17
a.
Pengawasan input dirancang untuk menjamin bahwa hanya data yang sah
(valid), akurat dan diotorisasi saja yang dimasukan ke dalam proses.
b.
Pengawasan proses dirancang
untuk menjamin bahwa semua transaksi
diproses secara akurat dan lengkap dan semua file dan record di-update
secara tepat.
c.
Pengawasan output dirancang untuk menjamin bahwa keluaran sistem
diawasi dengan semestinya.
2.1.5
Pemisahan Fungsi Pengendalian Internal
Secara garis besar fungsi pengendalian internal terbagi menjadi tiga
fungsi, yaitu : authorization, record, dan custody.
1.
Authorization
Fungsi otorisasi adalah suatu pengendalian pada persetujuan setiap transaksi
yang diajukan. Otorisasi ini adalah fungsi yang sangat penting di dalam
pengendalian internal. Tanpa adanya otorisasi, suatu transaksi dinyatakan
tidak sah dan diragukan kebenarannya. Otorisasi yang dilakukan oleh pihak-
pihak yang tidak seharusnya akan mengakibatkan kehilangan aset karena
berisiko adanya transaksi yang dilakukan untuk kepentingan pribadi.
2.
Record
Fungsi pencatatan dalam suatu pengendalian internal merupakan fungsi fisik
untuk mendukung adanya pengendalian yang baik. Jika dokumentasi dan
pencatatan tidak dilakukan dengan baik, transaksi dapat dinyatakan tidak ada.
Fungsi pencatatan ini merupakan dasar dari dokumen yang dapat menjadi
bukti atau landasan jika ada suatu penyelewengan. Fungsi pencatatan harus
  
18
dipisahkan dengan fungsi otorisasi. Dua fungsi ini seharusnya dapat menjadi
bentuk verifikasi dan cross check
yang otomatis dari dokumen yang
diotorisasi dan dokumen yang dicatatkan.
3.
Custody
Fungsi custody adalah fungsi pengendalian internal terkait pihak yang
mengeluarkan atau menerima aset. Misalnya bagian pengeluaran kas yang
menjadi kustodian adalah kasir atau bagian keuangan. Fungsi ini harus
dilakukan oleh pihak/divisi/bagian yang berbeda dengan otorisasi dan
pecatatan untuk mengurangi risiko bahwa aset yang masuk atau keluar
ditujukan untuk kepentingan pribadi bukan untuk perusahaan.
2.1.6
Unsur-Unsur Pengendalian Internal
Pengendalian internal terdiri atas beberapa unsur, namun hendaknya
tetap diingat bahwa unsur-unsur tersebut saling berhubungan dalam suatu sistem.
Menurut Committee of Sponsoring Organizations of the Tradeway atau
COSO yang dikutip oleh Amin Widjaja Tunggal (2013:3) yang meliputi unsur-
unsur serta komponen-komponen pokok pengendalian intern adalah:
1.
Lingkungan pengendalian (control environment)
Suasana organisasi yang mempengaruhi kesadaran penguasaan
(control consciousness) dari seluruh pegawainya. Lingkungan pengendalian
ini merupakan dasar dari komponen lain karena menyangkut kedisiplinan dan
struktur.
Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu
entitas, yaitu :
  
19
a. Nilai integritas dan etika
Pengendalian intern yang desainnya memadai, namun dijalankan oleh
orang-orang yang tidak menjunjung tinggi integritas dan tidak memiliki
etika akan mengakibatkan tidak terwujudnya tujuan pengendalian intern.
b.
Komitmen terhadap kompetensi
Personel di setiap tingkat organisasi harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya secara
efektif.
c.
Dewan komisaris dan komite audit
Kesadaran pengendalian dapat tercermin dari reaksi yang ditunjukkan
oleh manajemen dari berbagai jenjang organisasi terutama dari pihak
Dewan komisaris
dan komite audit atas kelemahan pengendalian, jika
manajemen segera melakukan tindakan koreksi atas temuan kelemahan
pengendalian hal ini merupakan petunjuk adanya komitmen manajemen
terhadap penciptaan lingkungan pengendalian yang baik.
d.
Filosofi dan gaya operasi manajemen
Filosofi merupakan seperangkat keyakinan dasar yang menjadi
parameter bagi perusahaan dan karyawannya. Sedangkan gaya operasi
mencerminkan ide manajer tentang bagaimana operasi suatu entitas harus
dilaksanakan.
e.
Struktur organisasi
Struktur organisasi memberikan kerangka untuk perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pemantauan aktivitas mencakup
  
20
pembagian wewenang dan pembebanan tanggung
jawab dalam suatu
organisasi dalam mencapai tujuan organisasi.
f.
Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab
Dengan pembagian wewenang yang jelas, organisasi akan dapat
mengalokasikan berbagai sumber daya yang dimilikinya untuk mencapai
tujuan organisasi, sekaligus memudahkan pertanggung jawaban konsumsi
sumber daya organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi.
g.
Kebijakan dan praktik sumber daya manusia
Karena pentingnya perusahaan memiliki karyawan yang kompeten
dan jujur agar tercipta lingkungan pengendalian yang baik, maka
perusahaan perlu memiliki metode yang baik dalam menerima karyawan,
mengembangkan kompetensi mereka, menilai prestasi dan memberikan
kompensasi atas prestasi mereka.
2.
Penaksiran risiko (risk assessment)
Proses mengidentifikasi dan menilai risiko-risiko yang dihadapi
dalam mencapai tujuan. Setelah teridentifikasi, manajemen harus
menentukan bagaimana mengelola/mengendalikannya.
3.
Aktivitas pengendalian (control activities)
Kebijakan dan prosedur yang harus ditetapkan untuk meyakinkan
manajemen bahwa semua arahan telah dilaksanakan. Aktivitas pengendalian
ini diterapkan pada semua tingkat organisasi dan pengolahan data.
4.
Informasi dan komunikasi (information and communication)
Dua elemen yang dapat membantu manajemen melaksanakan
tanggung jawabnya.
Manajemen harus membangun sistem informasi yang
  
21
efektif dan tepat waktu. Hal tersebut antara lain menyangkut sistem akuntansi
yang terdiri dari cara-cara dan perekaman (records) guna mengidentifikasi,
menggabungkan, menganalisa, mengelompokkan, mencatat dan melaporkan
transaksi yang timbul serta dalam rangka membuat pertanggung jawaban
(akuntabilitas) aset dan utang-utang perusahaan.
5.
Pemantauan (monitoring)
Suatu proses penilaian sepanjang waktu atas kualitas pelaksanaan
pengendalian internal dan dilakukan perbaikan jika dianggap perlu.
Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat
waktu dan tindakan perbaikan yang dilakukan. Proses ini dilaksanakan
melalui aktivitas pemantauan terus menerus, evaluasi secara terpisah atau
kombinasi diantara keduanya.
2.1.7
Prosedur Pengujian Pengendalian
Arens, Elder, dan Beasley (2010:313) menyatakan bahwa terdapat empat
prosedur dalam pengujian pengendalian, yaitu:
1.
Melakukan wawancara dengan personil klien yang sesuai
Walaupun pemeriksaan secara umum bukanlah suatu sumber bukti yang kuat
mengenai operasional pengendalian yang efektif itu adalah suatu format bukti
yang sesuai. Sebagai contoh, auditor bisa menentukan personil yang tidak sah
tidak diijinkan untuk mengakses ke arsip komputer dengan melakukan
wawancara kepada
orang yang mengendalikan perpustakaan komputer dan
orang yang mengendalikan pemberian kata sandi keamanan akses online.
  
22
2.
Menguji Dokumen, Arsip dan Catatan
Banyak kendala yang meninggalkan suatu jejak yang jelas atau bukti
dokumen. Sebagai contoh, bahwa ketika sebuah pesanan pelanggan diterima,
itu digunakan untuk membuat suatu pesanan penjualan pelanggan yang
disetujui untuk kredit. Pesanan pelanggan dilampirkan dengan pesanan
penjualan sebagai otorisasi untuk proses selanjutnya. Auditor menguji
dokumen tersebut
untuk meyakinkan bahwa dokumen telah
lengkap dan
benar-benar cocok dan tanda tangan atau inisial yang dibutuhkan telah ada.
3.
Mengamati Aktivitas Terkait dengan Pengendalian
Jenis aktivitas lain yang lain terkait dengan pengendalian
adalah
tidak
meninggalkan suatu
jejak bukti. Sebagai contoh, pemisahan kewajiban
bersandar pada orang tertentu yang melakukan tugas tertentu dan biasanya
tidak ada dokumentasi dari prestasi / penampilan yang terpisah. 
4.
Melaksanakan Kembali Prosedur Klien
Ada juga aktivitas yang terkait dengan pengendalian terkait dengan dokumen
dan arsip, tetapi inti dari aktivitas ini adalah tidak cukup untuk tujuan auditor
menilai apakah kendali beroperasi secara efektif. Sebagai contoh, di
asumsikan bahwa harga yang tersedia pada faktur penjualan akan dibuktikan
dengan suatu daftar harga standar oleh personil klien sebagai suatu prosedur
verifikasi internal, tetapi tidak ada indikasi dari prestasi / penampilan yang
dimasukan pada faktur penjualan.
  
23
2.2
Asuransi
2.2.1
Pengertian Asuransi
Risiko dimasa
akan datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang
misalnya kematian, sakit atau dipecat dari pekerjaannya. Dalam dunia bisnis,
risiko-risiko yang dihadapi dapat berupa risiko kerugian akibat kebakaran,
kerusakan atau kehilangan atau risiko lainnya.
Untuk mengurangi risiko yang
tidak diinginkan maka diperlukan alat untuk menanggulangi risiko tersebut yaitu
asuransi. Syahsono (2010) memberikan definisi asuransi sebagai suatu sarana
atau cara untuk memindahkan risiko kerugian, dari satu pihak (yang seharusnya
menanggung risiko tersebut), kepada pihak lain (yang bersedia menerima
pengalihan risiko tersebut), dengan cara membayar premi asuransi, yaitu
mengeluarkan biaya yang relatif
kecil namun mampu memberikan kepastian
(guaranteed small loss), untuk mencegah kerugian dalam jumlah besar atau
bahkan luar biasa besar dikemudian hari.
Definisi asuransi yang ditulis oleh Mark R Greene (1992), sebagai berikut
:“Asuransi diartikan sebagai suatu lembaga ekonomi yang bertujuan
mengurangi risiko dengan mengkombinasikannya ke dalam suatu pengelolaan
atas sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya sehingga kerugian tersebut
secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu. Disamping itu
juga bahwa asuransi adalah merupakan kontrak hukum. Oleh karenanya diatur
dalam Undang-undang ataupun peraturan-peraturan sebagai penanggung
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu berjanji akan membayar atau
memberikan jasa-jasa tertentu apabila tertanggung menderita kerugian
sebagaimana dengan kondisi perjanjian termaksud. Kerugian tersebut haruslah
  
24
merupakan kerugian karena kecelakaan (accidental loss) yang datangnya dari
luar, tidak dapat terduga terlebih dahulu, dan tidak disengaja.”
Menurut Salim (2007), asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan
kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi)
kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Dari perumusan pengertian tersebut,
dapat ditarik kesimpulan bahwa orang bersedia membayar kerugian yang sedikit
untuk masa sekarang agar dapat memenuhi kerugian-kerugian besar yang
mungkin terjadi di masa yang akan datang.
2.2.2
Pihak-pihak yang Terkait dalam Industri Asuransi
Perlu juga dipahami bahwa dalam industri asuransi banyak pihak yang
terkait dengan perusahaan asuransi sebagai pengelola risiko. Secara umum ada
enam pihak yang menjadi pelaku, yaitu pihak tertanggung (insured), pihak
penanggung (insurer), pihak perantara (insurance broker), perusahaan asuransi
(reinsurer), perantara asuransi (reinsurance broker), dan penanggung ulang
reasuransi (retrocessioner). Dalam gambar 2.1 diperlihatkan pihak-pihak tersebut
dan hubungan antar pihak dalam industri asuransi.
Gambar 2.1 Skema Pihak-Pihak terkait Industri Asuransi
Sumber : Sensi W. Ludovicus (2006)
  
25
Keterangan :
1. Tertanggung (Insured) merupakan pihak pembeli atau pemakai jasa asuransi
disebut juga sebagai nasabah, yaitu pihak yang mengalihkan risiko
keuangannya kepada perusahaan asuransi.
2. Penanggung/Asuradur (Insurer) merupakan pihak penjual atau penyedia
jasa asuransi yang disebut sebagai penanggung langsung, yaitu pihak yang
memberi jaminan atas risiko yang diasuransikan oleh pihak tertanggung.
3. Perantara Asuransi (Insurance Broker) merupakan pihak tertanggung yang
tidak melakukan penutupan asuransi secara langsung ke perusahaan asuransi
tetapi melalui perusahaan perantara asuransi.
4. Perusahaan Reasuransi (Reinsurer) merupakan pihak yang menerima bisnis
dari perusahaan asuransi disebut juga sebagai pihak penanggung ulang.
5. Perantara Reasuransi (Reinsurance Broker) merupakan perusahaan
asuransi yang dapat melakukan proses reasuransi secara langsung kepada
perusahaan reasuransi. Pihak perantara reasuransi umumnya dibutuhkan
dalam proses penyebaran risiko, khususnya untuk menangani jenis-jenis risiko
yang rumit ataupun dalam proses penempatan reasuransi di luar negeri.
6. Penanggung Ulang Reasuransi (Retrocessioner) merupakan proses
penyebaran risiko yang dapat berlanjut lebih jauh lagi, yaitu dari perusahaan
reasuransi kepada perusahaan reasuransi lainnya (Retrocessioner).
  
26
2.2.3
Jenis-Jenis Asuransi
Dewasa ini asuransi telah berkembang menjadi suatu bidang usaha atau bisnis
yang menarik. Syahsono (2010) berpendapat bahwa jenis asuransi dibagi menjadi
empat yaitu:
1.
Asuransi Jiwa (life insurance)
Yang dapat diasuransikan adalah kemampuan untuk mendapat
penghasilan setelah mengalami musibah
atau memasuki masa pensiun,
biaya rawat inap/pengobatan, biaya pendidikan dimasa depan dan biaya
melunasi agunan atau kredit bank.
2.
Asuransi Umum (general insurance)
Yang dapat diasuransikan adalah aset berupa bangunan berikut isi
bangunan, kegiatan konstruksi, kehilangan pekerjaan yang semestinya
diperoleh jika tidak terjadi musibah kendaraan/alat transportasi,
barang/mesin dalam perjalanan, barang pribadi, uang. Biaya dokter/ rumah
sakit, tanaman/hewan/pesawat terbang.
3.
Asuransi Sosial (social insurance)
Yang dapat diasuransikan adalah kemampuan untuk mendapat
penghasilan setelah mengalami musibah
atau memasuki masa pensiun,
dan biaya rawat inap/pengobatan.
2.3
Asuransi Kesehatan
2.3.1
Pengertian Asuransi Kesehatan
Setiap hari manusia dihadapkan pada risiko jatuh sakit atau kecelakaan
dan harus dirawat dirumah sakit.
Sementara biaya berobat kerumah sakit
  
27
semakin mahal sehingga sulit terjangkau oleh orang-orang dengan penghasilan
biasa. Maka kebutuhan akan jenis asuransi yang dapat mengcover risiko
kehilangan keuangan akibat tingginya biaya berobat ini menjadi semakin besar
pula. Menurut Undang-undang RI No.2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian,
asuransi kesehatan merupakan bagian dari lingkup asuransi jiwa, dan dipasarkan
oleh perusahaan asuransi jiwa. Asuransi kesehatan adalah asuransi yang
memberikan santunan kesehatan kepada seseorang (tertanggung) berupa
sejumlah uang untuk biaya pengobatan dan perawatan bila diluar
kehendak ia
diserang penyakit.
Berdasarkan definisi asuransi diatas asuransi kesehatan adalah asuransi
yang bertujuan mengganti biaya rumah sakit, biaya pengobatan, dan
menggantikan kerugian tertanggung atas hilangnya pendapatan karena cedera
akibat kecelakaan atau penyakit.
2.3.2
Prinsip Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan bersifat komersil seperti juga halnya dengan asuransi
lainnya. Seseorang dapat menggunakan biaya kecil (premi) agar terhindar dari
suatu kemungkinan mengalami kerugian besar. Premi yang dibayar oleh peserta
asuransi digunakan untuk membayar anggota yang terkena musibah karena
penyakit, kecelakaan, atau gangguan medis lainnya. Adapun prinsip asuransi
kesehatan adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip Kerugian Besar
Prinsip yang menyatakan bahwa risiko yang akan diasuransikan hanyalah
risiko yang tidak dapat ditanggung sendiri. Menurut prinsip ini, pihak
  
28
tertanggung dan perusahaan asuransi bersepakat untuk tidak mengganti
berbagai jenis biaya kecil yang disebut deductible.
2.
Prinsip Coinsurance
Prinsip Coinsurance adalah suatu alat penting yang dipakai oleh perusahaan
asuransi untuk menyelaraskan kepentingan tertanggung dengan perusahaan
asuransi. Dalam perusahaan asuransi, prinsip coinsurance menyatakan bahwa
tertanggung memikul sebagian dari setiap kerugian. Misalnya tertanggung
membayar 20% dari biaya pengobatan, sedangkan 80% ditanggung oleh
perusahaan asuransi.
2.3.3
Risiko Asuransi Kesehatan
 
Mark R Greene (1994) menyebutkan, “Pemahaman terhadap risiko dan
kebutuhan akan asuransi kesehatan berakar pada kenyataan bahwa biaya
pengeluaran untuk kesehatan sulit untuk diramalkan besar kecilnya. ”Namun
kecenderungan yang terjadi adalah biaya yang dikeluarkan untuk kesehatan
mengalami peningkatan yang signifikan. Pernyataan ini diperkuat oleh Dorfman
(1994) yang menyatakan alasan mengapa biaya yang dikeluarkan untuk kesehatan
semakin mahal antara lain dikarenakan oleh inflasi dalam dunia medis,
perkembangan teknologi, malpraktek, gaji pegawai rumah sakit, kasus-kasus
bencana kemanusiaan seperti AIDS, dan lain sebagainya.
“Risiko-risiko dalam asuransi kesehatan secara sederhana merupakan
pengeluaran untuk biaya pemeliharaan dan pemulihan kesehatan ataupun
kerugian keuangan yang berupa kehilangan penghasilan selama yang
bersangkutan tidak mampu bekerja karena sakit atau kecelakaan (Mark R
  
29
Greene, 1994)”. Untuk itu perlu ada program perlindungan baik untuk individu
maupun kelompok. Program perlindungan untuk individu berbentuk asuransi
kesehatan individu yang menjamin individu dan keluarganya saja sedangkan
program perlindungan kelompok berbentuk asuransi kesehatan kelompok yang
menjamin kesehatan atas karyawan-karyawan dalam suatu perusahaan atau
anggota badan organisasi.
Niehaus (2004) memperkuat pernyataan Greene bahwa asuransi
kesehatan kelompok merupakan salah satu bentuk dari tanggung jawab
perusahaan dalam memberikan benefit bagi karyawannya dalam bentuk group
medical expense coverage. Group medical expense coverage merupakan benefit
yang diberikan perusahaan kepada karyawan dalam bentuk pertanggungan beban
medis bila karyawan sakit atau kecelakaan. Beban tersebut dilimpahkan oleh
pemberi kerja ke pihak asuransi, baik dengan memotong atau tanpa memotong
gaji karyawan. Asuransi kesehatan kelompok cenderung memiliki tarif premi
yang lebih murah dari pada asuransi kesehatan individu, lebih memberikan
jaminan yang menarik, dan biaya akuisisinya lebih rendah karena tertanggung
utamanya adalah perusahaan.
2.3.4
Klasifikasi Asuransi Kesehatan
Azwar A (1996) membagi jenis asuransi kesehatan berdasarkan ciri-ciri
khusus yang dimiliki, sedangkan Thabrany H (1998) membagi atas berbagai
model berdasarkan hubungan ketiga komponen asuransi yaitu peserta,
penyelenggara pelayanan kesehatan serta badan/perusahaan asuransi dalam
  
30
Djuhaeni (2007). Berdasarkan kedua pendapat tersebut, jenis asuransi kesehatan
dapat diklasifikasikan kedalam :
1.
Ditinjau dari hubungan ketiga komponen asuransi
a.
Asuransi Tripartied; apabila ketiga komponen asuransi terpisah satu
sama lain dan masing-masing berdiri sendiri.
b.
Asuransi Bipartied; PPK dapat merupakan milik atau dikontrol oleh
perusahaan asuransi
2.
Ditinjau dari jumlah peserta
Ditinjau dari jumlah peserta, asuransi kesehatan dibedakan atas :
a.
Asuransi kesehatan individu jika pesertanya perorangan
b.
Asuransi kesehatan keluarga jika pesertanya satu keluarga
c.
Asuransi kesehatan kelompok jika pesertanya kelompok
3.
Ditinjau dari keikutsertaan anggota
Ditinjau dari keikutsertaan anggota, asuransi kesehatan dibedakan atas :
a.
Asuransi kesehatan wajib (Compulsory Health Insurance) yaitu
asuransi kesehatan yang wajib diikuti oleh suatu kelompok tertentu
misalnya dalam suatu perusahaan atau suatu daerah bukan suatu
Negara.
b.
Asuransi kesehatan sukarela (Voluntary Health Insurance) yaitu
asuransi kesehatan yang keikutsertaannya tidak wajib tetapi
diserahkan kepada kemauan dan kemapuan masing-masing.
4.
Ditinjau dari kepemilikan badan penyelenggara
Ditinjau dari kepemilikan badan penyelenggara, asuransi kesehatan dibagi
atas :
  
31
a.
Asuransi kesehatan pemerintah (Goverment Health Insurance) yaitu
asuransi kesehatan milik pemerintah atau pengelolaan dana dilakukan
oleh pemerintah. Kelebihan dari asuransi ini adalah
masyarakat
kurang mampu karena mendapat subsidi dari pemerintah. Di
lain
pihak, biasanya mutu pelayanan kurang sempurna sehingga
masyarakat kurang mendapatkan pelayanan dengan baik.
b.
Asuransi kesehatan swasta (Private Health Insurance) yaitu asuransi
kesehatan milik swasta atau pengelolaan dana dilakukan oleh suatu
badan swasta. Kelebihan asuransi ini menyediakan
mutu
pelayanan
relatif lebih baik, tetapi sulit untuk dilakukan pengamatan terhadap
penyelenggaraannya
karena banyak perusahaan yang termasuk ke
dalam perusahaan asuransi swasta.
5.
Ditinjau dari peranan badan penyelenggara 
Ditinjau dari peranan badan penyelenggara asuransi, asuransi kesehatan
dibagi atas :
a.
Hanya bertindak sebagai pengelola dana. Bentuk ini berkaitan dengan
model tripartied, yang merupakan bentuk klasik dari asuransi
kesehatan. Bentuk ini akan merugikan atau menguntungkan
tergantung dari kombinasi dengan sistem pembayaran yang
dijalankan. Jika dikombinasikan dengan reimbursment akan
merugikan. Sebaliknya jika dikombinasikan dengan prepayment akan
menguntungkan.
b.
Badan penyelenggara asuransi juga bertindak sebagai penyelenggaran
pelayanan kesehatan. Jenis ini sesuai dengan bipartied, keuntungan
  
32
yang diperoleh adalah pengamatan terhadap biaya kesehatan dapat
ditingkatkan sehingga terjadi penghematan. Kerugian pelayanan
kesehatan yang diberikan tergantung dari badan penyelenggara bukan
kebutuhan masyarakat.
6.
Ditinjau dari jenis pelayanan yang ditanggung 
Ditinjau dari jenis pelayanan yang ditanggung, asuransi kesehatan dapat
dibagi atas :
a.
Menanggung seluruh jenis pelayanan kesehatan, baik pengobatan
(curative), pemulihan (rehabilitative), peningkatan (promotive),
maupun pencegahan (preventive). Dengan demikian pelayanan yang
diberikan bersifat menyeluruh (comprehensive) dengan tujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan peserta sehingga peserta jarang sakit
dan secara timbal balik akan menguntungkan badan penyelenggara
asuransi.
b.
Menanggung sebagian pelayanan kesehatan, biasanya yang
membutuhkan biaya besar
misalnya perawatan di rumah sakit atau
pelayanan kesehatan yang biayanya kecil misalnya kesehatan di
Puskesmas.
7.
Ditinjau dari dana yang ditanggung
Ditinjau dari dana yang ditanggung, asuransi kesehatan dibagi atas :
a.
Seluruh biaya kesehatan yang diperlukan
ditanggung oleh badan
penyelenggara. Keadaan ini dapat mendorong pemanfaatan yang
berlebihan oleh peserta terutama bila keadaan peserta kurang.
  
33
b.
Hanya sebagian biaya kesehatan yang ditanggung oleh badan
penyelenggara. Dengan cara ini dapat mengurangi pemanfaatan yang
berlebihan atau moral hazard yang ditinjau dari pihak peserta karena
peserta asuransi kesehatan harus memberikan konstribusi yang telah
ditetapkan bila memakai layanan kesehatan (cost sharing).
8.
Ditinjau dari cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
Ditinjau dari cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan,
asuransi kesehatan dibagi atas :
a.
Pembayaran berdasarkan jumlah kunjungan peserta yang
memanfaatkan pelayanan kesehatan (reimbursment), dengan
demikian jumlah peserta berbading lurus dengan jumlah uang yang
diterima oleh penyelenggara pelayanan kesehatan.
b.
Pembayaran berdasarkan kapitasi yaitu berdasarkan jumlah
anggota/penduduk yang dilayani, berdasarkan konsep wilayah.
9.
Ditinjau dari waktu pembayaran terhadap PPK
Ditinjau dari waktu pembayaran terhadap PPK, asuransi kesehatan terbagi
atas :
a.
Pembayaran setelah pelayanan kesehatan selesai diselanggarakan
(Restropective Payment), biasanya dihitung berdasarkan service by
service atau patient by patient.
b.
Pembayaran di muka
(Pre Payment) yaitu diberikan sebelum
pelayanan diselenggarakan, biasanya perhitungan berdasarkan
kapitasi dengan pelayanan komprehensif dengan tujuan penghematan
  
34
dan mengurangi moral hazard
dari penyelenggara pelayanan
kesehatan.
10. Ditinjau dari jenis jaminan
Ditinjau dari jenis jaminan, asuransi kesehatan dibagi atas :
a.
Jaminan dengan uang, yaitu asuransi kerugian yang membayar
dengan mengganti biaya pelayanan yang diberikan.
b.
Jaminan yang diberikan tidak berupa uang, contohnya : JPKM,
Askes.
2.4
Klaim
2.4.1
Pengertian Klaim
Bidang usaha asuransi sebagai salah satu usaha yang tujuannya untuk
memberikan perlindungan terhadap bahaya kerugian yang mungkin menimpa
seseorang atau badan usaha yaitu dengan cara membayar ganti rugi kepada
tertanggung atau peserta program asuransi yang biasa dikenal dengan klaim.
Klaim merupakan alasan utama orang membeli asuransi, karena dapat mengganti
semua biaya atas kerugian yang terjadi dari segi finansial. Adapun definisi klaim
menurut Widiastuti (2004) adalah sebagai suatu tuntutan ganti rugi sehubungan
dengan peristiwa kerugian terhadap objek asuransi dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi diatas klaim adalah hak peserta asuransi untuk
menuntut ganti rugi kepada perusahaan asuransi sehubungan dengan terjadinya
kerugian sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Pada manajemen klaim ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan,
antara lain :
  
35
1.
Adanya dua pihak yang jelas melakukan ikatan perjanjian
Hal ini menggambarkan secara jelas siapa yang melakukan ikatan dengan
siapa dan kejelasan pihak-pihak yang memiliki hak serta kewajiban.
2.
Adanya ikatan perjanjian yang jelas dan resmi antara kedua belah pihak
Bentuk ikatan ini akan mempengaruhi kepatuhan kedua pihak terhadap ikatan
perjanjian
yang mereka sepakati bersama. Ikatan tersebut dapat berbentuk
saling percaya, saling mengikat secara etis, secara adat dan secara hukum.
3.
Adanya informed consent
Informed artinya kedua pihak mengetahui dan memahami semua aspek yang
mengikat mereka. Adapun consent adalah ikatan tersebut dilakukan dengan
dasar kesadaran dan kesukarelaan serta bukan didasarkan karena paksaan,
ancaman atau tipuan.
4.
Didokumentasikan
Dokumentasi dari pernyataan ikatan antara kedua pihak diperlukan untuk
mencegah pengingkaran oleh salah satu pihak yang bisa disengaja atau tidak
disengaja.
Biasanya bentuk perjanjian ini berupa sertifikat polis yang berisi
tentang segala hal yang berkaitan dengan kewajiban dan tanggung jawab
kedua belah pihak secara tertulis.
2.4.2
Administrasi Klaim
Administrasi klaim menurut definisi HIAA (Health Insurance
Association of America) adalah proses pengumpulan bukti atau fakta yang
berhubungan dengan kejadian sakit atau cedera, melakukan perbandingan dengan
  
36
ketentuan polis dan menentukan manfaat yang dapat dibayarkan kepada
tertanggung atau penagih klaim (Ilyas, 2006).
Walaupun hanya merupakan satu kata, klaim mempunyai arti yang luas,
penting dan merupakan suatu proses, artinya melakukan klaim harus mengikuti
langkah-langkah yang telah disepakati oleh kedua pihak yang berkaitan. Secara
umum langkah-langkah tersebut terdiri dari :
1.
Penerimaan dan perampungan klaim.
2.
Telaah dan verifikasi klaim.
3.
Pembuatan keputusan klaim.
4.
Penyelesaian klaim.
5.
Pembayaran klaim kepada nasabah.
2.4.3
Cara Pengajuan Klaim
Pengajuan klaim dapat dibedakan atas tiga cara (Ilyas, 2006), yaitu :
1.
Direct Submission
Dengan metode ini, pemegang polis atau tertanggung mengajukan
langsung klaimnya ke perusahaan asuransi. Perusahaan melakukan verifikasi
klaim yang diajukan dan melakukan pembayaran langsung kepada
tertanggung. Direct Submission dapat dilakukan dengan pendekatan klaim
kit, dimana masing-masing tertanggung dilengkapi dengan klaim kit
yang
mencakup formulir klaim dan instruksi bagaimana mengisi formulir tersebut
dan bagaimana cara melakukan pengajuan klaim. Pendekatan klaim kit
dikembangkan secara khusus untuk digunakan oleh perusahaan besar. Karena
pendekatan ini sukses digunakan di beberapa perusahaan asuransi untuk
  
37
memperluas pendekatan ini pada kelompok yang lebih kecil, yaitu kurang
dari 100 jiwa dan pada peserta perseorangan.
Selain itu dapat diajukan
dengan pendekatan card-only, dimana masing-masing tertanggung dilengkapi
dengan kartu yang menjelaskan atau mengidentifikasi benefit-benefit yang
diperoleh.
Pendekatan kartu, baik untuk perusahaan yang besar, dengan
lokasi yang terpusat dan populasi pekerja yang stabil serta menyediakan
rencana pengeluaran medis dengan beberapa batasan dan pengecualian.
Manfaat pengajuan klaim dengan direct submission antara lain :
a.
Meringankan beban administrasi pemegang polis
b.
Mempermudah proses penagihan
c.
Melindungi informasi. Contoh : informasi medis
2.
Policyholder Submission (Group Health Insurance)
Pengajuan klaim yang dilakukan oleh pemegang polis, tertanggung
menginfomasikan perihal klaim yang diajukan kepada pemegang polis,
biasanya bagian personalia.
Pemegang polis menyediakan formulir klaim
beserta instruksinya kepada tertanggung pengaju klaim. Setelah menerima
berkas klaim yang lengkap dari tertanggung, kemudian pemegang polis
mereview kelengkapannya dan menyatakan bahwa pengaju klaim eligible
untuk dijamin dan kemudian mengirim berkas klaim tersebut kepada
perusahaan asuransi. Langkah-langkah pengajuan klaim oleh pemegang polis
adalah sebagai berikut :
a.
Tertanggung atau pegawai yang mengajukan klaim adalah peserta
atau tertanggung yang menjadi anggota pembayar resmi asuransi
kesehatan yang dikelola oleh pemegang polis kelompok perusahaan.
  
38
b.
Pemegang polis menyatakan bahwa tertanggung tersebut adalah benar
anggotanya dan biaya yang dikeluarkan merupakan pelayanan yang
mendapat jaminan dari polis kelompok perusahaan.
c.
Pemegang polis memberikan formulir klaim kepada tertanggung
beserta instruksi pengisiannya.
d.
Formulir yang telah diisi lengkap dan telah diterima dari tertanggung
tersebut kemudian diperiksa kembali kelengkapannya dan dinyatakan
oleh pemegang polis bahwa tertanggung tersebut berhak atas
tanggungan dan dikirimkan kepada perusahaan asuransi kesehatan.
e.
Perusahaan asuransi kesehatan memproses klaim dan mengirimkan
pembayaran ke pemegang polis untuk diberikan kepada peserta atau
tertanggung, kecuali pembayaran harus dibayarkan kepada provider.
Pembayaran klaim dapat juga dilakukan langsung ke peserta asuransi.
3.
Third-Party Submissions
Perusahaan asuransi kesehatan bekerja sama dengan perusahaan TPA (Third-
Party
Administrations) yang memberikan kewenangan untuk melakukan
prosesi klaim dan melakukan pembayaran klaim dalam batasan jumlah
tertentu sesuai dengan kesepakatan dengan perusahaan asuransi.
Namun ada beberapa kerugian bila menggunkan jasa TPA (Third-Party
Administrations), antara lain :
a.
Third-Party Administrator cenderung menggunakan sistem yang mereka
kembangkan sendiri.
b.
Mereka melakukan interpretasi sendiri terhadap polis dan praktek
administrasi.
  
39
c.
Menambah biaya.
2.4.4
Syarat Pengajuan Klaim
Berikut adalah syarat yang biasa harus dipenuhi dalam proses klaim
manual, dimana penagih klaim harus menyerahkan klaim kit secara lengkap
kepada asuradur (Ilyas, 2006), antara lain :
1.
Fotokopi kartu peserta yang masih berlaku
2.
Formulir keterangan medis, yang berupa :
a.
Identitas pasien
b.
Tanggal pemeriksaan
c.
Diagnosa Dokter
d.
Tindakan yang dilakukan/tindakan khusus
e.
Rincian biaya
f.
Tanda tangan dokter yang memeriksa dan tanda tangan pasien
3.
Fotokopi resep obat.
4.
Formulir-formulir penunjang diagnosik yang dilakukan.
5.
Kuitansi asli (disertakan materai sesuai dengan ketentuan pemerintah)
dari Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) yang mengajukan klaim.
Adapun beberapa syarat pengajuan klaim rawat inap adalah sebagai berikut :
1.
Fotokopi kartu peserta yang masih berlaku.
2.
Kuitansi asli (disertakan materai sesuai dengan ketentuan pemerintah)
dari Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) yang mengajukan klaim.
3.
Rincian biaya/billing rumah sakit.
  
40
4.
Copy hasil pemeriksaan penunjang diagnostik, jenis obat-obatan dan
tindakan khusus.
5.
Resume medis dari dokter yang merawat, yang menggambarkan riwayat
penyakit selama dalam perawatan.
6.
Surat jaminan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi (presertifikasi).
2.4.5
Langkah-langkah Prosedur Klaim
Tahapan dari proses klaim pada setiap perusahaan dapat bervariasi, tetapi
perbedaaannya relatif kecil, secara umum (Ilyas, 2006) menyebutkan beberapa
langkah prosedur klaim adalah sebagai berikut :
1.
Penerimaan dan perampungan klaim
Dilakukan pengecekan ulang terhadap berkas-berkas yang diajukan. Hal yang
perlu dipertanyakan adalah “Apakah berkas-berkas klaim tersebut sesuai
dengan syarat-syarat yang diberlakukan dan disepakati oleh kedua belah
pihak?”.
2.
Telaah dan verifikasi klaim.
Klaim yang diterima oleh unit klaim sebelum diputuskan untuk dibayar perlu
ditelaah secara cermat terlebih dahulu. Untuk itu ada langkah-langkah baku
yang biasa dilakukan oleh perusahaan asuransi. Tahapan yang harus
dilakukan biasanya dikerjakan secara berurutan agar tidak terjadi
kemungkinan lolosnya kegiatan yang harus dilakukan.
Disamping itu,
tahapan tersebut harus dilakukan secara konsisten dan cermat. Beberapa
tahapan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
a.
Keabsahan pihak yang mengajukan klaim.
  
41
b.
Kelengkapan formulir klaim, termasuk didalamnya tanda tangan dokter
yang memeriksa dan tanda tangan peserta.
c.
Kesesuaian klaim dengan kesepakatan kedua belah pihak atau polis
khususnya, mengenai :
i.
Batasan pelayanan
ii.
Batasan biaya
iii.
Pengecualian tindakan
d.
Batas waktu pengajuan klaim.
e.
Kewajaran klaim, yaitu kewajaran antara diagnosa, jenis obat yang
diberikan dan tindakan yang dilakukan.
3.
Pembuatan Keputusan
Sebagai hasil dari tahap telaah dan verifikasi klaim dihasilkan keputusan
terhadap klaim. Bentuk dari keputusan dapat bervariasi, tergantung temuan
yang telah divalidasi oleh personel dan pimpinan unit klaim. Keputusan unit
klaim (Ilyas, 2006) dapat berupa :
1.
Klaim ditolak seluruhnya
Biasanya hal ini terjadi apabila pelayanan kesehatan yang diterima oleh
tertanggung tidak dijamin atau karena ditemukan ketidakwajaran dalam
pengajuan klaim.
2.
Klaim diterima sebagian
Apabila ada sebagian tagihan klaim
yang diajukan, tidak dijamin dalam
polis atau terkait dengan berbagai pengaturan seperti pengecualian,
coordination of benefit, limitasi atau pengecualian lainnya.
  
42
3.
Klaim ditangguhkan penyelesaiannya
Biasanya klaim yang persyaratannya belum lengkap dan memerlukan
penyelesaian dari kedua belah pihak.
4.
Klaim diterima secara keseluruhan
Bila klaim tersebut wajar dan semua persyaratan prosedur klaim telah
dipenuhi.
4.
Penyelesaian Klaim
Penyelesaian klaim dapat dibagi menjadi dua kelompok (Ilyas, 2006), yaitu :
penyelesaian klaim PPK dan peserta.
b.
Tahap penyelesaian klaim PPK.
i.
Telaah isi klaim/kontrak dan polis
ii.
Periksa isi kontrak.
-
Cakupan hak dan kewajiban.
-
Eksklusi (hal-hal yang tidak dijamin).
-
Limitasi.
-
Hal-hal yang boleh atau tidak (terms and conditions).
-
Keabsahan mengenai kepesertaan dan waktu peserta.
-
Cara pembayaran.
c.
Tahapan penyelesaian klaim peserta
i.
Telaah isi klaim/kontrak dan polis
ii.
Periksa isi kontrak.
-
Cakupan hak dan kewajiban.
-
Eksklusi (hal-hal yang tidak dijamin).
-
Limitasi.
  
43
-
Hal-hal yang boleh atau tidak (terms and conditions).
-
Keabsahan mengenai kepesertaan dan waktu peserta.
-
Cara pembayaran dapat dilakukan secara tunai, yang dapat
diambil langsung oleh PPK atau peserta atau dapat
ditransfer melalui bank.
2.4.6
Fungsi yang Terkait dalam Pembayaran Klaim
Setiap perusahaan mempunyai fungsi-fungsi yang berperan dalam
kegiatan operasional perusahaan yang bertujuan untuk mengefektifkan dan
mengefisiensikan pekerjaan para karyawannya agar tujuan perusahaan yang telah
direncanakan dapat tercapai secara maksimal.
Adapun bagian-bagian yang berfungsi dalam pembayaran klaim.
Mulai
dari pengajuan klaim sampai klaim tersebut dibayarkan. Bagian-bagian tersebut
antara lain :
1.
Claim Customer Services atau CCS
Fungsi ini bertugas untuk :
a.
Menerima klaim.
b.
Menanggapi komplain.
c.
Memeriksa status polis nasabah.
d.
Memberi tanda terima formulir dan dokumen dan persyaratan untuk
mengajukan klaim.
e.
Mengajukan proses klaim kepada yang berwenang.
  
44
2.
Medical Advisor & Provider Relations, Claim Analyst
a.
Melakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap bagian resume medis
dalam klaim nasabah.
b.
Melakukan investigasi dengan dokter yang menangani nasabah bila
terdapat keganjilan.
c.
Menganalisa medis klaim-klaim reimbursement.
d.
Memberikan laporan tentang status resume medis apakah dapat diterima
atau tidak.
3.
Manajer Klaim
a.
Melakukan pemeriksaan dan evaluasi akhir terhadap klaim nasabah.
b.
Menentukan kelayakan klaim apakah dapat diterima atau tidak.
c.
Melaporkan penyelesaian klaim ke pimpinan departemen.
d.
Membuat CRV atau Cheque Requesition Voucher yang ditujukan kepada
departemen keuangan untuk melakukan pembayaran klaim.
e.
Membuat surat penolakan atas klaim.
4.
Kepala Departemen Klaim
a.
Melakukan evaluasi akhir dari laporan manajer.
b.
Menandatangani persetujuan klaim nasabah.
c.
Menandatangani CRV.
d.
Menandatangani surat penolakan klaim.
5.
Departemen Kuangan
a.
Menerima CRV dari departemen klaim.
b.
Melakukan pembayaran klaim dengan bilyet giro.
c.
Melakukan transfer atas pembayaran klaim.
  
45
d.
Mengeluarkan bukti transfer ke departemen klaim sebagai bukti bahwa
pembayaran telah diakui.
6.
Departemen Akuntansi
a.
Mencatat transaksi pembayaran klaim.
b.
Up date akun nasabah dalam buku besar.
2.5
Penelitian Terdahulu
Evaluasi atas pengendalian internal pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti dan menunjukkan hasil yang beragam, diantaranya :
1.
Penelitian (Disertasi) Lembi Noorvee (2006). Dalam penelitiannya Noorvee
melakukan evaluasi terhadap sistem pengendalian internal atas tiga
perusahaan yang bergerak dalam bidang industri perbankan di Tartu, Estonia.
Evaluasi terhadap sistem pengendalian internal menggunakan
COSO
framework untuk menilai dan membandingkan ketiga perusahaan dalam
ruang lingkup struktur kepemilikan modal, gaya manajerial, dan sistem
pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini menyatakan adanya kelemahan
dalam penerapan sistem pengendalian internal diketiga perusahaan dan
perbedaannya.
2.
Theodore J. Mock, Lili Sun, Rajendra P. Srivastava, Miklos Vasarhelyi
(2008). Theodore J. Mock, Lili Sun, Rajendra P. Srivastava, Miklos
Vasarhelyi melakukan studi respon terhadap ketetapan dari Sarbanex Oxley
Act 2002 dan Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB)
Auditing Standard No.5. Studi ini dilakukan dengan mengembangkan model
risk-based evidential reasoning approach
untuk menilai efektivitas
  
46
pengendalian internal pada area pelaporan keuangan atau internal controls
over financial reporting (ICoFR). Pendekatan ini menyajikan metodologi
terstruktur untuk menilai efektivitas ICoFR dengan mempertimbangkan
faktor-faktor yang relevan dan keterkaitannya. Namun, studi ini tidak
mencakup keseluruhan kegiatan operasional perusahaan
dalam
melakukan
evaluasi terhadap sistem pengendalian internal, hanya pada area sistem
informasi keuangan saja.
3.
Nindi Eka Putri (2010). Dalam skripsinya mengenai pembayaran klaim
dalam menilai efektivitas pengendalian internal
pada PT AJB Bumiputera
1912 menyimpulkan bahwa peranan pengendalian internal dalam penjualan
polis terhadap tingkat pembayaran klaim mempengaruhi besarnya klaim
tahun-tahun sebelumnya pada saat terjadi bencana serta peningkatan
penjualan polis yang selalu diikuti dengan kenaikan beban klaim signifikan
rata-rata sebesar 36%. Sebaiknya, dalam penentuan nasabah tidak hanya
mempertimbangkan tingkat kesehatan atau umur dari calon nasabah saja,
tetapi juga melihat dari jenis pekerjaan serta letak geografis tempat tinggal
calon nasabah sehinggan bagian underwriting
dapat memperkirakan lebih
cermat dalam penetuan besarnya jumlah klaim. Serta pihak manajemen harus
lebih menekankan pada para agen asuransi agar benar-benar melakukan
pertimbangan yang layak mengenai calon klien, bukan hanya mengejar
komisi atau target penjualan semata.