8
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Kerangka Teori dan Literatur
2.1.1
Modal Kerja (Working Capital)
Modal kerja terdiri atas aktiva
lancar dan kewajiban jangka pendek
perusahaan. Modal kerja atau working capital merupakan suatu elemen yang
penting yang menunjang kegiatan operasional sehari-hari suatu perusahaan,
misalnya
untuk membeli bahan mentah untuk proses produksi, membayar
gaji karyawan dan upah buruh, membayar hutang yang telah jatuh tempo dan
hutang jangka pendek, dan kegiatan-kegiatan operasional lainnya.
Kekurangan modal kerja dapat mengakibatkan terhambatnya kegiatan
operasional perusahaan sehari-hari yang bila terjadi dalam jangka waktu yang
cukup lama perusahaan
dapat mengalami atau kebangkrutan. Tetapi,
penggunaan modal kerja yang terlalu berlebihan juga merupakan indikasi
terjadinya pemborosan dalam kegiatan operasional perusahaan yang dapat
mengakibatkan meruginya perusahaan.
Modal kerja adalah suatu bentuk pengukuran keuangan yang
menunjukan likuiditas operasional yang tersedia untuk sebuah bisnis. Modal
kerja dikalkulasikan sebagai aktiva lancar dikurangi dengan hutang lancar.
Modal kerja defisit (working capital deficit) terjadi jika jumlah aktiva lancar
lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban jangla pendek, sedangkan modal
kerja yang positif dibutuhkan agar perusahaan dapat melanjutkan kegiatan
operasionalnya sehari-hari. Selain itu, aktiva lancar dan kewajiban jangka
pendek mempunyai empat
akun yang memiliki aspek
kepentingan secara
  
9
khusus. Ke-empat
akun tersebut adalah
kas (cash),
piutang usaha (account
receivable), persediaan (inventory), dan hutang usaha (account payable).
Modal kerja merupakan investasi perusahaan pada aktiva jangka
pendek, seperti kas, surat berharga yang mudah dipasarkan (jangka pendek),
persediaan, dan piutang usaha. Modal kerja dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
modal kerja bruto (gross working capital) dan modal kerja bersih (net
working capital).
Modal kerja bruto mencakup hanya aktiva lancar saja,
sedangkan modal kerja bersih adalah selisih antara asktiva
lancar dengan
kewajiban jangka pendek. 
Subramanyam & Wild (2011) mendefiniskan modal kerja sebagai
suatu ukuran aktiva lancar yang penting yang mencerminkan keamanan bagi
kreditor dan untuk mengukur cadangan likuiditas yang tersedia untuk
memenuhi kontijensi dan ketidakpastian yang terkait dengan keseimbangan
antara arus kas masuk dan arus kas keluar.
Modal kerja menurut Bambang Riyanto (2011) adalah dana yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari.
Sedangkan Munawir (2010) mengatakan bahwa modal kerja adalah kelebihan
aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek, yaitu aktiva lancar yang berasal
dari pinjaman jangka panjang maupun dari para pemilik perusahaan.
Sementara itu, Diana R. Harrington
(2004:143)
menyatakan sebagai
berikut: “Working capital includes both the current assets of the corporation
inventories, accounts receivable, cash, and maketable securities –
and
current liabilities –
accounts, notesm and taxes payable”. Di samping itu,
Harrington juga
menambahkan: “The term working capital cycle, or
production-sales cycle, refers to the ebb and flow of funds through the
  
10
company in response to changes in the level of activity in manufacturing and
sales. The current liabilities are the immediate obligations of the company”.
Dari pengertian-pengertian modal kerja diatas maka dapat
disimpulkan bahwa modal kerja merupakan selisih antara aktiva lancar
dengan kewajiban jangka pendek (modal kerja bersih). Modal kerja
memberikan pengaruh terhadap likuiditas dan
arus kas perusahaan. Modal
kerja dipengaruhi oleh 4 akun, yaitu kas dan setara kas, piutang usaha,
persediaan, dan hutang usaha. Manajemen modal kerja yang baik diperlukan
oleh setiap perusahaan agar modal kerja perusahaan dapat digunakan dengan
efisien dan efektif. 
2.1.1.1 Pentingnya Pengelolaan Modal Kerja
Sebagian besar manajer keuangan menghabiskan waktu yang
signifikan untuk menghadapi masalah-masalah keuangan dan kesempatan
yang mendesak. Salah satu masalah yang paling sering dihadapi adalah
keperluan perusahaan akan modal kerja. Pertumbuhan penjualan dan naiknya
permintaan dari pelanggan tentunya harus diimbangi dengan modal kerja
yang cukup. Kekurangan akan modal kerja dapat menghabat produktifitas
dan mengurangi pendapatan perusahaan. Kebijakan modal kerja yang kurang
tepat dapat menimbulkan biaya-biaya yang dapat merugikan perusahaan.
Perusahaan yang dikatakan memiliki tingkat profitabilitas tinggi berarti tinggi
pula efisiensi penggunaan modal kerja yang digunakan perusahaan tersebut.
Kebijakan modal kerja (working capital policy)
merupakan keputusan
mendasar sehubungan dengan jumlah setiap kategori aktiva lancar yang
ditargetkan dan bagaimana aktiva lancar tersebut akan dibiayai. Kebijakan
  
11
modal kerja mengacu pada kebijakan dasar perusahaan mengenai jumlah
setiap kategori aktiva lancar yang ditargetkan dan bagaimana aktiva lancar
akan dibiayai.
Oleh karena itu, manajemen harus selalu berhati-hati dalam
menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan modal kerja.
Mengacu pada Munawir (2010) ada beberapa alasan yang menjadikan
modal kerja harus dikelola dengan baik, yaitu:
Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk beroperasi
secara efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam hal
pendanaan.
Melindungi perusahaan terhadap
krisis modal kerja karena turunnya
nilai dari aktiva lancar.
Memungkinkan untuk membayar semua kewajiban-kewajiban tepat
pada waktunya.
Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan
memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-
bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi.
Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup
untuk melayani para konsumennya.
Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang
lebih menguntungkan kepada para langganannya.
Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih
efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun
jasa yang dibutuhkan.
  
12
2.1.1.2 Konsep Modal Kerja
Menurut Riyanto (2011), dalam bukunya “Dasar-dasar Pembelanjaan
Perusahaan”, pengertian modal kerja dibagi menjadi tiga konsep yaitu konsep
kuantitatif, konsep kualitatif, dan konsep fungsional:
1.
Konsep kuantitatif
Konsep ini mendasarkan pada kuantitas daripada dana
yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar di mana aktiva ini
merupakan aktiva dimana dana yang tertanam di dalamnya akan dapat
bebas lagi dalam jangka waktu yang pendek. Dengan demikian, modal
kerja menurut konsep ini sama saja dengan modal kerja bruto, yaitu
keseluruhan pada jumlah aktiva lancar saja.
Konsep ini tidak mementingkan kualitas dari modal kerja
dan bagaimana modal kerja tersebut dibiayai, apakah dari modal
pemilik, kewajiban jangka panjang, ataupun kewajiban jangka pendek.
Modal kerja dalam konsep ini tidak dapat menggambarkan likuiditas
perusahaan dan kelangsungan hidup dari perusahaan bersangkutan
serta margin of safety para kreditur jangka pendek. 
2.
Konsep kualitatif
Berbeda dengan konsep kuantitatif, pada konsep kualitatif
ini modal kerja didasarkan pada kualitasnya. Pengertian modal kerja
menurut konsep kualitatif adalah selisih aktiva lancar dengan
kewajiban jangka pendek perusahaan. Aktiva lancar yang dimaksud
adalah aktiva lancar yang berasal dari kewajiban jangka panjang
ataupun dari pemilik perusahaan. Modal kerja dalam konsep ini
menggambarkan margin of safety para kreditur jangka pendek,
  
13
likuiditas perusahaan, kelangsungan hidup perusahaan, serta
kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman
jangka panjang dengan aktiva lancarnya sebagai jaminan.
3.
Konsep fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam
menghasilkan pendapatan atau income.
Setiap dana yang digunakan
oleh perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada
sebagian dana yang digunakan dalam suatu periode akutansi tertentu
yang seluruhnya langsung menghasilkan pendapatan bagi periode
tersebut, atau dapat disebut current income. Tetapi, ada sebagian dana
lain yang juga digunakan selama periode tersebut tetapi untuk
menghasilkan pendapatan di masa yang akan datang (future income),
misalnya bangunan, mesin-mesin, peralatan, dan aktiva tetap lainnya.
2.1.1.3 Jenis-jenis Modal Kerja
Menurut W.B. Taylor, yang kemudian dikutip oleh Riyanto (2011),
modal kerja dapat digolonglan menjadi dua jenis sebagai berikut:
1.
Modal kerja permanen (permanent working capital) yaitu modal kerja
yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan
fungsinya atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus
menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen
ini dapat dibedakan menjadi:
a.
Modal kerja primer (primary working capital)
yaitu jumlah
modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk
menjamin kelanjutan atau kelangsungan hidup usahanya.
  
14
b.
Modal kerja normal (normal working capital)
yaitu jumlah
modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas
produksi yang normal. Pengertian normal di sini adalah
dinamis. 
2.
Modal kerja variabel (variable working capital)
yaitu modal kerja
yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan.
Modal kerja varibel dibedakan menjadi:
a.
Modal kerja
musiman (seasonal working capital)
yaitu modal
kerja yang jumlahnya berubah-ubah yang disebabkan fluktuasi
musiman. Contoh: modal kerja yang digunakan dalam
memproduksi minyak kelapa sawit. Pada saat panen, maka
modal kerja yang dibutuhkan cukup besar. Sedangkan, pada
saat tidak masa panen maka modal kerja yang dibutuhkan
adalah modal kerja untuk beban-beban tetap saja, misalnya
gaji karyawan dan upah buruh.
b.
Modal kerja siklis (cyclical working capital) yaitu modal kerja
yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan fluktuasi konjungur.
Modal kerja yang dibutuhkan meningkat seiring dengan
keadaan ekonomi yang semakin baik, ataupun sebaliknya.
c.
Modal kerja darurat (emergency working capital) yaitu modal
kerja yang berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang
tidak diperkirakan sebelumnya, misalnya saat terjadi bencana
alam, kerusuhan, pemogokan buruh, dan sebagainya.
  
15
2.1.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja
Modal kerja dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk mendukung
kegiatan-kegiatan opeasionalnya
sehari-hari. Pengelolaan modal kerja yang
baik akan sangat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan. Tetapi, jumlah
modal kerja yang terlalu besar atau terlalu kecil tidak dapat dijadikan indikasi
apakah manajemen telah mengelola sumber dayanya secara efisien dan
efektif atau tidak. Jumlah modal kerja yang terlalu besar bisa saja merupakan
indikasi bahwa manajemen gagal dalam mengelola sumber dayanya secara
efisien, yang kemudian dapat mengakibatkan perusahaan merugi.
Untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi
suatu perusahaan bukanlah hal yang mudah, karena modal kerja yang
dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Mengacu pada pendapat Munawir (2010), berikut adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu
perusahaan:
1.
Sifat atau tipe dari perusahaan
Modal kerja dari suatu perusahaan jasa relatif akan lebih rendah
dibandingkan dengan perusahaan industri. Untuk perusahaan jasa,
seperti PLN, PAM, Bioskop, dan perusahaan jasa angkutan, tidak
memerlukan investasi yang terlalu besar dalam kas dan setara kas,
piutang dagang, maupun persediaannya. Sedangkan untuk perusahaan
industri harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva
lancarnya agar perusahaan tidak mengalami kesulitan di dalam
kegiatan operasionalnya sehari-hari. Sehingga, sudah jelas perusahaan
industri memerlukan modal kerja yang lebih besar jika dibandingkan
  
16
dengan perusahaan jasa. Bahkan, di antara perusahaan industri
sendiripun modal kerja yang dibutuhkan tidak sama. Untuk
perusahaan yang memproduksi barang dagangannya sendiri, mereka
membutuhkan modal kerja yang lebih besar dibandingkan dengan
perusahaan eceran karena perusahaan-perusahaan seperti ini harus
mengadakan investasi yang relatif besar dalam bahan baku, barang
dalam proses, dan persediaan barang jadi.
2.
Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau memperoleh barang
yang akan dijual serta harga per satuan dan barang tersebut
Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung
dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan
dijual maupun barang bahan baku  yang akan diproduksi sampai
barang tersebut dijual. Makin panjang waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi atau memperoleh barang tersbeut makin besar pula
modal kerja yang dibutuhkan. Kemudian, semakin besar harga pokok
per satuan barang yang dijual akan semakin besar pula kebutuhan
akan modal kerja. 
3.
Syarat penjualan
Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para
pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja
yang harus diinvestasikan dalam sektor piutang dagang. Untuk
mengurangi jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam
piutang dagang dan untuk mengurangi resiko adanya piutang dagang
yang tak tertagih, biasanya perusahaan memberikan potongan tunai
  
17
kepada para pembeli. Dengan demikian, para pembeli akan tertarik
untuk segera membayar hutangnya dalam periode diskonto tersebut.
4.
Syarat pembelian bahan atau barang dagangan
Syarat pembelian barang dagangan atau bahan baku yang akan
digunakan untuk memproduksi barang sangat mempengaruhi jumlah
modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan.
Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian
menguntungkan, maka makin sedikit uang kas yang harus
diinvestasikan dalam persediaan bahan baku ataupun barang dagangan.
Sebaliknya, jika pembayaran atas bahan baku atau barang dagangan
yang dibeli tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu yang pendek
maka uang kas yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin
besar pula. 
5.
Tingkat perputaran persediaan
Tingkat perputara persediaan menunjukan berapa kali persediaan
tersebut diganti atau dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi tingkat
perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang
dibutuhkan semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran
yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan
persediaan secara teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin
tinggi tingkat perputaran akam memperkecil resiko terhadap kerugian
yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan
selera konsumen. Di samping itu, akan menghemat biaya
penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.
  
18
Selain kelima faktor di atas, masih banyak faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi modal kerja perusahaan, misalnya adanya musim-
musim tertentu yang dapat mempengaruhi jumlah produksi, volume
penjualan, tingkat perputaran piutang, dan jumlah rata-rata pengeluaran uang
setiap harinya.
2.1.1.5 Sumber-sumber Modal Kerja
Modal kerja pada dasarnya terdiri atas dua bagian, yaitu modal kerja
permanen dan modal kerja variable. Modal kerja permanen adalah jumlah
minimum yang harus tersedia agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar
tanpa kesulitan keuangan. Sedangkan, modal kerja variable adalah modal
kerja yang jumlahnya tergantung pada kegiatan-kegiatan musiman dan
kebutuhan-kebutuhan di luar kegiatan yang biasa atau rutinitas. 
Menurut Munawir (2010), pada umumnya sumber modal kerja suatu
perusahaan dapat berasal dari:
1.
Pemilik perusahaan atau pemegang saham
Kebutuhan modal kerja permanen sebaiknya dibiayai oleh pemilik
perusahaan atau para pemegang saham perusahaan. Semakin besar
jumlah modal kerja yang dibiayai atau yang berasal dari investasi
pemilik perusahaan maka akan semakin baik bagi perusahaan tersebut
karena akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk
memperoleh kredit serta semakin besar jaminan bagi kreditor jangka
pendek.
2.
Hasil operasional perusahaan
  
19
Hasil operasional perusahaan adalah jumlah pendapatan bersih
perusahaan yang terlihat dalam laporan perhitunga laba rugi
perusahaan ditambah dengan depresiasi dan amortisasi. Pendapatan
bersih atau profit yang dihasilkan dari kegiatan operasional
perusahaan ini akan menambahkan modal jika pendapatan ini tidak
diambil kembali oleh pemilik perusahaan.
3.
Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka
pendek)
Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek adalah
salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual. Dengan
adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya
perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga
menjadi bentuk kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat
berharga ini merupakan suatu sumber untuk menambah modal kerja
perusahaan. Sebaliknya, apabila dalam penjualan surat berharga
terjadi kerugian maka akan menyebabkan berkurangnya modal kerja
perusahaan. 
4.
Penjualan aktiva tidak lancar
Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan
aktiva tetap, peralatan atau mesin-mesin, investasi jangka panjang,
dan aktiva tidak lancar lainnya. Perubahan aktiva-aktiva tersebut
menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal
kerja sebesar hasil penjualan tersebut.
5.
Penjualan saham atau obligasi (investasi jangka panjang)
  
20
Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan, perusahaan
dapat pula mengadakan emisi saham baru ataupun meminta kepada
para pemegang saham untuk menambah modalnya. Di samping itu,
perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi atau bentuk hutang
jangka panjang lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya.
2.1.1.6 Penggunaan Modal Kerja
Pada umumnya, modal kerja digunakan untuk membiayai kegiatan
operasional perusahaan sehari-hari, seperti membeli bahan mentah untuk
proses produksi, membayar gaji karyawan dan upah buruh, dan membayar
hutang yang telah jatuh tempo dan hutang jangka pendek. Penggunaan modal
kerja akan menyebabkan perubahan-perubahan bentuk maupun penurunan
jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Penggunaan aktiva lancar
tidak akan mempengaruhi modal kerja jika penurunan aktiva tersebut
diimbangi dengan penurunan kewajiban jangka pendek dengan jumlah yang
sama. 
Mengacu pada pendapat Munawir (2010), ada beberapa penggunaan
aktiva lancar yang mengakibatkan turunnya modal kerja:
Pembayaran biaya operasional perusahaan, meliputi pembayaran upah
buruh, gaji karyawan, pembelian bahan baku atau baran dagangan,
perlengkapan kantor, dan pembayaran-pembayaran lainnya.
Kerugian-kerugian yang diderita oleh perusahaan karena adanya
penjualan surat berharga maupun kerugian insidentil lainnya.
Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk
tujuan-tujuan tertentu dalam jangka panjang.
  
21
Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka
panjang, atau aktiva tidak lancar lainnya yang mengakibatkan
berkurangnya aktiva lancar atau timbulnya kewajiban lancar yang
berakibat berkurangnya modal kerja.
Pembayaran kewajiban-kewajiban jangka panjang yang meliputi
hutang hipotek, hutang obligasi, maupun bentuk hutang jangka
panjang lainnya.  Penarikan atau pembelian kembali saham
perusahaan yang beredar dan penurunan kewajian jangka panjang
diimbangi berkurangnya aktiva lancar juaga dapat mengurangi modal
kerja perusahaan.
Pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik perusahaan
untuk kepentingan pribadinya atau adanya pengambilan bagian
keuntungan oleh pemilik dalam perusahaan perorangan dan
persekutuan atau adanya pembayaran dividen dalam perseroan
terbatas.
2.1.1.7 Komponen-komponen dalam Modal Kerja
Modal kerja memiliki komponen-komponen yang menyusun modal
kerja itu sendiri. Modal kerja yang dibahas adalah modal kerja dalam konsep
kualitatif atau modal kerja bersih. Munawir (2010) menjabarkan modal kerja
terdiri atas komponen-komponen aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek,
yaitu:
1.
Aktiva lancar, yaitu
uang kas dan aktiva lainnya yang dapat
diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual,
  
22
atau digunakan dalam periode berikutnya. Biasanya paling lama satu
tahun atau dalam waktu pepurtaran kegiatan perusahaan yang normal.
a.
Kas adalah uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai
kegiatan operasional perusahaan. Bentuk lain dari aktiva
lancar yang dapat disetarakan dengan kas antara lain cek,
bilyet giro atau demand deposit, dan sebagainya.
b.
Investasi jangka pendek adalah investasi yang sifatnya
sementara (jangka pendek) dengan maksud untuk
memanfaatkan uang kas yang untuk sementara belum
dibutuhkan dalam kegiatan operasional perusahaan. Yang
termasuk dalam investasi jangka pendek adalah:
Deposito di bank.
Surat-surat berharga yang berbentuk saham, obligasi,
surat hipotek, sertifikat bank.
Investasi lainnya yang dapat dengan mudah diperjual-
belikan.
c.
Piutang wesel, yaitu tagihan perusahaan kepada pihak lain
yang dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang diatur
dalam undang-undang. 
d.
Piutang dagang adalah tagihan kepada pihak lain sebagai
akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit.
e.
Persediaan, untuk perusahaan dagang persediaan yang
dimaksud adalah semua barang-barang yang diperdagangkan
yang sampai tanggal neraca masih di
gudang atau belum laku
dijual. Sedangkan, untuk perusahaan manufaktur maka
  
23
persediaan yang dimaksud meliputi persediaan bahan bahu
(bahan mentah), barang dalam proses, dan barang jadi.
f.
Piutang penghasilan atau penghasilan yang masih harus
diterima, yaitu penghasilan yang sudah menjadi hak
perusahaan karena perusahaan telah memberikan jasanya,
tetapi belum diterima pembayarannya.
g.
Biaya yang dibayar dimuka adalah pengeluaran perusahaan
untuk menerima jasa dari pihak lain, tetapi pengeluaran itu
belum menjadi
biaya atau jasa dari pihak lain itu belum
dinikmati oleh perusahaan pada periode ini.
2.
Kewajiban jangka pendek, yaitu kewajiban keuangan perusahaan
yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka
pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva
lancar yang dimiliki oleh perusahaan.
a.
Hutang dagang merupakan hutang yang timbul karena adanya
pembelian bahan baku atau barang dagang secara kredit.
b.
Hutang wesel adalah hutang yang disertai dengan perjanjian
tertulis yang diatur oleh undang-undang untuk melakukan
pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di masa
yang akan datang.
c.
Hutang pajak, baik pajak untuk perusahaan yang bersangkutan
maupun pajak pendapatan karyawan yang belum disetorkan ke
kas negara. 
d.
Biaya yang masih harus dibayar, yaitu biaya-biaya yang sudah
terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
  
24
e.
Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah
sebagian atau seluruh hutang jangka panjang yang sudah
menjadi hutang jangka pendek karena harus segera dilakukan
pembayarannya.
f.
Penghasilan yang diterima di muka merupakan penerimaan
uang untuk penjualan barang ataupun jasa yang belum
direalisasikan.
 
2.1.2
Profitabilitas
Laporan keuangan merupakan serangkaian informasi tentang kondisi
keuangan suatu perusahaan
dalam periode tertentu. Mereka yang memiliki
kepentingan terhadap perkembangan suatu perusahaan sangatlah perlu untuk
mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Laporan keuangan sendiri terdiri
dari Statement of Earnings, Statement of Financial Position, Statement of
Cash Flows, Statement of Changes in Shareholder’s Equity, dan Financial
Statement Footnotes.
Dengan serangkaian informasi keuangan di atas, pihak-pihak yang
berkepentingan dapat menilai kinerja suatu perusahaan. Kinerja perusahaan
merupakan gambaran tentang pertumbuhan dan perkembangan suatu
perusahaan yang dilihat dari sisi keuangannya dengan menggunakan alat-alat
analisis keuangan, misalnya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan.
Kinerja perusahaan juga menunjukan sejauh mana keberhasilan manajemen
dalam mengelola sumber daya perusahaan. Penilaian kinerja keuangan
merupakan salah satu bentuk tanggung jawab manajemen terhadap para
pemangku kepentingan.
  
25
Pada dasarnya, kinerja perusahaan dapat dilihat dari beberapa sisi,
yaitu:
Likuiditas (liquidity)
berhubungan dengan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang segera harus dipenuhi.
Dengan kata lain yaitu kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya.
Solvabilitas (solvability)
berhubungan dengan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban keuangannya.
Solvabilitas menunjukan kemampuan perusahaan untuk melunasi
seluruh hutang yang ada dengan menggunakan seluruh aset yang
dimilikinya jika terjadi kepailitan.
Rentabilitas (rentability)
berhubungan dengan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
Rentabilitas juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas
manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan.
2.1.2.1 Pengertian dan Definisi Profitabilitas
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan
profitabilitasnya. Jika perusahaan berhasil meningkatkan profitabilitasnya,
dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut mampu mengelola sumber daya
yang dimilikinya secara efektif dan efisien sehingga mampu menghasilkan
laba yang tinggi. Sebaliknya, sebuah perusahaan memiliki profitabilitas yang
rendah menunjukan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu mengelola
sumber daya yang dimilikinya dengan baik, sehingga tidak mampu
menghasilkan laba tinggi. 
  
26
Profitabilitas berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan
untuk memperoleh laba dengan menggunakan sumber daya yang dimilikinya.
Profitabilitas merupakan suatu ukuran persentase yang digunakan untuk
menilai sejauh mana perusahaan mampu menghasilkan laba pada tingkat
yang dapat diterima. Nilai profitabilitas menjadi norma ukuran bagi
kesehatan perusahaan.
Profitabilitas merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis
kinerja manajemen. Tingkat profitabilitas akan menggambarkan posisi laba
perusahaan profitabilitas juga merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan
dan keputusan perusahaan.
Menurut Munawir (2010), profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama perode tertentu dimana
profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan
kemampuan menggunkan aktivanya secara produktif.
Brigham & Houston
(2011) menjelaskan rasio profitabilitas adalah
sekelompok rasio yang menunjukan pengaruh gabungan dari likuiditas,
pengelolaan aktiva, dan pengelolaan hutang terhadap hasil operasi. Rasio
profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Keuntungan merupakan hal
yang penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Keuntungan atau profit
juga merupakan tujuan setiap perusahaan dan merupakan suatu tolak ukur
atas kesuksesan sebuah perusahaan.
  
27
2.1.2.2 Jenis-jenis Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dalam usaha untuk
menghasilkan keuntungan atau profit. Rasio profitabilitas terdiri dari:
1.
Gross Profit Margin
Rasio ini untuk mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba kotor pada tingkat penjualan tertentu. Semakin
tinggi rasionya, maka semaik baik.
Sumber: Gitman (2008:67)
2.
Operating Profit Margin
Rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Operating profit margin mengukur
persentase dari keuntungan yang diperoleh perusahaan dari setiap
penjualannya dikurangi dengan biaya bunga dan pajak. Pada
umumnya, semakin tinggi rasio ini, maka semakin baik.
Sumber: Gitman (2008:67)
3.
Return on Common Equity (ROE)
Rasio ini mengukur efisiensi modal sendiri dan menunjukan
produktifitas dari dana-dana pemilik perusahaan di dalam
perusahaannya sendiri. ROE memberikan indikasi jumlah laba yang
diperoleh dihubungkan dengan modal sendiri.
  
28
Sumber: Gitman (2008:69)
4.
Net Profit Margin
Rasio ini menunjukan seberapa besar presentase pendapatan bersih
yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin
baik kemajuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi.
Sumber: Weygandt, Kieso, Kimmel (2007:798)
5.
Earnings per Share (EPS)
Rasio ini menunjukan seberapa besar kemampuan per lembar saham
dalam menghasilkan laba.
Sumber: Weygandt, Kieso, Kimmel (2007:798)
6.
Return on Total Assets (ROA)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan
aktiva untuk memperoleh laba. Selain itu rasio ini juga digunakan
untuk mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan
oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva yang
dimiliki). Rasio ini menggunakan berapa besar laba bersih yang
diperoleh perusahaan bila diukur dengan nilai aktiva.
  
29
Sumber: Weygandt, Kieso, Kimmel (2007:798)
2.2
Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, maka penulis
mengemukakan hasil dari penelitian terdahulu yang pembahasannya atau topik
permasalahannya sesuai dengan permasalahan yang akan dilakukan oleh penulis. 
Menurut Amarjit Gill, Nahum Biger, dan Neil Mathur
(2010)
dalam
“The
Relation Between Working Capital Management and Profitability: Evidence from
The United States”, adanya hubungan yang positif antara cash conversion cycle
(CCC) dengan profitabilitas (menggunakan gross profit). Sedangkan, untuk average
days of account receivable
mereka menemukan hubungan yang negatif
dengan
profitabilitas perusahaan.
Aulia Rahma
(2011)
dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Pengaruh
Manajemen Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan (Studi pada Perusahaan
Manufaktur PMA dan PMDN yang Terdaftar di BEI Periode 2004-2008)”,
menemukan bahwa:
Perputaran modal kerja mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap ROI.
Perputaran kas mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap ROI.
Perputaran persediaan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap ROI.
Status perusahaan mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap ROI.
Dalam jurnal yang berjudul “The Relationship Between Working Capital
Efficiency and Profitability”, Christi Khalid Ashraf
(2012)
mengungkapkan bahwa
adanya hubungan negatif signifikan antara net operating profitability
dan the
  
30
average collection period, inventory turnover in days, average payment period, dan
cash conversion cycle. Ashraf juga mengungkapkan bahwa adanya hubungan negatif
signifikan antara accounts payable dan profitabilitas sesuai dengan anggapan bahwa
perusahaan yang kurang profitable
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
membayar tagihan-tagihan mereka.
Dalam penelitiannya tentang “The Influence of Working Capital
Management Components on Corporate Profitability: A Survey on Kenyan Listed
Firms”, David M. Mathuva
(2010)
mengungkapkan adanya hubungan negatif yang
sangat signifikan antara accounts collection period dengan profitabilitas. Sedangkan,
hubungan antara inventory conversion period
dan average payment period
dengan
profitabilitas ditandai dengan hubungan positif yang sangat signifikan.
Olufemi I. Falope dan Olubanjo T. Ajilore  (2009) menjabarkan penelitiannya
dalam jurnal yang berjudul “Working Capital Management and Corporate
Profitability: Evidence from Panel Data Analysis of Selected Quoted Companies in
Nigeria”, sebagai berikut:
Hubungan antara average collection period, inventory turnover in days,
average payment period,
dan cash conversion cycle
dengan net operating
profitability ditandai dengan hubungan negatif signifikan.
Adanya hubungan negatif signifikan di antara accounts payable
dengan
profitabilitas.
2.3
Pengembangan Hipotesis
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan satu variabel dependen, tiga
variabel independen,
dan dua variabel kontrol. Variabel dependen yang akan
digunakan adalah net operating profit
yang
mewakilkan pengukuran profitabilitas.
  
31
Variabel independen yang akan digunakan adalah number of days account receivable
(NDAR), number of days inventory (NDI),
dan
number of days account payable
(NDAP).
Ketiga
variabel ini sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan oleh
peneliti-peneliti terdahulu.
Sedangkan, untuk variabel kontrol yang akan digunakan
adalah current ratio (CR) dan debt ratio (DR)
CR digunakan untuk mengetahui
pengaruh likuiditas terhadap profitabilitas perusahaan dan DR digunakan untuk
mengetahui pengaruh laverage terhadap profitabilitas perusahaan.
Number of Days Account Receivable (NDAR) merupakan waktu yang
dibutuhkan perusahaan untuk menagihkan piutangnya kepada pelanggan. Dengan
kata lain, NDAR berkaitan dengan rata-rata hari yang dibutuhkan perusahaan untuk
mengkonversi piutangnya menjadi kas dalam satu periode (biasanya satu tahun).
Semakin tinggi nilai NDAR, maka semakin tinggi kemungkinan piutang yang tak
tertagih. Hal ini akan menimbulkan beban piutang tak tertagih yang akan
berpengaruh pada laba yang dihasilkan perusahaan serta terhambatnya aliran kas
yang merupakan sumber dana bagi operasional perusahaan yang akan berpengaruh
bagi produksi dan penjualan perusahaan. Maka dapat disumpulkan bahwa semakin
tinggi angka NDAR, maka profitabilitas perusahaan  akan menurun.
Number of Days Inventory (NDI) merupakan rentang waktu yang dibutuhkan
antara persediaan dibeli (masuk gudang) sampai persediaan dijual (keluar gudang).
Kecepatan persediaan terjual merupakan indikasi peningkatan penjualan yang secara
otomatis akan meningkatkan laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Semakin cepat
persediaan keluar dari gudang, maka semakin cepat pula perputaran modal
perusahaan yang merupakan dampak dari diterimanya kas oleh perusahaan yang
semakin cepat. Begitu pula sebaliknya. Sehingga dapat kita sumpulkan bahwa
semakin tinggi angka NDI, maka profitabilitas perusahaan akan menurun.
  
32
Number of Days Account Payable (NDAP)
merupakan angka yang
menunjukan rata-rata waktu (dalam hari) yang dibutuhkan
perusahaan membayar
para kreditornya dalam suatu periode (biasanya satu tahun). Semakin cepat
perusahaan membayar para kreditornya, semakin tinggi kepercayaan para kreditor
untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan
terlambat membayar para kreditor, perusahaan dapat kehilangan kepercayaan mereka
dan nantinya akan berakibat kurangnya modal untuk kegiatan-kegiatan perusahaan.
Tetapi,
jika perusahaan menunda pembayaran kepada para kreditor, dana
pembayaran tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa NDAP
dapat berpengaruh terhadap naik atau turunnya
profitabilitas perusahaan.
Berdasarkan uraian masalah diatas dan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, maka penulis menyimpulkan hipotesis sebagai berikut:
H1:
Number of Days Account Receivable (NDAR) berpengaruh negatif
terhadap Net Operating Profit (NOP).
H2:
Number of Days Inventory
(NDI) berpengaruh negatif terhadap Net
Operating Profit (NOP).
H3:
Number of Days Account Payable (NDAP) berpengaruh terhadap Net
Operating Profit (NOP).