8
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Teori Feminisme
Feminisme adalah sebuah paham yang muncul ketika wanita menuntut untuk
mendapatkan kesetaraan hak yang sama dengan pria. Istilah ini
pertama kali
digunakan di dalam debat politik di Perancis di akhir abad 19. Menurut June Hannam
(2007:22) di dalam buku Feminism, kata feminisme bisa diartikan sebagai: 
1. A recognition of an imbalance of power between the sexes, with
woman in a subordinate role to men.
2. A belief that woman condition is social constructed and therefore
can be changed .
3. An emphasis on female autonomy.
Terjemahan:
1.
Pengakuan tentang ketidakseimbangan kekuatan antara dua jenis
kelamin, dengan peranan wanita berada dibawah pria.
2.
Keyakinan bahwa kondisi wanita terbentuk secara sosial dan
maka dari itu dapat diubah.
3.
Penekanan pada otonomi wanita.
Awal abad ke-18 dapat disebut sebagai titik awal dalam sejarah feminisme.
Walaupun sudah ada wanita yang melakukan debat untuk mendapat posisi yang
diakui masyarakat, feminisme belum terlalu banyak berkembang pada saat
itu. Pada
saat itu yang bermunculan adalah para wanita yang menulis karya yang menunjukkan
tuntutan mereka untuk mendapatkan persamaan hak, khususnya di dalam bidang
pendidikan. Kemudian, Para wanita mulai tertarik dengan ide-ide baru yang muncul
setelah revolusi Perancis. Mereka membayangkan kalau hubungan antar gender yang
saat ini berlaku dihapuskan dan muncul dalam bentuk berbagai macam asosiasi yang
  
9
ingin menghentikan dominasi pria dan menolak anggapan umum bagaimana menjadi
seorang wanita saat itu. (Hannam, 2007:6)
Sekitar pertengahan abad ke-18, para wanita di Eropa, Amerika Utara, dan
para koloninya di Kanada, Selandia Baru dan Australia mengatur bersama pertama
kalinya di dalam kelompok dan masyarakat yang bertujuan mancapai perubahan dan
perkembangan di dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik wanita. Organisasi-
organisasi menjadi pusat dari sejarah gerakan feminisme. Mereka terus mendidik dan
membuat para wanita menuangkan isi pikirannya. Mereka ingin ideologi mereka
dikenali di masa depan nantinya. Mereka menulis autobiografi, riwayat hidup atau
sejarah yang kelak akan kita kenal sebagai karakteristik dari awal munculnya
feminisme. (Hannam, 2007:7)
Gerakan-gerakan yang terorganisasi inilah yang menjadi pusat di dalam
sejarah feminisme. Wanita-wanita yang dididik dan mengeluarkan isi pikirannya ini
sadar mereka sedang membuat sejarah. Mereka ingin di masa depan, generasi
selanjutnya mengetaui prestasi mereka diketahui  dan menceritakannya.
Mereka
menulis autobiografi, memoir, dan sejarah yang nantinya akan membantu
terbentuknya karakteristik dan tujuan dari feminisme awal. Hubungan dekat antara
politik feminis dan organisasi-organisasi inilah yang menjadi cikal bakal pergerakan
wanita di tahun 1960 sampai dengan tahun 70-an. (Hannam, 2007:7)
Fokus
dari organisasi-organisasi pergerakan wanita ini telah membawa
perkembangan di dalam sejarah feminisme, yang dibagi dalam dua gelombang, yakni
gelombang pertama yang berlangsung pada tahun 1860-1920 dan gelombang kedua
pada tahun 1960-1970an. (Hannam, 2007:8)
  
10
Setelah feminisme gelombang kedua, dimulailah feminisme gelombang
ketiga. Feminisme gelombang ketiga ini masih sulit didefinisikan dan label ini masih
mempunyai sangat sedikit arti. Namun, debat-debat menunjukkan feminisme masih
menunjukkan vitalitasnya dan wanita punya potensi untuk mengambil tindakan tidak
hanya secara personal saja, tetapi juga secara politis. Para wanita telah dan terus
menemukan berbagai macam tempat untuk menjalankan dan mengekspresikan
identitas politik dan kampanye masalah tersendiri secara optimis yang dapat menjadi
batu loncatan untuk lebih luas lagi. (Hannam, 2007:166)
Di negara-negara barat, paham feminisme berkembang pesat, lama kelamaan,
paham ini juga menyebar ke negara-negara lain, misalnya di Asia. Menurut June
Hannam, kebanyakan gerakan feminisme di Asia berfokus kepada meluasnya
industrialisasi, dimana negara-negara kaya di area ini mengeksploitasi para wanita di
negala lain yang masih berkembang dan hal ini menghasilkan teori feminis baru yang
kompleks. Misalnya, para wanita jepang yang menghubungkan penindasan mereka,
khususnya dalam kekerasan di dalam rumah tangga dengan penindasan wanita di
Asia Tenggara yang merupakan akibat dari bangsa Jepang yang mencari tenaga kerja
yang murah (Hannam, 2007:153-154).
Kesadaran feminis di Jepang merupakan bagian dari perlawanan
perkembangan modernisasi
(Mackie, 2003:2). Dalam membentuk negara
modern
industrialisasi, wanita dideskripsikan sebagi “istri yang baik dan ibu yang bijaksana
yang perannya adalah untuk reproduksi dan mengurus anak. Mereka berperan
sebagai pendukung pasif dalam pembentukan “negara yang kaya dan tentara yang
kuat”
(????
/ fukoku kyohei). Setelah itu, di akhir abad ke-19 setelah
tersebarnya paham liberalisme, tercetuslah teori feminisme pertama. Beberapa
  
11
aktivis feminis terkemuka menjalankan gerakan “Hak populer dan kebebasan” (??
???? / Jiyu
Minken Undo)
di tahun 1870-1880an, ketika beberapa wanita kelas
menengah mengikuti kegiatan filantropis yang merupakan bentuk dari politik kepura-
puraan yang tidak menentang steorotipe feminisme (Mackie, 2003:3).
Wanita lainnya tertarik untuk mencari
tahu arti individualisme bagi wanita
dan kegiatan seksualitas wanita. Para “wanita baru”
ini menghadapi dilema tentang
wanita aktif heteroseksual
dan berdebat tentang pengontrolan reproduksi dalam
percobaan mereka di dekade pertama pada abad ke-20. Mereka berpendapat bentuk
kebijakan sosial untuk wanita diperlukan untuk mencapai kemerdekaan tanpa harus
mengorbankan peran reproduksi mereka dan beberapa bergerak di dalam kampanye
tentang hak pilih wanita. (Mackie, 2003:4)
Pada tahun 1970-an, gerakan pembebasan wanita berkembang dari kritik
kapitalisme modern Jepang, ketidakpuasan atas pembedaan kelamin, dan kebutuhan
wanita di Jepang untuk mengemukakan pendapat atau teori di dalam lingkungan
masyarakat. Gerakan ini mencoba mengangkat ide-idenya dengan media massa, agar
ide-ide mereka didengar sampai ke seluruh
Asia Timur. Pada tahun 1980-an, debat
seputar yang disebut legislasi yang dinamakan dengan 'protektif', mereka
menyorot
perbedaan kelas antara wanita, sedangkan diskusi yang lanjut
mempertimbangkan
hubungan antara wanita dengan pria di Jepang dan masyarakat negara-negara Asia
lainnya. Hal ini telah melibatkan pertimbangan akan hubungan antara ketidaksamaan
gender dan sistem-sistem ketidaksamaan lainnya berdasarkan kelas, ras,
dan etnis
(Mackie, 2003:4)
Diskusi-diskusi politik di dekade-dekade terakhir pada abad ke 20 berfokus
pada penempatan Jepang dalam debat-debat tentang post-modernitas. Diskusi-diskusi
  
12
ini berfokus pada konsep-konsep post-modernitas
yang
menyatakan keadaan atau
kondisi masyarakat dan post-modernisme, serta sekumpulan fenomena budaya
yang
ditandai dengan parodi, ironi, bentuk-bentuk
kritik campuran,
dan dekonstruktif.
Salah satu elemen post-modernisme adalah post-industrialisme sebagai tahap utama
dari perkembangan kapitalis
yang
ditandai oleh dominasi modal antar negara,
pertumbuhan pelayanan ekonomi,
perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi. (Mackie, 2003:4)
Orang yang menganut paham feminisme ini disebut dengan feminis. Mereka
terbagi-bagi menjadi beberapa aliran. Menurut buku Feminist Thought
yang ditulis
oleh Rosmarie Tong, ada delapan macam aliran feminisme
yang dianut oleh para
feminis. Diantaranya adalah: liberal, radikal, marxist/sosialis, psychoanalytic, care-
focused, multicultural/global/colonial, ecofeminist, dan
gelombang ketiga yang
dikenal dengan postmodern. (Tong, 2009:1)
Feminis liberal memandang diskriminasi wanita yang diperlakukan tidak adil.
Wanita seharusnya memiliki kesempatan yang sama dengan pria untuk sukses di
dalam masyarakat. Menurut feminis liberal, keadilan gender dapat dimulai dari diri
kita sendiri. Pertama, peraturan untuk permainannya harus adil. Kedua, pastikan
tidak ada pihak yang ingin memanfaatkan sekelompok masyarakat lain dan sistem
yang dipakainya haruslah sistematis serta tidak ada yang dirugikan. (Tong, 2009:2) 
Feminis Radikal menganggap sistem partrilianisme terbentuk oleh kekuasaan,
dominasi, hirarki, dan kompetisi. Namun hal tersebut tidak
bisa direformasi
dan
bahkan pemikirannya
harus dirubah. Feminis radikal fokus kepada jenis kelamin,
gender, dan reproduksi sebagai tempat untuk mengembangkan pemikiran feminisme
mereka. (Tong, 2009:2)
  
13
Feminis Marxist dan sosialis menyatakan kalau mustahil bagi siapapun,
terutama wanita untuk mencapai kebebasan yang sesungguhnya di tengah
masyarakat yang menganut sistem yang berdasarkan kelas, dimana kekayaan
diproduksi oleh orang yang tak punya kekuatan yang dikendalikan oleh sedikit orang
yang mempunyai kekuatan. (Tong, 2009:4)
Feminis psikoanalitis fokus kepada karya-karya Sigmund Freud untuk lebih
mengerti peran jenis kelamin di dalam kasus penindasan terhadap wanita. (Tong,
2009:5)
Feminis care-focused
membahas hal-hal mengapa wanita dihubungkan
dengan  ketergantungan, komunitas, dan hubungan. Sedangkan pria dikaitkan dengan
ketergantungan, kemandirian, dan otonomi. Para pemikir ini menganggap bahwa di
dalam masyarakat ada perbedaan kenyataan antara “feminis” dan “maskulin”. (Tong,
2009:7)
Feminis multicultural/global/postcolonial
berfokus pada penyebab dan
penjelasan terhadap kedudukan wanita yang berada di bawah pria di seluruh dunia.
Feminis aliran ini terkenal memiliki komitmen yang kuat untuk menekankan
perbedaan di antara wanita dan menidentifikasi berbagai macam wanita agar dapat
bekerjasama dengan baik. (Tong, 2009:7)
Feminis aliran ecofeminists
menekankan pada titik kalau kita tidak hanya
terhubung terhadap sesama manusia, tetapi kepada
makhluk lain seperti hewan atau
bahkan tumbuhan. (Tong, 2009:8)
Feminis postmodern atau gelombang ketiga memiliki pemikiran untuk
menghapuskan perbedaan antara maskulin dan feminim, jenis kelamin, wanita dan
pria. Mereka mencoba menghancurkan konsep para kaum pria yang mencegah
  
14
wanita untuk memposisikan dirinya dengan pemikirannya sendiri
dan tidak
mengikuti pemikiran pria. (Tong, 2009:9)
2.1.1 Feminisme Radikal
Feminis Radikal merupakan julukan untuk para feminis revolusioner yang
memperkenalkan cara berpikir baru dengan cara praktek meningkatkan kesadaran.
Para wanita akan berkumpul bersama di dalam sebuah kelompok kecil dan saling
berbagi pengalaman pribadi mereka sebagai wanita. (Tong, 2009:48)
Feminis aliran ini menyatakan, pria yang terlalu mengontrol kehidupan
wanita merupakan bentuk penindasan yang paling dasar dalam penindasan umat
manusia, yang dinyatakan melalui kalimat di bawah ini (Tong, 2009:49) : 
Empowered by the realization that women’s fates were profoundly
linked, radical feminist proclaimed that “the personal is political”
and that all women are “sisters” They insisted that men’s control of
both women sexual and reproductive lives and women’s self identity,
self respect, and self-esteem is the most fundamental of all the
oppressions human beings visit on each other.
Terjemahan:
Dikuasai oleh perwujudan kalau takdir wanita memiliki hubungan
yang sangat besar, feminis radikal menyatakan kalau “pribadi
bersifat politik”
dan semua wanita adalah saudara. Mereka
menegaskan kalau kontrol pria terhadap seksual dan reproduksi
wanita beserta identitas wanita, rasa hormat terhadap diri sendiri dan
rasa percaya diri merupakan hal yang paling dasar dari penindasan
umat manusia.
Penjelasan alasan wanita merupakan kaum tertindas dapat dilihat dari
pernyataan Slison Jaggar dan Paula Rothenberg dalam buku Feminist Thought
berikut ini (Tong, 2009:49) :
The claim that women’s oppression as women is more
fundamental than other forms of human oppression is difficult to
  
15
unpack. According to Alison Jaggar and Paula Rothenberg, it
can be interpreted to mean one or more of five things:
1.
That women were, historically, the first opressed group
2.
That women’s oppression is most widespread, existing in
virtually every known society.
3.
That women’s oppression is the hardest form of oppression
to eradicate and cannot be removed by other social changes
such as abolition of class society.
4.
That women oppression causes the most suffering to its
victims, qualitatively as well as quantitatively, although the
suffering may often go unrecognized because of the sexist
prejudices of both the oppressors and the victims.
5.
That women’s oppression provides a conceptual model for
understanding all other forms of oppression.
Terjemahan:
Pernyataan bahwa penindasan wanita sebagai seorang wanita lebih
dasar dibandingkan dengan bentuk penindasan lain terhadap manusia
sangat sulit
untuk dibongkar. Berdasarkan Alison Jaggar dan Paula
Rothenberg, hal ini dapat dilihat dari lima hal ini:
1.
Dilihat dari sejarah, wanita adalah kelompok pertama yang
tertindas.
2.
Penindasan wanita adalah penindasan yang paling banyak
tersebar luas, dan dapat dilihat secara nyata di setiap kelompok
masyarakat yang kita tahu.
3.
Penindasan wanita adalah bentuk penindasan yang paling sulit
dibasmi dan tidak dapat dihilangkan dengan penggantian status
sosial lainnya seperti penghapusan kelas masyarakat.
4.
Penindasan wanita menyebabkan penderitaan yang terburuk bagi
korbannya, baik secara kualitas maupun jumlahnya, walaupun
korban yang bertahan seringkali tidak dianggap dikarenakan
penilaian berdasarkan jenis kelamin dari si penindas dan korban
5.
Penindasan wanita
menyediakan contoh konseptual untuk
mengerti penindasan dalam bentuk lainnya.
Menurut 
????
(Akifumi Otani) feminism radikal adalah (Otani,2010:6):
??????·???????60????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
?????????????????????????(?
??)????????????????????????
???????????
  
16
Terjemahan:
Feminisme radikal adalah gerakan yang muncul di pertengahan
tahun 1960an
di Amerika,
yang merupakan gerakan yang
menganggap penindasan wanita termasuk dari akar dari segala
macam penindasan. Menurut pria, penindasan wanita adalah akar
dari segala macam penindasan dan apabila pembedaan gender ini
diakhiri, maka semua jenis penindasan akan menghilang.
Feminis radikal berfokus kepada jenis kelamin, gender,
dan reproduksi di
dalam gerakan mereka. Mereka berpendapat wanita tidak akan mencapai posisi yang
sama dengan pria apabila sistem dominasi pria dan reproduksi tidak diubah. Seperti
yang diungkapkan oleh Firestone dalam Feminist Thought, tidak peduli berapa
banyak kesetaraan pendidikan, hukum, dan politik yang dicapai wanita dan tidak
peduli berapa banyak wanita yang memasuki industri publik, Firestone bersikeras
bahwa tidak ada hal mendasar yang akan berubah bagi wanita selama reproduksi
alamiah masih tetap pada kebiasaan dan reproduksi buatan atau dibantu pada
pengecualian. (Tong, 2009:75).
Feminisme Radikal terbagi menjadi dua pandangan yaitu pandangan Liberal
dan pandangan Cultural. Pandangan Radikal-Liberal menyatakan kalau wanita
baiknya mempunyai sifat
feminim dan maskulin yang seimbang di dalam dirinya,
agar bisa diterima oleh masyarakat dan bisa
disejajarkan dengan laki-laki. Hal ini
diungkapkan Joreen Freeman dengan perumpamaan arti istilah ‘Bitch’di dalam
Feminist Thought (Tong, 2009:50).
“What is disturbing about a Bitch is that she is androgynous. She
incorporates within herself qualities defined as ‘masculine’ as well
as ‘feminine.’ A
Bitch is blatant, direct, arrogant, at times egoistic.
She has no liking for the indirect, subtle, mysterious ways of the
‘eternal feminine.’ She disdains the vicarious life deemed natural to
women because she wants to live a life of her own.”
  
17
Terjemahan:
“Hal yang mengganggu tentang pelacur
adalah bahwa dia
berkelamin ganda. Dia menggabungkan dalam dirinya kualitas-
kualitas yang didefinisikan sebagai ‘maskulin’
dan
juga ‘feminin’.
Seorang pelacur terlihat menyolok, bersikap terus terang, arogan dan
terkadang egois. Dia tidak menyukai cara yang berbelit-belit, halus,
misterius dari ‘feminin abadi’. Dia tidak menghargai kehidupan
orang lain yang dianggap wajar oleh wanita karena dia ingin
menjalani hidupnya sendiri.”
Sedangkan Pandangan Radikal-Cultural berkebalikan dengan Radikal-Liberal.
Mereka menyatakan kalau wanita tidak memerlukan sifat maskulin atau pengaruh
apapun. Wanita hendaknya menjadi wanita seutuhnya. Hal yang salah dalam sistem
sosial saat ini adalah anggapan masyarakat terhadap sifat feminisme itu sendiri. Hal
ini diungkapkan Alison M. Jaggar di dalam buku Feminist Thought (Tong, 2009:50).
Women, they said, should not try to be like men. On the contrary,
they should try to be more like women, emphasizing the values and
virtues culturally associated with women (“interdependence,
community, connection, sharing, emotion, body, trust, absence of
hierarchy, nature,immanence, process, joy, peace, and life”) and
deemphasizing the values and virtues culturally associated with men
(“independence, autonomy, intellect, will, wariness, hierarchy,
domination, culture, transcendence, product, asceticism, war and
death”).”
Terjemahan:
“Wanita, kata mereka, seharusnya tidak mencoba untuk menjadi pria.
Sebaliknya, mereka harus mencoba untuk menjadi lebih seperti
wanita, menekankan nilai-nilai dan sifat-sifat yang secara budaya
terkait dengan wanita (“saling ketergantungan, komunitas, relasi,
berbagi, emosi, fisik, kepercayaan, tiadanya hirarki, kodrat, imanensi,
proses, kegembiraan, perdamaian, dan kehidupan”) dan mengurangi
penekanan nilai-nilai dan sifat-sifat yang secara budaya terkait
dengan pria (“kebebasan, otonomi, kecerdasan, kehendak,
kewaspadaan, hirarki, dominasi, kesopanan, keberadaan yang lebih
penting, hasil, pertapaan, perang, dan kematian”).”
  
18
Sesuai dengan yang sudah diuraikan oleh penulis di atas, feminisme radikal
menekankan para wanita untuk menyeimbangkan sifat feminim dan maskulin di
dalam dirinya atau sering disebut dengan istilah androgini.  
Wanita yang memiliki sifat androgini
adalah wanita yang memiliki karakter
baik dari sifat-sifat maskulin dan feminim di dalam dirinya atau lebih ekstrimnya lagi,
mempunyai campuran sifat maskulin dan feminim, baik atau buruk sesuai dengan
apa yang mereka sukai. (Tong, 2009:50).
2.2 Konsep Partiarki
Di kalangan para feminis, khususnya feminis radikal, istilah patriarchy
atau
patriarki seringkali digunakan untuk menyebut dominasi pria. Sebenarnya pada
awalnya, istilah patriarki dipakai untuk menjelaskan garis keturunan keluarga yang
berdasarakan pada pria, seperti yang dinyatakan oleh Engels dalam buku The law of
father karya Mary Murray berikut ini (Murray, 2005:6) :
“In ‘The Origins of the Family, Private Property and the State’,
Engels
refers to patriarchy as a form of the family whose essential
features were the incorporation of bondsmen, and power vested in
the paternal head of the family.”
Terjemahan:
“Pada ‘Asal Usul Keluarga, Kekayaan Pribadi dan Negara’, Engels
melihat patriarki sebagai bentuk keluarga yang sifat-sifat dasarnya
merupakan penggabungan dari budak, dan pemberian kekuasaan
pada kepala keluarga laki-laki.”
Namun, para feminis tidak sependapat dengan pernyataan Engels di atas.
Bagi para feminis khususnya feminis radikal, patriarki adalah penyebab utama dari
subordinasi terhadap wanita seperti yang dipaparkan Murray tentang pernyataan Kate
Millet berikut ini: (Murray, 2005:7)
  
19
“Kate Millet, a leading exponent of ‘radical’ feminism—which
brought the
concept of patriarchy to the forefront of contemporary
feminist debate—in Sexual Politics utilises Max Weber’s concept of
‘Herrschaft’—a relationship
of
dominance and subordination—to
understand the concept of patriarchy. Patriarchy for Millet refers to
the male domination of women, and the domination of younger males
by older males.Patriarchal power is thus sex- and age-specific.”
Terjemahan:
Kate Millet, eksponen terkemuka feminisme
‘radikal’
yang
membawa konsep patriarki ke garis depan debat feminis
kontemporer-
pada Politik Seksual (SP) menggunakan konsep Max
Weber ‘Herrschaft’-sebuah hubungan dominasi dan subordinasi-
untuk memahami konsep patriarki. Patriarki bagi Millet mengacu
kepada dominasi pria terhadap wanita, dan dominasi pria-pria yang
lebih
muda oleh pria-pria yang lebih dewasa. Kekuasaan patriarkal
misalnya seks dan usia tertentu.
Menurut Althusser dalam Noguchi, patriarkal merupakan sumber dari semua
masalah bagi feminis radikal. Ia mengungkapkan hal tersebut dan menyamakannya
dengan pembentukan aparat negara di dalam pemerintahan. 
??????????·????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
????????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
?????????·?????????????????
???????????????????????????
?????????????????
Terjemahan:
Sejak munculnya feminisme
radikal,
patriarkal
semakin menjadi
pusat  permasalahan. Dengan kehadiran gerakan ini, harapannya agar
ideologi ini dapat memberikan pengertian tentang penindasan wanita
terhadap ideologi patriarkal, namun tidak bermaksud untuk
mengurangi hal-hal yang berhubungan dengan reproduksi. Menurut
Althusser, ideologi ini sama dengan konsep
aparatur di dalam
  
20
kenegaraan. Menurut Althusser, apabila dilihat dari struktur
kenegaraan, terdapat kekerasan kepada publik dengan bentuk
“Aparat Negara”. Kalau dilihat lebih dalam lagi, pembentukan aparat
ini memiliki unsur-unsur pribadi didalamnya, dan ideologi ini
mengontrol manusia dengan nama “Ideologi Aparat Negara”.
Althusser menyatakan bahwa proses kelahiran sebenarnya cenderung
hanya bergantung pada diri sendiri saja, maka dalam
mempertimbangkannya
hanya perlu dipikirkan secara independen
saja. Dalam
feminisme radikal
yang harus dianalisis adalah ideologi
dimana pria yang mendominasi
dengan modus reproduksi, yang
dinamakan dengan patriarki.
Patriaki
memiliki dua arti yang berbeda, namun yang juga
seringkali
digunakan oleh para feminis adalah partiarki dimana para pria yang mendominasi,
dan memegang kekuasaan lebih dibandingkan dengan wanita. Hal ini dianggap
sebagai sebuah masalah bagi para feminis, khususnya feminis radikal.
Menurut Hartmann di dalam Fernandes, Partiarki merupakan sebuah
kumpulan relasi soal antara dasar material dan terjadi relasi hirarkis antara pria dan
solidaritas di antara mereka membuat mereka menjadi bisa mengontrol wanita.
(Fernandes, 2012:115)
Menurut para feminis, dikarenakan konsep patriarki yang terus-menerus
mendominasi, terjadilah penindasan wanita yang selalu menjadi subordinasi bagi pria.
Para feminis tidak membiarkan hal ini berlangsung terus menerus dan mereka
berusaha menghentikan ideologi ini terus tertanam di dalam sistem sosial masyarakat
saat ini.
2.3 Konsep Misogini
Misogini atau dalam bahasa jepang disebut Onnagirai
(????)adalah
istilah untuk menyebutkan laki-laki yang membenci perempuan. Menurut Chizuko
Ueno (2010:7), pengertian misogini adalah:
  
21
????????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????????????
???????????????????
Terjemahan:
Misogini
diterjemahkan sebagai “Josei Keno”. Pria misogini
seringkali disukai oleh banyak wanita. Walaupun mereka membenci
wanita, terdengar agak mustahil mereka disukai wanita. Oleh karena
itu, terjemahan lain yang lebih mudah dimengerti untuk misogini
adalah “Josei Besshi” (jijik terhadap wanita)
Menurut Chizuko Ueno, kaum pria yang misogini menganggap kaum wanita hanya
dilihat dari kelaminnya saja, mereka bisa membenci kaum wanita (???? / Josei
Zouo), tetapi bisa juga sebagai pecinta kaum wanita (???
/ Onna Zuki). Josei
Besshi atau jijik terhadap wanita juga diibaratkan seperti koin yang ada 2 sisinya.
(Ueno, 2010:7-8)