13
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Teori Umum Perpajakan
2.1.1
Definisi Pajak
Berikut adalah definisi pajak menurut UU KUP dan beberapa ahli ekonomi :
Dr. Soeparman Soemahamidjaja
dalam disertasinya yang berjudul Pajak
berdasarkan Asas Gotong
Royong (Universitas Padjajaran, Bandung, 1964)
menyatakan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma - norma hukum, guna menutup biaya produksi barang
dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Prof. Dr. P. J. A Adriani
beliau pernah menjabat guru besar hukum pajak
pada Universitas Amsterdam dan pemimpin Internasional Bureau of Fiscal
Documentation di Amsterdam mengatakan bahwa;
Pajak adalah iuran kepada
negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh mereka yang wajib membayarkan
menurut peraturan, tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk
dan yang kegunaannya untuk membiayai pengeluaran umum terkait dengan tugas
negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H dalam bukunya Dasar - Dasar Hukum Pajak
dan Pajak Pendapatan, mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang -
undang dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung
dapat dirasakan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pengertian Pajak menurut UU KUP Pasal 1 adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
|
14
berdasarkan undang
undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
Inti dari definisi definisi diatas adalah :
a.
Pajak merupakan iuran
b.
Dapat dipaksakan karena terdapat undang undang yang mengatur
c.
Tidak mendapat kontraprestasi langsung
d.
Digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah
2.1.2
Fungsi Pajak
Pajak memiliki beberapa fungsi (Mardiasmo, 2009:1) yaitu :
1.
Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran
-
pengeluaran diantaranya untuk membiayai pembangunan jalan, jembatan,
rumahsakit, kantor polisi, belanja pegawai dll.
2.
Fungsi regulered
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh
yaitu dikenakannya pajak
yang lebih tinggi untuk minuman keras agar
peredaran minuman keras dapat ditekan dan pajak yang tinggi untuk
barang - barang mewah.
2.1.3
Pengelompokan Pajak
Waluyo (2010:12) membagi pajak kedalam 3 kelompok yaitu :
1.
Menurut Golongan :
a.
Pajak Langsung
|
15
Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi
harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh).
b.
Pajak Tidak Langsung
Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2.
Menurut Sifat :
a.
Pajak Subjektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang
selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan
keadaan Wajib Pajak. Contohnya : Pajak Penghasilan (PPh).
b.
Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya : Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM).
3.
Menurut pemungut atau pengelolaannya :
a.
Pajak Pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara. Contohnya : Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM).
|
16
b.
Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah. Contohnya : Pajak Reklame, Pajak
Hiburan, Pajak Kendaraan Bermotor.
2.1.4
Sistem Pemungutan Pajak
Waluyo (2010:17) membagi sistem pemungutan pajak menjadi 3 yaitu :
1.
Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang.
Ciri-ciri official assessment system :
a.
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang berada
pada fiskus.
b.
Wajib Pajak bersifat pasif.
c.
Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
oleh fiskus.
2.
Self Assessment system
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
3.
Witholding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak memberi wewenang kepada
pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
|
17
2.2
Pajak Penghasilan
2.2.1
Definisi Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
pengahasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek pajak akan
dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Pajak penghasilan
merupakan pajak subjektif dan pajak pusat karena pajak penghasilan dilihat dari
subjeknya dahulu baru objeknya dan dipungut oleh pemerintah pusat. Selain itu juga
pajak penghasilan merupakan pajak langsung karena pajak ini tidak dapat
dilimpahkan ke pihak lain.
2.2.2
Subjek Pajak dan Objek Pajak Penghasilan
2.2.2.1 Subjek Pajak
Menurut Undang - Undang 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 1 yang menjadi subjek pajak
adalah :
a.
1) orang pribadi;
2)
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak.
b.
badan; dan
c.
bentuk usaha tetap.
Menurut Undang - Undang 36 Tahun 2008 Pasal 3 yang tidak termasuk subjek pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a.
kantor perwakilan negara asing.
b.
Pejabat -
pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat -
pejabat lain dari negara asing dan orang -
orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama -
|
18
sama mereka dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik.
c.
Organisasi Internasional dengan syarat :
1)
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
2)
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman
kepada pemerintah yang dana nya berasal dari iuran para
anggota.
d.
Pejabat -
pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2.2.2.2 Objek Pajak
Objek pajak penghasilan menurut Undang Undang 36 Tahun 2008 Pasal 4 adalah:
1.
Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dalam bentuk
apapun, termasuk :
a.
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
|
19
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang - undang ini :
b.
Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c.
Laba usaha;
d.
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk;
1)
Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan dan badan lainnya sebagai penggantian saham atau
penyertaan modal;
2)
Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan,
atau badan lainnya;
3)
Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4)
Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan,
badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK), sepanjang tidak ada hubungannya dengan
kegiatan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
diantara pihak - pihak yang bersangkutan dan;
|
20
5)
Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e.
Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f.
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g.
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
h.
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j.
Penerimaan atau perolehan bayaran berkala;
k.
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l.
Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m.
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n.
Premi asuransi.
o.
Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;
p.
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenai pajak;
q.
Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
|
21
r.
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang -
undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s.
Surplus Bank Indonesia.
2.
Penghasilan dibawah ini dapat dikenakan pajak bersifat final:
a.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b.
Penghasilan berupa hadiah undian;
c.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
d.
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan; dan
e.
Penghasilan tertentu lainnya,
Yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintahan.
2.3
Kepatuhan Pajak
2.3.1
Definisi Kepatuhan Pajak
Di dalam buku Perpajakan Indonesia (Rahayu, S.K, 2010: 138), menurut
Nurmantu kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib
Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan.
Terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material.
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban
|
22
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang -
undang
perpajakan. Contohnya adalah Wajib Pajak yang menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) tepat waktu tetapi belum tentu isi Surat Pemberitahuan (SPT)
sesuai dengan ketentuan materialnya sehingga Wajib Pajak hanya memenuhi
ketentuan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) sebelum batas waktu. Kepatuhan
material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikat
memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang -
undang perpajakan. Kepatuhan material bisa meliputi kepatuhan formal sehingga
Wajib Pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah Wajib Pajak yang mengisi
dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan
ketentuan dan menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebelum batas
waktu berakhir.
Kepatuhan pajak menurut international Tax Glossary OECD adalah
degree to which a taxpayer complies (or fails to comply) with the tax rules if his
country, for example by declaring income, filing areturn, and paying the tax due in a
timely manner.. ini berarti Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang
mematuhi peraturan perpajakan seperti mendeklarasikan pendapatan, mengisi Surat
Pemberitahuan (SPT), dan membayar pajak tepat waktu.
Menurut Prastowo (2010) kepatuhan pajak adalah aktivitas sehari - hari untuk
memenuhi aturan perpajakan. Kepatuhan pajak merupakan bagian terbesar dan
terberat untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai peraturan perpajakan.
Kepatuhan pajak sukarela (voluntary compliance) menurut IRS (Internal revenue
Service) yaitu : filling compliance (the timely filling of any required return);
reporting compliance (keakuratan dalam melaporkan pendapatan dan pajak terutang)
; dan payment compliance (ketepatan waktu dalam membayar pajak terhutang).
|
23
2.3.2
Kriteria Kepatuhan Pajak
Kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No.544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan Wajib Pajak adalah:
-
tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua
jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.
-
tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
-
tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
-
dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing -
masing jenis pajak yang terutang
paling banyak 5%.
-
Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh
Akuntan Publik dengan pendapatan wajar tanpa pengecualian, atau
pendapatan dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi
fiskal.
|
![]() 24
2.4
Penyetoran Pajak
2.4.1
Batas Waktu Penyetoran Pajak
Batas waktu penyetoran pajak menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
80/PMK.03/2010 :
Tabel 2.1 Batas Waktu Penyetoran Pajak
No
Pajak
Keterangan
Tanggal Penyetoran
1.
PPh Pasal 4 ayat 2
Dipotong oleh
pemotong pajak
pengahasilan.
Tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.
2.
PPh Pasal 4 ayat 2
Dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak.
Paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
kecuali ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan.
3.
PPh Pasal 15
Dipotong oleh
pemotong PPh.
Paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
4.
PPh Pasal 15
Dibayar sendiri.
Paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
5
PPh Pasal 21
Dipotong oleh
Pemotong PPh.
Paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
6.
PPh Pasal 23 dan
PPh Pasal 26
Dipotong oleh
Pemotong PPh.
Paling lama tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
7.
PPh Pasal 25
Dibayar paling lama tanggal
15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
8.
PPh Pasal 22, PPN
atau PPN dan
PPnBM
Dilunasi bersamaan dengan
saat pembayaran Bea masuk
ditunda atau dibebaskan, PPh
pasal 22, PPN atau PPN dan
PPnBM atas impor harus
dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabeaan
impor.
|
![]() 25
9.
PPh Pasal 22, PPN
atau PPN dan
PPnBM
Atas impor yang
dipungut oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai
Disetor dalam jangka waktu
1 (satu) hari kerja setelah
dilakukan pemungutan pajak.
10.
PPh Pasal 22
Dipungut oleh
bendahara.
Disetor pada hari yang sama
dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan
barang yang dibiayai dari
Belanja Negara atau Belanja
Daerah, dengan
menggunakan Surat Setor
Pajak atas nama rekanan dan
ditandatangani oleh
bendahara.
11.
PPh Pasal 22 atas
penyerahan bahan
bakar minyak, gas,
dan pelumas kepada
penyalur/agen atau
industri.
Dipungut oleh Wajib
Pajak badan yang
bergerak dalam bidang
produksi bahan bakar
minyak, gas, dan
pelumas.
Disetor paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
12.
PPh Pasal 22
Dipungut oleh Wajib
Pajak badan tertentu
sebagai pemungut pajak.
Disetor paling lama tanggal
10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah masa
pajak berakhir.
13.
PPN yang terutang
atas kegiatan
membangun sendiri.
Disetor oleh orang
pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan
membangun sendiri.
Paling lama tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
14.
PPN yang terutang
atas manfaat Barang
Kena Pajak tidak
berwujud dan/atau
Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean
kena pajak tidak
berwujud dan/atau
jasa kena pajak dari
luar daerah pabean.
Disetor oleh orang
pribadi atau badan yang
memanfaatkan Barang
Kena Pajak tidak
berwujud dan/atau Jasa
Kena Pajak dari luar
daerah Pabean.
Sebelum SPT disampaikan.
15.
PPN atau PPN dan
PPnBM
Dipungut oleh
bendahara pengeluaran
sebagai pemungut PPN.
Sebelum SPT disampaikan.
16.
PPN atau PPN dan
PPnBM
Dilakukan oleh Pejabat
Penandatangan Surat
Perintah Membayar
sebagai Pemungut PPN.
Sebelum SPT disampaikan.
17.
PPN atau PPN dan
PPnBM
Dipungut oleh
pemungut PPN selain
Bendahara Pemerintah
yang ditunjuk.
Sebelum SPT disampaikan.
18.
PPh Pasal 25 bagi
Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu
sebagai dimaksud
Melapor beberapa Masa
Pajak dalam satu Surat
Pemberitahuan masa.
Dibayar paling lama pada
akhir Masa Pajak terakhir.
|
![]() 26
dalam Pasal 3 ayat
3b Undang - undang
KUP.
19.
Pembayaran masa
selain PPh Pasal 25
bagi Wajib Pajak
dengan kriteria
tertentu sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 3 ayat 3b
Undang - undang
KUP.
Yang melaporkan
beberapa masa pajak
dalam satu surat
pemberitahuan masa.
Dibayar paling lama sesuai
dengan batas waktu untuk
masing - masing jenis pajak.
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 diolah kembali.
2.4.2
Angsuran Pajak
Undang - Undang Nomor 36 tahun 2008 Pasal 25 menyatakan bahwa :
1.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan
yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan
tahun pajak yang lalu dikurang dengan:
a.
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
dan Pasal 23 serta
Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22; dan
b.
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
Dibagi 12 (duabelas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
2.
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan -
bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk
bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
|
27
3.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk
tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali
berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut. Dan berlaku mulai bulan
berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak.
4.
Direktorat Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan perhitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal - hal tertentu, sebagai
berikut:
a.
Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
b.
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
c.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu
disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
d.
Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
e.
Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari
angsuran bulanan sebelum pembetulan;
f.
Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
5.
Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi :
a.
Wajib Pajak baru;
b.
Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib
Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundangan -
undangan harus membuat laporan keuangan
berkala; dan
c.
Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi
0,75% (nol koma tujuh pulu lima persen) dari peredaran usaha.
|
28
6.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak
keluar negeri, wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
8a. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 8 berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 2010.
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2008
Tanggal 21 Mei 2008, tentang Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 25, disebutkan bahwa Wajib Pajak yang melakukan pembayaran
dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 disebutkan bahwa Wajib Pajak
yang
melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Surat Setoran Pajak (SSP)
nya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN),
maka Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) Pajak Penghasilan Pasal 25 dianggap
telah disampaikan ke Kantor Pajak Pratama (KPP) sesuai dengan tanggal validasi
yang tercantum pada Surat Setoran Pajak (SSP). Sedangkan untuk Wajib Pajak yang
pembayarannya belum online atau setoran pajak Pajak Penghasilan Pasal
25 nya
nihil, harus tetap melapor Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25 ke
KPP (ayat 2).
2.5
Pelaporan Pajak
2.5.1
Definisi Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang - undangan perpajakan.
|
29
2.5.2
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) pajak memiliki berbagai macam fungsi. Fungsi
SPT dapat dilihat dari subjek pajaknya yaitu Wajib Pajak orang pribadi, Pengusaha
Kena Pajak atau pemotong/pemungut pajak, antara lain :
1.
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) bagi Wajib Pajak penghasilan, yaitu:
a.
Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan pajak yang
sebenarnya terutang.
b.
Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu
tahun pajak atau bagian tahun pajak.
c.
Melaporkan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain satu
masa pajak, sesuai peraturan perundang -
undangan perpajakan yang
berlaku.
2.
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) bagi Pengusaha Kena Pajak, yaitu:
a.
Sarana melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
sebenarnya terutang.
b.
Melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
c.
Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan
ketentuan peraturan dengan perundang -
undangan perpajakan yang
berlaku.
3.
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) bagi pemotong atau pemungut pajak
|
![]() 30
adalah sebagai sarana melapor
dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau disetor.
2.5.3
Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)
Prastowo (2010:107) membagi Surat Pemberitahuan (SPT) berdasarkan
waktu, subjek pajak, pajak yang harus dibayar, jenis pekerjaan untuk orang pribadi,
sekuensi, dan jumlah faktur pajak seperti tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Pembagian SPT
No
Dasar Pembagian
Uraian
Keterangan
1.
Waktu.
SPT Masa.
SPT Tahunan.
SPT yang dilaporkan setiap bulan.
Terdiri dari SPT PPN, PPh Pasal
21/26, 23, 25, 4 ayat 2.
Dilaporkan setiap tahunnya.
SPT Tahunan PPh orang pribadi dan
SPT Tahunan Badan.
2.
Subjek Pajak.
SPT WPOP.
SPT WP Badan.
3.
Pajak yang masih
harus dibayar.
SPT Nihil.
SPT Kurang Bayar.
SPT Lebih Bayar.
SPT yang tidak ada pajak terutang
dan tidak ada kredit pajak, atau SPT
yang jumlah pajak terutangnya
sama dengan jumlah pajak yang
dibayar sendiri/dipotong pihak lain.
SPT yang jumlah PPh dibayar
sendiri atau dipotong/dipungut
pihak lain lebih kecil daripada pajak
terutang, sehingga ada setoran PPh
29.
SPT dimana jumlah PPh yang
dibayar sendiri atau
dipotong/dipungut pihak lain lebih
besar daripada pajak terutang.
4.
Jenis pekerjaan
untuk orang pribadi.
SPT 1770 SS.
SPT 1770S.
SPT 1770.
Untuk WPOP yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari satu
pemberi kerja dan jumlah
penghasilan bruto selama satu tahun
tidak melebihi Rp60.000.000.
Untuk WPOP yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari satu
atau lebih pemberi kerja, dan/atau
menerima/memperoleh penghasilan
dalam negeri lainnya atau
penghasilan yang bersifat final atau
telah dikenakan PPh final.
Untuk WPOP yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas dan/atau
menerima atau memperoleh
|
![]() 31
penghasilan dalam negeri lainnya.
5.
Sekuensi.
Normal.
Pembetulan.
SPT yang pertama kali
disampaikan.
SPT yang disampaikan sebagai
pembetulan SPT Normal.
6.
Jumlah faktur pajak
(untuk PPN).
SPT 1107
SPT 1108
Digunakan untuk Pengusaha Kena
Pajak yang dalam satu masa pajak
melakukan penerbitan faktur diatas
30 buah.
Wajib digunakan oleh Pengusaha
Kena Pajak yang dalam satu masa
pajak melakukan penerbitan faktur,
baik pajak keluaran atau pajak
masukan yang masing-masing
jumlahnya tidak lebih dari 30 buah.
Sumber: prastowo (2010, hal.107).
2.5.4
Batas Waktu Pelaporan SPT
Menurut Mardiasmo (2009:33) batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) adalah:
a.
Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
akhir masa pajak.
b.
Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
c.
Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan,
paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
2.5.5
Tata Cara Pengambilan, Pengisian, dan Penyampaian SPT
2.5.5.1 Tempat dan Cara Pengambilan SPT
Menurut situs resmi Dirjen Pajak setiap Wajib Pajak harus mengambil sendiri
formulir Surat Pemberitahuan (SPT) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, atau melalui website
|
![]() 32
Direktorat Jenderal Pajak: http://www.pajak.go.id
atau mencetak, menggandakan/
fotocopy dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya.
2.5.5.2 Pengisian SPT
Pasal 3 ayat 1 UU KUP menyatakan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi
Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
a.
Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan
ketentuan perundang -
undangan perpajakan dalam penulisan dan sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
b.
Lengkap adalah memuat unsur - unsur yang berkaitan dengan objek pajak
dan unsur - unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
c.
Jelas adalah melaporkan asal -
usul atau sumber dari objek pajak dan
unsur - unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
Dalam hal Surat Pemberitahuan (SPT) diisi dan ditandatangani oleh orang
lain bukan oleh Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk
Wajib Pajak badan, Surat Pemberitahuan (SPT) harus ditandatangani oleh
pengurus/direksi. Pasal 3 ayat 1a UU KUP menyatakan bahwa Wajib Pajak
yang telah mendapat ijin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Asing dan mata uang selain
Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia
|
![]() 33
dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diijinkan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Surat
Pemberitahuan Tahunan sekurang -
kurangnya memuat jumlah
peredaran, jumlah penghasilan, jumlah penghasilan kena pajak, jumlah pajak
terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan atau kelebihan pajak, serta
harta dan kewajiban di luar kegiatan usaha atau pekerjaan bebas bagi Wajib
Pajak orang pribadi.
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN sekurang - kurangnya memuat jumlah
dasar pengenaan pajak, jumlah keluaran, jumlah pajak masukan, jumlah pajak
masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan
pajak.
2.5.5.3 Penyampaian SPT
Menurut situs resmi Dirjen Pajak tata cara penyampaian Surat
Pemberitahuan:
1.
Surat Pemberitahuan dapat disampaikan secara langsung atau melalui pos
secara tercatat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4), atau Kantor Pelayanan Penyuluhan
dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) setempat, atau melalui jasa ekspedisi
atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak sebelum batas
waktu penyampaian.
2.
Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung ke KPP/KP4 diberi bukti
penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti
serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan.
|
34
3.
Surat Pemberitahuan disampaikan secara elektronik (e-filling) melalui
perusahaan penyedia jasa aplikasi (Application Service Provider) yang
ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Wajib Pajak yang telah
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara e-filling, wajib
menyampaikan induk Surat Pemberitahuan (SPT) yang memuat tanda tangan
basah dan Surat Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara
elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar
melalui kantor pos secara tercatat atau disampaikan langsung, paling lambat
14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
secara elektronik. Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik
dapat dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari
seminggu. Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan secara elektronik
pada akhir batas waktu penyampaian Surat Pemeberitahuan (SPT) yang jatuh
pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.
2.5.6
Perpanjang Waktu Penyampaian SPT Tahunan
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan
sejak batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dengan cara
menyampaikan pemberitahuan perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Pemberitahuan perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan dibuat secara tertulis dan
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan berakhir, dengan dilampiri :
|
35
a.
Penghitungan sementara pajak terutang dalam satu tahun pajak yang batas
waktu penyampaiannya diperpanjang.
b.
Lampiran keuangan sementara.
c.
Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran
pajak yang terutang.
Pemberitahuan perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan wajib
ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak. Dalam hal pemberitahuan
perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak.
Pemberitahuan perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan harus dilampiri dengan
Surat Kuasa Khusus. Pemberitahuan perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap bukan merupakan
pemberitahuan perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan.
2.5.7
Wajib Pajak Tertentu yang dikecualikan dari Menyampaikan SPT
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan 535/KMK.04/2000
Wajib Pajak
tertentu yang dikecualikan dari menyampaikan Surat Pemberitahuan yaitu :
1.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan netonya tidak melebihi
jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak, tidak wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan maupun Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25.
2.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
melakukan pekerjaan bebas, tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25.
|
36
3.
Join Operation tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 25 (
S - 60/PJ.422/1994).
4.
Representative office tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Pengahsilan maupun Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 25 karena ia tidak termasuk sebagai subjek pajak.
2.6
Biaya Kepatuhan
Biaya kepatuhan (compliance cost) menurut Sandford terbagi kedalam tiga
jenis biaya yaitu direct money cost, time cost, dan psychic atau psychological cost.
Direct money cost
adalah biaya -
biaya cash money (uang tunai) yang dikeluarkan
Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak, seperti pembayaran kepada
konsultan pajak dan biaya perjalanan ke bank untuk melakukan penyetoran pajak;
time cost adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan
kewajiban pajak, antara lain waktu yang digunakan untuk membaca formulir Surat
Pemberitahuan pajak dan buku petunjuknya, waktu yang digunakan untuk
berkonsultasi dengan akuntan atau konsultan pajak dalam mengisi Surat
Pemberitahuan, dan waktu yang digunakan untuk pergi dan pulang ke kantor pajak;
sedangkan, psychic cost adalah rasa stress dan berbagai rasa takut atau cemas karena
melakukan tax evasion. (Prasetyo, 2002: 3).
Biaya transaksi atau biaya kepatuhan pajak menurut Rahayu (2010:150)
adalah sebagai semua biaya, diluar pajak terutang, yang dikeluarkan oleh Wajib
Pajak dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakan, yang dikeluarkan oleh Wajib
Pajak dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakannya, mulai dari merencanakan
aspek perpajakan dan investasi sampai dengan saat menerima putusan banding dan
|
37
melunasi pajak terutang. Selanjutnya, Rahayu membagi biaya transaksi dalam
perhitungan pajak tersebut menjadi biaya resmi dan biaya tidak resmi. Biaya
transaksi resmi dalam perhitungan pajak adalah biaya -
biaya yang dikeluarkan
Wajib Pajak dalam rangka melakukan pemenuhan kewajiban pajak yang ditunjang
oleh tanda terima pembayaran resmi, seperti : biaya potocopy dokumen yang terkait
dengan pemenuhan kewajiban pajak, biaya formulir pajak, biaya transportasi untuk
kunjungan Wajib Pajak ke tempat penyetoran pajak, kantor pajak, kantor konsultan,
dan kantor pengadilan pajak, biaya pendidikan dan latihan karyawan dalam bidang
perpajakan (seperti biaya kursus, seminar, dan lokakarya pajak), biaya penyimpanan
dokumen perpajakan (yang harus disimpan selama sepuluh tahun sesuai ketentuan
peraturan perundang - undangan pajak), serta biaya konsultasi pajak dengan akuntan
atau konsultan pajak. Sedangkan, biaya transaksi tidak resmi dalam perhitungan
pajak adalah biaya -
biaya yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam merangka
melakukan pemenuhan kewajiban pajak yang tidak ditunjang oleh tanda terima
pembayaran resmi, seperti : biaya entertainment dan biaya ucapan terimakasih yang
diberikan Wajib Pajak untuk aparat pajak (Prasetyo, 2008: 8). Menurut Jabar & Pope
biaya kepatuhan adalah biaya yang ditanggung oleh pembayar pajak untuk
memenuhi persyaratan perpajakan (2008:124).
Pengaruh biaya kepatuhan terhadap kepatuhan Wajib Pajak diteliti oleh
Prasetyo (2008:24) yang hasilnya adalah biaya kepatuhan pajak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pajak dan pengaruhnya yang bersifat
negatif. Artinya, jika biaya kepatuhan pajak semakin
tinggi, maka kepatuhan pajak
semakin rendah. Sebaliknya, jika biaya kepatuhan pajak semakin rendah, maka
kepatuhan pajak semakin tinggi.
|
38
2.7
Sanksi Administrasi dan Pidana
2.7.1
Sanksi Tidak atau Terlambat Menyampaikan SPT
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan,
disertai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
a.
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai,
b.
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya,
c.
Rp1000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak badan,
d.
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila
kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut
wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak
yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB).
2.7.2
Sanksi Tidak atau Terlamabat Membayar Pajak
|
![]() 39
Sesuai dengan UU No. 16
Tahun 2009 Pasal 9 ayat 2a, atas keterlambatan
pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen)
sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran.
Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi
pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari
pajak yang kurang dibayar.
Sesuai dengan UU 16 Tahun 2009 Pasal 39 setiap orang dengan sengaja tidak
menyetor pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan
paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang terutang
yang tidak atau kurang bayar. Dan sanksi pidana tersebut akan ditambahkan dari
1 kali menjadi 2 kali apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan.
2.8
Hipotesis Penelitian
Hasil penelitian Kastlunger, Dressler, Kirchler, Mittone dan Voracek
(2010:121) menyatakan bahwa perempuan dan sedikit kelaki -
lakian (less-male)
lebih patuh dibandingkan dengan yang lebih laki -
laki (more-male). Menurut
penelitiannya pria lebih berani mengambil resiko. Dalam penelitiannya tersebut
didukung juga oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Croson & Gneezy
(2009:123) menyatakan bahwa wanita lebih takut akan resiko sedangkan Betz,
OConnell, & Shepard (1989:176) menyatakan bahwa wanita lebih kecil
|
40
kecenderungan untuk melakukan bisnis yang tidak beretika dibanding dengan pria.
Penelitian yang dilakukan Hasseldine (1999:107) mengenai perilaku pajak
menyatakan
bahwa wanita lebih bisa diajak kerja sama dan lebih sedikit
kemungkinan untuk melakukan penggelapan pajak. Oleh karena itu dibuat hipotesis:
H1 : Tingkat kepatuhan pajak formal wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Pengaruh biaya kepatuhan terhadap
kepatuhan pajak diteliti oleh Prasetyo
(2008:8) yang hasilnya adalah biaya kepatuhan pajak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kepatuhan pajak dan pengaruhnya bersifat negatif. Artinya, jika
biaya kepatuhan pajak semakin tinggi, maka kepatuhan pajak semakin rendah.
Sebaliknya jika biaya kepatuhan pajak semakin rendah maka tingkat kepatuhan pajak
semakin tinggi. Seharusnya biaya - biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam
rangka pemenuhan kewajiban pajak tersebut tidak memberatkan Wajib Pajak dan
tidak menghambat Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban pajaknya sehingga
memudahkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Biaya
kepatuhan yang dimaksud terdiri dari direct money cost, time cost, dan psychological
cost.
Das-Gupta dan chattopadhya (2002:112) menyatakan bahwa efek ekonomi
dari tingginya biaya kepatuhan adalah penigkatan ketidakpatuhan. Biaya kepatuhan
muncul dari lemahnya peraturan tertulis yang mengakibatkan sistem perpajakan yang
kompleks, prosedur birokrasi yang rumit, kurangnya profesionalisme dari
administrasi perpajakan, dan proses dalam mendukung aktivitas Wajib Pajak
tertentu. Biaya kepatuhan ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pembayar
pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Oleh karena itu dibuat hipotesis:
H2 : Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila biaya kepatuhan rendah.
|
41
Penelitian yang dilakukan oleh Verboon dan Van Dijke (2010:214)
menyatakan bahwa sanksi berpengaruh terhadap kepatuhan pajak karena apabila
sanksi yang dikenakan lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan tidak patuh
terhadap pajak, hal ini akan menguntungkan bagi Wajib Pajak. Sehingga sanksi
seharusnya mengimbangi keuntungan yang didapat dari ketidakpatuhan terhadap
peraturan perpajakan (Allingham&Sandmo, 1972:109). Sanksi yang berat akan lebih
berpengaruh terhadap kepatuhan pajak dibanding sanksi yang lemah apabila sanksi
tersebut ditegakan secara adil. Mardiasmo (2009:29) menyatakan bahwa sanksi
perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangan - undangan
perpajakan (normal perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau dengan kata lain
sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma
perpajakan. Di Indonesia penelitian lain dilakukan oleh Muliari dan Setiawan
(2011:76) mengenai kepatuhan pelaporan di Denpasar Timur dengan variabel
persepsi terhadap sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan. Hasilnya adalah
persepsi terhadap sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan berpengaruh terhadap
kepatuhan pelaporan.
H3 : Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila persepsi terhadap sanksi
yang diberikan berat.
Fjeldstad dan Semboja (2010:201) menyatakan bahwa perlawanan pajak
seseorang berhubungan dengan menurunnya atau ketiadaan public service. Selain itu
juga hasil investigasi dari Tanzanian News Agency melaporkan bahwa banyak orang
tidak membayar pajak karena negara tidak memberikan pelayanan terbaik untuk
rakyatnya. James dan Jackson (1992:73) menyatakan bahwa kepatuhan akan semakin
tinggi ketika individu merasa beberapa keuntungan dari public goods
yang didanai
dari pajak. Di penelitian sebelumnya James (1991:121) menyatakan bahwa individu
|
42
membayar pajak karena mereka menilai public goods
yang disediakan oleh
pemerintah dan mengakui bahwa pajak yang mereka bayarkan mungkin dibutuhkan
untuk mendanai public goods sekarang dan masa depan.
Menurut Ledder, Manneti, Holzl, dan Kirchler (2010:134) diperlukan juga
informasi mengenai penggunaan pajak kepada masyarakat untuk membiayai public
goods and services yang dapat menigkatkan pentingnya pajak, menguatkan persepsi
tentang fiscal exchange
dan meningkatkan kepatuhan pajak. Penelitian yang
dilakukan oleh Chen-Hsu menyatakan bahwa semakin baik public goods
yang
disediakan akan secara signifikan menigkatkan kepatuhan pajak dan menigkatkan
kontribusi sukarela. Oleh karena itu dibuat hipotesis:
H4 : Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila persepsi terhadap manfaat
pajak sudah baik.
Untuk variabel bebas biaya kepatuhan terhadap kepatuhan pajak diteliti oleh
prasetyo (2008:12) yang hasilnya adalah biaya kepatuhan pajak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pajak dan pengaruhnya bersifat
negatif. Untuk penelitian variabel bebas persepsi terhadap sanksi yang dilakukan
oleh Verboon dan Van Dijke (2010:127) menyatakan bahwa sanksi berpengaruh
terhadap kepatuhan pajak karena apabila sanksi yang dikenakan lebih kecil
dibandingkan dengan keuntungan tidak patuh terhadap pajak, hal ini akan
menguntungkan bagi Wajib Pajak. Sehingga sanksi seharusnya mengimbangi
keuntungan yang didapat dari ketidakpatuhan terhadap peraturan perpajakan
(Allingham&Sandmo, 1972:169).
Selanjutnya penelitian persepsi terhadap manfaat
pajak yang dilakukan oleh Fjeldstad dan Semboja (2010:128) menyatakan bahwa
perlawanan pajak seseorang berhubungan dengan menurunnya atau ketiadaan public
service. Selain itu juga hasil investigasi dari Tanzanian News Agency melaporkan
|
43
bahwa banyak orang tidak membayar pajak karena negara tidak memberikan
pelayanan terbaik untuk rakyatnya.
H5 : biaya kepatuhan, persepsi terhadap sanksi dan persepsi terhadap manfaat pajak
berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan formal.
2.9
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori -
teori yang telah dijabarkan diatas, maka berikut ini
disusun kerangka konseptual penelitian.
|
![]() 44
Variabel Independen
Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Jenis kelamin
Biaya kepatuhan
Kepatuhan Pajak
Formal
Persepsi terhadap
sanksi
Persepsi terhadap
manfaat pajak
|