10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Teori Umum
2.1.1.
Komunikasi Massa
Istilah komunikasi diambil dari bahasa Yunani, yaitu Common yang
berarti pertukaran pikiran dan informasi menuju pada terbentuknya pengertian
bersama. Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang
bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan,
harapan, himbauan, dan sebagainya yang dilakukan seseorang kepada orang lain baik
secara secara langsung maupun tidak langsung melalui media dengan tujuan
mengubah sikap, pandangan, atau perilaku (Effendy, 2006: 6).
Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa
(masyarakat) atau komunikasi dengan menggunakan media massa. massa di sini
menurut Herbert Blumer adalah kumpulan orang-orang dari berbagai kelompok
lapisan masyarakat yang tidak saling mengenal dan terpisah satu sama lain serta
tidak mempunyai pemimpin atau organisasi formal. Menurut Gerbner (1967),
seorang ahli komunikasi, Mass communication is the technologically and
institutionally based production and distribution of the most broadly shared
continuoas flow of messages in industrial societies (Rakhmat, 2003: 188)
Jadi, Gerbner berpendapat bahwa komunikasi massa adalah suatu produksi
dan distribusi pesan yang terus menerus dalam masyarakat industri yang
berlandaskan teknologi yang ada di ruang lingkup social dan lembaga.
|
11
Joseph A. Devito mengemukakan definisi yang lebih detail tentang
komunikasi massa, First, mass communication is communication addressed to
masses, to an extremely large society. This does not mean that the audience include
all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it
means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass
commnucation is communication mediated by audio and or visual transmitter. Mass
communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms:
television, radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes
(Nurudin, 2007:
11-12)
Pernyataan tersebut diatas menunjukkan bahwa komunikasi massa
merupakan komunikasi yang ditunjukan kepada khalayak yang sangat banyak, atau
biasa disebut. massa. Tapi ini tidak berarti bahwa massa yang dimaksud adalah
orang-orang yang hanya menonton televisi atau membaca koran, melainkan dapat
diartikan sebagai masyarakat dalam arti luas. Lalu disebutkan juga bahwa
komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan melalui pemancar-pemancar
audio atau visual. Komunikasi mungkin akan lebih mudah dimengerti apabila
didefinisikan dengan media penunjangnya, seperti televisi, radio, iklan, koran,
majalah, buku, dan film.
Dari kedua pendapat ahli komunikasi massa tersebut diatas, peneliti
menyimpulkan bahwa komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang
disampaikan melalui media massa sebagai media penunjang, dan disampaikan secara
terbuka kepada masyarakat luas di berbagai wilayah yang sudah melalui proses
beragam unsur komunikasi massa.
|
12
Harold D. Lasswell (Wiryanto, 2007: 70-80) memformulasikan unsur-unsur
komunikasi dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut Who Says What in Which
Channelt Whom With What Effect?
a)
Unsur who (sumber atau komunikator) Sumber utama dalam komunikasi massa
adalah lembaga atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas
lembaga atau organisasi (institutionalized person). Yang dimaksud dengan
lembaga atau organisasi adalah perusahaan surat kabar, stasiun radio atau
televisi, studio film, penerbit buku atau majalah.
b)
Unsur says what
(pesan) Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi
dalam jumlah yang sangat besar dan dapat menjangkau audiens yang sangat
banyak. Pesan-pesan itu berupa berita, pendapat, lagu, iklan, dan sebagainya.
Charles Wright (1977) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi
massa sebagai berikut:
1.
Publicly. Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan
kepada orang perorang secara eksklusif, melainkan bersifat terbuka, untuk
umum atau publik.
2.
Rapid. Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk
mencapai audien
yang luas dalam waktu yang singkat serta simultan.
3.
Transient. Pesan-pesan komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan
segera, dikonsumsi sekali pakai dan bukan untuk tujuan yang bersifat
permanen. Pada umumnya, pesan-pesan komunikasi massa cenderung
dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-kadang bersifat
sensasional.
c)
Unsur in which channel
(saluran atau media) Unsur ini menyangkut semua
peralatan yang digunakan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi
|
13
massa. Media yang mempunyai kemampuan tersebut adalah surat kabar,
majalah, radio, televisi, internet, dan sebagainya.
d)
Unsur to whom
(penerima; khalayak; audience) Penerima pesan-pesan
komunikasi massa biasa disebut audience atau khalayak. Orang yang membaca
surat kabar, mendengarkan
radio, menonton televisi, browsing internet
merupakan beberapa contoh dari audience. Menurut Charles Wright, mass
audience memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1.
Large
yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa berjumlah
banyak, merupakan individu-individu yang tersebar dalam berbagai lokasi;
2.
Heterogen yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa terdiri dari
berbagai lapisan masyarakat, beragam dalam hal pekerjaan, umur, jenis
kelamin, agama, etnis, dan sebagainya;
3.
Anonim
yaitu anggota-anggota dari mass audience
umumnya tidak saling
mengenal secara pribadi dengan komunikatornya.
e)
Unsur with what effect
(dampak) Dampak dalam hal ini adalah perubahan-
perubahan yang terjadi dalam diri audience
sebagai akibat dari keterpaan
pesan-pesan media. David Berlo mengklasifikasikan efek atau perubahan ke
dalam tiga kategori, yaitu perubahan dalam ranah pengetahuan, sikap dan
perilaku nyata.
2.1.2
Fungsi Komunikasi Massa
Apabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas tidak hanya diartikan
sebagai pertukaran berita, informasi dan pesan saja, tetapi sebagai kegiatan individu
dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide maka fungsi komunikasi
massa adalah sebagai berikut:
|
14
a.
Fungsi pengawasan: Media massa merupakan sebuah medium di mana dapat
digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya.
Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan kontrol sosial maupun
kegiatan persuasif.
Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk
aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Seperti, pemberitaan bahaya narkoba bagi kehidupan manusia yang dilakukan
melalui media massa dan ditujukan kepada masyarakat, maka fungsinya untuk
kegiatan preventif agar masyarakat tidak terjerumus dalam pengaruh
narkoba.
Sedangkan fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward dan punishment
kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya. Medai massa dapat
memberi reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi
anggota masyarakat lainnya,
namun sebagainya akan memberikan punishment
apabila aktivitasnya tidak bermanfaat bahkan merugikan fungsi-fungsi sosial
lainnya di masyarakat.
b.
Fungsi social learning: Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media
massa adalah melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh
masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan
kepada masyarakat di mana komunikasi massa itu berlangsung. Komunikasi
massa itu dimaksukan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan
efisien dan
menyebar secara bersamaan di masyarakat secara luas.
Fungsi
komunikasi massa ini merupakan sebuah andil yang dilakukan untuk menutupi
kelemahan fungsi-fungsi paedogogi yang dilaksanakan melalui komunikasi
tatap muka, di mana karena sifatnya, maka fungsi paedogogi hanya dapat
berlangsung secara eksklusif antara individu tertentu saja.
|
15
c.
Fungsi penyampaian informasi: Komunikasi massa yang mengandalkan media
massa, emiliki fungsi utama, yaitu menjadi proses penyampaian informai
kepada masyarakat luas.
Komunikasi massa memungkinkan informasi dari
institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat
sehingga fungsi informasi tercapai dalam waktu cepat dan singkat.
d.
Fungsi transformasi budaya: Fungsi informatif adalah fungsi-fungsi yang
bersifat statis, namun fungsi-fungsi lain yang lebih dinamis adalah fungsi
transformasi budaya.
Komunikasi massa sebagaimana difat-sifat budaya
massa, maka yang terpentin adalah komunikasi massa menjadi proses
transormai budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen
komunikasi massa, terutama yang dilakukan oleh media massa. Fungsi
transformasi budaya ini menjadi sangat penting dan terkait dengan fungsi-
fungsi lainnya terutama fungsi social learning, akan tetapi fungsi transformasi
budaya lebih kepada tugasnya yang besar sebagai bagian dari bidaya global.
Sebagaimana diketahui bahwa perubahan-perubahan budaya yang disebabkan
karena perkembangan telematika menjadi perhatian utama semua masyarakat
di dunia, karena selain dapat dimanfaatkan untuk pendidikan juga dapat
dipergunakan untuk fungsi-fungsi lainnya, seperti politik, perdagangan, agama,
hukum, militer, dan sebagainya. Jadi, tidak dapat dihindari bahwa komunikasi
massa memainkan peran penting dalam proses ini di mana hampir semua
perkembangan telematika mengikut-sertakan proses-proses komunikasi massa
terutama dalam proses transformasi budaya.
e.
Hiburan: Fungsi lain dari komunikasi adalah hiburan, bahwa seirama dengan
fungsi-fungsi lain, komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan,
terutama karena komuniasi massa menggunakan media massa, adi fungsi-
|
16
fungsi hiburan yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi
komunikasi massa. Transformasi budaya yang dilaksanakan oleh komunikasi
massa mengikut-sertakan fungsi hiburan ini sebagai bagian penting dalam
fungsi komunikasi massa. Hiburan tidak terlepas dari fungsi media massa itu
sendiri dan juga tidak terlepas dari tujuan transformasi budaya.
Dengan
demikian, maka fungsi hiburan dari komunikasi massa saling mendukung
fungsi-fungsi lainnya dalam proses komunikasi massa.
2.1.3
Karakteristik Komunikasi Massa
Karakteristik komunikasi massa seperti yang dijelaskan oleh Nurudin dalam
buku Pengantar Komunikasi Massa adalah sebagai berikut:
1.
Komunikator dalam komunikasi massa melembaga (Institution Communicator)
atau Collective Communicator. Komunikator berbicara mewakili lembaga
(media massa), bukan atas nama dirinya sendiri.
2.
Pesan bersifat umum. Isi pesan yang disampaikan menyangkut kepentingan
orang, tidak menyangkut kepentingan perorangan taua pribadi. Hal itu karena
dikonsumsi untuk orang banyak yang heterogen
3.
Komunikasi massa menimbulkan keserempakan (simultaneous) dan serentak
(instantaneous) penerima oleh massa. Media yang menjadi saluran komunikasi
diterima pada saat yang sama oleh publik.
4.
Komunikan bersifat heterogen. Penonton televisi, pendengar radio maupun
pembaca terdiri dari beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status social
ekonomi, memiliki agama atau kepercayaan agama yang tidak sama pula.
Namun, mereka adalah komunikan.
5.
Berlangsung satu arah (one way traffic communication), yaitu komunikator
kepada komunikan. Tanggapan atau reaksi muncul belakangan.
Umpan balik
|
17
khalayak atas isi pesan suatu media massa dapat berupa tindakan meneruskan
atau berhenti membaca Koran, mendengar radio, atau menonton televisi.
Sedangkan umpan balik yang ditujukan kepada media massa antara lain dengan
mempermasalahkan kebenaran dan keakuratan suatu berita, kritik terhadap
cara-cara penyampaian berita, atau dukungan terhadap pesan tertentu.
6.
Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis. Media massa sebagai alat
utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan
bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar
untuk media elektronik.
7.
Komunikasi massa dikontrol oleh Gatekeeper. Gatekeeper berfungsi untuk
menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data, dan mengurangi
pesan guna menentukan berkualitas tidaknya informasi yang akan disebarkan.
(Nurudin, 2007: 19-32)
2.1.4
Dampak Komunikasi Massa
A.
Dampak Media Massa sebagai Obyek Fisik
Menurut Steven H. Chavve ada 4
dampak kehadiran media massa sebagai
obyek/fisik sebagai berikut:
a.
Dampak Ekonomis
Kehadiran media massa menimbulkan dampak ekonomis, yaitu
menggerakkan usaha dalam berbagai sector seperti produksi, distribusi dan
konsumsi jasa media massa. Selain itu, kehadiran surat kabar juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan pabrik kertas, percetakan dan grafika.
Dengan demikian juga kehadiran televisi, membuka kesempatan kerja bagi
juru kamera, reporter, produser, teknisi, dan berbagai profesi lainnya.
b.
Dampak Sosial
|
18
Dampak sosial berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial
sebagai akibat kehadiran media massa. Misalnya, pemilikan media massa
(memiliki radio, televisi, atau berlangganan surat kabar) telah meningkatkan
status social pemiliknya.
c.
Dampak pada Penjadwalan Kegiatan
Kehadiran media massa ternyata dapat mengubah jadwal kegiatan sehari-hari
khalayak. Misalnya saat musim piala dunia, banyak masyarakat pencinta bola
yang rela mengorbankan waktu tidurnya untuk menonton acara tersebut.
d.
Media Massa sebagai Penyalur Perasaan
Sering kali orang menggunakan media (dengan mendengarkan radio dan
menonton televisi) untuk menghilangkan perasaan tertentu seperti kesepian,
marah, kecewa, bosan, dan sebagainya.
e.
Dampak Mnumbuhkan Perasaan Tertentu
Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilangkan perasaan tidak enak
pada diri seseorang, tetapi juga dapat menumbuhkan perasaan tertentu.
Terkadang seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negatif terhadap
media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada suatu media
massa tertentu kemungkinan berkaitan erat dengan pengalaman individu
bersama media massa tersebut (Riswandi, 2009: 111).
B.
Dampak Pesan Media Massa
a.
Dampak Kognitif
Dampak ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami,
atau dipersepsi oleh khalayak. Dengan perkataan lain, dampak ini berkaitan
dengan penyampaian informasi, pengetahuan, dan kepercayaan, yang
diberikan oleh media massa. Dari media massa
kita bisa mengetahui
|
19
informasi mengenai adanya bencana banjir di Jakarta, naiknya suku bunga
BI, atau terjadinya kerusuhan di daerah tertentu. Menurut Mc.Luhan, media
massa adalah perpanjangan alat indera manusia. Melalui madia massa kita
memperoleh informasi tentang
benda, orang, peristiwa, atau tempat-tempat
yang belum pernah kita lihat dan kunjungi secara langsung. Realitas yang
ditampilkan media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Televisi
memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan.
b.
Dampak Afektif
Dampak pesan media massa sampai tahap afektif bila pesan yang disebarkan
media massa mengubah apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh
khalayak. Dampak ini berkaitan dengan perasaan, rangsangan emosional,
sikap, atau nilai. Misalnya kita merasa terharu ketika membaca ulasan tentang
keberhasilan seorang pemulung yang akan melanjutkan pendidikan S2, atau
Anda merasa takut bepergian degan angkutan umum setelah menonton berita
kriminal di televisi.
c.
Dampak Konatif/Behavioral
Dampak pesan media massa sampai pada tahap konatif bila pesan-pesan yang
disebarkan media massa mendorong Anda untuk melakukan tindakan-
tindakan tertentu. Misalnya ketika menonton tayangan televisi atau membaca
berita tentang Gempa Tsunami di Aceh, Anda tergerak untuk mengirimkan
bantuan kepada korban bencana tersebut.
2.1.5
Media Massa
Menurut Denis McQuail (2000), media massa adalah media yang mampu
menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas (university of reach), bersifat umum
dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa.
|
20
Dalam perkembangannya media massa merupakan sumber pembentukan
karakter serta kebudayaan yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu
pengamatan di dalam media massa dan masyarakat akan selalu memberikan
gambaran yang dinamis dan sejalan dengan perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Selain itu perkembangan media tidak hanya mencakup perspektif media
tetapi perkembangan media pun menjadi sangat penting dalam sebuah proses
perkembangan masyarakat yang selalu di dalam masa transisi dan mengalami
perubahan baik bidang ekonomi, politik, social.
Media massa, sebagai media yang menunjang komunikasi massa terbagi atas
2 jenis, yaitu media cetak dan media elektronik.
a.
Media Cetak
Media cetak adalah suatu bentuk media yang mengutamakan fungsinya sebagai
media yang dapat menyampaikan informasi. Maka media cetak terdiri dari
lembaran dengan sejumlah kata, gambar, atau kolom dalam tata warna dan
halaman putih, dengan fungsi utama untuk memberikan informasi atau
menghibur. Media cetak juga dapat digunakan sebagai suatu dokumen atas
segala hal yang dikatakan orang lain dan rekaman peristiwa yang ditangkap
oleh jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar, foto, dan sebagainya.
Yang disusun sesuai dengan susunan rubrik yang sudah disesuaikan dengan
temanya.
b.
Media Elektronik
Media elektronik merupakan media komunikasi atau media massa yang
menggunakan alat-alat elektronik (mekanis), media elektronik kini terdiri dari:
1.
Radio
|
21
Radio adalah media massa elektronik tertua dan paling fleksibel.
Keunggulan radio siaran ini adalag berada dimana saja, apabila surat kabar
memperoleh julukan sebagai kekuatan keempat, maka radio siaran
mendapat julukan kekuatan kelima atau the fifth estate. Hal ini disebabkan
karena siaran radio juga dapat melakukan fungsi control social seperti surat
kabar, di samping empat fungsi lainnya, yaitu memberi informasi,
menghibur, mendidik, dan melakukan persuasi.
2.
Film
Motion pictures
atau film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa
visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di
bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya.
3.
Televisi
Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi
berasal dari tele dan vision; yang memiliki arti masing-masing jauh (tele)
dan tampak vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari
jarak jauh. Pada dasarnya media televisi lahir karena perkembangan
teknologi.
4.
Internet
Secara harfiah, internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah
rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Dapat
diartikan internet adalah system komputer umum, yang berhubung secara
global dan menggunakan TCP/IP sebagai protocol pertukaran paket (packet
switching communication protocol). Jumlah pengguna internet yang besar
dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya internet. Internet juga
mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu pengetahuan, dan pandangan
|
22
dunia. Dengan hanya berpandukan pada mesin pencari seperti Google,
pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah dan
cepat atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku dan
perpustakaan, internet melambangkan penyebaran (decentralization)
informasi dan data secara ekstrim.
2.1.6 Televisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006: 1335), televisi adalah sistem
penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui
angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi
(suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya
yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar. Sementara itu, J.B. Wahyudi
(1982) mendefinisikan televisi sebagai berikut.
Televisi adalah medium audiovisual yang hidup, dengan demikian lebih
mengutamakan gerak atau moving/acting, bahkan ada yang berpendapat
bahwa gambar yang ditayangkan di televisi haruslah merupakan perpaduan
antar gerak, seni dan teknik.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan televisi adalah alat atau benda untuk
menyiarkan siaran-siaran yang menawarkan gambar dan suara. Dari siaran televisi
ini penonton dapat mendengarkan dan melihat gambar-gambar yang disajikan, yang
memadukan antara unsure-unsur film sekaligus.
Realitas pertumbuhan yang sedemikian cepat dan maraknya dari media ini
setidaknya dapat kita tilik bersama dari sejarah munculnya televisi di Indonesia.
TVRI merupakan stasiun televisi pertama yang dimiliki negeri ini. Pada awal
kelahirannya tahun 1962 jumlah pesawat televisi di Jakarta hanya berjumlah 10.000
buah. Tujuh tahun kemudian jumlahnya meningkat menjadi 65.000 buah. Pada akhir
|
23
Maret 1972 jumlah pesawat televisi di Indonesia ada 212.580 buah, sampai tahun
1984 berjumlah 7.132.462 buah. Hanya dalam kurun waktu 12 tahun jumlah pesawat
televisi di Indonesia meningkat sampai hampir 34 kali lipat
Indonesia memasuki babak baru dalam
dunia pertelevisian sebagaimana
disinggung di atas pada 1962, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games,
yaitu dengan didirikannya TVRI pada tanggal 24 Agustus 1962. Hanya dengan
menggunakan satu pemancar yang dipasang di kompleks senayan, TVRI melakukan
peliputan Asian Games yang dapat dinikmati oleh penduduk Jakarta. Dimana pada
awal penyelenggaraannya, jangkauan penyiaran TVRI masih terbatas di Jakarta dan
sekitarnya. Dan dikarenakan masih terbatasnya berbagai pendukung teknis, masa
penyiarannya pun hanya sekitar dua jam per hari dan ekstra setengah jam pada
malam minggu. Sines Indonesia, Garin Nugroho, menambahkan bahwa saat
menyiarkan peristiwa internasional tersebut, Indonesia adalah negara ke-4 di Asia
yang memiliki televisi setelah Jepang, Filipina dan Thailand. Oleh karena itu, dapat
kita simpulkan sekali lagi bahwa sejak inilah Indonesia mulai memasuki babakan
baru dalam memanfaatkan medium televisi (Wahyuni, 2000: 71-72); Nugroho, et al,
2002: vii).
Semenjak dikeluarkannya SK Menteri Penerangan No.111 Tahun 1990,
industri dan bisnis televisi berubah menjadi demikian maraknya. Awalnya adalah
tahun 1987/1988 ketika RCTI diizinkan siaran untuk pertama kalinya dengan
menggunakan dekoder (decoder), yang kemudian diikuti oleh SCTV (1989), TPI
(1991), ANTV (1993) dan Indosiar (1994). Kini dapat kita lihat betapa deras
perkembangannya bahkan untuk saluran siaran pun, hingga tahun 2005 terdapat 10
stasiun televisi swasta dan tidak kurang dari 30 stasiun televisi lokal. Melihat realitas
tersebut maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia telah mengalami masa
|
24
bulan madu dengan televisi dimana pertumbuhan televisi terjadi demikian maraknya
setelah 25 tahun (lebih) hanya memiliki satu stasiun televisi, yakni TVRI
Oleh karena itu, tidak dapat dimungkiri televisi kini telah menjadi sebuah
fenomena sekaligus media yang teramat populer. Diakui atau tidak, televisi telah
menjadi bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebuah rumah
baru dikatakan lengkap, jika ada pesawat televisi di dalamnya. Hal ini tidak hanya
berlaku pada masyarakat kota yang relatif kaya, melainkan telah merambah ke
pelosok-pelosok desa, di rumah-rumah hunian liar, di pinggir-pinggir sungai kota
ataupun di bawah jembatan layang. Meminjam ungkapan Garin Nugroho, televisi
telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai
sahabat populer masyarakat sekaligus musuh keluarga yang sulit diusir karena
kepopulerannya (Alkhajar, 2011).
2.1.7 Program Acara Televisi
Berbagai macam program acara disiarkan oleh stasiun-stasiun televisi setiap
harinya, program-program acara tersebut digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
(Baksin, 2006: 47)
a)
Program Artistik
Program Artistik disajikan dalam bentuk program hiburan. Penekanan aspek
keindahan dan lebih memainkan imajinasi seniman nya seperti musik, drama,
komedi, talkshow, dan sejenisnya merupakan acara hiburan yang banyak di
produksi oleh televisi baik di studio maupun di luar studio. Program artistik
memiliki isi pesan berupa fiksi dan nonfiksi, penyajiannya tidak terikat waktu,
yang menjadi sasaran adalah kepuasan pemirsa, mengutamakan bahasa bebas
(dramatis), atau improvisasi serta disertai dengan refleksi daya khayal kuat.
|
25
Pada dasarnya program hiburan tidak membebani penonton untuk berpikir.
Produksi dibuat dengan dekorasi, tata artistic, tata lampu maupun property
meriah. Misalnya: acara komedi, sinetron, reality show.
b)
Program Jurnalistik
Program Jurnalistik adalah program yang memiliki tujuan untuk memberikan
informasi, dan biasanya dikemas dalam bentuk news
atau berita, tujuannya
yaitu untuk memberi tambahan pengetahuan (informasi) kepada masyarakat
luas. Ciri sebuah program jurnalistik adalah bersumber dari sebuah
permasalahan yang sedang hangat, actual, lalu disusun menurut aturan
jurnalistik, dan disiarkan dalam program acara yang tersedia. Diproduksi
berdasarkan informasi dan fakta atas kejadian-kejadian yang menyangkut
social, politik, ekonomi, maupun budaya yang ada disekitar masyarakat.
Format ini memerlukan nilai-nilai factual yang disajikan dengan ketepatan dan
kecepatan waktu. Namun jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara
(2005), mempunyai cirri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.
1.
Skeptis
Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu,
meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak
mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas
dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan
kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke
lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.
2.
Bertindak (action)
Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan
mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.
|
26
3.
Berubah
Perubahan merupakan hokum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai
penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring, dan pemberi makna dari
sebuah informasi.
4.
Seni dan Profesi
Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk
menangkap aspek-aspek yang unik.
5.
Peran Pers
Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik,
melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat secara
netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai
interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta
advokasi.
Program Jurnalistik pun juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a.
Hard news
Hard news ialah sebuah fakta kejadian terbaru yang diliput harus mempunyai
nilai berita yang tinggi, tanpa mengandung pendapat-pendapat penulis berita.
Hard news
dalam penyajiannya harus disiarkan secara ringkas, actual serta
akurat dalam pelaporannya, namun tetap tidak mengabaikan etika jurnalistik,
kelengkapan data dan obyektivitas. Peran televisi sebagai sumber utama hard
news
bagi masyarakat cenderung untuk terus meningkat. Media televisi
biasanya menyajikan hard news
secara reguler yang ditayangkan dalam suatu
program berita.
b.
Soft news
|
27
Soft news ialah segala informasi penting dan menarik yang disampaikan secara
mendalam (indepth) serta mempunyai packaging yang menarik pula, namun
penayangannya tidaklah seperti hard news
yang bersifat segera. Contoh
program soft news adalah dokumenter, feature, news magazine, dan lain-lain.
Berita lunak atau soft news bisa berupa perbincangan (talkshow) penyampaian
berbagai pendapat, adu argumentasi antar pengisi acara pada topik tertentu.
2.1.8
Jenis-Jenis Berita Televisi
Berita adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru
(actual); laporan mengenai fakta-fakta yang actual, menarik perhatian, dinilai
penting, atau luar biasa (Budiman, 2005). Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris
Budiman membedakannya menjadi dua, yaitu yang pertama straight news
yang
berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah social, dan kriminalitas, sering
disebut sebagai hard
news. Sementara straight news
yang berisikan hal-hal
tentang olahraga, kesenian, hobi, elektronika dan lain-lain dikategorikan sebagai
berita ringan atau lunak (soft news).
Jenis berita yang kedua adalah
feature
atau berita kisah. Jenis berita ini
lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest).
Sebuah feature tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi
yang dinamakan berita investigative (investigative news), berupa hasil penyelidikan
seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.
2.1.9
Nilai Berita (News Value)
Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai
berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut (Putra, 2006: 33)
1.
Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak
2.
Aktual: terbaru, belum basi, belum banyak/umum diketahui
|
28
3.
Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum, unik,
4.
Penting: Pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut pemikiran,
komentar, dan kehidupan orang penting atau terkenal,
5.
Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, cultural, psikologis)
Berita juga mempunya bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.
a.
Judul atau kepala berita (headline)
b.
Baris tanggal (date line)
c.
Teras berita (lead atau intro)
d.
Tubuh berita (body)
e.
Tambahan (minor detai)
Bagian- bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan
yang paling sering di dengar
ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih
menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang
umum terlebih dahulu baru ke hal khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan
atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk
memudahkan para redaktur memotong bagian kurang atau tidak penting yang
terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Facruddin, 2012: 104-105).
Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya,
terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek non factual
yang pada kecenderungan akan menjadi sebuah opini.
Untuk itu, sebuah berita harus memuat fakta yang di dalamnya terkandung
unsur-unsur 5W+1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell,
salah seorang pakar komunikasi (Putra, 2006: 38).
1.
Who siapa yang terlibat di dalamnya?
2.
What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
|
29
3.
Where di mana terjadinya peristiwa itu?
4.
Why mengapa peristiwa itu terjadi?
5.
When kapan terjadinya?
6.
How bagaimana terjadinya?
Sumber berita dapat membantu dalam hal pengumpulan informasi,
sebagaimana di ungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Ishwara,
2005:67) berikut ini.
1.
Observasi langsung dan tidak langsung dilihat berdasarkan situasi berita
2.
Proses wawancara
3.
Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik
4.
Partisipasi dalam peristiwa
2.2
Teori Khusus
2.2.1
Manajemen Produksi Penyiaran
Pada media penyiaran, fungsi manajemen produksi dalam sebuah stasiun
televisi yang sesuai dengan Standart Operational Procedure (SOP) meliputi
(Morrisan, 2008: 130):
1.
Perencanaan (planning): fungsi ini mencakup kegiatan penentuan tujuan
(objectives) media penyiaran serta mempersiapkan rencana dan strategi yang
akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
2.
Pengorganisasian (organizing): fungsi ini merupakan proses penyusunan struktur
organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimiliki dan
lingkungan yang melingkupinya.
3.
Pengarahan (directing) dan memberi pengaruh (influencing): fungsi ini tertuju
pada upaya untuk merangsang antusiasme karyawan untuk melaksanakan
|
30
tanggung jawab mereka secara efektif. Kegiatan mengarahkan dan
mempengaruhi ini mencakup empat bagian penting yaitu: motivasi, komunikasi,
kepemimpinan, dan pelatihan.
4.
Pengawasan (controlling): fungsi ini merupakan proses untuk mengetahui apakah
tujuan-tujuan organisasi sudah tercapai atau belum. Terdapat banyak sebutan
untuk fungsi pengawasan antara lain: evaluasi (evaluating), Penilaian
(appraising), dan perbaikan (correcting). Pengawasan membantu penilaian
apakah perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia dan pengarahan
telah dilaksanakan secara efektif.
2.2.2
Proses Produksi Berita Televisi
Departemen produksi atau redaksi berita stasiun televisi pada umumnya telah
memiliki sebuah desain produksi program berita sesuai dengan target audiensi dan
target market
yang telah dirancang. Idealnya tahapan-tahapan produksi program
televisi harus dijalani secara berurutan. Artinya, tahapan pertama harus diselesaikan
sebelum bisa melanjutkan tahapan berikutnya. Namun, berbeda dengan proses
produksi program non berita. Produksi program berita televisi dilakukan dengan
cepat, bahkan pada kondisi situasi tertentu tahapan satu dengan lainnya dilakukan
secara bersamaan, sehingga tidak menunggu tahapan satu selesai sebelum memulai
tahapan selanjutnya.
Kadang kala, ketika mengejar tayang suatu peristiwa besar agar tidak di
dahului competitor, materi berita (gambar saja) ditayangkan (di-roll) tanpa tahapan
akhir yang sempurna. Produksi berita televisi memanfaatkan atau memburu materi
audiovisual apa adanya tanpa manipulasi (karya jurnalistik), sehingga gambar yang
ditayangkan as it happen atau saat sebuah peristiwa sedang berlangsung.
|
31
Proses produksi berita televisi menurut Andi Fachruddin dalam buku Dasar-
Dasar Produksi Siara Televisi adalah sebagai berikut.
1.
Pra Produksi
Perencanaan dan detail petunjuk pelaksanaan produksi konten audiovisual harus
dibuat terlebih dahulu. Perencanaan pengambilan gambar, story board, sehingga
memiliki panduan dalam mengatur shot. Ide peliputan dibahas dalam sebuah
rapat redaksi membicarakan setiap ide liputan dan menimbangnya dari berbagai
hal. Pembahasan rapat termasuk focus pada informasi yang harus diperoleh,
gambar yang harus direkam, dan narasumber yang harus diwawancarai.
2.
Produksi
Ide atau rencana yang dibuat dengan wishlist setelah disepakati redaksi bisa jadi
berbeda dengan kondisi di lapangan. Redaksi dan jurnalis televisi melakukan
komunikasi terus untuk memantau perkembangan setiap isu penting dan menarik.
Realita narasumber tidak sesuai yang dibayangkan, perkembangan di lapangan
yang jauh lebih menarik, dan hambatan eksternal (alami) yang tak terduga. Maka
seorang jurnalis harus memiliki alternatif rencana, sehingga proses produksi bisa
berjalan sesuai rencana. Serta memastikan ketersediaan materi berita tidak
kehilangan momentum apalagi dengan competitor kuatnya.
3.
Pasca produksi
Menjelang berita on air, rapat redaksi (istilahnya: budgeting) menyusun
komposisi berita berdasarkan kebijakan redaksi dalam sebuah rundown program
berita. Rapat final mengevaluasi urgensi
berita dalam rundown
(akan
ditayangkan), apakah sesuai dengan rapat redaksi di awal serta
mensinkronkannya dengan situasi terakhir. Editing
naskah oleh produser dan
editing
gambar oleh editor diproses bersamaan. Dalam tahap ini, segala aspek
|
32
teknis naskah dan gambar yang akan ditayangkan diperhitungkan. Gambar biru
(bluish), tidak focus, goyang sedapat mungkin tidak dipergunakan kecuali
memiliki nilai berita besar (karya jurnalistik televisi) dan gambar yang standar
broadcast belum diterima (Fachruddin, 2012: 18-20).
2.2.2
Jenis-Jenis Jurnalisme
A.
Jurnalisme Warga (Citizen Journalism)
Lahirnya konsep citizen journalism sangat berkaitan erat dengan gerakan
civic journalism
atau disebut juga dengan istilah public journalism
(jurnalisme
publik) di Amerika Serikat setelah pemilihan presiden tahun 1988. Gerakan
jurnalisme publik ini muncul karena krisisnya kepercayaan publik Amerika terhadap
media-media mainstream
dan kekecewaan terhadap kondisi politik saat itu
(Kusumaningati,2012:7).
Ada dua istilah yang perlu dipahami terlebih dahulu agar tidak menimbulkan
kerancuan pemahaman, yakni tentang new media
(media baru) dan mainstream
media (media utama) dengan citizen journalism
(jurnalisme warga) dan civic
journalism
(jurnalisme publik). Media utama menunjuk pada saluran komunikasi
massa lama seperti surat kabar, majalah, radio, tv, dan sejenisnya, sementara media
baru menunjuk pada jaringan internet. Menurut Stuart Allan dalam Citizen
Journalism, Global Perspective (2009) menyebutkan bahwa varian kata Citizen
journalism
sering juga disebut dengan participatory journalism, hyperlocal
journalism, distributed journalism, networked journalism, open source journalism,
dan grassroot journalism. Baik citizen journalism
maupun civic journalism
menjadikan masyarakat sebagai bahan utamanya. Hanya
saja dalam civic
journalism masyarakat didudukkan sebagai objek, semenara dalam
citizen
|
33
journalism
masyarakat didudukkan sebagai objek sekaligus subjek (Nurudin, 2009:
215)
Citizen journalism
atau jurnalisme warga adalah suatu bentuk kegiatan
jurnalisme yang dilakukan oleh warga biasa. Maksud dari warga biasa yaitu warga
yang bukan berstatus sebagai jurnalis professional. Jadi, seorang warga biasa, tanpa
harus berlatar belakang pendidikan jurnalistik atau ilmu kewartawanan, dapat
melakukan kegiatan jurnalisme dan menyampaikan berita dengan gayanya sendiri
(Kusumaningati, 2012: 5).
Sementara itu, civic journalism
adalah mengangkat derajat warga menjadi
pemegang peran potensial dalam masalah publik dan bukan sekedar korban,
menggerakkan orang-orang sebagai warga suatu Negara agar dapat meningkatkan
diskusi publik, membantu komunitas menyelesaikan masalah, dan membantu Negara
dalam mencari orang-orang yang produktif sehingga kegiatan politik dan
kemasyarakatan dapat berjalan dengan baik (Karsten, 2004)
Selain itu, civic journalism juga merupakan upaya wartawan professional dan
media tempat mereka bekerja untuk lebih dekat dengan personal warga
(pembacanya), serta ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan itu secara langsung.
Bukan hanya memberitakan peristiwa atau fenomena dalam sikap yang objektif saja,
tetapi lebih menyatu dan terlibat dalam membimbing warga dan mendorong warga
untuk melakukan sesuatu.
Aaron Barlow (2007, 140) membedakan antara civic journalism dan citizen
journalism, bahwan dalam civic journalism melibatkan jurnalis professional
sementara dalam citizen journalism
dibatasi pada mereka yang mempublikasikan
konten dalam blog dan dinyatakan bahwa mereka tidaklah secara professional
bekerja layaknya jurnalis media massa, baik dalam pengertian secara latar belakang
|
34
pendidikan kejurnalistikan dan bagaimana cara menulis produk-produk jurnalistik.
Di bagian lain Barlow menegaskan bahwa gerakan civic journalism maupun citizen
journalism
pada praktisnya tidaklah sama. Bagi Barlow citizen journalism
lebih
menekankan pada isu-isu apa yang akan dipublikasikan dan setiap isu memiliki arti
penting bagi warga/komunitas; tidak seperti kerja media massa dimana setiap jurnalis
memiliki framing berbeda dalam melihat isu sesuai dengan kepentingan ekonomi
politik, sebagai salah satu contoh kekuatan yang ada di media massa.
Jadi, wartawan yang bekerja di media massa biasanya melakukan liputan
karena penugasan, sementara citizen journalism menuliskan pandangannya atas suatu
peristiwa karena di dorong oleh keinginan untuk membagi apa yang dilihat dan
diketahuinya.
a.
Bentuk-Bentuk Citizen Journalism
Menurut D. Lasica lewat tulisannya dalam Online Journalism Review (2003)
pernah membagi media untuk citizen journalism dalam beberapa bentuk, yaitu:
1.
Partisipasi audiens (seperti komentar-komentar pengguna yang dilampirkan
untuk mengomentari kisah berita, blog pribadi, foto atau video gambar yang
diambil dari kamera handphone, atau berita local yang ditulis oleh penghuni
sebuah komunitas)
2.
Berita independent dan informasi yang ditulis dalam website.
3.
Partisipasi di berita situs. Berisi komentar-komentar pembaca atas sebuah
berita yang disiarkan oleh media tertentu.
4.
Tulisan ringan seperti dalam milis, dan email.
5.
Situs pemancar pribadi (video situs pemancar).
Steve Outing pernah mengklasifikasikan bentuk-bentuk citizen journalism
sebagai berikut:
|
35
1.
Citizen journalism
membuka ruang untuk komentar publik. Dalam ruang
itu, pembaca atau khalayak bisa bereaksi, memuji, mengkritik, atau
menambahkan bahan tulisan jurnalisme profesional. Pada media cetak
konvensional jenis ini biasa dikenal dengan surat pembaca.
2.
Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian dari artikel yang
ditulis. Warga diminta untuk ikut menuliskan pengalamannya pada sebuah
topik utama liputan yang dilaporkan jurnalis.
3.
Kolaborasi antara jurnalis profesional dengan nonjurnalis yang memiliki
kemampuan dalam materi yang dibahas. Tujuannya dijadikan alat untuk
mengarahkan atau memeriksa keakuratan artikel. Terkadang profesional
nonjurnalis ini dapat juga menjadi kontributor tunggal yang menghasilkan
artikel tersebut.
4.
Bloghouse warga. Bentuknya blog-blog gratisan yang dikenal, misalnya
ada wordpress, blogger, atau multiply. Melalui blog, orang bisa berbagi cerita
tentang dunia, dan bisa menceritakan dunia berdasarkan pengalaman dan
sudut pandangnya.
5.
Newsroom citizen transparency blogs. Bentuk ini merupakan blog yang
disediakan sebuah organisasi media sebagai upaya transparansi. Dalam hal ini
pembaca bisa melakukan keluhan, kritik, atau pujian atas apa yan ditampilkan
organisasi media tersebut.
6.
Stand-alone citizen journalism site, yang melalui proses editing.
Sumbangan laporan dari warga, biasanya tentang hal-hal yang sifatnya sangat
lokal, yang dialami langsung oleh warga. Editor berperan untuk menjaga
kualitas laporan, dan mendidik warga (kontributor) tentang topik-topik yang
menarik dan layak untuk dilaporkan.
|
36
7.
Stand-alone citizen journalism, yang tidak melalui proses editing.
8.
Gabungan stand-alone citizen journalism website dan edisi cetak.
9.
Hybrid: pro + citizen journalism. Suatu kerja organisasi media yang
menggabungkan pekerjaan jurnalis profesional dengan jurnalis warga.
10.
Penggabungan antara jurnalisme profesional dengan jurnalisme warga
dalam satu atap. Website membeli tulisan dari jurnalis profesional dan
menerima tulisan jurnalis warga.
11.
Model Wiki. Dalam Wiki, pembaca adalah juga seorang editor. Setiap
orang bisa menulis artikel dan setiap orang juga bisa memberi tambahan atau
komentar terhadap komentar yang terbit (Yudhapramesti, 2007).
b.
Kelebihan Citizen Journalism
1.
Citizen journalism
mendorong terciptanya iklim demokratisasi. Blog
mampu mewacanakan informasi alternatif dan tidak terikat oleh sistem
seperti halnya dalam media utama. Dengan adanya kebebasan ini akan
memberikan beragam informasi kepada masyarakat. Secara tidak langsung
pula, mendukung gerakan demokratisasi.
2.
Citizen journalism memupuk budaya tulis dan baca masyarakat.
3.
Mematangkan terciptanya public sphere
(ruang publik) di masyarakat.
Masyarakat bisa berdiskusi bebas dalam sebuah blog
tanpa ada aturan,
larangan tertentu seperti halnya yang dilakukan pada media utama.
4.
Citizen journalism
juga manifestasi fungsi watch dog
(kontrol social)
media. Ketika kekuasaan tidak bisa terkontrol secara efektif, blog
memberikan suntikan vitamin untuk melakukan kontrol atas ketimpangan di
masyarakat.
c.
Tantangan Citizen Journalism
|
37
1.
Masalah profesionalisme. Seorang jurnalis adalah seorang professional.
Ia bekerja karena sesuai dengan profesinya sebagai orang yang bertugas
mencari, mengolah, dan menyiarkan informasi. Karena profesinya ia
mendapatkan gaji.
2.
Jurnalis adalah orang terlatih. Jurnalis membutuhkan keahlian tertentu.
Artinya, tidak semua orang (apalagi tidak terlatih) bisa membuat berita.
3.
Jurnalis terikat oleh system. Selama ini jurnalis terkait sebuah system
yang ada di media massa itu.
4.
Jurnalis bukan anonim. Wartawan adalah orang yang bekerja di suatu
media massa dengan bukti legal bahwa ia sebagai wartawan, baik itu
menyangkut Kartu Tanda Penduduk, Kartu Pers atau kartu media dimana dia
bekerja. Jadi, mereka bukan wartawan gadungan, atau yang sering disebut
dengan Wartawan Tanpa Surat Kabar (WTS). Jadi, jurnalis bukan orang
anonim.
5.
Kualitas isi penting. Jurnalis juga orang yang dituntut untuk
memperhatikan kualitas tulisan. Sementara itu, tidak ada tuntutan dalam
tulisan di blog harus berkualitas seperti dalam dunia jurnalis. Ia
boleh
menulis apa saja yang dia suka, dengan cara apapun.
6.
Jurnalis terikat hukum. Jurnalis juga bukan orang yang bebas berbuat
tanpa ikatan atau di luar aturan yang ada. Seorang jurnalis akan terikat hukum
bila dia melanggar.
B.
Jurnalisme Presisi
Jurnalisme presisi adalah aplikasi ilmu social dalam dunia jurnalistik. Jadi,
syarat yang ada pada
ilmu social digunakan dalam lapangan jurnalistik. Dengan kata
|
38
lain, jurnalisme presisi adalah kegiatan jurnalistik yang menekankan ketepatan
(presisi) informasi dengan memakai pendekatan ilmu social dalam proses kerjanya
(Nurudin, 2009: 226)
Dalam pengumpulan data misalnya, apa yang menjadi syarat dan akurasi
dalam ilmu social juga berlaku dalam jurnalistik. Dengan demikian, narasumber akan
dipilih berdasarkan kaidah-kaidah tertentu yang diberlakukan dalam ilmu social.
C.
Jurnalisme Kuning
Jurnalisme kuning adalah jurnalisme pemburukan makna. Ini disebabkan
karena orientasi pembuatannya lebih menekankan pada berita-berita sensasional dari
pada substansi isinya. Tentu saja, karena tujuannya untuk meningkatkan penjualan ia
sering dituduh sebagai jurnalisme yang tidak professional dan tidak beretika. Karena
yang dipentingkan adalah bagaimana caranya masyarakat suka pada beritanya.
Meskipun ia diprotes oleh kalangan tertentu, ia tidak akan bergeming. Ataupun,
isinya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Hal itu merupakan perkara lain
(Nurudin, 2009: 230).
Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis,
sensasional, dan pembuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya
hanya satu, agar masyarakat tertarik. Setelah tertarik diharapkan masyarakat
membelinya. Ini sesuai dengan psikologi komunikasi massa. Orang akan tertarik
untuk membaca atau membeli Koran, yang diperhatikan pertama kali adalah
judulnya. Apalagi judul-judul yang dibuat sangat bombastis.
Jika ditinjau dalam sejarah, istilah jurnalisme kuning muncul pada tahun
1800. Jurnalisme kuning muncul ditandai dengan pertempuran headline antara dua
Koran besar di kota New York. Diantaranya Joseph Pulitzer (New York World) dan
|
39
William Randolph Hearts (New York Journal). Persaingan ketat itu terjadi pada tahun
1895 sampai tahun 1898. Kedua surat kabar tersebut dituduh telah menyebarkan
berita sensasional untuk mendongkrak sirkulasi.
D.
Jurnalisme Lher
Jurnalisme lher sering juga disebut dengan jurnalisme sensasional. Karena
berita dan gambar atau grafis yang disuguhkan dilandasi dengan atau untuk mencari
sensasi semata. Ada juga yang menyebutnya dengan jurnalisme pornografi. Dalam
praktiknya, jurnalisme lher disamping menampilkan dada dan paha wanita dari
berbagai pose yang mencolok tetapi juga disertai judul-judul asosiatif untuk
pembacanya yang mengarah pada seks. Meskipun kenyataannya, kata-kata yang
asosiatif tersebut hanya berhubungan dengan profesi keartisan seperti bermain film
atau menyanyi.
Jika kita melihat sejarah perkembangan media massa di Indonesia, tabloid
Monitor
bisa dikatakan media yang mempelopori jurnalisme lher. Jurnalisme lher
memang ditentang banyak orang, tetapi kemunculannya menjadi sebuah
keniscayaan. Ia telah ikut mempengaruhi perkembangan jurnalisme di Indonesia.
Berkaitan dengan itu setidak-tidaknya bisa diberikan beberapa catatan sebagai
berikut:
1.
Jurnalisme lher muncul sebagai representasi jurnalisme masyarakat kelas bawah.
Jurnalisme jenis ini kebanyakan
disukai masyarakat menengah ke bawah.
Jurnalisme lher berkembang sejalan dengan tingkat pendidikan masyarakat yang
belum begitu tinggi.
2.
Jurnalisme lher bisa jadi juga menjadi symbol perlawanan terhadap pemerintah
otoriter. Ketika ditengah masyarakat yang ingin bisa menikmati akses berita
|
40
tentang politik dibatasi, maka mereka beralih ke berita-berita yang sensasional
dan menghibur.
3.
Jurnalisme lher, nyata menjadi pilihan media massa yang lebih mementingkan
bisnis dari pada idealisme. Sementara, jurnalisme lher dalam praktiknya justru
bisa mendatangkan keuntungan materi yang tidak terbilang. Namun demikian,
moral, etika, norma masyarakat akhirnya menjadi korban.
4.
Jurnalisme lher bisa jadi muncul ditengah euphoria kebebasan media massa.
kebebasan pers tidak hanya berpusat pada orientasi melawan kekuasaan, tetapi
menerbitkan media yang disukai masyarakat seperti jurnalisme lher itu.
5.
Jurnalisme lher telah nyata merusak generasi muda di masa depan. Jika pada
masa muda saja sudah banyak berkaitan dengan jurnalisme lher semacam itu,
tidak ada jaminan bahwa di masa mendatang mereka tidak terpengaruh oleh
dampak jurnalisme lher.
6.
Tabloid, majalah, dan koran
menampilkan jurnalisme lher di Indonesia dijual
sangat bebas. Semua orang, bahkan anak kecil sekalipun bisa mendapatkannya di
agen Koran.
E.
Jurnalisme Perdamaian dan Jurnalisme Perang
Membicarakan jurnalisme damai tidak akan lepas dari Johan Galtung,
seorang profesor studi perdamaian dan juga direktur TRASCEND Peace and
Development Network. Ia pertama kali memperkenalkan istilah jurnalisme damai
pada tahun 1970. Profesor itu awalnya mencermati banyaknya jurnalisme perang
yang mendasarkan diri pada asumsi yang sama seperti halnya wartawan peliput
masalah olahraga. Isinya hanya berfokus pada kemenangan penting dalam sebuah
permainan menang-kalah antara dua belah pihak.
|
41
Ada banyak nama lain dari jurnalisme damai antara lain: jurnalisme baru,
jurnalisme pasca-realis, jurnalisme solusi, jurnalisme yang menguatkan, jurnalisme
analisis konflik, jurnalisme perubahan, jurnalisme holistic, jurnalisme dengan
kerangka besar, jurnalisme sebagai mediator (penengah), jurnalisme untuk
masyarakat terbuka (open society), jurnalisme pembangunan, jurnalisme analisis,
jurnalisme reflektif, dan jurnalisme konstruktif.
Menurut Annabel Mc Goldrick dan Jake Lynch (2001), yang harus dilakukan
oleh jurnalis perdamaian adalah sebagai berikut:
1.
Hindari penggambaran bahwa konflik hanya terdiri dari dua pihak yang
bertikai atas satu isu tertentu. Konsekuensi dari penggambaran macam ini
adalah satu pihak yang menang dan ada satu pihak yang kalah.
2.
Hindari penerimaan perbedaan tajam antara aku dan yang lain. Hal ini bisa
digunakan untuk membuat perasaan bahwa pihak lain adalah ancaman atau
tidak bisa diterima tingkah laku yang beradab. Keduanya merupakan
pembenaran untuk terjadinya kekerasan.
3.
Hindari memperlakukan konflik seolah-olah ia hanya terjadi pada saat dan
tempat kekerasan terjadi.
4.
Hindari pemberian penghargaan
kepada tindakan ataupun kebijakan dengan
menggunakan kekerasan hanya karena dampak yang terlihat.
5.
Hindari pengidentifikasian suatu kelompok hanya dengan mengulang ucapan
para pemimpin mereka ataupun tuntutan yang telah dikemukakan.
6.
Hindari pemusatan perhatian hanya pada pihak-pihak yang bertikai, hanya
mencari perbedaan diri ucapan-ucapan kedua belah pihak tentang apa yang
mereka inginkan.
7.
Hindari pelaporan yang hanya menonjolkan unsure kekerasan dan
|
42
mendeskripsikan tentang horror.
8.
Hindari menyalahkan salah satu pihak karena memulai perselisihan
9.
Hindari laporan yang hanya berfokus pada penderitaan, ketakutan, dan keluhan
hanya dari satu sisi.
10.
Hindari penggunaan bahasa-bahasa yang menonjolkan sosok korban seperti
kata miskin, hancur, tak berdaya, memelas, tragedy yang semuanya
hanya menunjukkan hal apa yang telah dan mungkin dilakukan untuk
kelompok ini.
11.
Hindari penggunaan kata-kata emosional yang tidak tepat menggambarkan apa
yang telah terjadi kepada sekelompok orang.
12.
Hindari penggunaan kata sifat seperti kejam, brutal, dan barbar.
Penggunaan kata-kata seperti itu menjelaskan pandangan satu pihak terhadap
apa yang telah dilakukan oleh pihak lainnya.
13.
Hindari penggunaan label seperti kata teroris, ekstrimis, kelompok
fanatik, atau juga fundamentalis. Hal ini juga selalu terjadi sebagai
pemberian julukan dari kita, kepada mereka. Tak pernah ada orang yang
menggunakan kata tersebut untuk mendeskripsikan diri mereka, oleh karenanya
jika jurnalis menggunakan kata-kata tersebut itu berarti jurnalis sudah berpihak
kepada salah satu pihak.
14.
Hindari pemusatan perhatian hanya pada pelanggaran hak-hak asasi manusia,
perlakuan kejam, dan kesalahan dari satu sisi saja.
15.
Hindari pembentukan opini atau klaim yang seolah-olah sudah pasti.
16.
Hindari pujian atas perjanjian perdamaian yang dilakukan oleh para pemimpin
politik, yang hanya akan membawa kemenangan bagi militer ataupun gencatan
senjata, seperti seolah-olah telah tercipta perdamaian.
|
43
17.
Hindari penantian akan memimpin kita mengusulkan jalan keluar.
F.
Jurnalisme Kepiting
Jurnalisme kepiting adalah jurnalisme yang juga mementingkan jalan
tengah (jalan aman) dalam menanggapi persoalan, untuk tak mengatakan memilih
jalan selamat. Lebih dalam lagi bisa dikatakan, ia tidak mencoba masuk ke dalam
diskusi yang lebih dalam jika punya dampak yang buruk bagi lembaga dan karier
jurnalistik dirinya. Dalam menanggapi kasus yang punya risiko politik yang sangat
tinggi, ia mencoba mendudukkan persoalan dengan sangat hati-hati. Ia tetap
berpegang pada kenyataan bahwa pada bagaimanapun juga pers tidak akan lepas dari
sistem politik.
Oleh karenanya, ketika mengkritik kemapanan yang berkaitan erat dengan
kekuasaan politik ia cenderung menyamarkan, tetapi akan sebaliknya jika tidak
berkaitan dengan politik. Ia cenderunng berbicara apa adanya, apalagi angin politik
cenderung lebih menguntungkan.
G.
Advocacy Journalism
Advocacy journalism
atau jurnalisme advokasi adalah kegiatan jurnalistik
yang berupaya menyuntikkan opini ke dalam berita. Tiap reportase, tanpa
mengingkari fakta, diarahkan untuk membentuk opini publik. Rangkaian opini yang
terbentuk dan hendak diapungkan di dapat dari kerja para jurnalis ketika memproses
liputan fakta demi fakta secara intens dan sungguh-sungguh. Jadi, kesimpulan opini
mereka memiliki erat dengan realitas fakta peristiwa yang terjadi dalam masyarakat
(Sumadiria, 2008: 170).
Mereka mengapkir objektivitas dan menggelembungkan tekad reporter untuk
|
44
menyuntikkan opini mereka ke dalam laporan yang mereka tulis. Jurnalisme lama
mengharuskan laporan dibuat berdasarkan urutan fakta-fakta dan menuntut sikap
netral para jurnalis dalam observasi mereka. Informasi harus disusun berdasarkan
prioritas, dari fakta yang paling penting sampai yang kurang penting. Seorang
jurnalis lama harus yakin bahwa perspektifnya terhadap suatu realitas peristiwa
cukup mengandung kebenaran ketika diolah berdasarkan sudut pandang wartawan
yang mencari fakta di lapangan. Kebenaran cukup terukur, walaupun hanya untuk
melaporkan apa yang terlihat saat meliput.
H.
Alternative Journalism
Alternative journalism
atau jurnalisme alternatif merupakan kegiatan
jurnalistik yang
menyangkut publikasi internal dan bersifat lebih personal. Berbeda
dengan underground newspaper, jurnal-jurnal alternatif kerap lebih professional,
lebih terfokus pada item
pemberitaan tertentu, dan coba menarik khalayak lebih
beruumur. Jurnal-jurnal alternatif memunculkan tulisan-tulisan yang hendak
membasmi korupsi, dengan tampilan yang lain dari anjing menyalak, dan melebihi
media underground
konvensional dalam performa kritikan dan liputannya. Tujuan
mereka adalah menggerakkan minat dan sikap, bahkan perilaku, sekelompok
khalayak yang mereka tentukan sebagai pangsa konsumen.
I.
Literacy Journalism
Literacy journalism atau jurnalisme sastra, membahas pemakaian gaya
penulisan fiksi untuk kepentingan dramatisasi pelaporan dan membuat artikel
menjadi memikat. Teknik pelaporan dipenuhi dengan gaya penyajian fiksi yang
memberikan detail-detail potret subjek, yang secara sengaja diserahkan kepada
|
![]() ![]() ![]() 45
pembaca untuk dipikirkan, digambarkan, dan ditarik kesimpulannya. Pembaca diajak
mengimajinasikan tampakan fakta-fakta yang telah dirancang jurnalis dalam urutan
adegan, percakapan, dan amatan suasana.
Gay Talese (1970) mengatakan, meski seperti fiksi, jurnalisme ini bukanlah
fiksi. Pengaruh fiksi memang sangat kental dalam laporan jurnalis yang dijalinkan di
sela-sela teks fakta. Hasilnya, menurut Atmakusumah yang mengutip Tom Wolf
:
sebuah bacaan yang amat langsung, dengan realitas yang terasa konkret, serta
melibatkan emosi dan mutu penulisnya. Istilah jurnalisme sastra yang kemudian
menyebar dari new journalism
yang diperkenalkan oleh Tom Wolf, menurut Mark
Kramer, berkembang pada pertengahan tahun 1960 yang penuh pemberontakan.
Jurnalisme sastra lalu memasuki berbagai wilayah penulisan, misalnya penulisan
traveling, memoar, esai-esai histories dan etnografis, dan sejumlah fiksi, bahkan
semifiksi ambigu yang berasal dari peristiwa-peristiwa nyata.
Feature
termasuk karya jurnalistik sastra yang dibangun di atas landasan
gaya penulisan fiksi yang bersifat naratif, kreatif, dan bahkan imajinatif. Sebagai
suatu cerita yang khas faktual objektif yang tunduk kepada kaidah jurnalistik
konvensional normative dan sekaligus jurnalistik sastra, kehadiran feature
dalam
media massa, kini benar-benar sudah dianggap sebagai berkah.
2.3
Kerangka Pikir Penelitian
Reporter
|
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() 46
Proses Produksi
Berita
Non Reporter
(Citizen Journalism)
Produser Program
Prog
Au
|