11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Perancangan
Perancangan dimaknai
sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai
pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "Perancangan" bisa
digunakan baik sebagai kata benda maupunkata kerja. Sebagai kata kerja,
"Perancangan" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek
baru". Sebagai kata benda, "perancangan" digunakan untuk menyebut hasil
akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal,
atau berbentuk obyek nyata.
Proses perancangan pada umumnya
memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya,
yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming,
maupun dari perancangan yang sudah ada sebelumnya. 
2.2
Tinjauan Umum
2.2.1
Definisi Townhouse
Awalnya istilah Townhouse
berkembang dari kata
Row House
atau
rumah Bandar yang didefinisikan sebagai “one of a continuous group or row
of houses having a uniform structure and appearance, often joined by
common side walls.” ( Stein, 1968 : 1150 dalam Akbar, 2009 : 13). Definisi
Townhouse sendiri berdasarkan literature-literatur asing adalah “A house that
is one of a row identical houses situated side by side and sharing common
walls.” ( Meaning of Townhouse, 2009). 
“A multi-family dwelling in which all dwelling units are separated by
side or party walls.” (Surayya, 2006 : 5)
  
1
“An attached, privately owned single-family dwelling unit which is
apart of and adjacent to other similarly owned single-family dwelling units
that are connected to but separated from one another by a common party wall
having no doors, windows, or other provisions for human passage or
visibility.” (Townhouse Standards, n.d.)
“Townhouse are low-rise, grade-related, attached residential units
constructed in rows or blocks. They share a number of design characteristics
with single-family detached and semi-detached houses such as front doors
facing the street, natural through-ventilation, and grade related outdoor space.
In urban locations, with existing infrastructure and public transportation,
town house are a “smart growth” alternative to detached dwellings because
they are compact, less land consumptive and more energy efficient.” (City of
Toronto, 2003)
Pengertian Townhouse juga terjabarkan pada artikel local Indonesia
yaitu
“Townhouse adalah rumah deret dengan layout ruang kompak dan
fungsional, dan tidak memiliki halaman sendiri.” (Yuwono dan Azhar,
housing Estate n.d.)
Namun agak berbeda dengan penjelasan yang dipaparkan oleh tabloid
rumah, yang menerangkan bahwa “sebuah townhouse merupakan komplek
kecil yang berisi rumah-rumah yang dibangun berderet dengan jumlah rumah
yang terbatas dan tidak sebanyak kompleks perumahan biasa. Biasanya
townhouse memiliki fasilitas bersama, seperti kolam renang, club house, serta
ruang terbuka dan menawarkan konsep satu pintu gerbang plus petugas jaga
24 jam.” ( Tabloid rumah dalam kompas.com)
  
1
Tabloid rumah juga menerangkan tentang ciri-ciri kebanyakan
townhouse yang ditawarkan di Jakarta dan sekitarnya ialah :
Lokasinya di dalam kota
Dalam satu komplek jumlah total unitnya hanya 10-30, dengan luas area
umumnya di bawah 5000 m².
Bentuk rumah bertingkat
Struktur rumah biasanya berdiri sendiri, bukan kopel
Tersedia fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk digunakan bersama.
Cirri-ciri ini menjadi definisi townhouse di Indonesia.Definisi ini
sedikit berbeda dengan pengertian townhouse di luar negri. (Tabloid rumah
dalam kompas.com)
Jadi jika dibandingkan antara pengertian townhouse yang terdapat
dalam literatur-literatur asing dengan penertian townhouse yang ada di
Indonesia, terdapat perbedaan yang mendasar, yaitu townhouse pada literatur
asing menjelaskan townhouse diartikan sebagai sebuah rumah sebagai unit
hunian, sedangkan pengertian townhouse pada literature local diartikan
sebagai sebuah perumahan atau kumpulan rumah.
Perbedaan pengertian townhouse dari literature asing dan lokal
menciptakan sedikit pergeseran makna dari arti townhouse itu sendiri dan
menyebabkan perluasan persepsi atas pengertian townhouse yang pada
dasarnya merupakan rumah deret dengan satu atau lebih sisi dinding yang
digunakan bersama. Walaupun pada dasarnya tetap berupa rumah yang
disusun berderet, hanya saja townhouse di Indonesia tidak memperhatikan
penggunaan dinding bersama oleh rumah  yang saling berdempetan letaknya.
Townhouse di Indonesia juga tidak hanya mengutamakan konsep rumah
  
1
deret, tetapi juga jumlahnya yang terbatas sebagai akibat dari pemanfaatan
lahan yang terbatas, fasilitas umum yang dipergunakan bersama, dan
termasuk pengamanan yang tersedia 24 jam.
Setelah dijelaskan tentang jenis-jenis rumah dan pengertiannya
townhouse, maka berdasarkan hubungan atau keterkaitan antar bangunannya,
townhouse dapat dikategorikan sebagai rumah deret. Sedangkan menurut luas
kavlingnya, sebuah unit townhouse tergolong sebagai rumah mewah.
2.2.2
Jenis-Jenis Townhouse
Townhouse sebagai penginapan
Townhouse berkembang pula menjadi penginapan. Beberapa
istilah yang ada, misalnya: Townhouse Hotel, Townhouse
Guesthouse, Townhouse Inn, Townhouse Bed & Breakfast,
Townhouse Appartment. Masing-masing dibedakan dari jumlah
kamar atau unit yang disewakan dan sistem penyewaannya
(pelayanan, lama sewa, dsb). Townhouse dapat diilustrasikan sebagai
cottages yang terletak di pusat kota.
Daya tarik yang ditawarkan adalah suasana ‘rumah’ yang lebih
informal dan bebas, selain daripada tarif hotel yang yang lebih murah
bila dibandingkan dengan menyewa beberapa kamar hotel.Ruang-
ruang keluarga dapat pula menjadi tempat berkumpul yang dapat
digunakan dengan lebih private dari pada ruang-ruang bersama di
hotel.
Sasaran dari pengadaan town house sebagai tempat
penginapan adalah:
  
1
1. Lokasi
Sasaran lokasi adalah wilayah perkotaan, dekat dengan
fasilitas transportasi publik yang memadai
2. Konsumen
Wisatawan yang menginap lama, berupa kelompok atau
keluarga.
3. Lifestyle
Sasaran dari backpackers sampai eksklusif.
4. Arsitektural
Suasana homy yang akrab dan informal.
Townhouse sebagai rumah tinggal
Sasaran
1. Pasangan muda tanpa anak
Tipe satu kamar/ tipe studio
2. Pasangan dengan anak usia balita
Tipe dua kamar (1 kamar double dan 1 kamar single)
3. Pasangan dengan anak usia remaja/menuju dewasa
Tipe tiga kamar (1 kamar double, 2 kamar single)
4. Pasanganusia pensiun tanpa anak
Tipe satu kamar/ tipe studio
Jenis-jenis Townhouse sebagai rumah tinggal
1. Hunian tunggal (single family housing)
2. Hunian bersama (multifamily housing)
Fasilitas
1. Kantor pemasaran & pengelola
  
1
2. Laundry
3. Restoran
4. Fasilitas Olahraga
5. Ruang Serbaguna
6. Convenient Store/Minimarket
7. Childcare Center
8. Masjid
9. Fasilitas pelengkap (satpam, tempat penampungan sampah, gardu
listrik)
2.3
Tinjauan Khusus
2.3.1
Konsep Urban Village
Salah satu rekomendasi dari Urban Task Force-nya Sir Richard
Rogers (2002) adalah pengaktualisasian “urban village” sebagai bagian dari
pembangunan yang intensif yang tengah dilakukan di pusat kota (city center).
Memang, imbas dari gerakan “kembali ke pusat kota”, selain harus fokus
pada klaster konsentrasi di wilayah kotanya, juga seharusnya memikirkan
sistem kewilayahan secara lebih besar (makro).Dalam konteks ini, konsep
“urban village” menjadi sangat relevan.Ia akan menjadi penyaring atau
bahkan solusi bagi wilayah-wilayah peri-urban, suburban, atau bahkan desa-
desa yang telah telanjur mempunyai kecenderungan berkembang dengan sifat
kekotaannya. Infrastruktur atau jejaring dengan orientasi hemat energi (public
transport,
mass
transit) yang langsung menghubungkan dengan kota atau
hirarki kewilayahan yang lebih tinggi menjadi kuncinya. 
  
1
Dalam buku yang berjudul “Urban Villages and The Making of
Communities” (2003), Peter Neal menuliskan keutamaan pinggiran kota dan
desa dalam konteks penyelesaian permasalahan perkotaan. “We
are
now
embarking on a
policy of
urban renaissance
which
has
at
its
heart
a
vision
that
is
attempting
to
re-establish
our
neglected towns
and
cities
as
thriving
and attractive urban districts. The challenges are
immense, but maintaining
the status
quo
is no
longer a
viable option.
On
the one hand
we are faced
with
the
massive
task
of
transforming
dysfunctional
and
under-employed
urban districts that are suffering blight and dereliction. On the other there is
increasing
pressure
to
sacrifice
yet
more
of
our
finite
countryside
for
new
development
to
meet
a
critical
shortage
in
housing”. Dalam konteks ini,
konsep “smarth growth”, yang berarti mengembangkan wilayah mana pun
untuk mendukung tercapainya lingkungan yang lebih efisien, aman, nyaman,
sesuai kaidah-kaidah
pembangunan berkelanjutan menjadi sebuah pilihan
jitu. Kota sebagai identitas fisik masih tetap menjadi prioritas pembenahan
sekaligus penerapan strategi ini melalui upaya pembangunan kembali bagian2
kota (urban
renaissance,
redevelopment,
regeneration,
revitalization,
infill,
dan banyak turunannya), wilayah pinggiran termasuk desa pun patut
diperhatikan.
Tahun 1980-an, the Urban Villages Group yang didirikan di Inggris
menerbitkan semacam report yang berisi manifesto tentang konsep yang
mereka anut. Beberapa yang bias menjadi patokan adalah dibangun dengan
ukuran yang sesuai (a
development
of
adequate
size,
or
critical
mass),
terciptanya lingkungan yang mudah ramah bagi pejalan kaki (a walkable and
pedestrian-friendly
environment), area multi fungsi yang baik, yang
  
1
menawarkan kesempatan bekerja dengan baik pula (a
good
mix
of uses
and
good
opportunities
for
employment), mempunyai variasi/kekayaan
arsitektural dan massa yang mencerminkan keberlanjutan (a
varied
architecture
and
a
sustainable
urban form), digunakan sebagai area tempat
tinggal dan bekerja (mixed
tenure for
both
housing
and
employment
uses),
menyediakan fasilitas standar hidup sehari-hari seperti berbelanja, kesehatan,
dan pendidikan (provision of basic shopping, health and educational needs),
memiliki ukuran tertentu dalam melayan diri sendiri/berdikari (a
degree
of
self-sufficiency). Dalam penentuan konsep-konsep ini, peran Leon Krier dan
Christopher Alexander sebagai “supporting planner/urban designer” cukup
besar.Gerakannya pun diakui mempunyai lingkup secara nasional dan
berkembang sampai luar negeri.
Maka urban village dimaknai sebagai sebuah permukiman yang cukup
kecil dengan ciri khas pedesaannya (aktif, ”working group” yang saling
membantu) tapi cukup besar dalam penyediaan fasilitas bagi kehidupan
sehari-harinya, berpenduduk berkisar 3000-5000 jiwa, akses desa bisa
ditempuh dalam waktu 10 menit, dan masih dikelilingi oleh lahan hijau yang
dominan (ingat, bahwa konsep ini juga turunan dari Garden City-nya
Ebenezer Howard). Dengan gambaran seperti ini, densitas menjadi kunci
utama pembangunan urban village ini, termasuk tidak tabuhnya sebuah desa
memiliki bangunan yang tinggi. Beberapa desa yang bisa menjadi contoh
adalah: Hulme, Manchester; Crown Street, Glasgow; West Silvertown,
London; Poundbury, Dorset; Ancoats, Manchester; danMillennium
Greenwich. Dari kasus-kasus ini, beberapa di antaranya memang dibangun
sedari awal, baik oleh pemerintah maupun swasta, benar-benar menjadi “new
  
1
urban villages”, seperti Poundbury atau Millenium Village. Sementara yang
lain diproyeksikan sebagai “high density infill villages” yang juga mungkin
tersebar di wilayah kota (kampung kota), seperti Hulme dan Ancoats di
Manchester. Jika dibangun baru dengan maka pemilihan lahan pun menjadi
sebuah proses yang begitu ketat. Kriteria untuk mengkaitkannya dengan
sistem transportasi maupun struktur kota yang lebih luas menjadi sebuah
keharusan.
2.3.2
Sejarah Urban Village
Urban Village dikembangkan dan dipromosikan oleh Urban Village
Group (UVG) diakhir tahun 1980-an atas tantangan yang di berikan oleh The
Prince
of Wales. Konsep ini berdasarkan filosofi dan prinsip-prinsip untuk
pengguna yang dirancang dengan baik, mixed use, dankawasan kota yang
berkelanjutan dengan rasa keterkaitan antara ruang dan masyarakat (aldous
1992). Kreadibilitas konsep ini muncul tidak
hanya berasal dari legitimasi
yang didirikan oleh The Prince of Wales dan Urban Village Group, tapi juga
dari persetujuan awal oleh pemerintah Inggris ( DoE, 1997, Urban Villages
Forum/English Partenership).
Konteks untuk konsep ini adalah salah satu meningkatnya atas
keperhatian dengan kualitas pembangunan modern, terutama bila
dibandingkan dengan daerah yang lebih tua, bahkan kawasan tradisional.
Selain itu, resesi proprti akhir 1980-an dan awal 1990-an juga berarti bahwa
pengembang professional bersedia
untuk melakukan pendekatan tersebut
pada pembangunan. Promosi konsep ini dicapai oleh sekelompok kecil
pengembang, investor, dan arsitek atau perencana dibawa bersama oleh The
  
2
Prince of Wales untuk membentuk Urban Village Group (UVG). The Prince
of Wales ini terdorong oleh pemikiran secara luas pada arsitektur atas nilai-
nilai kemanusiaan dan masyarakat(Jencks, 1988). Pimpinan menyebutkan
untuk kembali pada sekala manusiawi dan estetika pembangunan,
berdasarkan analisa bagaimana merancang tempat yang baik.
There were
many places that we’d all visited and we had all seen and had all admired
which shone out as examples of mixed-use places where communities could
flourish. And since there were such good examples, why was our generation
stubbornly resisting or ignoring them and instead creating places that didn’t
achieve those high ideals?” (Trevor Osborne, ex-Chairman UVF).
Selain itu, keabsahan untuk konsep ini diturunkan melalui penerapan
berbagai rencana yang baik berlaku pada ortodoksi lama dan baru :
Neighbourhood Planning -
concepts of proximity and locality
central to the “urban village” reflect neighbourhood planning
ideals originating in the 1920s (see Biddulph, 2000,
Madanipour, 2001).
Urban Geography and Sociology - village-like characteristics in
cities have been identified for decades (Gans, 1962, Taylor,
1974). Particularly important to many proponents of the urban
village has been the work of Jane Jacobs (1961) with her
concerns for diversity and mixing uses (Robert Davies,
Everything She Said About Urban Areas Was True, UVG
member).
Community Involvement -
work to involve communities and
give them a stake in theirneighbourhoods was already popular in
  
2
the field of urban design, and promoters of theurban village
found a receptive audience for this approach.
Urban Design -
promotion of urban design by the UK
Government is apparent throughthe Quality in Town and
Country Initiative and the Urban Design Campaign (Biddulph
1997). The urban village concept reflects this, emphasising
design quality asdefined, for example, by Jacobs 1961, Cullen
1961, Lynch 1981, Bentley et al, 1985,Gehl 1996. Similar
development concepts are also endorsed internationally, for
exampleTransit Orientated Development, Pedestrian Pockets
(Kelbraugh 1989, Calthorpe, 1993)and TND, (Krieger and
Lennertz, 1991).
Sustainability -
the late 1980s/early 1990s saw an increased
interest in sustainability, andthe urban village concept also drew
on this: “The twin objectives must therefore be toensure a
sustainable global environment; and to provide local
environments that are more sustainable”(Aldous, 1992 p.25).
2.4
Tinjauan Lokasi
Umumnya townhouse muncul dan berkembang di daerah yang
memiliki nilai jual tanah tinggi karena townhouse, seperti layaknya bangunan
properti lain, dipandang memiliki nilai investasi tinggi (Purnama-Poppy,
2011).
Banyaknya berdirinya townhouse dipengaruhi oleh permintaan dari
konsumen terutama dari kalangan atas yng menginginkan alternatif hunian
  
2
eksklusif dengan segala fasilitasnya demi menjaga privasi mereka.Selain itu,
tuntutan dekat dengan fasilitas publik, seperti pusat belanja, pendidikan,
rumah sakit, dan pusat bisnis serta pemukiman sekitar menjadi pertimbangan
lainnya.
“Wilayah Jakarta Selatan merupakan kawasan dengan lingkungan
yang lebih asri, kualitas udara dan airnya masih bagus serta fasilitas untuk
keluarga lengkap. Pertimbangan lain, kawasan selatan lebih diminati oleh
kalangan atas dan ekspatriat.” jelas Harry Jap, principal Ray White Pondok
Indah Duta dalam Majalah Estate.
Jakarta Selatan adalah nama sebuah kota administrasidi bagian selatan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta Selatan adalah salah satu dari lima
DKI. Di sebelah utara,
Jakarta Selatan berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. Di sebelah
timur berbatasan dengan
Di sebelah selatan berbatasan
dengan Kota Depok, dan sebelah barat dengan Kota Tangerang Selatan.
Jakarta Selatan adalah kota administrasi yang paling kaya
dibandingkan dengan wilayah lainnya, dengan banyaknya perumahan warga
kelas menengah ke atas dan tempat pusat bisnis utama (ensklopedia).
  
2
Gambar 2.1 Lokasi tapak terhadap kota Jakarta
Sumber: Tata Kota DKI Jakarta
  
2
Lokasi berada pada kawasan kuning yang diperuntukkan untuk
kawasan pemukiman di Jakarta Selatan tepatnya di jalan Pejaten Raya.Lokasi
proyek
ini berbatasan dengan kawasan-kawasan dan fasilita-fasilitas yang
menunjang kehidupan kaum urban. Adapun batas-batas wilayah dari site
proyek ini antara lain:
Utara, Mampang Prapatan, terus lagi kearah utara untuk jangkauan
Center of Bussiness District seperti Kuningan, Gatot Subroto, Thamrin,
dan Sudirman.
Selatan, Jl. T.B Simatupang, Tol JORR,
Ragunan,Wilayah Jagakarsa,
Lenteng Agung, Ciganjur, Cinere, Depok
Timur, KRL Bogor-Kota, Terminal Pasar Minggu.
Barat, Cilandak, Kebayoran Baru, Kemang, Pondok Indah, Lebak bulus
Dengan batas-batas wilayah tersebut menjadikan site ini sebagai
kawasan strategis untuk dijadikan lokasi pembangunan karena aksesnya yang
terbilang cukup dekat untuk menjangkau daerah-daerah pusat aktifitas
perkantoran seperti Kuningan, Thamrin dan Sudirman, pusat hiburan dan
rekreasi keluarga seperti Kebun Binatang Ragunan, Cilandak Town Square,
dan Pondok Indah Mall, serta institusi-institusi pendidikan di Depok dan
Lenteng Agung. Ditambah lagi dengan adanya Tol JORR yang dapat
mengakses Jakarta Timur, Jakarta Utara, Tangerang, Bahkan Cikampek,
Bogor, Sampai Bandung dan juga interchange untuk menuju Tol Dalam Kota
yang menjadi penghubung ke wilayah wilayah Jakarta Barat dan Pusat. 
  
2
Gambar 2.2 Lokasi site
Sumber: Google Earth
Proyek ini berdiri di atas lahan seluas 2 hektar, dengan koefesien
dasar bangunan ialah 50%, koefesien lantai bangunan 2 dan batas ketinggian
maksimum ialah 3 lantai
(Tata Kota DKI). Lokasi ini secara mikro
merupakan dapat dikatakan strategi dengan fasilita-fasilitas yang menunjang,
seperti sekolah, tempat rekreasi, olahraga, kantor, Tol JORR, dan lain-lain.
Site ini juga bersinergi dengan Pejaten Village Mall yang terletak di sisi barat
dari site proyek, dimana Pejaten Village Mall dapat menjadi fasilitas yang
menunjang kehidupan urban.
Di site tersebut juga terdapat berbagai armada transportasi umum
yang memadai, termasuk Trans Jakarta atau Busway serta Comuter
Linemembelah Jakarta, dari bogor hingga kawasan Kota atau Batavia. Akses
untuk ke Pusat Bisnis juga dapat dijangkau dengan mudah karena jarak
tempuh yang singkat dan akses Tol yang merupakan jalan bebas hambatan
sehingga memudahkan untuk berpergian kemana saja pada kawasan
JABODETABEK hingga Bandung
sehingga dapat mengurangi kerugian
akbiat kemacetan.
  
2
2.5
Studi Banding
2.5.1
De Oaze Residences Tomang, Jakarta
Gambar 2.3 Townhouse De Oaze di Jakarta
Sumber: Cosmos D Gozali
De Oaze Residences ialah suatu kawasan hunian modern dengan
model Townhouse. De Oaze berdiri diatas lahan sempit yaitu 7700 m²,
namun De Oaze memiliki unit hunian sebanyak 46 unit, dengan masing-
masing unit dengan luas 218 m² hingga 270 m².
Gambar 2.4 Site plan De Oaze
Sumber: Cosmos D Gozali
Site dari De Oaze memiliki bentuk yang kurang baik, sehingga
banyak sudut yang tercipta di
tapak tersebut, namun sang arsitek dapat
memanfaatkan sudut-sudut tersebut berfungsi dengan baik. Terlihat desain
  
2
townhouse yang dimana dinding dari unit-unitnya saling menempel.Dari site
diatas juga terlihat bahwa De Oaze hanya memiliki satu pintu akses. De Oaze
menyuguhkan berberapa fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan bersama,
seperti kolam renang, clubhouse, area komunal, dan pedestrian dengan
nuansa taman hijau.
Tidak kalah lebih penting bahwa De Oaze memiliki ruang staf
pengelolah dimana terdapat manajemen pengelolahan di lingkungan
townhouse. Ruang bersama dan fasilitas-fasilitas yang ada di De Oaze adalah
tugas dari tim pengelolah tersebut untu merawat dn menjaganya, serta
perawatan bangunan huniannya. Selain itu ruang pos jaga juga tersedia untuk
memberikan ruang bagi penjaga townhouse ini selama 24 jam.
Gambar 2.5 Tampak dari unit Townhouse De Oaze
Sumber: Cosmos D Gozal
De Oaze juga mengusung konsep Double Daker, yaitu sistem
bertingkat yang dimana De Oaze memisahkan area jalur mobil dan pedestrian
secara bertingkat. De Oaze meletakkan area mobil dan servis pada level lantai
pertama, dan diatasnya terdapat area pedestrian dan taman serta fasilitas
lainnya. Sehingga menciptakan lingkungan yang bebas dengan polusi
kendaraan dan penghuni dapat berinteraksi dengan taman dan pedestrian di
level kedua dengan aman tanpa gangguan kendaraan. Selain itu pada unitnya
  
2
level kedua menjadi area publik sedangkan level ketiga De Oaze
menjadikannya level privat dimana terdapat kamar tidur untuk penghuni.
Gambar 2.6 Denah lantai unit Townhouse De Oaze
Sumber: Cosmos D Gozali
Pada level 1 atau lantai 1 terdapat carport dan area servis seperti
kamar pembantu dan ruang cuci jemur.Di Level 2 terdapat ruang tamu, ruang
keluarga, ruang makan, dan dapaur, sedangkan di level 3 terdapat kamar tidur
utama dan kamar tidur anak.Pada setiap lantai terdapat kamar mandi atau
toilet yang disesuaikan dengan sifat per levelnya.Townhouse ini hanya
memiliki satu tipe hunian saja.
Gambar 2.7 Lingkungan Pedestrian De Oaze
Sumber: Cosmos D Gozali
  
2
De Oaze mengaplikasikan area pedestrian yang asri yang dapat
digunakan untu mengakses fasilitas bersama tanpa bersinggungan langsung
dengan kendaraan sehingga tercipta rasa nyaman dan aman untuk berjalan
kaki.
Gambar 2.8 Fasilitas De Oaze
Sumber: Cosmos D Gozali
De Oaze menyediakan berberapa fasilitas yang dapat digunakan
bersama seperti kolam renang, clubhouse, taman, komunal, dan lainnya.
Kekurangan townhouse ini ialah terletak ditengah kawasan yang padat
dengan akses pencapaian yang rumit dan jauh dari transportasi umum.Selain
itu De Oaze memiliki ruang-ruang yang sangat kecil, sehingga memiliki
keterbatasan dalam ruang gerak manusianya.
2.5.2
Puri Setiabudhi Townhouse, Bandung
Gambar 2.9 Puri Setiabudhi Townhouse
Sumber: Alfa Surayya
Puri Setiabudhi ialah townhouse yang awalnya diperuntukkan bagi
para ekspatriat IPTN, namun dialih fungsikan sebagai hotel yang hanya
  
3
disewakan dan tidak untuk dijual. Maka dapat dikatakan bahwa Puri
Setiabudhi ini merupakan townhouse sewa.
Gambar 2.10 Site Plan Puri Setiabudhi Townhouse
Sumber: Alfa Surayya
Townhouse yang terletak di Bandung ini memiliki 25 unit hunian,
yang terbagi 3 tipe, yaitu tipe junior, eksklusif dan family. Dan Terlihat jelas
bahwa konsep townhouse telah di terpkan melalui
desain hunian yang
menempel sisi-sisinya dan memiliki taman bersama. Dari site terlihat pola
linier pada susunan bangunan Puri Setiabudhi tanpa mengikuti bentuk tapak
yang ada sehingga banyak ruang kosong pada tapak, akan tetapi hal tersebut
di manfaatkan sebagai area hijau atau taman.
Gambar 2.11 Fasad Puri Setiabudhi Townhouse
Sumber: Alfa Surayya
  
3
Townhouse ini mengaplikasikan dua akses dari dua sisinya, yaitu
akses dari jalur kendaraan mobil dan sisilain merupakan akses dari pedestrian
serta menghasilkan dua view yang berbeda dari dua sisinya
Gambar 2.12 Denah Puri Setiabudhi
Sumber: Alfa Surayya
Townhouse ini terdiri dari 2 lantai dan satu basment. Lantai basement
terdiri dari carport dan kamar pembantu serta toiletnya. Lantai 1 terdiri dari
ruang berkumpul, ruang makan, dapur, kamar tidur dan toiletnya. Sedangkan
di lantai 3 terdapat.
Gambar 2.13 fasilitas dan pedestrian Puri Setiabudhi
Sumber: Alfa Surayya
Puri Setiabudhi difasilitasi sebuah restaurant yang digunakan bagi
para tamunya, dan parkir bersama. Townhouse ini juga mengaplikasikan
pedestrian sebagai akses ke restaurant atau taman sembari menikmati
lingkungan yang asri.
  
3
Menurut pengunjungnya, Puri Setiabudhi memiliki kekurangan ialah
fasilitas penunjang yang kurang memadai.kamar kamar yang kecil juga
menjadi nilai negatife dari townhouse ini
2.5.3
Iron House Lofts, Walnut Creek, America
Gambar 2.14 
Iron House Lofts, Walnut Creek, America
Sumber: David Barker and Partners
Iron House Lofts adalah townhouse yang berada di Walnut Creek,
America. Iron House memiliki luas site 93.364 sf dengan jumalah unit
sebanyak 54 unit dan terbagi 3 tipe. 25 unit dengan tipe 1 kamar tidur, 22 unit
untuk 2 kamar tidur dan 3 kamar tidur sebanyak 7 unit.
Gambar 2.15 Site plan Iron House Lofts, Walnut Creek, America
Sumber: David Barker and Partners
  
3
Iron house menerpakan pola di mana fasilitas bersamanya dikelilingi
oleh bangunan townhouse itu sendiri, sehingga lingkungan fasilitas bersama
dan jalur kendaraan tidak bersinggungan dan menjaga nilai privasi.
Gambar 2.16 Bentuk bangunan unit Iron House
Sumber: David Barker and Partners
Gambar 2.17 Susunan ruang secara vertical pada Iron House
Sumber: David Barker and Partners
Iron House terdili dari 3 lantai yang dimana setiap lantainya memiliki
fungsi yang berbeda. Lantai paling bawah merpukan area parkir untuk
penghuni yang dapat digunakan untu penghuni di unit tersebut.Di lantai 2
berfungsi sebagai area publik, sedangkan di lantai ke 3 merupkan area privat.
  
3
Gambar 2.18 Denah lantai 2 dan 3 pada Iron House
Sumber: David Barker and Partners
Iron house di lantai 2 terdiri dari ruang berkumpul, dapur, dan kamar
mandi, dan di lantai 3 ruang serbaguna, kamar tidur dan kamar mandi utama. 
Gambar 2.19 Fasilitas Iron house
Sumber: David Barker and Partners
Iron House
memberikan fasilitas kolam renang dan taman yang dapat
digunakan bersama, seta di kelilingi oleh pedestrian sebagai akses dari rumah
ke rumah dan biasanya di jadikan jogging track oleh para penghuninnya.
Kekurangan dari townhouse ini ialah adalah tidak semua unit dapat
berhubungan langsung dengan fasilitas, bahkan bersinggungan dengan akses
  
3
kendaraan bermotor. Hal ini menciptkan perbedaan nilai hunian antara unit
yang berhubungan langsung dengan fasilitas dengan yang tidak berhubungan
2.5.4
Borneo Sporenburg, Netherlands
Gambar 2.20 Borneo Sporenburg
Sumber:West 8
Banyak townhouse yang berdiri di Netherlands, karna eropa sendir
merupakan awal lahirnya townhouse pertama kali.Borneo Sporenburg ialah
salah satunya. Borneo ini merupakan hunian diatas pulau buatan di
Netherlands yang tersusun rapi dengan jumlah 2500 unit yang terbagi pada
dua kawasan, yaitu kawasn borneo dan kawasan  Sporenburg.
Gambar 2.21 Site Gambar Borneo Sporenburg
Sumber:West 8
  
3
Townhouse ini terintegrasi dengan sebuah fungsi dermaga dimana
banyak kapal yang terpakir di pinggir pulau ini. Semua unit townhouse ini
juga dikelilingi oleh jalanan kendaraan, dan di tengah townhouse tersbut
terdapat taman sebagai fasilitas ruang terbuka yang dimiliki bersama.
Gambar 2.22 Tampak dari Borneo Sporenburg
Sumber:West 8
Townhouse ini memiliki tipe jumlah lantai yang berbeda-beda, ada
yang 3 lantai dan 4 lantai.Akan tetapi pada lantai pertama merupakan carport,
dan di samping carport ada sebuah pintu, dimana terdapat tangga untuk akses
ke lantai 2 yang merupkan area publik
atau penerima tamu.Namun pada
townhouse ini per unit nya dapat ditinggali oleh lebih dari satu keluarga.
Gambar 2.23 Pola denah tiap unit di Borneo Sporenburg
Sumber:West 8
Borneo Sporenburg merupakan konsep baru dari sebuah townhouse
yang dimana townhouse ini memiliki koridor yang terbuka sebagai akses dari
unit satu ke unit lainnya. Walaupun desain denah townhouse ini memiliki
  
3
koridor akan tetapi memiliki akses peribadi dari carport melalui tangga di
sampingnya.
Gambar 2.24Pedestrian pada Borneo Sporenburg
Sumber:West 8
Sama seperti townhouse lainnya, townhouse ini juga memiliki
pedestrian yang mengelilingi townhouse. Pedestrian ini bersinggungan
langsung dengan jalanan, akan tetapi pedestrian tersebut di buat lebih lebar
agar pejalan kaki lebih nyaman dalam penggunaannya.
Gambar 2.25 Ruang komunal pada Borneo Sporenburg
Sumber:West 8
Borneo Sporenburg juga menyediakan area komunal yang berada
pada atap bangunan townhouse ini yang dapat digunakan bersama, dan
terdapat taman diantara unit townhouse
yang terbuka. Townhouse ini juga
menerapkan akses langsung ke koridor tengah dengan sistem keamanan yang
baik.
Akan tetapi terddapat kekurangan pada townhouse ini, yaitu tidak
adanya area terbuka hijau. Sehingga bangunan ini terlihat gersang. Walaupun
kawasan ini merupakan kawasan buatan diatas laut, townhouse ini harus
  
3
memiliki ruang terbuka hijau karena ruang terbuka hijau dapat diciptakan
meskipun tidak alami.
2.5.5
Teneriffe Townhouse, Singapore
Gambar 2.26 Teneriffe Townhouse, Singapore
Sumber: Architects in Association, 2BY4
Teneriffe townhouse merupakan hunian townhouse dengan konsep
modern di Singapore.Tenriffe memiliki hunian sebanyak 148 unit.
Gambar 2.27 Site Teneriffe Townhouse, Singapore
Sumber: Architects in Association, 2BY4
Pola linier yang mengikuti garis batas tapak menjadi karakter sebuah
site Teneriffe. Perumahan tersebut mengelilingi fasilitas utama sekaligus
memnjadi pembatas antara fasilitas bersama milik townhouse dengan jalur
kendaraan bermotor, sehinggak lingkungan
ruang terbuka tetap sehat dan
pengguna fasilitas bersama tersebut terjaga privasinya.
  
3
Gambar 2.28 Fasad Teneriffe Townhouse, Singapore
Sumber: Architects in Association, 2BY4
Kebutuhan akan ruang yang besar dan komplek, mendorong desain
hunian dengan 3 lantai. Singapore yang merupkan kota modern juga
mendorong konsep yang digunakan pada desain Teneriffe untuk
menyesuaikan dengan karakter kaum urban yang sangat modern di
Singapore.
Gambar 2.29 Denah Teneriffe Townhouse, Singapore
Sumber: Architects in Association, 2BY4
  
4
Pada lantai Basement penyusunan ruang pada Teneriffe antara lain
terdapat carport, ruang tamu, Ruang serbaguna, kamar tidur dan kamar
mandi, dilantai pertama terdapat ruang keluarga, ruang makan, dapur, dan
kamar mandi. Sedangkan lantai
kedua hingga ketiga ialah kamar-kamar,
sehingga townhouse ini menciptakan banyak ruang kamar.Pada lantai
pertama terdapat pintu akses menuju fasilitas bersama.Sedangkan akses ke
jalanan melalui basement yang terdapat di setiap unitnya.
Gambar 2.30 Pedestrian Teneriffe Townhouse, Singapore
Sumber: Architects in Association, 2BY4
Sama halnya dengan townhouse lainnya, Teneriffe juga memiliki
pedestrian sebagai ases pejalan kaki untuk menjelajahi Teneriffe itu sendiri.
Gambar 2.31 Fasilitas Bersama Teneriffe Townhouse, Singapore
Sumber: Architects in Association, 2BY4
Teneriffe juga menyedikan fasilitas-fasilitas yang memadai sama
seperti perumahan kebanykan, namun fasilitas-fasilitas tersebut dapat
digunakan bersama dan menjadi view buatan bagi penghuninya, yang diaman
terdapat kolam renang dan taman yang asri dan modern.
  
4
Namun, Teneriffe memiliki kekurangan yaitu area pedestrian yang
sangat minim sehingga tidak banyak penghuni
yang memanfaatkan fasilitas
tersebut. Hal itu menggambarkan suatu pedestrian yang kurang menarik dan
menjadikan pedestrian tersebut tidak efisien.
Kesimpulan Studi Banding
Dari studibanding yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
townhouse merupakan hunian yang berada pada suatu kota yang padat
penduduk. Townhouse tersebut menempatkan dirinya sebagai hunian yang
dapat menampung lebih banyak penduduk dalam wilayah yang kecil, akibat
lahan kota yang semakin berkurang. Akan tetapi dengan lahan yang terbatas,
townhouse mampu berdiri dengan kapasitas yang cukup banyak.
Karakter dari smua townhouse ialah unit-unitnya yang saling
berdempet menjadi suatu keharusan sebuah townhouse sebagai alasan untuk
menghemat lahan serta mendekatkan jarak dengan penghuni di unit lainnya.
Selain itu, townhouse memiliki fasilitas-fasilitas yang dapat
digunakan bersama, seperti taman atau pun komunal agar menciptakan suatu
interaksi dengan penghuni unit townhouse lainnya. Townhouse juga memiliki
area pejalan kaki yang nyaman dan aman sebagai akses untuk k fasilitas
ataupun ke unit lainnya.Maka townhouse dapat dikatakan hunian yang ramah
lingkungan.
  
4
2.6
Kerangka Berpikir
Gambar 2.32 Kerangka Berpikir
Sumber: Olahan Pribadi