BAB II
DATA DAN ANALISA
2.1 Sumber Data
Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini
diperoleh dari berbagai sumber, antara lain :
1.
Literatur (website resmi)
2.
Observasi (pengamatan langsung)
3.
Penyebaran angket / kuisioner
4.
FGD (Focus Group Discussion)
2.2 Data Hasil Survey
2.2.1 Data Kuantitatif
Dari skala 100 kuisioner yang disebarkan dengan batasan usia
antara 14
40 tahun, dapat disimpulkan hasilnya sebagai
berikut :
1.
Glodok sudah banyak dikenal oleh para responden sebagai
daerah pecinan.
2. Para responden biasanya berwisata ke daerah Glodok untuk
membeli elektronik (70%) dan sedangkan yang mengenal
kuliner di daerah Glodok hanyalah 30% dari responden saja.
3. Makanan
makanan khas Tionghoa yang rata rata dikenal
para responden yang ada di daerah Glodok juga hanya sedikit
yaitu 3 5 jenis makanan saja.
4. 90% dari para responden menyetujui adanya buku wisata
kuliner makanan khas Tionghoa di daerah Glodok.
2.2.2 Data Kualitatif
1. Ada berbagai jenis kuliner makanan khas Tionghoa di daerah
Glodok seperti Kuo Tie, Pi oh, Cahkwe, dan lain lain.
2. Daerah Glodok dikenal sebagai daerah khas Tionghoa.
3. Selain masakan khas Tionghoa, di
daerah
Glodok juga
terdapat
berbagai jenis masakan khas daerah lain.
2.2.3 Data Primer
1. Daerah Glodok memiliki berbagai jenis kuliner yang khas dan
unik yang juga berasal dari etnis yang berbeda beda.
2. Kuliner daerah Glodok sebenarnya sudah banyak dikenal
sejak jaman penjajahan Belanda.
3. Pengetahuan
masyarakat tentang kulinari di
daerah Glodok
masih sedikit.
2.2.4 Data Sekunder
1. Nama Glodok sudah sangat dikenal masyarakat sebagai
kawasan
berbudaya Tionghoa sejak jaman penjajahan Belanda.
|
2. Daerah Glodok sudah menjadi tempat makan favorite
masyarakat
keturunan Eropa jaman VOC.
3. Di daerah Glodok, tersedia makanan khas Tionghoa.
2.3
Data Literatur
2.3.1 Sejarah Glodok
Glodok berasal dari kata grojok yang merupakan sebutan dari
bunyi air yang jatuh dari pancuran air. Di tempat itu dahulu kala ada
semacam waduk penampungan air kali ciliwung. Orang
keturunan
Tionghoa menyebut grojok sebagai glodok karena orang Tionghoa
sulit mengucap kata grojok seperti layaknya orang pribumi.
Menurut Alwi Shahab dalam bukunya Betawi : Queen from
The East
tentang
asal muasal nama Glodok. Konon nama Glodok
bermula dari bunyi air grojok grojok
di daerah itu karena semula
merupakan tempat pemberhentian dan pemberian minum kuda kuda
penarik beban.
Namun menurut Mariah Waworuntu, seorang pemerhati sejarah
dari Universitas Indonesia, nama Glodok berasal dari kata gerobak,
tempat membawa dan menjual air dari Pancoran, yaitu Glodok.
Dikawasan Glodok dan sekitarnya inilah terdapat tempat dan
bangunan tua yang mempunyai nilai dan keterikatan dengan jejak
sejarah etnis Tionghoa di Jakarta. Tempat dan bangunan bersejarah
yang masih tersisa di kawasan ini antara lain : De Groot Kanaal (Kali
Besar), Jembatan Intan, Toko Obat Lay An Tong, Rumah Keluarga
Souw, Jalan Perniagaan, Gang Kali Mati, gedung kantor Harian
Indonesia, SMUN 19, Kelenteng Toa Se Bio (Hong San Bio), dan
Gereja Santa Maria Fatima.
Di Glodok inilah pelbagai grosir besar hingga pedagang eceran
dapat ditemui di kawasan yang membentang hingga wilayah Pinangsia
di Timur, Perniagaan, Pasar Pagi, Asemka dan Bandengan di Utara,
tidak ketinggalan beragam kulinari juga tersedia di Glodok.
2.3.2 Pengertian Kuliner
Secara etimologis, kata kuliner
berasal dari bahasa Latin
culinarius (dari kata culina) dan bahasa Italia cucina
yang sama
sama berarti dapur. Kuliner adalah sebuah seni memasak. Kata
kuliner
menunjukkan suatu hal yang berhubungan dengan masakan
atau dapur. Kata dapur
itu sendiri tergantung pada tipe dan
kondisinya, misalnya mengenai bisnis, restoran dan lain lain.
2.3.3 Perkembangan dunia kulinari di Glodok
Dunia kulinari tidak akan pernah berhenti, sebaliknya berputar
terus mengikuti perkembangan zaman. Dunia kulinari saat ini
berkembang sangat pesat dan modern. Para kulinari pun tidak segan
segan bereksperimen dengan memadukan cita rasa masakan. Ada
|
yang bereksperimen besar besaran tanpa menghilangkan cita rasa
asli masakannya. Ada pula yang memilih mengolah masakan sesuai
dengan resep dan budaya hasil tradisi turun - menurun.
Makanan khas dari daerah atau budaya tertentu pun ada yang
semakin menonjol, ada pula yang semakin tergusur. Demikian pula
dengan makanan khas budaya China yang ada di Glodok karena
kawasan ini termasuk dalam kawasan Pecinan (China Town)
sejak
VOC berkuasa di Batavia. Disini masyarakat dapat menikmati
masakan khas dari suku
suku di daratan China seperti Hokkian,
Hakka, Tio Chiu dan sebagainya. Semua masakan itu dapat dinikmati
di restoran besar atau sekedar di kedai kedai kecil yang tersebar di
beberapa titik seperti di samping pusat belanja Gloria
atau Petak
Sembilan. Bila ingin berwisata lebih jauh, dapat menikmati makanan
ringan seperti otak
otak, kerupuk kulit
atau martabak
di pinggiran
kali Jalan Toko Tiga, Pancoran. Kelezatan masakan
masakan
tersebut akan terasa lebih nikmat kalau kita ikut merasakan nuansa
bangunan
bangunan bergaya arsitektur khas negeri Tiongkok yang
masih berdiri di sekitar kawasan. Namun sayang beberapa atribut khas
tempat ini sudah banyak yang dirubah sehingga nuansa China Town
kawasan ini jadi berkurang.
Tetapi kapan sebenarnya
kawasan wisata kuliner Pancoran ini
terbentuk, tidak ada catatan pasti mengenai hal itu. Namun
diperkirakan kawasan tempat jajan ini tetap merupakan kawasan jajan
tertua di Jakarta karena sudah berdiri sejak awal abad ke 20.
Keistimewaan tempat jajan ini bukan hanya dari segi usia saja, sebab
menurut penuturan sejumlah tokoh senior di kawasan Glodok dan
sekitarnya, kawasan Pancoran juga merupakan tempat kegemaran dari
seorang tokoh kontroversial seperti Kapten Raymond Westerling,
yang telah membantai sebanyak 40.000 jiwa di Sulawesi Selatan.
Tokoh penuh sensasi ini konon pernah berdinas di kawasan yang
dahulu merupakan kawasan pusat kota Batavia ini. Dan ketika dirinya
tidak bertugas (lepas dinas), ia bersama teman
temannya kerap
menghabiskan waktu untuk bersantap atau sekedar minum bir di
kawasan jajan Pancoran ini.
Ternyata Pancoran juga bukan hanya menjadi tempat favorite
Westerling, hampir semua penduduk keturunan Eropa terutama
Belanda yang bermukim di kawasan Kota Tua kerap menikmati
suasana pasar malam kawasan ini. Mereka berkumpul dan
bercengkerama di kawasan Pancoran ini. Tokoh Belanda yang cukup
terkemuka yang kerap datang kesana adalah Dr. Van Roijen
yang
merupakan wakil Belanda dalam perundingan Roem - Roijen. Konon
tokoh ini kerap makan di Pancoran hingga akhir tahun 1950.
Kebiasaan masyarakat keturunan Belanda ini kemudian berangsur
angsur berkurang sejak tahun 1952, tepatnya ketika Indonesia dan
Belanda berseturu dalam masalah Irian Barat.
Sejak peristiwa itu gelombang anti-Belanda hingga tahun 1957
terus berkobar. Bahkan akhirnya sejumlah perwakilan dagang Belanda
angkat kaki dari Indonesia. Dan kawasan Pancoran pun harus
|
mengalami imbasnya karena mereka kehilangan pelanggan setia dari
warga keturunan Belanda. Namun demikian kawasan ini tetap
berkembang menjadi kawasan kuliner yang diperhitungkan.
Di era tahun 1980-an, kawasan ini memasuki masa keemasan
karena sejumlah wisatawan dari Hongkong dan Singapura kerap
datang ke kawasan ini. Bahkan aktor laga, Wang Yu
yang sangat
terkenal pada masa
itu sengaja datang ke kawasan Pancoran untuk
menikmati hidangan khas disana.
Dari sekedar kue
kue tradisional, minuman ringan hingga
makanan berat
dapat menjadi pilihan kita untuk melepas lelah
disana. Jenis makanan yang disajikan juga sangat beraneka ragam, ada
yang berasal dari suku Betawi, Padang, Sunda hingga masakan dari
berbagai pelosok negeri bisa kita cari disini.
Namun masakan yang paling mendominasi adalah masakan khas
Tionghoa karena kawasan ini termasuk dalam kawasan Pecinan
(China Town)
sejak VOC berkuasa di Batavia. Disini masyarakat
dapat menikmati masakan khas dari suku
suku di daratan China
seperti Hokkian, Hakka, Tio Ciu dan sebagainya.
Menurut Jacky Sutiono, wakil ketua Paguyuban Kota Tua,
Menurut cerita orang
orang tua disini,
Pancoran memang
merupakan tempat fovorit bagi Westerling ketika ia berdinas di
Batavia dulu.
2.3.4 Sejarah Ketupat Cap Go Meh
Perpaduan budaya Peranakan-Jawa melahirkan sebuah menu
makanan baru. Untuk merayakan Imlek, saat Cap go meh, kaum
peranakan Jawa mengganti hidangan yuanxiao, dengan ketupat yang
disertai berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti
opor ayam dan sambal goreng. Dipercaya bahwa hidangan ini
melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum
pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumi di Jawa. Ketupat cap
go meh dipercaya melambangkan keberuntungan, misalnya ketupat
yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer. Hal ini
karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur
sebagai makanan orang miskin atau orang sakit, karena itulah ada tabu
yang melarang menyajikan dan memakan bubur ketika Imlek dan Cap
go meh karena dianggap ciong atau membawa sial. Telur dalam
kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara
kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan,
melambangkan emas dan keberuntungan.
2.3.5 Sejarah Cahkwe
Cahkwe mulai populer di zaman Dinasti Song, berawal dari
meninggalnya Jenderal Yue Fei
yang terkenal akan nasionalismenya
akibat fitnahan Perdana Menteri Qin Hui. Mendengar kabar kematian
Yue Fei, rakyat Tiongkok kemudian membuat 2 batang kecil dari
adonan tepung beras berbentuk seperti manusia yang saling
memunggungi yang melambangkan Qin Hui dan istrinya lalu digoreng
|
untuk dimakan. Ini dilakukan sebagai simbolisasi kebencian rakyat
atas Qin Hui. Penganan ini menyebar dari Lin'an, ibu kota Song
Selatan. Namanya pun secara bertahap berubah menjadi hantu yang
digoreng (atau di Indonesia populer dengan nama Cakhwe) dan
terakhir You Tiao.
2.3.6 Sejarah Bakpao
Sejarah Bakpao berasal dari salah satu bagian kecil dari roman
terbaik sepanjang masa, Sanguó Yany
ì.
Zhu Ge Liang
(181
234)
adalah salah satu ahli strategis terbaik China, juga sebagai perdana
menteri, insinyur, ilmuwan, dan penemu legendaris bakpao.
Pada saat itu, terjadi pemberontakan besar -
besaran di daerah
selatan Tiongkok. Zhu Ge Liang yang menjabat sebagai perdana
menteri Tiongkok saat itu meminta izin pada kaisar Liu Chan untuk
menumpas pemberontakan di selatan itu, yang dikenal dengan sebutan
The
Southern Campaign. Suku selatan yang memberontak itu
adalah suku Nanman (orang barbar dari selatan) dan raja daerah
selatan yang memberontak itu bernama Meng Huo.
Dalam masa ppemberontakan dan penumpasan di daerah selatan
itu, Zhu Ge Liang sudah mengalahkan Meng Huo
7 kali dan juga
membebaskannya 7 kali juga, dimana setiap saat pembebasan, Meng
Huo akhirnya menyerah dan berjanji tidak akan memberontak lagi
kepada Shu Guo (Zhong Guo/ Tiongkok, karena saat itu masih
terpecah menjadi 3 negara : Shu, Wu, Wei).
Alasan Zhu Ge Liang membebaskan Meng Huo adalah selain ia
dapat dengan mudah menangkapnya kembali, yang ia lakukan
sebenarnya adalah ia sedang mengalahkan hati Meng Huo, karena ia
tahu jika Meng Huo ditangkap dan dibunuh, akan ada pengganti Meng
Huo yang lainnya dan memberontak ke Shu Guo, sehingga ia berpikir
lebih baik membuat pemimpin daerah selatan yang berpengaruh ini
berpihak kepadanya dan Meng Huo bisa memimpin daerah selatan
untuk setia kepada Shu Guo.
Sampai suatu ketika, Zhu Ge Liang menemui Meng Huo, ia
langsung melepaskan ikatan tali Meng Huo. Dan setelah kejadian ini,
suku selatan tidak pernah memberontak lagi kepada Shu.
Di dalam perjalanan akan kembali ke ibukota, Zhu Ge Liang
harus melewati sungai besar. Di sungai itu ia tertahan karena selalu
saja ada gelombang besar
dan badai ketika pasukan Shu Guo akan
menyeberang. Zhuge Liang kemudian meminta pendapat Meng Huo
yang ikut mengantar mereka dan Meng Huo berkata: Sejak zaman
nenek moyang kami, orang yang ingin melewati sungai itu harus
melemparkan 50 kepala manusia untuk persembahan kepada roh
sungai
Karena Liang tidak mau membuat pertumpahan darah lagi, ia
membuat kue yang menyerupai kepala manusia, bulat namun rata
didasarnya, dan kue ini disebut bakpao (baozi).
2.3.7 Kuliner makanan khas Tionghoa di Glodok
|
![]() Terdapat lebih dari 10 jenis makanan khas Tionghia yang
tersebar di daerah Glodok, seperti :
Ketupat Cap Go Meh
Kuo Tie
Sekba
Bakpao
Lumpia
Siomay
Ngo Hiong
Ayam rebus (Pek Cam Ke)
Nasi Campur
Bakkut Teh
Lain lain
2.3.8 Survey P.D. Jaya Abadi Toko makanan import China
Toko makanan import China ini sudah berdiri sejak tahun 1906
dimana yang sekarang menjadi pemilik toko tersebut sudah
merupakan generasi keempat dari pemilik utamanya. Toko makanan
import China ini menjual berbagai macam makanan khas Tionghoa
mulai dari makanan kering seperti jamur, sampai dengan makanan
kalengan atau berpackaging rapi. Mulai dari makanan kalengan (ikan
tuna), makanan yang dikeringkan, makanan kecil atau cemilan
semacam kacang - kacangan, makanan instan seperti soun, dan juga
banyak bumbu dapur seperti kecap asin, kecap manis, saus tiram, saus
tomat, bumbu masak seperti vitsin.
Harga makanan
makanan disini
juga terjangkau yaitu antara kisaran Rp 1.000,00 sampai Rp
100.000,00. Tetapi yang sangat disayangkan, toko ini sekarang sudah
tidak terlalu menjual makanan import China tetapi ada juga yang
buatan lokal.
2.4 Target Publikasi
Geografis
: Masyarakat Jakarta dan kota kota lain
Gender
: Pria dan wanita
Umur
: 26 40 tahun
Kelas ekonomi
: Menengah menengah kebawah
Psikologis
: masyarakat yang mencintai kuliner, menyukai sejarah
dan
penuh rasa ingin tahu.
2.5 Analisa SWOT
Strength :
Kuliner daerah
Glodok beraneka ragam
dan unik sesuai
dengan daerah khas makanannya.
Identitas daerah Glodok sebagai daerah khas Tionghoa sangat
kuat.
Weakness :
|
![]() Keadaan daerah Glodok kurang mendukung untuk dijadikan
tempat wisata karena macet, padat dan banyak alasan lain.
Daerah Glodok terkesan tidak terawat.
Daerah Glodok lebih
banyak dikenal
masyarakat
sebagai
pusat elektronik dan DVD.
Opportunities :
Daerah Glodok akan semakin dikenal masyarakat terutama sebagai
pusat kuliner makanan khas Tionghoa.
Menambah wawasan masyarakat
Jakarta tentang
kuliner
makanan khas Tionghoa di daerah Glodok dan sejarah
makanan tersebut.
Threat :
Minat masyarakat untuk berkunjung termasuk kurang
Mayoritas masyarakat lebih menyukai berwisata di tempat
yang modern
seperti mall sehingga mengakibatkan Glodok
tidak menjadi tempat pilihan dalam daftar tempat wisata
kuliner yang bagus
Ada pula masyarakat yang tidak mengetahui daerah Glodok
dengan jelas karena hanya pernah sekali saja kesana.
|