![]() BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1 Sumber Data
Data dan informasi untuk mendukung proses penyusunan penelitian Tugas Akhir
ini diperoleh dari kajian beberapa sumber, antara lain:
2.1.1 Data Literatur
Imanuel, 2009. Analisis Pewarna yang Dilarang dan Diizinkan pada
Kerupuk yang Berwarna Merah, Kuning, Jingga, dan Hijau.
Maryoto, Andreas. 2009. Jejak Pangan : Sejarah, Silang Budaya, Dan
Masa Depan. Jakarta. Penerbit Buku Kompas.
Muhammad Yunan Roni Ardian, 2012. Efisiensi Pemasaran Kerupuk
Rambak (Studi Kasus di Sentra Industri Desa Gesikan, Kecamatan
Gantiwarno, Kabupaten Klaten)
Owen, Sri. 1994. Indonesian Regional Food And Cookery : Prawn
Crackers. London. Butler & Tanner Ltd.
Rachman, Fadli. 2011. Rijsttafel : Budaya Kuliner di Indonesia Masa
Kolonial 1870 1942. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tim Litbang Depdikbud. 1994. Makanan : Wujud Variasi dan
Fungsinya serta Cara Penyajiannya Pada Orang Palembang Daerah
Sumatera Selatan.
2.1.2 Data Artikel
2.1.2.1 Media Cetak
Artikel Surga Kerupuk dalam rubrik info Majalah CHIC
(halaman 32). 20 Februari 6 Maret 2013
2.1.2.2 Media Elektronik
bagian I dan bagian II (akses : 15 Maret 2013)
(akses : 15 Maret 2013)
articles-detail/berita/100 (akses : 16 Maret 2013)
2.1.3 Data Survei
Survei
ini dilakukan pada hari Selasa (5 Maret 2013) hingga hari Jumat (9
Maret 2013) dan
dibuat dengan aplikasi Google Docs dan disebar
kepada
responden
secara online
lewat social media
seperti Facebook, Twitter, dan
Kaskus lewat sub forum Kuliner Nusantara. Survei ini berbentuk kuisioner berisi
18 poin pertanyaan untuk mengetahui minat target dan pengetahuan umum yang
|
![]() dimiliki target pembaca mengenai tema yang diangkat dalam Tugas Akhir yaitu
Kerupuk Indonesia. Profil para responden mengacu pada tipikal target utama dari
publikasi ini yaitu berumur muda, menyukai tema kuliner, suka membaca buku,
dan menyukai budaya pop.
2.1.3.1 Hasil Survei
Gambar 2.1.3.1a Total peserta kuisioner
Gambar 2.1.3.1b Data konsumsi produk
Gambar 2.1.3.1c Data minat terhadap publikasi
|
![]() Gambar 2.1.3.1d Data minat terhadap isi publikasi
Melalui survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa :
a)
Dari 107 responden, seluruhnya (100%) pernah mengonsumsi
kerupuk Indonesia. Hal ini menunjukkan jika para responden
minimal mengetahui bentuk dan rasa kerupuk Indonesia.
b)
Terdapat 71 responden (81%) berminat untuk mengetahui lebih
jauh mengenai kerupuk Indonesia, dan hanya 17 responden (19%)
yang menyatakan kurang tertarik. Hal ini menunjukkan adanya
keinginan untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai kerupuk
Indonesia. Dengan kata lain, terdapat potensi minat untuk
mengapresiasi kerupuk Indonesia.
c)
Mayoritas responden memiliki ketertarikan besar terhadap
Informasi Jenis-Jenis Kerupuk di Indonesia (43%), diikuti
Informasi Proses Pembuatan Kerupuk (27%) dan Pembahasan
Peran Kerupuk dalam Beberapa Bidang (15%). Pembahasan Resep
dikesampingkan mempertimbangkan arah publikasi yang tidak
ingin dibawa ke arah tipikal buku kuliner di Indonesia yang sudah
ada. Ketertarikan pada tiga poin diatas tersebut yang menjadi
landasan dasar untuk isi konten dalam buku kelak.
2.1.4 Data Narasumber
Untuk data tambahan dan penambah informasi,
penulis
melakukan
wawancara dengan sejarawan kuliner dan jurnalis, Fadly Rahman.
2.1.4.1 Hasil Wawancara
Dikarenakan kesibukan waktu dan keberadaan narasumber yang
sedang berada di luar kota selama beberapa bulan dalam rangka penelitian,
wawancara terpaksa dilakukan via telepon. Dalam wawancara yang
dilakukan pada Selasa, 19 Maret 2013, narasumber mengatakan bahwa
penelitian sejarah di Indonesia merupakan hal yang cukup sulit, terutama
jika mengangkat tema kuliner Indonesia yang rata-rata tidak memiliki asal
usul yang jelas. Dalam penelitian ini, narasumber memberikan saran untuk
melakukan penelusuran sejarah kerupuk berdasar dari bahan dasarnya.
Beliau juga memberikan beberapa rekomendasi buku literatur yang
|
membahas beberapa jenis kerupuk. Untuk masalah elaborasi konten,
penulis pun diminta untuk membaca salah satu karya beliau yaitu Rijsttafel
: Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870
1942
dimana
terdapat bahasan yang cukup
menarik akan keterlibatan Belanda dalam
membangun budaya kuliner di Indonesia.
2.1.5 Data Observasi
Data observasi didapat dengan melakukan pengamatan dan walk-in
interview kepada pedagang / supplier kerupuk, pecinta kuliner Indonesia, orang
tua, dan mengamati produk secara langsung. Kegiatan ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi tambahan mengenai kerupuk.
2.1.5.1 Hasil Observasi
Berikut hasil observasi yang berhasil penulis dapatkan :
a)
Kerupuk tidak memiliki sebutan nama yang
mutlak, namun
memiliki nama yang
bermacam-macam. Hal ini disebabkan
beberapa daerah bisa saja memproduksi kerupuk yang memiliki
wujud sama namun rasa atau bahan berbeda. Sehingga, bukan tidak
mungkin suatu jenis kerupuk memiliki nama sebutan lain seperti
nama sebutan khas daerah atau nama yang disepakati banyak orang.
Contoh : Kerupuk Kulit. Dikenal juga sebagai kerupuk Rambak atau
Jangek dalam bahasa Minang.
b)
Seperti halnya proses pembuatan kuliner lain, kerupuk pun memiliki
step-to-step
proses pembuatan yang menarik. Proses penjemuran
merupakan bagian yang penting sebagaimana teknik menggoreng
karena hal tersebut mempengaruhi kualitas kerupuk yang dibuat.
c)
Kerupuk ternyata tidak hanya dijadikan sebagai makanan
pendamping saja namun juga dapat dikonsumsi terpisah sebagai
camilan. Bahkan, selain didistribusikan dengan cara
konvensional
(dijual langsung ke pasar atau dijual-titipkan di warung makan),
penjualan kerupuk juga telah mengadopsi cara transaksi jual beli
melalui jasa online lewat layanan blog atau forum jual beli.
|
![]() 2.1.6 Data Kompetitor
2.1.6.1 Kompetitor Utama
Gambar 2.1.6.1 Buku Membuat Kerupuk Sangrai
Buku yang diangkat sebagai kompetitor utama adalah sebuah booklet
berjudul
Memproduksi Kerupuk Sangrai oleh Dedi Rohaendi.
Sebagaimana tipikal buku yang membahas kerupuk Indonesia, buku ini
hanya membahas satu jenis kerupuk tertentu. Meskipun terdapat sedikit
bahasan mengenai kerupuk lain di Indonesia, pemaparan jenis-jenis lain
tersebut hanya sekedar saja dan tidak membahas secara rinci. Selain itu,
muatan fotografi meski cukup informatif namun sangat mengesampingkan
sisi estetiknya.
2.1.6.2 Kompetitor Pembanding
Gambar 2.1.6.2 Buku A-Z Macaron
Buku yang diangkat sebagai kompetitor pembanding adalah sebuah
buku berjudul
A-Z Macaron oleh Niken Wulandari. Buku ini membahas
|
![]() sebuah kudapan bernama Macaron mulai dari sejarah, bahan dan proses
pembuatannya serta tips dan trik untuk memulai usaha dalam bidang
kuliner tersebut. Kompetitor ini cukup menarik sebagai pembanding isi
karena sama-sama ditujukan sebagai literatur yang membahas makanan
ringan tertentu dengan format yang juga berbeda dari buku kuliner lainnya.
2.1.7 Data Penerbit
Penerbit Gramedia Pustaka Utama menjadi rujukan utama sebagai penerbit
yang disasar sebagai publisher proyek buku informatif ini. Penerbit yang berdiri
sejak 25 Maret 1974 ini memiliki fokus pada bidang fiksi dan, khususnya, non-
fiksi yang meliputi kategori humaniora, pengembangan diri, bahasa dan sastra
Indonesia,
sastra dan
bahasa Inggris, kamus dan referensi, sains dan teknologi,
kesehatan,
hingga kewanitaan (masakan, busana). Selain itu, Gramedia memiliki
misi
untuk
memproduksi buku-buku yang berkualitas, yang memperluas
wawasan, memberikan pencerahan, dan merangsang kreativitas berpikir. Dengan
pertimbangan kategori yang cocok (makanan, ilmiah populer, referensi),
semangat misi yang sama, serta popularitas dan konsumen yang besar, Gramedia
merupakan penerbit yang tepat untuk buku ini.
2.2 Konten Buku Kerupook
Secara garis besar, konten dalam buku ini disusun mengikuti pertimbangan
hasil dari data survei. Berikut merupakan susunan outline daftar isi berdasar bab
per bab dalam buku.
Bab 1 Seluk Beluk Kerupuk Indonesia
1.1 Umum
- membahas definisi umum dan pengetahuan umum
1.2 Telusuran Historis
- memaparkan data tinjauan sejarah
1.3 Perkembangan Dan Pengaruh
-
memaparkan perkembangan dan pengaruh kerupuk dalam aspek
kehidupan masyarakat di Indonesia
Bab 2 Bahan Dan Proses Pembuatan
2.1 Peralatan
-
membahas peralatan yang umumnya digunakan
2.2 Bahan-bahan
-
membahas jenis bahan dan bahan yang umumnya digunakan
2.3 Proses Pembuatan
-
memaparkan proses pembuatan kerupuk secara umum
Bab 3 Ragam Jenis Kerupuk Indonesia
3.1 Kerupuk Putih
|
3.2 Kerupuk Kulit
3.3 Kerupuk Beras
3.4 Kerupuk Bawang
3.5 Kerupuk Ikan
3.6 Kerupuk Udang
3.7 Kerupuk Mie Kuning
3.8 Kerupuk Pangsit
3.9 Kerupuk Merah
3.10 Kerupuk Bayam
3.11 Kerupuk Singkong
3.12 Emping
3.13 Rempeyek
2.2.1 Seluk Beluk Kerupuk Indonesia
2.2.1.1 Definisi Umum
Kerupuk (atau krupuk) adalah makanan olahan yang dibuat dengan
cara mengolah bahan baku berupa tepung (umumnya tepung tapioka) dan
bahan tambahan lain seperti ikan, udang hingga sayur dan biji-bijian.
Merupakan makanan kudapan yang bersifat kering dan ringan serta
mengandung pati yang cukup tinggi.
Kerupuk juga dikenal di beberapa negara di Asia Tenggara dan Asia
Timur. Kerupuk dikenal sebagai keropok di Malaysia, kropek
di Filipina,
banh tom Phong di Vietnam, xiapian
di Cina, serta kroepoek
di Belanda
dan Suriname.
Menurut lansiran dari situs Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri, nilai ekspor kerupuk ke luar negeri selalu menunjukkan
peningkatan setiap tahun. Data tersebut membuktikan kerupuk menjadi
salah satu komoditi negara yang patut dibanggakan
dan tidak dapat
dianggap remeh.
2.2.1.2 Telusuran Sejarah Kerupuk di Indonesia
Membicarakan sejarah makanan khas Indonesia merupakan hal yang
cukup sulit, terutama mengenai kerupuk
Indonesia. Sangat
sedikit sumber
literatur
khusus
yang membahas sisi sejarahnya. Penelitian data sejarah
kemudian dilakukan dengan menelusuri buku referensi budaya kuliner di
Indonesia yang sudah ada dan buku literatur kuliner dari luar terutama
Belanda. Penelusuran dalam penelitian ini pun merupakan dugaan logis
dikarenakan sumber informasi yang hampir tidak ada
dengan dasar buku
referensi catatan dan sejarah lainnya. Penelusuran sejarah kerupuk di
Indonesia dimulai dengan menelusuri awal mula
tanaman ketela pohon atau
singkong (Manihot esculenta) masuk ke Indonesia.
Sebelumnya, tapioka adalah bahan utama yang sering digunakan
untuk membuat kerupuk. Tapioka merupakan salah satu jenis
tepung yang
didapat dengan mengekstrak umbi akar ketela pohon atau singkong. Tapioka
juga
dikenal dengan nama lain seperti tepung singkong atau tepung kanji.
|
![]() Bentuk fisik tepungnya cukup identik dengan tepung sagu sehingga biasanya
digunakan untuk keperluan yang sama yaitu merekatkan bahan makanan.
Berangkat dari pengetahuan akan bahan dasarnya, maka penelusuran sejarah
kerupuk dapat dimulai dari informasi tersebut.
Gambar 2.2.1.2 Ketela Pohon (Manihot esculenta)
Tanaman ketela pohon mulai diperkenalkan di Indonesia, pertama
kalinya oleh bangsa Portugis yang berlayar ke Indonesia (dulu Nusantara)
pada sekitar abad ke-16. Seorang pedagang berkebangsaan Brasil yang ikut
dalam ekspedisi pelayaran itu mengolah tanaman yang berasal dari Amerika
Selatan tersebut menjadi makanan pengganti kentang.
Perkembangan pesat tanaman tersebut justru baru dimulai dua abad
setelah Indonesia dijajah Belanda. Dalam catatan distribusi awal asosiasi
dagang milik Belanda pada 1810, tanaman ketela pohon tersebut mulai
ditanam di beberapa wilayah Indonesia (saat itu Hindia Belanda) sebagai
salah satu bagian komoditi komersial Belanda.
Perkembangan tanaman ketela pohon menjadi tepung tapioka
diduga terjadi setelah terjadinya kemerdekaan Indonesia dan mulai stabilnya
kondisi negara. Perkembangan tersebut ditelisik dimulai pada sekitar tahun
1960an, dimana mulai bermunculan industri-industri rumah tangga yang
membuat produk makanan camilan dengan bahan dasar tepung tapioka.
Produknya yang kemudian dikenal masyarakat dengan sebutan kerupuk juga
mulai tersebar melalui rumah makan sederhana hingga ke pasar-pasar
tradisional. Pada tahun-tahun
inilah diduga sebagai waktu ditemukannya ide
dan teknik untuk membuat kerupuk Indonesia.
2.2.1.3 Perkembangan Dan Pengaruh
Perkembangan selanjutnya, kerupuk Indonesia mulai merambah pasar
internasional melalui jalur
ekspor. Menurut catatan yang dimiliki
|
![]() Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, pada tengah tahun 1984,
kerupuk tercatat sebagai komoditi pangan yang banyak diekspor ke berbagai
negara lain mulai dari Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura,
Malaysia, Saudi Arabia, Australia, Belanda, Perancis, hingga Jerman. Dalam
catatan tersebut, tercatat pula provinsi Jawa Timur sebagai produsen yang
paling aktif memproduksi kerupuk dan kemudian diekspor ke negara lain
selain juga dijual secara lokal dan interlokal.
Hal tersebut juga secara tak langsung mempengaruhi popularitas
kerupuk Indonesia di luar negeri. Kerupuk mulai dikenal sebagai produk
makanan dari Indonesia. Beberapa jenis kerupuk Indonesia bahkan juga
dibahas dalam buku para pecinta kuliner yang berasal dari luar negeri¹.
Popularitas kerupuk di dalam negeri pun dapat dilihat secara jelas.
Hampir di setiap rumah makan pasti menyediakan kerupuk. Di setiap daerah
di Indonesia pun memiliki jenis kerupuk khasnya masing-masing. Selain
rasanya yang enak dan gurih, harganya pun sangat ramah bagi ukuran
masyarakat Indonesia.
Menariknya, nama kerupuk sendiri juga memiliki makna tersendiri
dalam kamus Bahasa Indonesia. Selain dikenal sebagai jenis makanan
ringan, kerupuk juga menyumbang fungsi sebagai kata majas terutama majas
sarkasme. Berkat harganya yang murah dan biasa dikonsumsi masyarakat
bawah, kerupuk kerap dianalogikan sebagai citraan kaum masyarakat dengan
kondisi ekonomi yang kurang baik. Kerupuk juga diumpamakan seperti sifat
malas / lupa, berkaca dari sifat kerupuk yang akan melempem
jika sudah
lama dan tidak tersimpan dengan baik. Hal ini membuat kerupuk menjadi
unik karena cukup jarang nama makanan yang masuk dan memiliki makna
tersendiri dalam tatanan Bahasa Indonesia.
Selain wujudnya sebagai produk komersil, kerupuk juga kini mulai
dimanfaatkan dalam dunia seni / desain interior. Kerupuk dialihfungsikan
pula sebagai citra visual bernilai lokal. Uniknya, dengan ragam bentuk dan
warna yang dimiliki kerupuk, hal ini membuatnya memiliki nilai estetis yang
memang tak remeh dan memang menarik untuk dijadikan sebagai media
untuk berkarya.
2.2.2 Bahan dan Proses Pembuatan
Meski memiliki jenis yang beragam, proses pembuatan kerupuk
memiliki langkah-langkah yang sebenarnya mirip.
2.2.2.1 Peralatan
1
Owen, Sri. (1994) Indonesian Regional Food And Cookery. Dalam bukunya yang membahas beberapa jenis makanan lokal
populer di Indonesia, Sri juga menulis secara khusus Emping dan Kerupuk Udang.
|
![]() Peralatan
yang digunakan untuk membuat kerupuk seringkali sama
dan merupakan peralatan masak yang umum dimiliki oleh orang Indonesia.
Peralatan-peralatan tersebut adalah :
Talenan
Pisau
Wajan Penggorengan
Spatula / Sutil
Saringan
Tampah
2.2.2.2 Bahan
Bahan-bahan untuk membuat kerupuk kebanyakan bergantung
terhadap kondisi geografis daerahnya. Semisal di Sumatera dimana rata-
rata
mata pencaharian masyarakat
yang tinggal disana
adalah nelayan,
sehingga ikan lumrah dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan kerupuk.
Sementara di Jawa lebih banyak langsung menggunakan tepung tapioka
dan divariasikan dengan bahan-bahan lain. Beberapa daerah pesisir pun
memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan udang sebagai bahan dasar
untuk kerupuknya.
Adapun bahan-bahan yang umumnya diperlukan adalah :
Tepung (tapioka, terigu, dll)
Air
Minyak Goreng
Pewarna (jika perlu)
Bahan (hewani atau nabati)
2.2.2.3 Proses Pembuatan Secara Umum
Proses pembuatan kerupuk dimulai dengan membuat adonan tepung
(tepung bersifat merekatkan
bahan makanan, biasa menggunakan tepung
tapioka, beras atau terigu) beserta bahan yang akan digunakan, kemudian
adonan tersebut dikukus. Dalam pembuatan adonan ini, kadar air harus
diperhatikan agar kegurihan kerupuk dapat terjaga. Kerenyahan kerupuk
sangat ditentukan oleh kadar air dan presentase tepung dan bahan. Semakin
banyak mengandung air, kerupuk akan cenderung kurang renyah. Demikian
pula jika presentase kandungan tepung lebih banyak dibanding bahan
campurannya, maka daya kembang kerupuk akan semakin berkurang.
Sebaliknya, bila perbandingan tepung dengan bahan campurannya
seimbang, maka daya kembang kerupuk pun akan semakin besar. Adonan
yang telah dikukus kemudian dibentuk sesuai hasil akhir yang diinginkan.
Beberapa jenis kerupuk memiliki cara khusus dalam pembentukan
adonan ini. Jika ingin berbentuk geometris (bulat atau panjang), adonan
akan dibentuk menyerupai lontong lalu dipotong tipis-tipis. Potongan-
potongan tersebut selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari. Untuk
kerupuk putih biasanya adonan dimasukkan dalam tudung pasta dan baru
|
![]() disemprot dan dibentuk sehingga tercipta lekuk yang khas meliuk-liuk.
Pada kerupuk kulit pun bahan utamanya
yaitu kulit
yang langsung
digunakan setelah dijemur sehingga adonan tepung tidak dominan. Setelah
itu, bakal kerupuk umumnya dijemur di atas tampah²
sekitar dua sampai
lima hari sebelum dibungkus dalam kemasan (umumnya berupa kemasan
plastik) untuk kemudian dipasarkan.
Sebelum dikonsumsi, kerupuk mentah disarankan untuk dijemur
kembali sekitar empat jam sebelum digoreng. Saat proses penggorengan
pun disarankan dengan menggunakan minyak goreng yang banyak dan
suhu tinggi (sekitar 150
0
hingga 180
0
C). Dengan teknik menjemur kembali
dan takaran minyak yang tepat akan mampu mengangkat kegurihan
kerupuk yang nantinya akan disajikan.
2.2.3 Ragam Jenis Kerupuk Indonesia
Sebagai salah satu camilan populer di sebagian Asia Tenggara dan Asia
Timur, Indonesia sangat beruntung karena memiliki faktor yang tidak dimiliki
oleh semua negara lain. Faktor tersebut adalah kekayaan alam yang melimpah
serta berbagai macam kultur daerah yang ikut mempengaruhi varian jenis
kerupuk yang ada di Indonesia. Hal itulah yang membuat Indonesia memiliki
ragam jenis kerupuk yang sangat banyak.
Dengan begitu banyaknya jenis ragam kerupuk yang ada di Indonesia dan
keterbatasan waktu penelitian, maka jenis kerupuk yang akan dibahas pun
dibatasi dan menggunakan klasifikasi popularitas berdasar dari data survei.
Definisi
kerupuk populer yang diangkat dalam buku ini sendiri berdasar pada
hasil survei dimana kerupuk-kerupuk tersebut secara umum lebih dikenal oleh
kebanyakan masyarakat Indonesia dan paling mudah ditemui.
Beberapa jenis kerupuk khas Indonesia yang akan dibahas adalah :
2.2.3.1 Kerupuk Putih
2
sebuah wadah berbentuk bulat yang terbuat dari rotan
|
![]() Gambar 2.2.3.1 Kerupuk Putih
Dapat dikatakan sebagai kerupuk yang paling umum ditemui di
Indonesia. Selain memiliki gurat yang unik dan renyah, rasa
kerupuk Putih juga sangat pas di lidah masyarakat Indonesia. Dibuat
dari tepung aci, kerupuk
ini seringkali terjaja dalam warung makan
tradisional. Disebut juga kerupuk blek yang mengacu pada wadah
penyimpanan kerupuk Putih pada umumnya yaitu blek³.
2.2.3.2 Kerupuk Kulit
Gambar 2.2.3.2 Kerupuk Kulit
Kerupuk ini dinamakan sesuai dengan bahan pembuatannya.
Kerupuk Kulit umumnya berbahan dasar kulit sapi, kulit kambing
ataupun kulit kerbau. Kerupuk Kulit berbahan kulit sapi merupakan
jenis yang paling banyak beredar konon karena bahan yang paling
cocok dan mampu menghasilkan kerenyahan yang enak dan gurih.
Pada daerah tertentu seperti Bali, dikenal juga varian kerupuk kulit
dari bahan dasar kulit ayam dan babi. Umumnya, kerupuk Kulit
dijajakan pada warung makan khas daerah seperti warung makan
3
merupakan kata lain dari kotak kerupuk, saduran dari bahasa daerah
|
![]() Padang. Memiliki nama lain seperti kerupuk Rambak (di Jawa) atau
kerupuk Jangek (di Padang).
2.2.3.3 Kerupuk Beras
Gambar 2.2.3.3 Kerupuk Beras
Kerupuk ini juga dinamakan sesuai dengan bahan
pembuatannya. Dibuat dari bahan beras yang dikeringkan atau beras
ketan, yang kemudian dicampur sedikit tepung dan terkadang
sedikit bahan rempah. Kerupuk ini cenderung dinikmati sebagai
camilan dan umumnya diperjualbelikan sebagai oleh-oleh camilan.
Memiliki rasa seperti nasi namun renyah. Bentuknya pun beragam
mulai ukuran sedang hingga kecil dan umumnya dinikmati secara
banyak sekaligus. Kerupuk Beras juga dikenal dengan nama
Rangginang / Rengginang dan memiliki varian rasa seperti rasa
pedas dan manis.
2.2.3.4 Kerupuk Bawang
Gambar 2.2.3.4 Kerupuk Bawang
Kerupuk yang seringkali disajikan bersama dengan makanan
yang dijual oleh pedagang makanan kaki lima. Terbuat dari bawang
putih dan atau merah yang dicacah dan dicampur bersama tepung
|
![]() tapioka (terkadang juga dicampur sedikit terigu) serta seringkali
diberi pewarna. Memiliki rasa bawang yang cukup kentara dan
biasanya dinikmati bersama dengan makanan utama.
2.2.3.5 Kerupuk Ikan
Gambar 2.2.3.5 Kerupuk Ikan
Kerupuk dari bahan dasar ikan. Umumnya diproduksi oleh
daerah pesisir yang dekat atau memiliki pantai. Kerupuk Ikan
umumnya merupakan campuran tepung aci, tapioka atau terigu dan
bahan ikan. Rasa dari kerupuk Ikan cenderung mengikuti jenis ikan
yang dijadikan bahan campuran. Hal tersebut membuat kerupuk
Ikan memiliki varian rasa yang amat beragam. Di daerah tertentu,
kerupuk Ikan memiliki nama lain seperti Kemplang.
2.2.3.6 Kerupuk Udang
Gambar 2.2.3.6 Kerupuk Udang
Kerupuk ini dibuat dari bahan dasar udang. Kerupuk ini
merupakan kerupuk yang terkenal di Pulau Jawa terutama Jawa
Timur. Memiliki rasa manisnya udang dan biasanya berukuran
cukup besar menyerupai kuping anak gajah. Kerupuk Udang dapat
|
![]() disajikan baik dengan makanan berkuah ataupun makanan kering.
Kerupuk Udang juga merupakan kerupuk yang umum disajikan
dalam seremonial tradisi seperti pengajian
maupun acara-acara
resmi seperti seminar dan acara perkawinan.
2.2.3.7 Kerupuk Mie Kuning
Gambar 2.2.3.7 Kerupuk Mie Kuning
Kerupuk ini merupakan kerupuk yang identik dengan camilan
asinan khas Betawi. Dikenal berukuran besar dan juga dikenal
dengan
nama kerupuk kuning. Dibuat dari campuran tepung aci
yang dicampur sedikit bawang dan rempah, kerupuk Mie Kuning
biasanya dijajakan bersamaan oleh penjaja asinan keliling.
2.2.3.8 Kerupuk Pangsit
Gambar 2.2.3.8 Kerupuk Pangsit
Kerupuk Pangsit merupakan kerupuk yang diadaptasi dari
makanan pangsit dari Cina, namun dibuat tanpa isi. Dibuat dari
tepung terigu dan biasanya dibuat menyerupai pangsit dengan
bentuk yang lebih sederhana. Biasanya disajikan dengan makanan
berkuah dan disajikan dalam hitungan ganjil.
|
![]() 2.2.3.9 Kerupuk Merah
Gambar 2.2.3.9 Kerupuk Merah
Kerupuk Merah juga dikenal identik dengan makanan khas
daerah Padang yaitu Soto Padang. Dibuat dari campuran tepung
terigu atau aci dengan sedikit bahan rempah dan diberi pewarna
merah. Biasanya disajikan diatas nasi sebagai pelengkap makan
ketika menikmati Soto Padang.
2.2.3.10 Kerupuk Bayam
Gambar 2.2.3.10 Kerupuk Bayam
Sesuai namanya, kerupuk Bayam dibuat dari bahan sayur
bayam yang diberi sedikit tepung. Kerupuk ini umumnya
dibudidayakan oleh daerah yang memiliki perkebunan sayur.
Biasanya dijajakan sebagai camilan.
2.2.3.11 Kerupuk Singkong
|
![]() Gambar 2.2.3.11 Kerupuk Singkong
Kerupuk Singkong dibuat dari bahan singkong yang biasanya
dipotong cacah lalu dilumuri sedikit tepung. Rasanya agak plain,
dan biasa dijual dalam bentuk bungkusan plastik. Kerupuk ini
memiliki wujud dan rasa yang jauh berbeda dibanding camilan
serupa yang juga dikenal di masyarakat, keripik Singkong.
2.2.3.12 Emping
Gambar 2.2.3.12 Emping
Salah satu jenis kerupuk yang paling banyak dikonsumsi
terutama pada makanan yang lembut dan berkuah. Terbuat dari biji
atau buah melinjo muda yang ditumbuk dan kemudian dicampur
bersama tepung lalu kemudian digoreng. Memiliki rasa kombinasi
sepat dan asin yang unik di lidah.
2.2.3.13 Rempeyek
|
![]() Gambar 2.2.3.13 Rempeyek
Disebut juga kerupuk Peyek. Kerupuk ini biasanya berukuran
besar. Umumnya berwarna cokelat dan memiliki topping kacang
atau ikan asin. Biasanya disajikan bersama dengan Pecel dan atau
dinikmati sebagai camilan.
2.3 Data Target
2.3.1 Perilaku Konsumen
Generasi masyarakat Indonesia yang tumbuh dan pernah menikmati sajian
makanan bersama kerupuk. Senang mengoleksi buku dengan tampilan dan tema
unik. Senang membaca hal-hal yang membawa unsur tema lokal populer.
2.3.2 Psikografi
Suka membaca dan mengoleksi buku
Menyukai tema kuliner Indonesia
Menyenangi konsep benda yang unik
2.3.3 Demografi
Jenis Kelamin
: Pria dan Wanita
Usia
: 20 sampai 35 tahun
Kewarganegaraan
: Indonesia
Pekerjaan
: Mahasiswa, Pekerja Muda
Kelas sosial
: A dan B
2.3.4 Geografi
Domisili
: Kota-kota besar di Indonesia
2.4 Analisa SWOT
|
![]() 2.4.1 Strength
Menjadi buku informatif kuliner Indonesia pertama yang mengangkat
kerupuk Indonesia
2.4.2 Weakness
Tema yang tidak terlalu populer untuk bidang kuliner
².4.3 Opportunities
Belum adanya buku informatife yang membahas kuliner Indonesia,
melainkan seringkali hanya berupa buku resep untuk membuat jenis
makanan tertentu
Melengkapi informasi khazanah kuliner Indonesia, khususnya
yang
membahas kerupuk Indonesia
Secara tidak langsung mempromosikan kekayaan kuliner Indonesia ke
khalayak pembaca mulai dari level lokal hingga internasional
2.4.4 Threat
Minimnya informasi detail akan kerupuk Indonesia baik dari literatur
maupun informasi tercetak lainnya
|