7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Enterprise Resource Planning (ERP)
Enterprise Resource Planning (ERP) menurut O’Brien, J. A., &
Marakas, G. M. (2010: 272) adalah sistem perusahaan yang meliputi semua
fungsi yang terdapat
di dalam perusahaan yang didorong oleh beberapa
modul software yang terintegrasi untuk mendukung proses bisnis internal
perusahaan. Sebagai contoh, software ERP untuk perusahaan manufaktur
umumnya dimulai dari memproses data yang masuk, melacak status dari
penjualan, inventory, pengiriman barang, dan penagihan barang, serta
memperkirakan bahan baku dan kebutuhan sumber daya manusia, sehingga
menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 272) terdapat 5 komponen
utama dari sistem ERP. Berikut adalah gambar dari 5 komponen tersebut :
Gambar 2.1 : Komponen Utama dari Sistem ERP
Sumber : O’Brien & Marakas (2010: 272)
Enterprise Resource Planning (ERP) menurut James A. Hall  (2011:
31) adalah suatu model sistem informasi yang memungkinkan organisasi
untuk mengotomatisasi dan mengintegrasikan proses bisnis utamanya. 
Enterprise Resource Planning menurut Turban, Rainer,
dan Potter
(2007: 10) dirancang dan didesain untuk menyelesaikan masalah dalam area
  
8
fungsional sistem informasi dengan mengintegrasikan area fungsional melalui
database.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan
Enterprise Resource Planning
adalah konsep sistem informasi yang
mengintegrasikan setiap modul,
sehingga dapat mendukung proses bisnis
utama perusahaan.
2.2
Sejarah Perkembangan Enterprise Resource Planning (ERP)
Sejarah perkembangan Enterprise Resource Planning menurut Leon
(2008: 18-20) dibagi menjadi empat tahap, yaitu :
1.
Material Requirement Planning (MRP)
Material Requirement Planning (MRP) merupakan hasil pengolahan atau
pemrosesan dari Bill of Material (BOM) yang dimulai pada tahun 1960-
an dan mulai terkenal pada tahun 1970-an. Saat itu, orang yang bekerja
pada manufaktur dan perencanaan produksi sedang mencari metode yang
lebih baik dan lebih efisien untuk memesan bahan baku dan menemukan
MRP sebagai solusi sempurna untuk kebutuhan manufaktur dan
perencanaan produksi karena mampu memecahkan masalah-masalah
utama yang ada.
2.
Closed-loop MRP
Sistem MRP berubah menjadi sesuatu sistem yang lebih baik dari hanya
sekadar cara untuk memesan. Sistem MRP dapat mengelola tanggal jatuh
tempo dari pemesanan dan dapat mendeteksi serta
memberikan
peringatan ketika suatu barang tidak diterima pada saat tanggal jatuh
tempo. Terdapat beberapa tools yang dikembangkan untuk mendukung
perencanaan penjualan dan produksi, pengembangan jadwal produksi,
peramalan, perencanaan kapasitas, dan pemrosesan pemesanan.
Pengembangan tersebut menghasilkan closed-loop MRP, dimana sistem
tidak hanya sekadar untuk perencanaan kebutuhan material,
tetapi juga
dapat untuk mengotomatisasi proses produksi.
3.
Manufacturing Resource Planning II (MRP II)
Tahap ketiga perkembangan
dari ERP disebut dengan MRP II
yang
merupakan metode untuk perencanaan yang efektif dari sumber daya
yang dimiliki oleh perusahaan manufaktur.
MRP II terbentuk dari
  
9
kumpulan berbagai fungsi yang saling terhubung, fungsi-fungsi
tersebut
adalah perencanaan bisnis, perencanaan operasional dan penjualan,
manajemen permintaan, perencanaan produksi, master scheduling,
perencanaan kebutuhan material, perencanaan kebutuhan kapasitas, serta
pelaksanaan sistem pendukung untuk kapasitas dan material.
Hasil dari
sistem tersebut akan terintegrasi dengan laporan keuangan seperti
perencanaan bisnis, laporan pembelian, biaya pengiriman, proyeksi
inventory, dan sebagainya.
4.
Enterprise Resource Planning (ERP)
ERP merupakan tahap terakhir dari perkembangan ERP, dimana konsep
dasar ERP sama dengan konsep MRP II. Perusahaan software
menciptakan ERP dengan sekumpulan proses bisnis yang luas dalam hal
ruang lingkup dan memiliki kemampuan untuk menangani beberapa
fungsi bisnis tambahan serta integrasi yang baik dan kuat dengan fungsi
finansial
dan akuntansi. ERP juga mampu mengintegrasikan tools lain
seperti CRM (Customer Relationship Management), SCM (Supply Chain
Management), dan sebagainya. Selain itu, ERP juga dapat mendukung
proses bisnis yang melibatkan pihak luar perusahaan.
2.3
Manfaat dan Tantangan ERP
2.3.1
Manfaat ERP
Menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 273), sistem
ERP memberikan nilai bisnis yang signifikan bagi perusahaan. Nilai
bisnis tersebut yaitu :
-
Kualitas dan efisiensi
ERP menciptakan kerangka kerja untuk mengintegrasikan dan
meningkatkan proses bisnis internal perusahaan yang memberikan
peningkatan secara signifikan bagi perusahaan. Contohnya, dalam
segi kualitas dan efisiensi dari pelayanan pelanggan, produksi, dan
distribusi.
-
Mengurangi biaya
Banyak perusahaan yang melaporkan bahwa adanya penurunan
yang signifikan dalam transaksi pengolahan biaya, hardware,
software, dan staf IT support.
  
10
-
Pengambilan keputusan
Sistem ERP dapat dengan cepat memberikan laporan / informasi
penting dalam kinerja bisnis kepada manajer,
sehingga dapat
meningkatkan kemampuan manajer dalam
membuat keputusan
yang baik dan tepat di dalam perusahaan. 
-
Enterprise agility
Memberikan fleksibilitas pada struktur organisasi, tanggung jawab
manajerial,
dan peran kerja,
sehingga perusahaan dapat lebih
mudah dalam memanfaatkan peluang bisnis yang baru.
2.3.2
Tantangan ERP
Menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010:
273-274),
tantangan dalam mengimplementasikan
sistem ERP adalah
diperlukannya
banyak biaya dan risiko
kegagalan dalam
mengimplementasikan sebuah sistem ERP baru
sangat besar.
Untuk
mengimplementasikan sistem ERP,
diperlukan biaya yang tidak
sedikit karena adanya ukuran dan jenis biaya
yang dikeluarkan dalam
mengimplementasikan sistem ERP ke dalam perusahaan. Menurut
O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 274) terdapat ukuran dan
jenis biaya yang harus dikeluarkan dalam mengimplementasikan
sistem ERP.
  
11
Gambar 2.2 : Jenis Biaya dalam Implementasi Sistem ERP Baru
Sumber : O’Brien & Marakas (2010: 274)
Dari gambar 2.2 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 5 jenis
biaya yang harus diperhatikan oleh perusahaan apabila ingin
mengimplementasikan sistem ERP. Biaya terbesar dalam proses
implementasi ERP terdapat pada biaya reengineering sebesar 43%,
kemudian terdapat biaya untuk konversi data, pelatihan dan
manajemen perubahan, serta biaya software sebesar 15%. Sisanya
merupakan biaya hardware sebesar 12%. Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan proses bisnis menjadi
biaya terbesar dalam proses
implementasi ERP
dan harus benar-benar diperhatikan oleh
perusahaan. 
Risiko
kegagalan dalam mengimplementasikan sistem ERP
juga menjadi tantangan dalam pengimplementasian
sistem ERP ke
dalam
perusahaan karena
hampir setiap kasus
dari kegagalan
pengimplementasian sistem disebabkan
oleh para
manajer dan
profesional TI
dari
perusahaan-perusahaan
yang meremehkan
kompleksitas
perencanaan, pengembangan, dan pelatihan
yang
dibutuhkan untuk mempersiapkan sistem ERP baru.
  
12
2.4
Pengertian Evaluasi
Evaluasi menurut Arikunto (2008:
2) merupakan kegiatan untuk
mengumpulkan informasi mengenai bekerjanya sesuatu, dimana informasi
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil
keputusan.
Sedangkan menurut Umar (2005:
36) evaluasi didefinisikan sebagai
suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu
kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapain itu dengan
suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara
keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila
dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan evaluasi
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi yang dapat membantu
mengidentifikasi perbedaan antara kelebihan (manfaat) dan kekurangan pada
sistem sehingga pada akhirnya dapat diambil suatu keputusan dari informasi
tersebut.
2.5
Pengertian Pembelian
Pembelian menurut James A. Hall (2011: 17) adalah suatu kewajiban
untuk melakukan pemesanan kepada vendor atau supplier
ketika tingkat
persediaan berada di titik reorder point.
Sedangkan pembelian menurut Mulyadi (2010: 299) digunakan dalam
perusahaan untuk pengadaan barang yang diperlukan oleh perusahaan.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan pengertian pembelian adalah
suatu kewajiban perusahaan untuk memesan barang yang diperlukan kepada
supplier apabila tingkat persediaan barang berada pada titik reorder point.
2.6
Prosedur Pembelian
Menurut Mulyadi (2010:
301) terdapat prosedur yang dilakukan saat
melakukan pemesanan barang
kepada supplier. Berikut adalah prosedur
pembelian yang umumnya dilakukan oleh perusahaan :
1.
Prosedur permintaan pembelian
Di dalam prosedur permintaan pembelian, bagian gudang mengajukan
permintaan pembelian menggunakan formulir surat permintaan pembelian
  
13
kepada bagian pembelian. Jika barang tidak disimpan di gudang, misalnya
seperti
barang-barang yang langsung digunakan, bagian yang
menggunakan
barang tersebut dapat mengajukan permintaan pembelian
langsung ke bagian pembelian dengan menggunakan surat permintaan
pembelian.
2.
Prosedur permintaan penawaran harga dan pemilihan pemasok
Di dalam prosedur ini,
bagian pembelian mengirimkan surat permintaan
penawaran harga kepada para supplier
untuk memperoleh informasi
mengenai harga barang dan berbagai syarat pembelian yang lain, untuk
memungkinkan pemilihan supplier
yang akan ditunjuk sebagai pemasok
barang yang diperlukan oleh perusahaan.
3.
Prosedur order pembelian
Di dalam prosedur ini, bagian pembelian mengirim surat order pembelian
kepada supplier
yang dipilih dan memberitahukan kepada unit-unit
organisasi lain dalam perusahaan (misalnya bagian penerimaan, bagian
yang meminta barang, dan bagian
pencatat utang) mengenai order
pembelian yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan.
4.
Prosedur penerimaan barang
Di dalam prosedur ini,
bagian penerimaan melakukan pemeriksaan
mengenai jenis, kuantitas, dan mutu barang yang diterima dari supplier,
dan kemudian
membuat laporan penerimaan barang untuk menyatakan
penerimaan barang dari supplier tersebut.
5.
Prosedur pencatatan utang
Di dalam prosedur ini,
bagian akuntansi memeriksa dokumen-dokumen
yang berhubungan dengan pembelian (surat order
pembelian, laporan
penerimaan barang, dan faktur dari supplier) dan menyelenggarakan
pencatatan utang atau mengarsipkan dokumen sumber sebagai catatan
utang.
6.
Prosedur distribusi pembelian
Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebit dari transaksi
pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.
  
14
2.7
Pengertian Persediaan 
Menurut Abdulraheem, Yahaya, Isiaka, Aliu (2011), persediaan
adalah kelompok atau kumpulan barang yang bernilai bagi suatu perusahaan,
dimana terdapat barang yang dapat dijual dalam aktivitas sehari-hari
perusahaan (finish goods), barang dalam proses produksi untuk dijual (work
in progress),
dan barang yang digunakan perusahaan dalam memproduksi
suatu barang dan jasa.
Sedangkan menurut Yamit (2005:
3), persediaan dibedakan menjadi
empat jenis yaitu :
1.
Persediaan alat-alat kantor (supplies)
Merupakan persediaan yang diperlukan dalam menjalankan fungsi
organisasi dan tidak menjadi bagian dari produk akhir. Contohnya pensil,
kertas, tinta, dan semua barang lainnya yang merupakan fasilitas kantor.
2.
Persediaan bahan baku (raw material)
Merupakan barang yang dibeli dari para supplier untuk digunakan sebagai
input
dalam proses produksi. Bahan baku ini akan ditransformasi atau
dikonversi menjadi
barang akhir. Contohnya
kayu, benang, cat,
dan
sebagainya.
3.
Persediaan barang dalam proses 
Bagian dari produk akhir,
tetapi masih dalam proses pengerjaan, karena
masih menunggu barang yang lain untuk diproses.
4.
Persediaan barang jadi
Merupakan persediaan produk akhir yang siap untuk dijual,
didistribusikan, dan disimpan. 
2.8
Fungsi Persediaan 
Menurut Yamit
(2005:
5),
persediaan timbul disebabkan oleh tidak
sinkronnya permintaan dengan penyediaan dan waktu yang digunakan untuk
memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan dengan
penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan. Oleh maka
itu, terdapat empat faktor sebagai fungsi perlunya persediaan :
1.
Faktor waktu menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi
sebelum barang jadi sampai kepada konsumen.
  
15
2.
Faktor ketidakpastian waktu datang
dari supplier menyebabkan
perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses
produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen.
3.
Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh
kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan,
operasi, bahan rusak, dan berbagai kondisi lainnya.
4.
Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan
alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli barang dengan
menentukan jumlah yang paling ekonomis.
2.9
Metode Penilaian Persediaan 
Menurut Kimmel (2011:
255-257),
metode penilaian persediaan
terdiri dari :
1.
Metode FIFO (First In First Out)
Metode penilaian persediaan dengan mengasumsikan barang yang
pertama kali dibeli akan menjadi barang pertama yang dijual. Dalam hal
ini, bukan barang yang pertama kali dibeli yang harus dijual terlebih
dahulu, melainkan harga pokok persediaan yang pertama kali dibeli harus
diakui pertama kali. 
2.
Metode Average (Rata-rata)
Metode penilaian persediaan dengan menggunakan biaya rata-rata
tertimbang per unit (weighted-average) untuk mengalokasikan persediaan
akhir dan harga pokok penjualan barang yang akan dijual.
2.10
Lead Time
Menurut businessdictionary.com, lead time adalah jumlah menit, jam,
atau hari yang dipenuhi untuk penyelesaian suatu operasi atau proses, atau
yang harus dilalui sebelum tindakan yang diinginkan dapat terjadi.
Sedangkan menurut investopedia.com, lead time adalah jumlah waktu
yang berlalu antara ketika sebuah proses dimulai dan ketika proses tersebut
selesai. Lead time diteliti dengan seksama di bidang manufaktur, supply chain
management, dan manajemen proyek karena perusahaan ingin mengurangi
jumlah waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan produk-produk ke pasar.
Dalam bisnis, minimisasi lead time biasanya disukai.
  
16
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa lead time
adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu proses.
Lead time ada beberapa jenis, namun yang umumnya sering
digunakan adalah purchasing lead time.
2.10.1
Purchasing Lead Time
Menurut businessdictionary.com, purchasing lead time adalah
interval antara keputusan untuk membeli barang dan penerimaannya
di gudang atau toko. Ini termasuk total dari waktu persiapan pesanan,
waktu rilis order, lead time dari supplier, waktu pengiriman atau
transit, serta penerimaan, inspeksi, dan waktu untuk menaruh barang
ke gudang.
Sedangkan menurut investopedia.com, purchasing lead time
adalah jumlah hari dari ketika perusahaan membeli input
produksi
yang dibutuhkan sampai barang-barang tersebut tiba di pabrik.
Purchasing lead time merupakan komponen kunci dari siklus waktu
pengiriman, bersama dengan waktu yang dibutuhkan untuk membuat
produk dan waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan produk.
Berdasarkan definisi-definis di atas, dapat disimpulkan
purchasing lead time adalah jumlah waktu yang dibutuhkan dari
barang dipesan ke supplier sampai barang yang dipesan tersebut tiba
di gudang dan didaftarkan ke dalam master item.
2.11
Stok Minimum
Menurut businessdictionary.com, stok
minimum atau
disebut juga
minimum inventory level
adalah tingkat terendah stok, dimana tingkat
persediaan tidak boleh turun lagi.
Stok minimum bisa 0 apabila backorder
tidak diizinkan. Stok minimum ditentukan dengan menghitung perkiraan
jumlah waktu dari awal produksi, kemudian waktu transit, sampai ke titik
dimana produk tersebut “berada di rak” atau di tangan pelanggan yang
memesannya.
Berdasarkan smallbusiness.chron.com, terdapat 3 langkah yang dapat
dilakukan untuk menghitung stok minimum, yaitu :
  
17
1.
Hitung lead time maksimum dengan memeriksa pesanan sebelumnya ke
supplier dan tanggal pengiriman pesanan yang dilakukan oleh supplier.
2.
Hitung penggunaan persediaan maksimum perusahaan per minggu. Ini
bisa didapatkan dari catatan persediaan perusahaan, dengan
memperhitungkan faktor musiman.
3.
Kalikan lead time maksimum per minggu dengan penggunaan persediaan
maksimum perusahaan per minggu.
2.12
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2004: 130-141) terdapat tiga teknik atau metode
yang digunakan untuk pengumpulan data, tiga teknik tersebut adalah :
1.
Interview (Wawancara)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstuktur.
a.
Wawancara terstruktur, digunakan sebagai teknik pengumpulan data
bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam
melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen
penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis.
b.
Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di mana
peneliti tidak mengunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
2.
Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur
dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden.
3.
Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik
bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
  
18
kuesioner, karena observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek
yang lain. Observasi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :
a.
Observasi berperan
serta (Participant observation), peneliti terlibat
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan
pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber
data, dan ikut merasakan suka dukanya. Sehingga data yang diperoleh
akan lebih lengkap, tajam,
dan sampai mengetahui pada tingkat
makna dari setiap perilaku yang tampak.
b.
Observasi nonpartisipan, peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai
pengamat independen. Pengumpulan data dengan observasi
nonpartisipan ini tidak akan mendapatkan data yang mendalam, dan
tidak sampai pada tingkat makna. Makna adalah nilai-nilai dibalik
perilaku yang tampak, yang terucapkan dan yang tertulis.
2.13  
Activity Diagram
Menurut
Satzinger (2009: 141), activity diagram
adalah salah satu
tipe dari jenis workflow diagram yang menjelaskan aktivitas user dan urutan
aliran kerjanya.
Gambar 2.3 : Activity Diagram
Sumber : Satzinger (2009: 142)
 
  
19
Dalam menggambar activity diagram terdapat beberapa notasi yang
digunakan, yaitu :
1.
Swimlane
Swimlane
merupakan suatu daerah persegi panjang dalam activity
diagram yang mewakili aktivitas-aktivitas agen tunggal.
2.
Starting activity (pseudo)
Starting activity merupakan
notasi yang menandakan dimulainya
aktivitas.
3.
Transition arrow
Transition arrow merupakan garis arah panah yang menggambarkan
transisi dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya.
4.
Activity
Activity merupakan notasi untuk menggambarkan aktivitas.
5.
Synchronization bar
Synchronization bar merupakan notasi yang digunakan untuk mengontrol
pemisahan (split) atau penyatuan jalur (join) dari jalur yang berurutan.
6.
Decision activity
Decision activity merupakan suatu titik pada activity diagram yang
mengindikasikan suatu kondisi dimana ada kemungkinan terjadi
perbedaan atau pilihan transisi.
7.
Ending activity (pseudo)
Ending activity merupakan notasi yang menandakan berakhirnya suatu
aktivitas atau proses.
2.14  
Flowchart
Menurut James A.
Hall  (2011:
57),  flowchart adalah salah satu
model yang digunakan untuk merepresentasikan grafis yang menjelaskan
relasi fisik di antara entitas-entitas kunci dari sebuah sistem.
Notasi yang digunakan dalam flowchart adalah sebagai berikut :
  
20
Gambar 2.4 : Notasi Flowchart untuk Prosedur Manual
Sumber : James A. Hall (2011: 59)
Gambar 2.5 : Notasi Flowchart untuk Mewakili Proses Komputer
Sumber : James A. Hall (2011: 63)
2.15
Use Case Diagram
Pengertian use case
menurut Satzinger (2005:
166) adalah aktivitas
yang dilakukan sistem yang biasanya berupa respon terhadap permintaan
user. Use case digunakan dalam proses pemodelan pengembangan sistem.
  
21
Gambar 2.6 : Use Case Diagram
Sumber : Satzinger (2005: 216)
Dalam menggambar use case diagram, terdapat beberapa notasi yang
digunakan, yaitu :
1.
Actor 
Merupakan user yang menggunakan sistem.
2.
Use Case
Merupakan kegiatan yang dilakukan actor dengan sistem.
3.
Communicate
Merupakan garis lurus untuk mengambarkan hubungan relasi antara actor
dan use case.
4.
System Boundary
Merupakan batasan yang membatasi actor dengan sistem.
Di dalam use case diagram
juga terdapat relasi yang menunjukkan
hubungan actor
dengan sistem. Relasi-relasi yang terdapat dalam use case
diagram, antara lain :
1.
Asosiasi
Menunjukkan hubungan antara actor dengan use case.
2.
Includes
  
22
Menunjukkan hubungan antara use case ke use case
tambahan, di mana
use case tambahan tersebut merupakan subrutin umum yang dapat
didefinisikan untuk melaksanakan fungsi tertentu. (Satzinger, 2005: 216).
3.
Extends
Menurut Bennett (2006:
29), extends digunakan ketika ingin
menunjukkan bahwa sebuah use case menyediakan tambahan secara
fungsional yang mungkin dibutuhkan dalam use case lain.
2.16
Fit / Gap Analysis
2.16.1
Pengertian Fit / Gap Analysis
Menurut Maren Franklin (2006: 2), gap analysis
adalah suatu
proses yang digunakan untuk memutuskan keadaan dan tujuan suatu
proyek dengan cara membandingkan kinerja saat ini dengan kinerja
yang diharapkan.
Menurut
P Prakash, Patukar M (2011:
2), fit
/
gap analysis
adalah suatu metodologi yang digunakan dalam membandingkan dan
mengevaluasi proses perusahaan dengan fungsi sistem untuk
memperlihatkan kecocokan (fit) dan ketidakcocokan (gap)
diantaranya.
Berdasarkan ehow.com, fit / gap analysis adalah suatu metode
untuk mengevaluasi setiap area fungsional dalam sebuah proyek atau
proses bisnis untuk mencapai tujuan spesifik. Termasuk
mengidentifikasi data acuan (key data)
atau komponen-komponen
yang fit di dalam sistem bisnis dan gap yang membutuhkan solusi
untuk memenuhi requirement
di dalam suatu proyek atau proses
bisnis. 
Selain itu menurut businessdictionary.com,
fit
/
gap analysis
adalah suatu teknik yang digunakan bisnis dalam menentukan langkah
yang perlu diambil dengan tujuan untuk
berpindah dari keadaan
sekarang ke keadaan yang diharapkan. Berdasarkan itaontario.ca, fit /
gap analysis digunakan untuk mengevaluasi setiap area fungsional
dalam proses bisnis untuk meraih tujuan spesifik, termasuk
mengidentifikasi data atau komponen yang sesuai dengan sistem
bisnis (fit) dan gap yang membutuhkan solusi.
  
23
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa fit / gap
analysis adalah suatu metodologi yang digunakan untuk menganalisis
perbedaan antara kebutuhan perusahaan dalam menjalankan
proses
bisnisnya dengan kinerja
sistem dalam memenuhi kebutuhan
perusahaan tersebut.
2.16.2  Tujuan Fit / Gap Analysis
Fit
/
gap analysis digunakan sebagai alat bantu
bagi
perusahaan dalam membandingkan
kinerja
sistem saat ini
dengan
kinerja sistem yang diharapkan.
Menurut mmb.state.mn.us, fit
/
gap analysis
dalam
implementasi sistem bertujuan untuk :
Mengukur perbedaan antara keadaan sistem saat ini
dan keadaan
sistem yang diharapkan.
Mengidentifikasi permasalahan yang membutuhkan penyelesaian.
Memastikan sistem memenuhi kebutuhan proses bisnis
perusahaan.
Memastikan project dieksekusi sesuai dengan metode yang efektif
dan efisien.
Mengadaptasi proses bisnis lokal perusahaan dengan best
practices yang berlaku.
2.16.3  Metode Fit / Gap Analysis
Dalam fit
/
gap analysis terdapat empat metode yang
digunakan secara luas, diantaranya adalah :
1.
Simulation based
Pada metode ini, sistem diimplementasi dalam bentuk simulasi
atau implementasi pilot.  Seluruh stakeholders
proyek (konsultan
sistem dan staf perusahaan)
berkumpul dalam bentuk workshop
untuk membandingkan dan menganalisis fungsionalitas sistem
dengan kebutuhan perusahaan. Kemudian berdasarkan hasil
analisis tersebut, konsultan sistem akan melakukan dokumentasi
  
24
terhadap seluruh kebutuhan perusahaan yang tidak terpenuhi
sistem dan perubahan yang dibutuhkan sistem tersebut.
Tabel 2.1 : Fase Simulation Based
Phases
Keterangan
Planned
Perencanaan partisipan, kegiatan analisa fit / gap, serta agenda
analisis yang dibuat berdasarkan blueprint
proses bisnis
dan
analisis kebutuhan awal
Implement
Sistem diimplementasikan dalam bentuk simulasi 
Analyze
Analisis sistem dilakukan dengan cara membandingkan
fungsionalitas sistem dengan kebutuhan perusahaan
Capture
Fit dan gap dari sistem dicatat dan didokumentasikan
2.
Brainstorming Discussion Based
Pada metode ini, brainstorming
dilakukan berdasarkan
fungsionalitas sistem dibandingkan dengan kebutuhan bisnis yang
ada. Setiap sesi brainstorming dilakukan dengan presentasi  untuk
memastikan komunikasi yang lebih efektif. Pada umumnya,
brainstorming
dimulai dengan presentasi fitur
sistem oleh
konsultan dan stakeholder
perusahaan yang menyampaikan
kebutuhannya. Kegiatan brainstorming
tersebut kemudian
menghasilkan fit
dan gap
antara fitur
sistem
dengan kebutuhan
perusahaan.
  
25
Tabel 2.2 : Fase Brainstorming Discussion Based
Phases
Keterangan
Schedule
Melakukan penjadwalan dan persiapan topik untuk diskusi
brainstorming
Discuss
Presenter menjelaskan fitur-fitur
sistem dan mendiskusikan
fungsionalitasnya dengan stakeholder perusahaan
Capture
Perbedaan antara fungsionalitas sistem dan kebutuhan perusahaan
dicatat
Analyze
Analisis terhadap perbedaan antara fungsionalitas sistem dan
kebutuhan perusahaan menghasilkan dokumentasi fit dan gap
3.
Questionnaire Based
Pada metode ini, fit
/
gap analysis
dilakukan melalui proses
pengisian kuesioner oleh stakeholder
perusahaan. Jawaban yang
didapat dari kuesioner kemudian dibandingkan dengan
fungsionalitas sistem untuk mendapatkan fit
dan gap dari sistem
tersebut. Kuesioner  yang digunakan pada umumnya terstruktur
dan disiapkan oleh konsultan sistem. Struktur kuesioner ini
berhubungan antara kebutuhan perusahaan dan fungsionalitas
sistem. 
Tabel 2.3 : Fase Questionnaire Based
Phases
Keterangan
Analyze
Kebutuhan perusahaan dianalisis
berdasarkan proses bisnis dan
analisis kebutuhan
Formulate
Kuesioner fit / gap
dipersiapkan berdasarkan analisis
kebutuhan
yang telah dilakukan
Answer
Penjawaban kuesioner dilakukan oleh stakeholder  perusahaan
Extract
Jawaban kemudian dicocokkan dengan fungsionalitas sistem untuk
mendapatkan fit dan gap dari sistem tersebut
  
26
4.
Hybrid Type
Pada metode ini, ketiga metode fit
/
gap analysis
berupa
simulation based, brainstorming based,
dan questionnaire based
digunakan. Pada umumnya, metode hybrid
dimulai dengan
brainstorming
dan pengisian kuesioner ketika simulasi sistem
dilakukan. Pertama, agenda dipersiapkan pada sesi brainstorming
yang dilakukan oleh konsultan sistem dan stakeholder perusahaan.
Kemudian,
konsultan sistem mempresentasikan fitur
sistem
sekaligus
memberikan demonstrasi mengenai penggunaan sistem
tersebut. Setelah presentasi, stakeholder perusahaan diminta untuk
mengisi kuesioner dengan tujuan untuk mengetahui tingkat
kebutuhan perusahaan. Berdasarkan diskusi brainstorming
dan
jawaban kuesioner pada setiap sesi, konsultan sistem dapat
mendokumentasikan fit dan gap dari sistem.
Tabel 2.4 : Fase Hybrid Type
Phases
Keterangan
Plan &
Schedule
Penjadwalan dan perencanaan partisipan beserta agenda sesi
brainstorming dilakukan
Discuss &
Formulate
Diskusi dilakukan antara konsultan sistem dan stakeholder perusahaan.
Kemudian, pengisian kuesioner dilakukan oleh stakeholder perusahaan
Answer &
Analyze
Poin diskusi dan jawaban dari kuesioner dianalisis oleh konsultan
sistem
Extract &
Capture
Analisis dan jawaban dibandingkan dengan fungsionalitas sistem untuk
menghasilkan dokumentasi fit dan gap
2.16.4  Kelebihan dan Kekurangan Metode Fit / Gap Analysis
Berdasarkan pada tahapan dari empat metode fit / gap analysis
di atas,
dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangan utama dari
setiap metode sebagai berikut :
  
27
Tabel 2.5 : Kelebihan dan Kekurangan Metode Fit / Gap Analysis
Metode Fit / Gap Analysis
Kelebihan
Kekurangan
Simulation Based
Stakeholder
perusahaan
mendapatkan gambaran
penuh dari kemampuan dan
fungsi sistem.
Metode tersebut dapat
membatasi analisis dan
menghilangkan aspek
penting dari optimalisasi
proses.
Brainstorming Discussion
Based
Membantu konsultan sistem
mendapatkan gambaran
penuh dari kebutuhan
perusahaan dengan
menggunakan kemampuan
menggali informasi.
Diskusi yang tidak
terstruktur akan
mengakibatkan hasil diskusi
yang kurang menangkap inti
dari kebutuhan perusahaan
dan fungsionalitas sistem.
Questionnaire based
Metode yang paling cepat
dilakukan dibandingkan
dengan metode lainnya.
Terdapat risiko
kurangnya
informasi yang didapat jika
respon kuesioner yang
diterima tidak lengkap.
Hybrid Type
Metode terbaik dalam
mendapatkan hasil yang
diharapkan dari fit
/ gap
analysis
karena metode ini
menggunakan kombinasi
tiga metode lainnya.
Investasi, tindakan,
dan
waktu yang dibutuhkan
untuk menjalankan metode
ini cukup membebani
kinerja konsultan sistem.
2.16.5  Ranking Requirement pada Fit / Gap Analysis
Ranking requirement diperlukan tim proyek dan sponsor
proyek untuk memastikan proses bisnis yang penting dapat ditampung
selama implementasi sistem baru. Selain itu, ranking requirement
juga memungkinkan tim proyek untuk fokus pada area
yang paling
penting bagi
organisasi agar functionality yang baru dapat
memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam meningkatkan
proses bisnis.
  
28
Requirement
harus diidentifikasikan sesuai dengan tingkat
prioritasnya. Menurut Zulfanahri, Meyli, Vinsencia dalam tugas akhir
yang berjudul “Analisis dan Evaluasi Proses Material Management
Berbasis SAP pada PT. Unilever Indonesia, TBK.” (2013), tingkatan
prioritas dalam ranking requirement dibagi menjadi tiga, yaitu :
a.
High Critical Requirement (Mission critical requirement)
Merupakan requirement
yang sangat penting untuk kegiatan
operasi dan tanpa requirement
tersebut perusahaan tidak dapat
berfungsi, termasuk didalamnya kebutuhan akan pelaporan
internal dan eksternal yang penting.
b.
Medium Critical Requirement (Value add requirement)
Merupakan requirement
dimana ketika dipenuhi akan
meningkatkan proses bisnis perusahaan.
c.
Low Critical Requirement (Desirable requirement)
Merupakan requirement yang hanya menambah nilai yang kecil /
minor value
bagi proses bisnis perusahaan apabila requirement
tersebut dipenuhi.
2.16.6  Degree of Fit
Menurut Zulfanahri, Meyli, Vinsencia dalam tugas akhir yang
berjudul “Analisis dan Evaluasi Proses Material Management
Berbasis SAP pada PT. Unilever Indonesia, TBK.” (2013), Degree of
Fit menentukan sejauh mana kebutuhan dapat dipenuhi oleh sistem
yang baru. Degree of Fit dibagi menjadi tiga, yaitu :
a.
Fit (F)
Kebutuhan sepenuhnya dipenuhi oleh software.
b.
Gap (G)
Software
tidak dapat memenuhi kebutuhan. Komentar, alternatif
saran dan rekomendasi yang dibuat akan menghasilkan
rekomendasi untuk melakukan customization terhadap software.
c.
Partial Fit (P)
Software
mempunyai fungsional yang memenuhi kebutuhan.
Perubahan sementara, laporan khusus atau customization,
  
29
bagaimanapun akan dibutuhkan kemudian agar dapat memenuhi
kebutuhan secara maksimal.
2.17
Risk Analysis
2.17.1
Pengertian Risk Analysis
Menurut Marchewka (2013:
251),
risk analysis
adalah suatu
pendekatan yang dilakukan untuk melakukan identifikasi
kemungkinan risiko dan dampaknya terhadap suatu proyek.
Risk analysis menurut David Vose (2008:
473)
adalah
penilaian risiko dan ketidakpastian yang mengancam jalannya suatu
proyek.
Sedangkan risk analysis
menurut Abdulah et al.
(2010: 363),
merupakan tolak ukur umum dengan tujuan yang baik, dimana dapat
mengendalikan risiko yang terdapat dalam pengembangan perangkat
lunak.
Berdasarkan dari definisi-definisi
di
atas, dapat disimpulkan
bahwa risk analysis
adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan menilai risiko proyek.
2.17.2
Identifikasi Risiko (Risk Identification)
Menurut Scwalbe (2010: 434),
risk identification adalah suatu
proses memahami potensi keadaan yang dapat merugikan atau
meningkatkan hasil proyek tertentu.
Menurut Marchewka (2013:
246),
risk identification
adalah
kegiatan mengidentifikasi dan mendaftarkan risiko
maupun peluang
yang memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi tujuan dan sasaran
dari suatu proyek.
Berdasarkan dari definisi-definisi
di
atas, dapat disimpulkan
bahwa risk identification
adalah suatu proses identifikasi dan
dokumentasi potensi risiko
maupun peluang yang mempengaruhi
tujuan maupun hasil suatu proyek.
  
30
2.17.3
Penilaian Risiko (Risk Assessment)
Menurut labspace.open.ac.uk, penilaian risiko
melibatkan
pengukuran probabilitas dimana risiko
akan menjadi kenyataan yang
harus dihadapi. Dengan kata lain, risiko dinilai sebagai kejadian yang
sangat mungkin terjadi dan memiliki dampak yang tinggi pada suatu
proyek, sehingga membutuhkan perhatian yang lebih mulai dari risiko
yang rendah, baik dari sisi probabilitas dan dampak.
Menurut pwc.com
(2008). A Practical Guide to Risk
Assessment, penilaian risiko
merupakan suatu proses sistematis untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi kejadian (sebagai contoh,
kemungkinan risiko
dan peluang) yang dapat mempengaruhi
pencapaian suatu tujuan, apakah akan berdampak positif atau negatif.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
risk assessment adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi besarnya kemungkinan risiko
terjadi dan dampak yang
ditimbulkan oleh risiko tersebut.
2.17.4
Analisis dan Penilaian Risiko
Analisis dan penilaian risiko menurut Marchewka (2013: 251),
menyediakan pendekatan sistematis untuk mengevaluasi risiko-risiko
yang telah diidentifikasi oleh stakeholders. Tujuan dari analisis risiko
adalah untuk menentukan kemungkinan dan dampak dari tiap risiko di
dalam suatu proyek. Penilaian risiko
fokus pada memprioritaskan
berbagai risiko,
sehingga sebuah strategi risiko
yang efektif dapat
diformulasikan.
Untuk menganalisis dan menilai risiko
proyek,
terdapat dua pendekatan dasar yang dapat digunakan, yaitu :
1.
Pendekatan Kualitatif (Qualitative Approach)
Analisis risiko kualitatif menurut Marchewka
(2013: 252) adalah
suatu pendekatan yang berfokus pada analisis subjektif
berdasarkan pengalaman atau penilaian stakeholder
proyek
terhadap risiko dari proyek yang mungkin ditimbulkan.
Menurut Schwalbe (2010:
438),
analisis risiko
kualitatif
adalah
suatu kegiatan yang melibatkan penilaian ukuran maupun prioritas
dari kemungkinan dan dampak risiko yang telah teridentifikasi.
  
31
Menurut Steve Elky (2006: 4), dalam jurnalnya yang berjudul “An
Introduction to Information System Risk Management” dikatakan
bahwa qualitative risk assessment
berasumsi pada tingginya
tingkat ketidakpastian dari kemungkinan dan dampak risiko
yang
mungkin ditimbulkan. Penilaian pada risk analysis pada umumnya
digolongkan ke dalam High, Medium, dan Low.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
qualitative risk analysis adalah
kegiatan yang berfokus pada
penilaian ukuran maupun prioritas dari kemungkinan dan dampak
risiko
yang telah teridentifikasi
ke dalam tiga golongan, yaitu
High, Medium, dan Low.
2.
Pendekatan Kuantitaif (Quantitative Approach)
Pendekatan kuantitatif pada proyek analisis risiko
mencakup
teknik perhitungan matematik atau statistik,
sehingga
memungkinkan untuk memodelkan situasi risiko tertentu.
2.17.5
Probability / Impact Matrix
Probability
/
Impact Matrix menghasilkan kemungkinan dari
risiko
(probability) yang terjadi pada satu sisi matriks
atau sumbu
pada grafik dan kemungkinan dampak (impact) yang terjadi pada pada
sisi matriks
lainnya. Tim proyek akan mendapatkan keuntungan dari
teknik ini karena
membantu mereka mengidentifikasi apa yang perlu
diperhatikan dari proyek tersebut. Untuk menggunakan pendekatan
ini, stakeholder
proyek mendaftarkan risiko
yang mungkin terjadi.
Kemudian, setiap risiko
yang ada diberikan label
yang mewakili
tingkatan dampak risiko
dan probabilitas kejadiannya berupa high,
medium, atau low. Manajer proyek kemudian merangkum hasil yang
didapat dalam probability / impact matrix. (Schwalbe, 2010:438)
  
32
Gambar 2.7 : Probability / Impact Matrix
Sumber : Schwalbe (2010: 439)
Pada matriks
tersebut terdapat sumbu probability
dan sumbu
impact. Sumbu probability
mewakili kemungkinan suatu risiko dapat
terjadi pada suatu proyek. Sedangkan, sumbu impact mewakili ukuran
dari dampak risiko yang terjadi dan dapat berupa biaya maupun faktor
kritis lainnya.
Berikut ini adalah penjelasan tingkat probability dan impact
pada Probability / Impact Matrix :
1.
Penilaian kemungkinan terjadinya risiko
(probability)
menggunakan risk probability rank :
a.
High
Kemungkinan munculnya risiko
sangat tinggi atau dapat terus
menerus terjadi jika fungsi tidak digunakan.
b.
Medium
Kemungkinan munculnya risiko
cukup tinggi atau cukup
sering terjadi jika fungsi tidak digunakan.
c.
Low
Kemungkinan munculnya risiko rendah atau jarang terjadi jika
fungsi tidak digunakan.
2.
Penilaian dampak (impact) yang dapat terjadi dikarenakan risiko
menggunakan risk impact rank :
  
33
a.
High
Dampak yang timbul dari risiko
sangat mempengaruhi dan
dapat menghambat aktivitas operasional dan proses bisnis
perusahaan.
b.
Medium
Dampak yang timbul dari risiko
dapat mempengaruhi
perusahaan, tetapi tidak sampai menghambat aktivitas
operasional dan proses bisnis perusahaan.
c.
Low
Dampak yang timbul dari risiko
sangat kecil dan tidak
menghambat aktivitas operasional dan proses bisnis
perusahaan.
2.18
MOBIZ ERP System
Gambar 2.8 : MOBIZ ERP System
  
34
MOBIZ ERP System
merupakan sistem distribusi dan finansial
terpadu yang mendukung kegiatan bisnis perusahaan dengan
mengintegrasikan berbagai bagian fungsional perusahaan. MOBIZ ERP
System dibangun dengan basis teknologi .NET Framework dan menggunakan
SQL Server sebagai DBMS dalam manajemen datanya.
Terdapat sembilan modul utama pada MOBIZ ERP System.
Kesembilan modul tersebut saling terhubung dan terintegrasi dalam
operasionalnya. Setiap modul pada MOBIZ ERP System
memiliki hubungan
dengan dan bergantung pada modul lain untuk dapat menjalankan fungsinya
dengan efektif.  Hilangnya hubungan antara modul dan dukungan modul lain
dalam MOBIZ ERP System akan berdampak pada kemampuan sistem dalam
mendukung kegiatan bisnis perusahaan. 
Di bawah ini akan dijelaskan mengenai modul-modul yang terdapat
pada MOBIZ ERP System
dan versi MOBIZ ERP System yang telah
dikembangkan.
2.18.1
Modul-Modul yang Terdapat pada MOBIZ ERP System
Berikut penjelasan
modul-modul yang terdapat pada MOBIZ
ERP System:
a.
Modul General
  
35
Gambar 2.9 : Modul General MOBIZ ERP System (1)
Gambar 2.10 : Modul General MOBIZ ERP System (2)
Modul general merupakan modul yang bertanggung jawab dalam
melakukan pengaturan data master
umum. Data yang tersimpan
sebagai data master
akan berperan sebagai data pendukung bagi
modul-modul dalam MOBIZ ERP System. Dalam modul general,
pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan
  
36
penghapusan setiap data master. Modul general
dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu :
1.
Business Partner
Business partner
merupakan bagian yang digunakan dalam
melakukan pengaturan data-data rekanan bisnis. Pada bagian
ini, pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan
penghapusan
data master
untuk Customer Category,
Customers, Suppliers, Workers, dan Projects.
2.
Shared
Shared
merupakan bagian dimana pengaturan terhadap data-
data digunakan secara cross-module
pada MOBIZ ERP
System. Pada bagian shared, pengguna dapat melakukan
penambahan, perubahan, dan penghapusan data master
untuk
Currencies, Fiscal Periods, Smart View, dan Custom Labels.
3.
Supporting Lists
Supporting lists
bertanggung jawab dalam melakukan
pengaturan terhadap data pendukung operasional perusahaan.
Pada supporting lists, pengguna dapat melakukan
penambahan, perubahan, dan penghapusan data master
untuk
Vehicle Type, Vehicles, Driver, Taxes, Payment Terms,
dan
Shipment Methods.
  
37
b.
Modul Inventory
Gambar 2.11 :
Modul Inventory MOBIZ ERP System (1)
Gambar 2.12 : Modul Inventory MOBIZ ERP System (2)
  
38
Modul inventory
merupakan modul yang diperuntukkan bagi
pengguna dalam melakukan pengaturan data master
persediaan.
Selain data master
persediaan, modul inventory
juga mengatur
transaksi yang berhubungan dengan persediaan barang pada
perusahaan. Modul inventory dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1.
Inventory Lists
Inventory lists
pada modul inventory merupakan bagian yang
berfungsi untuk mengatur data-data barang. Pada bagian ini,
pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan,
dan
penghapusan data yang memiliki keterkaitan dengan item, item
template, price formula, preparation list, price setting, price
review, dan price list.
2.
Supporting Inventory Lists
Supporting inventory lists
pada modul inventory
merupakan
bagian dari modul inventory yang berfungsi untuk melakukan
pengaturan data-data pendukung bagi bagian Inventory Lists.
Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan,
perubahan, dan penghapusan data pendukung persediaan yang
terkait dengan Unit Measurement Category, Location, Item
Category, dan Item Group.
3.
Transactions
Transactions
pada modul inventory
merupakan bagian yang
berfungsi untuk melakukan pengaturan data-data transaksi
yang melibatkan persediaan barang pada perusahaan. Pada
bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan,
perubahan, dan penghapusan data pendukung persediaan yang
terkait dengan inventory transfer, inventory adjustment, stock
opname / multiple adjustment, assembly planning, assembly,
inventory deposit, dan inventory return.
4.
Analysis
Analysis
pada modul inventory
merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan hasil analisis terhadap transaksi
persediaan barang. Pada bagian ini, pengguna dapat
menampilkan batch analysis dan inventory analysis.
  
39
5.
Report
Report
pada modul inventory
merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan laporan yang berhubungan
dengan inventory. Pada bagian ini, pengguna dapat
menampilkan laporan inventory
berupa Item
Quantity,
Location Quantity, Item Less than Reorder Point, Item Card,
dan Aging Inventory.
c.
Modul Sales / AR
Gambar 2.13 : Modul Sales / AR MOBIZ ERP System (1)
  
40
Gambar 2.14 :
Modul Sales / AR MOBIZ ERP System (2)
Modul Sales
/ AR
merupakan modul yang diperuntukkan bagi
pengguna dalam melakukan transaksi penjualan. Selain transaksi
penjualan, modul Sales
/ AR
juga dapat digunakan dalam
mengatur piutang dari transaksi penjualan yang dilakukan. Modul
Sales / AR terbagi menjadi empat bagian, yaitu :
1.
Lists
Lists pada modul Sales / AR merupakan bagian yang berfungsi
untuk melakukan pengaturan terhadap data-data yang
berhubungan dengan transaksi penjualan. Pada bagian ini,
pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan
penghapusan data yang terkait dengan transaksi penjualan
yang dilakukan dan daftar promo.
2.
Transactions
Transactions
pada modul Sales
/ AR
merupakan bagian yang
berfungsi untuk memproses transaksi penjualan yang
dilakukan perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat
memproses transaksi penjualan dengan menggunakan pilihan
yang mencakup Sales Quotation, Sales Order, Delivery Order,
Direct Invoice, Delivery Planning, Sales Return, Sales Invoice,
Credit Memo, dan Project Invoice.
  
41
3.
Analysis
Analysis
pada modul Sales
/ AR
merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan analisis mengenai penjualan
yang dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pada periode
waktu yang ditentukan. Analisis yang ditampilkan berupa
Sales Analysis / AR Analysis.
4.
Report
Report
pada modul Sales
/ AR
merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan laporan mengenai penjualan dan
piutang yang dimiliki oleh perusahaan. Laporan yang
dihasilkan berupa AR, AR Aging, dan AR Netto.
d.
Modul Purchasing / AP
Gambar 2.15 :
Modul Purchasing / AP MOBIZ ERP System (1)
  
42
Gambar 2.16 :
Modul Purchasing / AP MOBIZ ERP System (2)
Modul Purchasing / AP
merupakan modul yang diperuntukkan
bagi pengguna dalam melakukan transaksi pembelian.
Selain
mengatur transaksi pembelian, modul Purchasing / AP juga dapat
digunakan untuk mengatur hutang dari transaksi pembelian yang
dilakukan. Modul Purchasing
/ AP
dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu :
1.
Transactions
Transactions pada modul Purchasing / AP merupakan bagian
yang berfungsi untuk memproses transaksi pembelian yang
dilakukan oleh perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat
memproses transaksi pembelian melalui pilihan yang
mencakup Purchase Request, Purchase Order, Purchase
Receiving, Purchase Return, Purchase Invoice, Debit Memo,
dan Account Payable Invoice.
2.
Analysis
Analysis pada modul Purchasing / AP merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan analisis mengenai hutang yang
dimiliki oleh perusahaan secara periodik (AP Analysis).
3.
Report
Report pada modul Purchasing
/ AP
merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan laporan pembelian dan hutang
  
43
yang dimiliki oleh perusahaan. Laporan yang dihasilkan
berupa Project Purchasing Analysis, AP, AP
Aging,
dan AP
Netto.
e.
Modul Expedition
Gambar 2.17 : Modul Expedition MOBIZ ERP System (1)
  
44
Gambar 2.18 :
Modul Expedition MOBIZ ERP System (2)
Modul Expedition merupakan modul yang diperuntukkan bagi
perusahaan yang bergerak pada bidang jasa
pengiriman atau
ekspedisi. Pada modul ini, pengguna dapat mengatur data master
dan transaksi yang berkaitan dengan proses pengiriman. Modul
Expedition dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.
Lists
Lists pada modul Expedition merupakan bagian yang berfungsi
untuk melakukan pengaturan terhadap data yang digunakan
dalam proses ekspedisi atau pengiriman. Pada bagian ini,
pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan, dan
penghapusan data City, Expedition Item, Credit Memo, dan
Debit Memo.
2.
Transactions
Transactions
pada modul Expedition
merupakan bagian yang
berfungsi untuk melakukan transaksi yang berkaitan dengan
proses ekspedisi atau pengiriman. Pada bagian ini, pengguna
dapat melakukan transaksi pengiriman melalui Expedition
Order, Expedition Delivery, Expedition Invoice, Claim, dan
Asset Maintenance.
3.
Report
  
45
Report pada modul Expedition merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan laporan yang berkaitan dengan
proses ekspedisi atau pengiriman. Pada bagian ini, pengguna
dapat menampilkan laporan Sales Per Vehicle, Sales Per
Driver, Sales Per Vendor, Commision, Asset Maintenance
List, dan Asset Maintenance Per Vehicle.
f.
Modul Fixed Asset
Gambar 2.19 : Modul Fixed Asset MOBIZ ERP System (1)
Gambar 2.20 : Modul Fixed Asset MOBIZ ERP System (2)
  
46
Modul Fixed Asset
merupakan modul yang diperuntukkan bagi
pengguna dalam melakukan pengaturan terhadap data master asset
dan transaksi yang berhubungan dengan asset perusahaan. Modul
Fixed Asset dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1.
Lists
Lists pada modul Fixed Asset
merupakan bagian yang
berfungsi untuk melakukan pengaturan terhadap data asset
perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan
penambahan, perubahan, dan penghapusan data asset
perusahaan melalui Asset Types dan Fixed Asset.
2.
Transactions
Transactions pada modul Fixed Asset merupakan bagian yang
berfungsi untuk melakukan transaksi yang berkaitan dengan
asset perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan
transaksi melalui Asset Maintenance.
g.
Modul Cash Bank
Gambar 2.21 :
Modul Cash Bank MOBIZ ERP System (1)
  
47
Gambar 2.22 : Modul Cash Bank MOBIZ ERP System (2)
Modul Cash Bank
merupakan modul yang diperuntukkan bagi
pengguna dalam mengatur dan melakukan transaksi yang
berkaitan dengan pembayaran dan penerimaan uang secara kas
maupun bank. Modul Cash Bank
dibagi menjadi empat
bagian,
yaitu :
1.
Lists
Lists pada modul Cash Bank
merupakan bagian yang
berfungsi untuk melakukan pengaturan terhadap data rekening
perusahaan. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan
penambahan, perubahan, dan penghapusan data rekening
perusahaan melalui Bank Account.
2.
Transactions
Transactions pada modul Cash Bank merupakan bagian yang
berfungsi untuk melakukan transaksi pembayaran dan
penerimaan uang. Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan
transaksi melalui Cash Bank General, Cash Bank Down
Payment, Cash Bank Invoice, Fund Mutation, Multiple Cash
Bank, dan Bank Reconciliation.
3.
Analysis
Analysis pada modul Cash Bank merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan analisis pembayaran dan
  
48
penerimaan pembayaran oleh perusahaan secara periodik.
Pada bagian ini, pengguna menampilkan analisis melalui Cash
Bank Analysis.
4.
Report
Report pada modul Cash Bank
merupakan bagian yang
berfungsi untuk menampilkan laporan yang berkaitan dengan
kegiatan pembayaran dan penerimaan pembayaran. Pada
bagian ini, pengguna dapat menampilkan laporan
Non
Clearing Bank Received, Non Clearing Bank Payment, dan
Cash Bank Mutation.
h.
Modul Accounting
Gambar 2.23 : Modul Accounting MOBIZ ERP System (1)
  
49
Gambar 2.24 : Modul Accounting MOBIZ ERP System (2)
Modul Accounting
merupakan modul yang diperuntukkan bagi
pengguna dalam mengatur data master
dan transaksi yang
berhubungan dengan akuntansi pada perusahaan. Modul
Accounting dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.
Lists
Lists pada modul Accounting
merupakan bagian yang
berfungsi untuk melakukan pengaturan terhadap data yang
berhubungan dengan akuntasi perusahaan. Pada bagian ini,
pengguna dapat melakukan penambahan, perubahan,
dan
penghapusan terhadap data melalui Chart of Account, Journal
Type, dan Department.
2.
General Journal
General Journal
pada modul Accounting merupakan bagian
yang berfungsi untuk mengatur dan menampilkan data yang
terkait dengan jurnal umum perusahaan. Data-data tersebut
diatur dan ditampilkan melalui General Journal, Period
Closing, dan Year End Closing.
3.
Report
Report pada modul Accounting
merupakan bagian yang
berfungsi
untuk menampilkan laporan akuntansi perusahaan
berdasar pada periode yang ditentukan. Laporan akuntansi
yang dapat ditampilkan berupa Journal List, Trial Balance,
Profit / Loss, dan Balance Sheet.
  
50
i.
Modul Salesman
Gambar 2.25 : Modul Salesman MOBIZ ERP System (1)
Gambar 2.26 : Modul Salesman MOBIZ ERP System (2)
Modul Salesman
merupakan modul yang diperuntukkan bagi
pengguna dalam mengatur data master salesman. Selain itu,
modul Salesman
juga dapat digunakan untuk mengatur transaksi
yang berhubungan dengan penjualan oleh salesman perusahaan.
Modul Salesman dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.
Lists
  
51
Lists pada modul Salesman
merupakan bagian yang berfungsi
untuk melakukan pengaturan terhadap data dari tiap salesman.
Pada bagian ini, pengguna dapat melakukan penambahan,
perubahan, dan penghapusan data salesman melalui Customer
Problem Area, Salesman, Salesman Group, Salesman Type,
dan Commision.
2.
Transactions
Transactions pada modul Salesman
merupakan bagian yang
berfungsi untuk mengatur transaksi kunjungan yang dilakukan
oleh salesman. Pada bagian ini, pengguna dapat mengatur
transaksi kunjungan salesman
melalui Visit Plan dan Visit
Order.
2.18.2
Versi Produk MOBIZ ERP System yang Telah Dikembangkan
Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan
perusahaan yang terus meningkat, PT. M-One terus melakukan
pengembangan pada produk MOBIZ ERP System. Pengembangan ini
dibuktikan dengan versi produk MOBIZ ERP System yang telah
mencapai versi ke-35.
Berikut ini perbedaan antar
versi produk MOBIZ ERP System
dimulai dari versi 32, yaitu :
Versi 32
Pada versi 32, terdapat perubahan fitur pada produk, dimana pada
versi 31, jumlah barang pada Purchase Order harus sama dengan
jumlah barang pada
Purchase Receiving, tetapi pada versi 32,
jumlah barang pada Purchase Order boleh berbeda dengan jumlah
barang pada
Purchase Receiving
selama masih dalam batas
toleransi yang telah diatur sebelumnya di System Parameter.
Versi 33
Pada versi 33, terjadi perubahan pada cara install dan update
produk, dimana tidak perlu menggunakan script lagi untuk meng-
install atau meng-update produk.
Versi 34
  
52
Pada versi 34, terdapat tambahan modul Consolidate Sales Invoice
yang digunakan untuk menggabungkan sales invoice-sales invoice
ke dalam satu buah kwitansi yang kemudian digunakan untuk
penagihan. Modul ini dapat digunakan oleh perusahaan yang
melakukan penjualan secara konsinyasi.
Versi 35
Pada versi 35, terdapat penambahan fitur handle batch yaitu fitur
untuk melihat tanggal kedatangan atau tanggal expired
barang.
Jika terdapat barang yang sudah mendekati expired, maka akan
ditampilkan serial number dari barang-barang tersebut.
2.18.3
Hubungan Antara Modul Purchasing / AP
dengan Modul
Lainnya
Modul Puchasing / AP
memiliki hubungan atau keterkaitan
dengan modul lainnya, yaitu :
a.
Modul General
Setiap transaksi pada modul Purchasing / AP
menggunakan
master
data yang disimpan dan diatur pada modul General.
Master
data yang digunakan dalam transaksi pada modul
Purchasing / AP
yaitu Suppliers, Workers, Currencies, Custom
Field Labels, Taxes, dan Payment Terms.
b.
Modul Accounting
Transaksi pembelian akan menimbulkan jurnal yang
mengakibatkan angka pada akun-akun jurnal berubah. Akun-akun
tersebut adalah akun persediaan, akun pajak, dan akun hutang.
c.
Modul Cash Bank
Transaksi pembelian akan menimbulkan invoice (tagihan), invoice
tersebut akan dibayarkan melalui modul cash bank
dan apabila
pembelian yang dilakukan menimbulkan hutang, maka hutang
tersebut dapat dilunasi menggunakan modul cash bank.
d.
Modul Inventory
Transaksi pembelian akan menyebabkan stok barang perusahaan
bertambah. Stok barang yang bertambah akan masuk ke dalam
  
53
stok barang bertipe resell, namun tidak akan masuk ke dalam
barang bertipe Work In Process, assembly atau service.
e.
Modul Sales / AR
Penyediaan dan pengadaan barang yang akan dijual dapat dipesan
secara langsung kepada supplier
dengan membuat Purchase
Order melalui modul Purchasing / AP.
2.18.4
Hubungan Antara Modul Inventory dengan Modul Lainnya
Modul Inventory
memiliki hubungan atau keterkaitan dengan
modul lainnya, yaitu :
a.
Modul Accounting
Transaksi yang terjadi di inventory
akan berpengaruh pada akun-
akun jurnal pada modul Accounting. Seperti apabila terdapat
transaksi assembly, maka akan berpengaruh pada akun jurnal
persediaan stok (stok barang bertambah). Apabila terdapat
transaksi stock opname / multiple adjustment, maka juga akan
berpengaruh pada akun jurnal persediaan stok (stok barang
bertambah atau berkurang).
b.
Modul Purchasing / AP
Stok persediaan barang akan bertambah apabila terjadi transaksi
pembelian yang berkaitan dengan barang bertipe resell.
c.
Modul Sales / AR
Stok persediaan barang akan berkurang apabila terjadi transaksi
penjualan. Persediaan barang yang berkurang berkaitan dengan
semua tipe barang, yaitu resell, assembly, service,
dan Work In
Process.
  
54