1
BAB 2
LANDASAN TEORI
Landasan teori ini berisi tentang mengkaji tema yang berkaitan dengan penelitian
yang diangkat.Kajian dalam penelitian ini berkaitan dengan perumahan di bantaran
kali, Petukangan Utara, menggunakan tahapan Re-development.
2.1 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini berkaitan dengan keadaan kawasan Jalan
Halimah,Cipulir. Jumlah anggota keluarga dan kebiasaan yang dilakukan oleh para
warga.
2.2    Pemukiman
2.2.1 Pemukiman
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan
martabat manusia serta mutu kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat
yang adil dan makmur.
Permukiman menurut Suparno Sastra M. dan Endi Marlina,
(Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, 2006:37), adalah suatu tempat
bermukim manusia untuk menunjukkan suatu tujuan tertentu. Apabila dikaji
dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan kata settlements
yang
mengandung pengertian suatu proses bermukim. permukiman
memiliki 2 arti
yang berbeda yaitu:
  
1.
Isi. Yaitu menunjuk pada manusia sebagai penghuni maupun masyarakat
di lingkungan sekitarnya.
2.
Wadah. Yaitu menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari alam dan
elemen-elemen buatan manusia.
Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal / lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan, dimaksudkan agar lingkungan tersebut menjadi lingkungan
yang sehat, aman, serasi, dan teratur dan berfungsi sebagaimana yang
diharapkan.Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup
diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung prikehidupan dan penghidupan
(UU No 4/1992).
2.2.2 Pemukiman Kumuh
Permukiman kumuh memiliki beberapa pengertian dan kriteria. Menurut
Yudhohusodo dalam Ridlo (2001:22), permukiman kumuh merupakan
kampung atau perumahan liar yang perkembangannya tidak direncanakan
terlebih dahulu yang ditempati oleh masyarakat berpenghasilan rendah sampai
sangat rendah, memiliki kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan tinggi
dengan kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
maupun teknik
dengan pola yang tidak teratur, kurangnya prasarana,
kurangnya utilitas dan fasilitas sosial. Permukiman kumuh dicirikan dengan
lokasinya yang semakin dekat ke pusat kota sehingga kepadatan penduduknya
makin tinggi. Ciri lain yang cukup menonjol adalah berfungsinya daerah
  
tersebut sebagai tempat transisi antara kehidupan pedesaan dengan kehidupan
perkotaan.
Ciri-ciri kampung atau permukiman kumuh menurut Sinulingga (2005) terdiri
dari:
1.
Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/Ha. Pendapat para ahli
perkotaan menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah
mencapai 80 jiwa/Ha maka timbul masalah akibat kepadatan ini, antara
perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi memiliki persyaratan
fisiologis, psikologis dan perlindungan terhadap penyakit
2.
Jalan-jalan sempit dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena
sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap
rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain
3.
Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat jalan-
jalan tanpa drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah
akan tergenang oleh air
4.
Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada diantaranya
yang langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah.
5.
Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur
dangkal, air hujan atau membeli secara kalengan.
6.
Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umunya
tidak permanen dan malahan banyak sangat darurat.
Pemilikan hak atas lahan sering legal, artinya status tanahnya masih
merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa
Menurut Suparlan, (2002), dalam Syaiful. A (2002).permukiman dapat
digolongkan sebagai permukiman kumuh karena: 
  
a.
Kondisi dari permukiman tersebut ditandai oleh bangunan rumah-rumah
hunian yang dibangun secara semrawut dan memadati hampir setiap sudut
permukiman, dimana setiap rumah dibangun diatas tanah tanpa halaman.
b.
Jalan-jalan yang ada diantara rumah-rumah seperti labirin, sempit dan
berkelok-kelok, serta becek karena tergenang air limbah yang ada
disaluran yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
c.
Sampah berserakan dimana-mana, dengan udara yang pengap dan berbau
busuk.
d.
Fasilitas umum kurang atau tidak memadai. 
e.
Kondisi fisik hunian atau rumah pada umumnya mengungkapkan
kemiskinan dan kekumuhan, karena tidak terawat dengan baik.
 
Dinas Tata kota DKI Jakarta (1997) mendefinisikan permukiman
kumuh sebagai permukiman yang berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi
umumnya rendah, jumlah rumah sangat padat, dan ukurannya di bawah
standar, prasarana lingkungan hampir tidak ada, atau tidak memenuhi
persyaratan teknis dan kesehatan, umumnya dibangun di atas tanah Negara
atau milik orang lain, tumbuh tidak terencana dan umumnya berada di lokasi
yang strategis di pusat-pusat kota.
2.2.3  Mengatasi pemukiman kumuh
  
Masyarakat miskin umumnya ditandai oleh ketidakberdayaan atau
ketidakmampuan dalam: (1) pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti
pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan, (2) melakukan
kegiatan usaha produktif, (3) mengakses sumber daya sosial dan ekonomi, (4)
menentukan nasibnya sendiri dan (5) membebaskan diri dari mental dan budaya
miskin serta merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah. (Dadang
2004; Bagong, 2003; Narayan, 2000; dan Bappenas, 2003)
Ada beberapa ketentuan untuk mewujudkan suatu permukiman yang baik
menurut Sinulingga dalam Siti Umajah (2002:77), yaitu:
a.
Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain,
seperti pabrik, yang pada umumnya dapat memberikan dampak pada
pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lainnya.
b.
Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan, seperti pelayanan
kesehatan, pendidikan, dan perdagangan yang dapat dicapai dengan membuat
jalan dan sarana transportasi di permukiman tersebut. Akses ini juga harus
mencapai perumahan secara individual melalui jalan lokal. 
c.
Mempunyai fasilitas drainase yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat
dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat
sekalipun. Hal ini hanya mungkin jika sistem drainase di permukiman
tersebut dapat dihubungkan dengan saluran pengumpul atau saluran utama
dari sistem perkotaan. 
d.
Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa saluran distribusi yang
siap disalurkan ke masing-masing rumah. Ada juga lingkungan yang belum
mempunyai jaringan distribusi sehingga apabila ingin membangun
  
perumahan harus mengadakan pembangungan jaringan distribusi dulu atau
mengadakan pengolahan air sendiri.
e.
Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor/ tinja yang dapat dibuat
dengan sistem individual seperti tangki septik dan lapangan rembesan
ataupun tangki septik komunal. 
f.
Pemukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur
agar lingkungan permukiman tetap nyaman. 
g.
Dilengkapi fasilitas umum, seperti taman bermain bagi anak-anak, lapangan
atau taman, tempat ibadah, pendidikan, dan kesehatan yang disesuaikan
dengan skala besarnya permukiman. 
h. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
2.2.4     Sarana Pendukung
Untuk mewujudkan pemukiman yang baik, perlu adanya sarana
pendukung agar suatu pemukiman dapat berfungsi dengan baik sebagaimana
mesti nya. Adapun sarana pendukung tersebut ialah :
Tabel 2.1 Kebutuhan sarana kebudayaan dan rekreasi
  
Sumber : SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan Kota
Tabel 2.2. Kebutuhan sarana kesehatan
Sumber : SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan Kota
Tabel 2.3. Kebutuhan sarana kebutuhan sarana perdagangan dan niaga
  
Sumber : SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan Kota
Tabel 2.4. Kebutuhan sarana peribadatan
Sumber : SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan Kota
Tabel 2.5 Kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran
  
Sumber : SNI 03-1733-1989, Tata cara perencanaan kawasan perumahan Kota
2.3
Teori yang bersangkutan 
2.3.1
Urban Housing
Permukiman kota merupakan kebutuhan seluruh dunia terutama
negara –
negara berkembang. Sebagai hasil dari pertumbuhan kota yang
pesat, penduduk pun semakin bertambah dan munculnya permukiman –
permukiman kumuh dan illegal. Sumber daya yang ada tidak cukup untuk
menampung permukiman –
permukiman yang semakin bertambah. 
Permukiman kota merupakan satu solusi untuk memecahkan masalah untuk
pemukiman kumuh dan illegal dengan cara memaksimalkan fungsi bangunan.
Permukiman kumuh yang terdapat di negara berkembang memiliki
karakteristik desentralisasi dan fragmentasi dari lingkup kegiatan ekonomi.
Pembangunan rumah secara universal mengabaikan hal – hal yang menjadi
kebutuhan dasar pada kawasan tersebut.Oleh karena itu, perlu adanya standar
yang sesuai dan layak. Pemukiman kota harus dirancang sesuai keadaan kawasan
  
dan bertindak sebagai panduan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Kebijakan ini harus merespon kebutuhan khusus penduduk untuk masa yang
akan datang. Perencanaan pembangunan permukiman di negara berkembang
bertujuan untuk memberikan perlindungan pada rakyat miskin dengan cara
membagi zoning pada kawasan dan membangun infrastruktur yang memadai,
seperti jalan, air, dll. Berikut elemen –
elemen yang terjadi pada permukiman
kumuh dan illegal :
House Extensions
Keterbatasan lahan dan ruang gerak yang mereka miliki membuat mereka
mengambil lahan yang ada untuk melakukan aktifitas yang mereka lakukan 
Gambar : 2.1 House extentions
Sumber : Time saver standar for urban design book
Workplaces
  
pemukiman kumuh dan liar tidak hanya sebagai tempat tinggal bagi para
penghuni, melainkan tempat bekerja. Tidak seperti perumahan pada umumnya,
dimana tempat bekerja dan tempat tinggal terpisah secara fisiik.  Pekerjaan yang
dilakukan para warga yang berada di pemukiman kumuh  tersebut ialah pekerjaan
industri rumahan yang berpartispasi dalam kegiatan ekonomi. Industry rumahan
tersebut diantaranya:
Gambar : 2.2 Workplaces
Sumber : Time saver standar for urban design book
Small shops
toko
toko kecil ini berorientasi pada kebutuhan masyarakat sekitar. Dimana
peletakan toko –
toko ini berada di jalan utama yang banyak dilalui oleh orang
orang atau diruang terbuka yang menjadi tempat berkumpul.Toko-toko ini selain
  
untuk memenuhi kebutuhan sekitar, para warga juga mendistribusikan barangnya
sesuai dengan kebutuhan.
Gambar : 2.3 Small Shops
Sumber : Time saver standar for urban design book
Trees
Tidak adanya Pepohonan atau ruang terbuka merupakan masalah yang banyak
ditemui di pemukiman kumuh.jumlah penduduk yang terus  meningkat membuat
pohon pohon besar di tebang dan lahan tersebut duibah menjadi bangunan.
Kurangnya perhatian akan kebutuhan Pohon –
pohon dan ruang terbuka hijau
menyebabkan suasana menjadi gersang. Pohon –
pohon besar tidak hanya
memberikan keteduhan, tetapi banyak memberikan manfaat.Diantaranya :
sebagai tempat pertemuan orang –
orang sekitar, sebagai pengganti arcade dan
juga menutupi ruang luar yang merupakan bagian dari struktur perkotaan.
  
Gambar : 2.4 Trees
Sumber : Time saver standar for urban design book
Public structures
menerapkan identitas kawasan berupa landmark dalam kawasan tersebut
Vehicles
kendaraan
yang lalu lalang di permukiman kumuh sangat terbatas. Ini tidak
berarti bahwa permukiman kumuh tidak mempunyai lebar jalan yang memadai.
Kendaraan yang biasanya lewat di permukiman kumuh ialah sepeda, sepeda
motor yang digunakan untuk mencari penghasilan
Access streets
standar untuk tipe lebar jalan bervariasi, lebar ini disesuaikan dengan kebutuhan
yang ada. pada pemukiman kumuh jalan –
jalan yang ada pada umumnya
mempunyai lebar yang tidak memadai dengan fungsi yang sama
Tabel 2.6 Accees Streets
  
Sumber : Time saver standar for urban design book
2.3.2  Urban Waterways
Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami.Banyak
kotayang terletak di sepanjang sungai yang mempunyai ketergantungan pada
transportasi air. Semua air yang melewati kota harus dikelola sehingga jumlah
  
air
tidak berlebihan yang dapat mengakibatkan banjir dan kualitas air yang
dihasilkan untuk dikonsumsi juga baik.
Pembangunan kota memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas
sungai. Tidak sedikit pembangunan kota tidak memperhatikan kebutuhan
ekologi, pohon pohon yang ada di tebang. Tempat –
tempat yang berfungsi
sebagai daaerah resapan berubah menjadi jalan, tempat parkir dan sebagainya,
permukaan tanah tersebut tidak memungkinkan air hujan untuk  meresap ke
dalam tanah. Akibatnya sebagian besar hujan berubah menjadi limpasan
stormwater.Limpasan stormwater selanjutnya dibuang ke sungai, waduk atau
muara. Berikut dampak yang ditimbulkan oleh stormwater :
Declining water quality
Perubahan kimiawi air tanah dapat berasal dari berbagai sumber
kegiatan.Perubahan kimiawi air tanah dapat mengarah kepada penurunan kualitas air
tanah, atau pada tingkat yang lebih berat lagi yaitu pencemaran air tanah.Hal ini
menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi, dan biologi air tanah tersebut.
Sumber penurunan kualitas air tanah tidak terbatas jumlah dan macamnya, namun
yang diperkirakan merupakan sumber dan penyebab utama dari penurunan ini adalah
dampak penggunaan air.
Diminishing groundwater recharge and quality
Perubahan pola tata guna lahan dari kehutanan-pertanian-perkebunan menjadi
non kehutanan-pertanian-perkebunan di wilayah DAS terjadi sangat pesat,
  
sehingga berdampak pada berkurangnya kawasan resapan air hujan.  Apabila
kawasan resapan air berkurang, maka air hujan yang seharusnya melalui
beberapa proses  sebelum mencapai permukaan tanah akan langsung menjadi
aliran permukaan/limpasan permukaan.  Jika limpasan permukaan ini berkumpul
pada suatu wilayah dataran rendah dan bertambah banyak, ditambah dengan air
hujan yang jatuh di atas sungai oleh karena kapasitas sungai berkurang akibat
erosi dan sedimentasi serta sampah maka akan menyebabkan peristiwa banjir. 
Padahal jika kawasan resapan air (hutan, kebun/lahan bervegetasi) masih
tersedia, maka air hujan yang turun tidak semuanya akan langsung jatuh ke
permukaan tanah.  Akan tetapi, air hujan tersebut akan ditahan sementara oleh tajuk
tanaman dan kemudian diuapkan kembali ke atmosfer (intersepsi), sebagian dari
curah hujan yang sampai ke tajuk akan jatuh langsung ke permukaan tanah
(troughfall)
dan sebagiannya mengalir melalui cabang, ranting dan batang dan
akhirnya sampai ke permukaan tanah (stemflow).  Curah hujan yang sampai ke
permukaan tanah apabila tanah tersebut tertutupi oleh tanaman (tanah akan menjadi
poros akibat perakaran tanaman), maka air tersebut akan masuk ke dalam tanah
secara vertikal (infiltrasi), dan jika mencapai lapisan kedap air ia akan menjadi air
tanah (ground water) dan sebagiannya akan mengalir (perkolasi) di dalam tanah
secara horizontal dan akan muncul sebagai aliran antara (sub surface run off) sebagai
debit sungai. 
Degradation of stream channels
Degradasi lahan adalah lahan yang telah mengalami proses penurunan tingkat
produktivitasnya. Sumberdaya alam utama yang terdapat dalam suatu DAS yang
harus diperhatikan dalam pengelolaan DAS adalah sumberdaya hayati, tanah dan
  
air. Sumberdaya tersebut peka terhadap berbagai macam kerusakan (degradasi)
seperti kehilangan keanekaragaman hayati (biodiversity), kehilangan tanah
(erosi), kehilangan unsur hara dari daerah perakaran (kemerosotan kesuburan
tanah atau pemiskinan tanah), akumulasi garam (salinisasi), penggenangan
(water logging), dan akumulasi limbah industri atau limbah kota (pencemaran).
Menurunnya kualitas air yang disebabkan baik oleh sedimen yang bersumber dari
erosi maupun limbah industri (polusi) di daerah aliran sungai yang berpenduduk
padat.
Flooding
banjir terjadi karena volume limpasan yang lebih besar dari kapasitas saluran air
Floodplain expansion
2.4
Sustainable Architecture
 
Arsitektur berkelanjutan memiliki banyak pengertian dari berbagai
pihak. Beberapa diantaranya adalah pengertian yang dikutip dari buku James
Steele, Suistainable Architectureadalah ”Arsitektur yang memenuhi
kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang,
dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda dari satu
masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling
baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait. ”
 
Secara umum, pengertian dari arsitektur berkelanjutan adalah sebuah
konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep
berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar
bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya
alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem
  
pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur. Kerusakan alam
akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara
global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan
potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai
eksploitasi terhadap alam tersebut.
2.4.1
Sustainable Ecology
Pembangunan berkelanjutan dari definisi yang dipaparkan dalam
brundtland report, pbb (1987), diartikan sebagai proses pembangunan (lahan,
kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan
sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”.
salah satu faktor yang
harus dihadapi untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa
mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial,
sedangkanIstilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Emst Haeckel, ahli
dari ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi dari segala jenis
makhluk hidup  dan lingkungan. Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu
oikos” adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat
ilmu atau ilmiah.
Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (Frick
Heinz, Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998).
Prinsip-prinsip ekologi sering berpengruh terhadap arsitektur (Batel Dinur,
Interweaving Architecture and Ecology -
A theoritical Perspective).
Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain :
  
a.
Flutuation
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan sebagai
tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan
seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan
lebih dari pada itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses dan
bukan sebagai penyajian dari proses, lebihnya lagi akan berhasil dalam
menghubungkan orang-orang dengan kenyataan pada lokasi tersebut.
b.
Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya
muncul keluar dari interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat.
Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara
terpadu
c.
Interdependence (saling ketergantungan)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah
hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya
lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan
antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur
bangunan
2.4.2Wetland
Lahan Basah adalah kawasan yang terletak di zona peralihan antara
daratan yang kering secara permanen dan perairan yang berair secara permanen
(Maltby, 1991).Menurut EPA lahan basah adalah suatu area dimana air selalu
menutupi tanah, baik dimasa saat ini maupun di sebagian besar waktu dalam
setahun, termasuk pada musim pertumbuhan (EPA,2006). Jenis-jenis lahan basah
  
(wetland) tergantung dari perbedaan regional dan lokal pada tanah, topografi,
iklim, hidrologi, kualitas air, vegetasi dan berbagai faktor lain termasuk juga
aktifitas manusia. Dua jenis umum lahan basah yang dikenal yaitu tidal wetland
dan non-tidal wetland.
1.
Tidal wetland
: adalah lahan basah yang berhubungan dengan estuari,
dimana air laut bercampur dengan air tawar dan membentuk
lingkungan dengan bermacam-macam kadar salinitas. Fluktuasi
pemasukan air laut yang tergantung pada pasang surut seringkali
menciptakan lingkungan yang sulit bagi vegetasi, salah satu yang dapat
beradaptasi disini adalah tumbuuhan mangrove dan beberapa tanaman
yang tahan terhadap salinitas.
2.
Non-tidal wetland
: adalah lahan basah yang biasanya berada di
sepanjang aliran sungai, di bagian yang dangakal dikelilingi oleh tanah
kering. Keberadaannya tergantung musim, dimana mereka akan
mengering pada satu atau beberapa musim di setiap tahunnya. Tipei ni
bisa di ditemui di Amerika atau Alaska. (EPA,2006)
2.4.3  Jenis Tanah 
Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, antara lain:
a)
Organosol atau Tanah Gambut atau Tanah Organik
Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan
rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi deferensiasi
horizon secara jelas, ketebalan lebih dari 0.5 meter, warna coklat
hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur,
konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30%
  
untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanahtekstur
pasir, umumnya bersifat sangat asam (pH 4.0), kandungan unsur hara
rendah.
b)
Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal
dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk
struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-
macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di daerah
dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan
(depresi).
c)
Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon,
tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH
umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material
vulkanik piroklastis atau pasir pantai.Penyebarannya di daerah lereng
vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir
pantai.
d)
Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya
batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30
cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk
(outerop).Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir,
umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan
kesuburannya bervariasi.Tanah litosol dapat dijumpai pada segala
  
iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring
sampai curam.
e)
Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon,
kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal,
konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga
kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih
dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi
batuan beku intrusi.
f)
Grumosol
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal,
tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan
gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat
lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah
retak-retak,
umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi
tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu
kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa.
Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan
kurang dari 2500 mm/tahun.
g)
Podsolik Merah Kuning
Tanah mineral telah berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur
lempung hingga berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, bersifat
agak asam (pH kurang dari 5.5), kesuburan rendah hingga sedang,
warna merah hingga kuning, kejenuhan basa rendah, peka erosi.Tanah
ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik, bersifat
  
asam.Tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering,curah
hujan lebih dari 2500 mm/tahun.
h)
Podsol
Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, susunan horizon
terdiri dari horizon albic (A2) dan spodic (B2H) yang jelas, tekstur
lempung hingga pasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, kandungan
pasir kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan rendah, kapasitas
pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi, batuan induk
batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan
tuf vulkan masam. Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan
lebih dari 2000 mm/tahun tanpa bulan kering, topografi pegunungan
i)
Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil,
solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam,
kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah,
konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-
kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya
absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka
terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf
vulkanik.
j)
Mediteran Merah Kuning
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal,
warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh
hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat
bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya
  
absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari
batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanisbersifat basa.
Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah
hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan,
topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus
tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra
rossa.
k)
Hodmorf Kelabu (gleisol)
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu
topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air,
solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga
lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH
4.5 –
6.0), kandunganbahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei
kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter
akibat dari profil tanah selalu jenuh air. Penyebaran di daerah beriklim humid
hingga sub humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.
l)
Tanah sawah (paddy soil)
Tanah sawah ini diartikan tanah yang karena sudah lama (ratusan tahun)
dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil khas, yang menyimpang
dari tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa terbentuknya lapisan bajak
yang hampir kedap air disebut padas olah, sedalam 10 – 15 cm dari muka tanah
dan setebal 2 – 5 cm. Di bawah lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan
mangan dan besi, tebalnya bervariasi antara lain tergantung dari permeabilitas
tanah. Lapisan tersebut dapat merupakan lapisan padas yang tak tembus
perakaran, terutama bagi tanaman semusim.Lapisan bajak tersebut nampak jelas
  
pada tanah latosol, mediteran dan regosol, samara-samar pada tanah aluvial dan
grumosol.
2.4.4  Vegetasi
Pemilihan jenis vegetasi dapat dipertimbangkan juga bagi berbagai
kepentingan, antara lain: kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat sekitar.
Pemilihan jenis vegetasi juga harus dipertimbangkan sebagai penyangga bantaran
sungai, agar akar vegetasi mampu menahan erosi tanah pada saat arus air sungai
deras dan debit air yang tinggi.Dengan demikian bantaran Kali dapat berfungsi
sebagai areal perlindungan berlangsungnya
fungsi ekosistim dan penyangga
kehidupan, karena mampu sebagai wadah berlangsungnya hubungan timbal balik
antara vegetasi dan mahluk hidup termasuk manusia sebagai fungsi ekosistim.
Penanaman vegetasi yang dipilih dapat berkategori :
Vegetasi Aromatik, menurut Nugrahani (2003)
dapat memperbaiki aroma
udara,yang diperoleh dari aroma bunga, buah, daun, batang maupun akarnya. Di
Indonesia, menurut Heyne (1950) tercatat ada 60 species vegetasi aromatik.
Untuk menikmati aroma vegetasi aromatik, penanamannya membutuhkan area
yang cukup luas.Aroma vegetasi dapat juga menyegarkan aroma udara yang
memberikan rasa nyaman pada manusia disekitarnya. Disamping itu vegetasi
aromatik karena kandungan minyak atsirinya, menurut Ketaren (1985) dalam
Nugrahani (2003), dapat :
-
Membantu proses penyerbukan dengan mengeluarkan aroma yang
menarik serangga atau hewan lain. 
-
Mencegah kerusakan tanaman oleh hewan atau serangga dengan aroma
yang kurang enak 
  
-
Sebagai cadangan makanan dalam tanaman 
2.5
SUDS (Sustainable Urban Drainage System)
Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air.Secara umum,
drainase
didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan
air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara
optimal (Suripin, 2004).
Sampai saat ini perancangan drainase didasarkan pada filosofi bahwa air
secepatnya mengalir dan seminimal mungkin menggenangi daerah
layanan.Tapi dengan semakin timpangnya perimbangan air (pemakaian dan
ketersedian) maka diperlukan suatu perancangan draianse yang berfilosofi
bukan saja aman terhadap genangan tapi juga sekaligus berasas pada
konservasi air (Sunjoto, 1987).
Metode konservasi air yakni sebagai berikut: (Arsyad, 2006)
1.
Metode vegetatif: pengelolaan lahan miring menggunakan tanaman untuk
menahan air hujan agar tidak langsung mengenai permukaan tanah
2.
Metode mekanik: pengelolaan lahan dengan menggunakan sarana fisik
seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi
3.
Metode kimia: pemanfaatan soil conditioner
dalam hal memperbaiki
struktur tanah sehingga tetap resistensi terhadap erosi.
Fungsi drainase ialah sebagai media pembuangan air di permukaan secara
langsung dan cepat ke sungai. Metode
ini menimbulkan berbagai
permasalahan karena perbedaan siklus dengan metode alami. Sedangkan
  
pada SUDS, sistem drainase mneyerupai siklus alami.Oleh sebab itu,
sistem drainase
yang
paling cocok diterapkan ialah sistem drainase
yang
Berkelanjutan, prioritas utama kegiatan harus ditujukan untuk mengelola
limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan
air hujan. Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat
dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe penyimpanan dan tipe
peresapan (Suripin, 2004).
Sustainable Urban Drainage Systems merupakan suatu sistem yang terdiri
dari satu atau lebih struktur yang dibangun untuk mengelola limpasan
permukaan air. SUDS sering digunakan dalam perancangan tapak untuk
mencegah banjir dan polusi. SUDS didukung oleh berbagai struktur
terbangun untuk mengontrol limpasan air. Adapun empat metode umum
yang biasa dilaksanakan, yakni: terasering buatan, saluran filtrasi,
permukaan berdaya serap, kolam dan lahan basah. Pengontrol tersebut
haruslah ditempatkan sedekat mungkin dengan sumber air limpasan, untuk
memperlambat kecepatan aliran air sehingga dapat mencegah banjir dan
erosi. (CIRIA, 2000)
Beberapa media yang harus diterapkan ke dalam perancangan
SUDS,
sebagai berikut :
1.
Terasering buatan
Merupakan permukaan yang ditutupi oleh vegetasi sehingga air dapat
meresap ke dalam tanah selama proses pengaliran. Saluran ini biasanya
terintegrasi dengan ruang terbuka maupun tepi jalan.
  
Gambar 2.5Model Terasering Buatan
Sumber : Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual
2.
Kolam dan lahan basah
Merupakan kolam buatan sebagai tempat penampungan air sementara
untuk mengontrol kuantitas dan kualitas air buangan dan air untuk
resapan tanah, serta bermanfaat sebagai habitat akuatik
Gambar 2.6Kontruksi Kolam dan Lahan Basah untuk SUDS 
Sumber : Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual
3.
Saluran filtrasi
  
Merupakan media di atas permukaan tanah dimana di bawahnya terdapat
material yang mampu menyimpan air. Air yang melewati permukaan berdaya
serap ini mengisi ruang-ruang kosong di bawah permukaannya
.
Gambar 2.7Model Saluran Filtrasi
Sumber : Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual
4.
Permukaan berdaya serap
Media ini mengalirkan air langsung ke dalam bawah tanah dan tidak
memperbolehkan adanya air di permukaan tanah kecuali dalam keadaan hujan
deras.
Gambar 2.8Potongan Permukaan Berdaya Serap
Sumber : Sustainable Urban Drainage Systems Design Manual
2.5.1
Cara menghitung debit banjir
Banjir adalah suatu keadaan dimana saluran drainasae mengalirkan
air diatas kondisi batas normalnya. Debit banjir adalah besarnya kelebihan
volume air dari batas normal yang melalui saluran drainase persatuan waktu. 
Perkiraan debit banjir dilakukan dengan cara :
  
Qp = 0,028C .Ip . A
Qp = air larian (m³)
Ip = intensitas hujan yang merata di daerah yang ditinjau
C = koefisien pengaliran
A = luas daerah yang ditinjau
Tabel 2.7 Nilai koefisien run off
TIPE DAERAH TANGKAPAN
KOEFISIEN ALIRAN
LAPANGAN BERMAIN
0,20-0,35
ASPAL
0,70-0,95
CONBLOCK
0,70-0,85
ATAP
0,75-0,95
TAMAN
0,10-0,25
BETON
0,80-0,95
BATU BATA
0,70-0,85
Sumber :yuniar, 2008
2.6
Studi banding
Tabel 2.8 Studi Banding
No
1
2
3
Lokasi
Singapore
Seattle
Seattle
  
Layout
Konsep
Water Conservation
Sustainable
Urban
Drainage system
Sustainable Urban
Drainage system
  
32
No
1
2
3
Lokasi
Singapore
Seattle
Seattle
Penerapan
Konsep
sourcing, collection,
purification and
supply of drinking
water, to
treatment of used 
water and turning it
into NEWater,
drainage of
stormwater
Permeable Pavement
Permeable Pavement
Hasil
Bahasan
Mulai dari
penangkapan air hujan
hingga air tersebut
dapat dipakai kembali,
singapura dapat
mengurangi dampak
banjir di beberapa
bagian.
Dengan menggunakan
paving block yang dapat
menyerap air,
perumahan dapat
menyerap air hujan
hingga 50 %. 
Dengan menggunakan
semen berongga, jalan
ini tidak lagi digenangi
oleh air
Sumber : Data Olahan Pribadi
Dengan melakukan studi banding, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa negara
berkembang saat ini sudah menggunakan komponen SUDS untuk menanggulangi
debit air hujan yang datang agar tidak banjir. Pengaplikasian SUDS yang digunakan
di Singapore dan Amerika Antara lain berupa bahan material yang digunakan dapat
menyerap air sehingga air hujan tersebut dapat terserap dengan maksimal dan juga
penggunaan kembali dari air hujan tersebut untuk kebutuhan sehari hari.
  
2.7     Kerangka Berpikir
Judul Tugas Akhir
Perancangan kawasan perumahan bantaran Pesanggrahan melalui
pendekatan SUDS
Latar Belakang Masalah
Kawasan bantaran kali pesanggrahan semakin tidak tertata 
Maksut dan Tujuan
Menata kembali kawasan dan dapat menjadi kawasan mandiri dengan
metode SUDS
Permasalahan 
-
Pemukiman kumuh dan padat
-
Orientasi bangunan yang tidak beraturan
-
Kebiasaan warga membuang sampah ke kali
-
Kurangnya ketersediaan air
Analisa
Mengumpulkan data-data permasalahan berdasarkan survei
lapangan.literatur, dan membaca teori-teori yang berkaitan
Konsep Bangunan dan Lingkungan
Sustainable Ekologi
SKEMATIK
DESAIN
PERANCANGAN