9
BAB 2T
LANDASAN TEORI
2.1
Merek (Brand)
2.1.1
Pengertian Merek (Brand)
Keahlian yang sangat unik dari pemasar profesional adalah
kemampuannya untuk menciptakan, memelihara, melindungi, dan
meningkatkan merek.  Menurut Kotler (2007, p332) pengertian merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi
dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau
jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya
dari barang atau jasa pesaing.
Menurut  Wheeler  (2006, p5)  pengertian  brand  adalah  “
brand  is  the nucleus of sales and markerting activities, generating
increased awareness and loyalty,   when   managed   strategically”.  
(Sebuah   merek   adalah   inti   dari penjualan dan kegiatan
pemasaran, menghasilkan peningkatan kesadaran dan loyalitas, bila
dikelola secara strategis.)
Aaker  (2004)  juga  menjelaskan bahwa  merek  dapat 
dikatakan  sebagai  sebuah janji  seorang  penjual  atau  perusahaan 
untuk  konsisten  memberikan  nilai, manfaat, fitur dan kinerja
tertentu bagi pembelinya. Janji tersebut harus janji yang benar dan
harus ditepati kepada pembelinya sehingga merek yang menjanjikan
tersebut dapat memberikan semua hal yang dijanjikan, dan juga
memberikan  nilai  lebih  dari  janji  tersebut.  Hal  ini  sangat  penting 
untuk menjaga kepercayaan dan juga menjaga image
dari suatu
merek.
Definisi  brand  menurut  Bennett  (2005,  p256)   adalah  “a
name, term, sign, symbol, or any other feature that identifies one
seller’s good or service as distinct from those of the sellers”. (sebuah
nama, istilah, tanda, simbol atau ciri-ciri  lain  yang  memperkenalkan  
barang  atau  jasa  milik  suatu  penjual sebagai pembeda dari milik
penjual-penjual lainnya).
  
10
Dari  beberapa  definisi  di atas,  maka  dapat  disimpulkan 
bahwa  merek adalah sesuatu hal yang membedakan produk atau jasa
sebuah perusahaan menjadi berbeda dengan produk atau jasa yang
ditawarkan oleh pesaing. Yang membedakan  adalah  dikarenakan 
nama,  simbol,  tanda,  dan  rancangan  dari setiap merek.
2.1.2
Tingkatan Pengertian Merek
Menurut Kotler (2005, p82) ada enam tingkatan arti dari
sebuah merek, yaitu sebagai berikut:
1)
Atribut (attributes): suatu merek mengingatkan atribut-atribut
tertentu.
2)
Manfaat (benefit): atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi
manfaat fungsional dan emosional.
3)
Nilai (value): merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai
produsen.
4)
Budaya (culture): merek dapat mewakili atau melambangkan
suatu budaya tertentu.
5)
Personal (personality): sebuah merek dapat mencerminkan
kepribadian tertentu.
6)
Pemakai (user): merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang
membeli atau menggunakan produk tersebut.
Merek harus memiliki kualitas yang lebih sehingga suatu
merek dapat dikenal dan memiliki keunikan sendiri. Menurut Kotler
(2003, p413), suatu perusahaan dapat menentukan kebijakan
mereknya dan perlu memperhatikan kualitas dari merek itu sendiri.
Adapun kualitas dari suatu merek sebagai berikut:
1)
Nama merek harus menunjukan manfaat produk tersebut
2)
Nama merek harus menunjukan mutu suatu produk
3)
Nama merek mudah diucapkan, dikenal dan diingat
4)
Nama merek harus menjadi ciri khas yang dapat dibedakan
5)
Nama  merek tidak membawa  arti yang kurang baik di lain negara
atau bahasa
  
11
2.1.3
Peranan dan Kegunaan Merek
Menurut Keller (2003, p20), merek bermanfaat bagi produsen
dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai:
1)
Sarana identifikasi  untuk memudahkan  proses penanganan  atau
pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam
pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi.
2)
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang
unik. Merek bisa mendapat perlindungan seperti intelektual.
3)
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga
mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain
waktu.
4)
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan
produk dari para pesaing.
5)
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan
hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang
terbentuk dalam
benak konsumen.
6)
Sumber financial return, terutama menyangkut pendapatan masa
datang.
Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka ragam nilai
melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Keller (2003, p21)
mengemukakan 7 manfaat pokok merek bagi konsumen, yaitu
sebagai:
1)
Identifikasi sumber produk
2)
Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor
tertentu
3)
Pengurang resiko
4)
Penekan biaya pencarian internal dan eksternal
5)
Janji atau ikatan khusus dengan produsen
6)
Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
7)
Signal kualitas
2.2
Citra Merek (Brand Image)
Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan
persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa
  
12
lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap
yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang
memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan
untuk melakukan pembelian. Ciri merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi
yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu.
Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran
atau citra tertentu yang dikaitkan suatu merek, sama halnya ketika kita
berpikir tentang orang lain. 
Menurut Rangkuti (2004), citra merek adalah sekumpulan asosiasi
merek yang terbentuk dan melekat dalam benak konsumen.
Kotler (2007) mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat
keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek,
karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat
ditentukan oleh citra merek tersebut. Citra merek merupakan syarat dari
merek yang kuat. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan
bila dibandingkan dengan pesaingnya, saat perbedaan dan keunggulan merek
dihadapkan dengan merek lain.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa citra merek
(brand image) adalah sekumpulan persepsi konsumen mengenai suatu merek
yang sudah terbentuk dan melekat dibenak konsumen.
Komponen citra merek (brand image) terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1.
Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatubarang
atau jasa.
2.
Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu
barang atau jasa.
3.
Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa.
Dalam Jalilvand dan Samiei (2012), untuk meningkatkan citra merek
suatu produk hal –
hal yang dapat dilakukan manajer adalah meningkatkan
variasi produk, mengembangkan kualitas produk, menawarkan produk dalam
harga yang lebih sesuai dengan nilai yang diberikan, dan menyediakan
pelayanan pasca pembelian. 
  
13
Untuk melalukan pengukuran variabel citra merek, digunakan
indikator yang bersumber dari jurnal Jalilvand dan Samiei (2012) yaitu “In
comparison to other product/brand this product/brand has high quality”,
This product/brand has a rich history”, dan “Customer can reliably predict
how this particular brand/product will perform”. Yang artinya adalah
“Dibandingkan dengan produk lain, produk atau merek ini memiliki kualitas
yang tinggi”, “Produk atau merek ini kaya akan sejarah”, “  Konsumen secara
nyata dapat memprediksikan bagaimana produk/merek ini memberikan
nilainya”.
2.3
Pengetahuan Produk (Product Knowledge)
Pengetahuan produk (product knowledge)
adalah pengetahuan
konsumen  tentang produk. Untuk mengetahui perilaku konsumen, marketer
harus mengetahui tentang product knowledge
yang diperoleh maupun
disimpan dalam memori konsumen. Bagi marketer, pemahaman dan
pengetahuan konsumen akan produk sangat penting, karena pengetahuan ini
merupakan dasar keputusan perilaku konsumen.
2.3.1
Pengertian Pengetahuan Produk (Product Knowledge)
Menurut Rao dan Sieben yang dikutip dalam Waluyo dan
Pamungkas (2003), pengetahuan produk adalah cakupan seluruh
informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama
baiknya dengan persepsinya terhadap pengetahuan produk. Konsumen
dengan pengetahuan yang lebih tinggi akan menjadi lebih realistis
dalam pemilihan produk yang sesuai dengan harapannya. Dimana,
semakin tinggi pengetahuan konsumen dalam pembelian suatu
produk, dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat
pilihan yang lebih memuaskan. 
Menurut Beatty dan Smith yang dikutip dalam jurnal “the effect
of brand image and product knowledge on purchase intention
moderated by price discount” ,mendefinisikan product knowledge
sebagai konsumen yang memiliki persepsi terhadap produk tertentu,
termasuk pengalaman sebelumnya dalam menggunakan produk
tersebut.
  
14
Menurut Peter dan Olson (2005), pengetahuan produk mengacu
pada berbagai jenis pengetahuan, arti, dan kepercayaan yang direkam
dalam ingatan konsumen. Misalnya, konsumen dapat memiliki
pengetahuan tentang ciri atau model terhadap suatu merek sepatu
atletik.
Berdasarkan konsep-konsep pengetahuan produk di atas, maka
dapat didefinisikan pengetahuan produk adalah berbagai jenis
pengetahuan, arti, dan kepercayaan yang direkam dalam ingatan
konsumen, customer, atau pelanggan sehingga mereka mengerti lebih
tentang suatu produk, khususnya produk yang mereka minati untuk
mereka miliki dan mereka gunakan.
Menurut Brucks yang dikutip dalam jurnal “The Effect of Brand
Image and Product Knowledge on Purchase Intention Moderated by
Price Discount” , ada 3 cara untuk mengukur product knowledge yang
didasarkan pada studi sebelumnya, yaitu :
1.
Pengetahuan subyektif (subjective knowledge),
yaitu merujuk
kepada seberapa banyak responden mengetahui tentang produk
tersebut.
2.
Tujuan pengetahuan (objective knowledge), yaitu seberapa
banyak informasi dan jenis informasi yang terdapat dalam
memori konsumen.
3.
Pengalaman berbasis pengetahuan (experienced based
knowledge), yaitu seberapa banyak pengalaman konsumen dalam
pembelian dan pemakaian suatu produk. Faktor ini bersifat tidak
konsisten dengan proses pemrosesan informasi. Hal ini dapat
dilihat ketika pengalaman hanya mempengaruhi perilaku ketika
perilaku tersebut menghasilkan perbedaan didalam memori
konsumen. Jika konsumen yang berbeda belajar hal yang berbeda
dari pengalaman yang sama maka perilaku mereka juga akan
berbeda.
Dalam penelitian ini digunakan product knowledge
dengan
indikator pengukuran  menurut Ping Liang (2009), yaitu:
1.
Mengetahui informasi mengenai karakteristik produk;
2.
Pengalaman membeli produk; dan
  
15
3.
Percaya terhadap produk.
2.3.2
Pengetahuan Konsumen Pada Suatu Produk
Konsumen yang baik biasanya memiliki pengetahuan mengenai
produk yang akan dibelinya. Menurut Peter dan Olson (2005)
pengetahuan itu terbagi atas tiga jenis, yaitu : 
1)
Pengetahuan mengenai atribut atau karakteristik produk. Sesuai
dengan batas yang ditetapkan berdasarkan kemampuan produksi
dan sumber keuangan, manajer pemasaran dapat menambah
atribut baru terhadap suatu produk dan menghapus atribut lama,
atau memodifikasi atribut yang sudah ada. Pemasar dapat
merubah atribut-atribut dengan tujuan untuk membuat produk
mereka lebih menarik konsumen. Kemungkinan disebabkan
ketertarikan para pemasar terhadap karakter fisik dari produk
mereka, pemasar kadang-kadang bertindak seolah-olah konsumen
berpikir tentang produk dan merek sebagai kumpulan atribut saja.
Bahkan suatu produk yang sederhana memiliki beberapa atribut.
Pemasar harus tahu atribut produk yang mana yang paling penting
bagi konsumen, apa fungsi atribut tersebut bagi konsumen, dan
bagaimana konsumen menggunakan pengetahuan ini dalam
proses kognitif seperti saat pemahaman dan pengambilan
keputusan. Konsumen dapat memiliki pengetahuan tentang
berbagai jenis atribut produk. Pengetahuan konsumen tentang
atribut yang kongkrit menggambarkan wujud, dan ciri-ciri sebuah
produk. Pengetahuan tentang atribut abstrak menggambarkan
produk lebih subjektif, dan ciri-ciri yang tidak terlihat pada
sebuah produk. Tentu saja, konsumen harus juga memiliki
pengetahuan tentang evaluasi efektif mereka untuk setiap atribut. 
2)
Pengetahuan mengenai konsekuensi positif atau keuntungan-
keuntungan yang akan diperoleh dari penggunaan produk. 
Pemasar juga mengetahui bahwa konsumen lebih sering berpikir
tentang konsekuensi dari produk dan merek yang mereka gunakan
dibandingkan atributnya. Konsekuensi adalah hasil yang terjadi
setelah produk dibeli dan dikonsumsi. Konsumen dapat memiliki
  
16
pengetahuan tentang dua jenis konsekuensi produk, yaitu
fungsional dan psikososial. Konsekuensi fungsional adalah hasil
yang dapat dilihat (berwujud) dari penggunaan suatu produk yang
konsumen rasakan secara langsung. Sebagai contoh konsekuensi
fungsional termasuk hasil secara psikis yang langsung dapat
dirasakan konsumen saat mengkonsumsi produk tertentu. 
3)
Pengetahuan mengenai nilai-nilai produk yang dapat memuaskan
keinginan konsumen. Konsumen juga memiliki pengetahuan
tentang pribadi dan nilai simbolis bahwa produk dan merek
membantu mereka merasa puas. Nilai adalah tujuan luas dari
kehidupan manusia. Nilai sering melibatkan pengaruh emosional
dan digabungkan dengan suatu tujuan dan kebutuhan (perasaan
yang kuat dan emosi yang mengiringi kesuksesan). Ada banyak
cara untuk mengklasifikasikan nilai. Satu skema
mengidentifikasikan dua jenis atau tingkat nilai instrumental dan
terminal. Nilai instrumental lebih cenderung ke model/jenis
tindakan, yaitu cara bertingkah laku yang memiliki nilai positif
bagi seseorang (misalnya: bersenang-senang, bertindak
independen, menunjukkan kemampuan untuk dipercaya). Nilai
terminal, dengan kata lain, lebih cenderung ke pernyataan
psikologis yang lebih luas (misalnya: senang, damai, sukses).
Kedua nilai instrumental dan terminal (tujuan dan kebutuhan)
menghadirkan konsekuensi paling pribadi seseorang yang ingin
mereka capai dalam kehidupan.
2.4
Perilaku Konsumen (Consumer Behavior)
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004:8), “Perilaku konsumen
didefinisikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa
yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Perilaku konsumen (consumer behavior) dapat didefinisikan sebagai
kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan
dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya
proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-
  
17
kegiatan tersebut (Swastha,  2011:10), sedangkan menurut Kotler (2012:151)
perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan
organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan menghabiskan barang, jasa,
ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumennya.
Menurut Solomon (2010:31) “consumer behavior is the study of the
processes involved when individuals or group select, purchase, use, or
dispose of products, service, ideas, or experiences to satisfy needs and
desires”. Artinya bahwa studi tentang proses yang terlibat ketika individu
atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau menentukan produk,
layanan, ide, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. 
Menurut Kotler & Keller (2009:16) perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan dan bagaimana barang, jasa, ide atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. 
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu,
kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan
keputusan dengan menciptakan kesadaran dalam mendapatkan, menggunakan
barang-barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.  
Tujuan mempelajari perilaku konsumen adalah untuk mengetahui dan
memahami berbagai aspek yang ada pada konsumen dan akan digunakan
dalam menyusun strategi pemasaran yang sukses. Kotler (2012:161) dengan
jelas menggambarkan bagaimana model perilaku konsumen dapat dipelajari
seperti pada gambar 2.1 berikut:
  
18
Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen
Sumber : Philip Kotler (2012:161)
2.4.1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Kotler & Keller (2009:166-176) faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
1.
Faktor Budaya
a)
Budaya
Budaya merupakan penyebab paling mendasar dari keinginan
dan perilaku seseorang. Ketika tumbuh dalam suatu
masyarakat, seorang anak mempelajari nilai-nilai dasar,
persepsi, keinginan, dan perilaku
dari keluarga dan institusi
penting lainnya. Setiap  kelompok atau masyarakat memiliki
budaya, dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian
sangat beraneka ragam di tiap negara. Kegagalan
menyesuaikan pada perbedaan-perbedaan ini dapat
mengakibatkan pemasaran yang tidak efektif.
b)
Subkebudayaan
Setiap kebudayaan mempunyai subkebudayaan yang lebih
kecil, atau kelompok orang-
orang yang mempunyai system
nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi
kehidupan yang sama. Subkebudayaan meliputi
kewarganegaraan, agama, ras, dan daerah geografis. Banyak
subkebudayaan yang membentuk segmen pasar penting, dan
orang pemasaran seringkali merancang produk dan program
pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
c)
Kelas sosial
Kelas-
kelas sosial adalah bagian-bagian masyarakat yang
relatif permanen dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya
mempunyai nilai-nilai, kepentingan, dan perilaku yang sama.  
2.
Faktor sosial
a)
Kelompok
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok
(group). Kelompok adalah dua orang atau
lebih yang
  
19
berinteraksi untuk mencapai sasaran individu maupun
bersama. Pentingnya pengaruh kelompok, bervariasi untuk
setiap produk dan merknya. Pembelian produk yang dibeli
dan digunakan secara pribadi tidak banyak dipengaruhi oleh
kelompok karena baik produk maupun merknya tidak akan
dikenali oleh orang lain.
b)
Keluarga
Anggota keluarga dapat sangat mempengaruhi perilaku
pembeli. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen
yang paling penting dalam masyarakat. Orang pemasaran
tertarik pada peran dan pengaruh seorang suami, istri,
maupun anak-anak dalam pembelian produk dan jasa yang
berbeda.
c)
Peran dan status
Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat ditetapkan
baik lewat perannya maupun statusnya dalam organisasi
tersebut. Setiap peran membawa status yang mencerminkan
penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Seseorang
sering kali memilih produk yang menunjukkan status mereka
dalam masyarakat.  
3.
Faktor Pribadi
a)
Usia
Usia sangat mempengaruhi perilaku konsumen. Orang
dewasa akan mempunyai perilaku yang berbeda dengan anak-
anak atau bahkan remaja, karena kebutuhan yang mereka
perlukan pun berbeda sesuai dengan tingkat usianya.
b)
Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang
dibelinya. Sebuah perusahaan dapat berspesialisasi
menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan satu
kelompok pekerjaan tertentu.
c)
Situasi ekonomi
Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan
produknya. Seorang pemasar harus peka mengamati tren
  
20
pendapatan, tabungan pribadi, dan tingkat bunga. Jika
indikator- indikator ekonomi menunjukkan datangnya resesi,
orang pemasaran dapat mengambil langkah-langkah untuk
merancang ulang, mereposisi, dan menetapkan kembali harga
produk mereka dengan cepat.
d)
Gaya hidup
Orang- orang yang berasal dari subkebudayaan, kelas sosial,
dan
pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang
cukup berbeda. Gaya hidup adalah pola kehidupan seseorang
seperti yang diperlihatkannya dalam kegiatan, minat, dan
pendapat- pendapatnya.
e)
Kepribadian dan konsep diri
Kepribadian tiap orang yang berbeda mempengaruhi perilaku
membelinya. Kepribadian adalah karakteristik psikologis
unik seseorang yang menghasilkan tanggapan-
tanggapan
yang relatif konsisten dan menetap terhadap lingkungannya.
Kepribadian bisa berguna untuk menganalisis perilaku
konsumen atas suatu produk maupun pilihan merk.
4.
Faktor Psikologis
a)
Motivasi
Motivasi adalah suatu kebutuhan yang secara cukup
dirangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasan atas
kebutuhannya.
b)
Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur,
dan menginterprestasikan informasi suatu gambaran yang
berarti mengenai dunia.
c)
Pembelajaran
Pembelajaran merupakan perubahan pada perilaku individu
yang muncul dari pengalaman. Proses belajar berlangsung
melalui dorongan, rangsangan, petunjuk, tanggapan, dan
penguatan yang saling menguatkan.
d)
Keyakinan dan sikap
  
21
Keyakinan adalah pemikiran deskriptif seseorang mengenai
sesuatu. Sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan
kecenderungan seseorang terhadap suatu objek atau gagasan.  
2.4.2
Minat Pembelian (Purchase Intention)
Menurut jurnal yang berjudul “the effect of store image and
service quality on brand image and purchase intention for private
label brands”, minat pembelian mewakili kemungkinan bahwa
konsumen berencana atau mau untuk membeli sebuah produk atau
jasa di kemudian hari. Peningkatan minat pembelian berarti
peningkatan kemungkinan pembelian (Dodds et al., 1991; Schiffman
dan Kanuk, 2007).
Masih dikutip dari jurnal yang sama, para peneliti juga dapat
menggunakan minat pembelian sebagai sebuah indikator
penting
untuk memperkirakan perilaku konsumen. Saat konsumen memiliki
minat pembelian yang positif, hal ini kan membentuk sebuah
komitmen merek yang positif, yang dapat mendorong konsumen
untuk mengambil sebuah tindakan pembelian (Fishbein dan Ajzen,
1975; Schiffman dan Kanuk, 2007).
Dalam penelitian ini digunakan purchase intention
dengan
indikator pengukuran menurut Jalilvand dan Samiei (2012) yaitu “I
would buy this product/brand rather than any other brands
available”, “I am willing to recommend others to buy this product or
brand”, dan “I intend to purchase this product/ brand in the future
yang
artinya adalah “Keinginan untuk membeli produk atau merek
dibandingkan dengan produk/merek lain yeng tersedia”, “Keinginan
untuk merekomendasikan kepada orang
lain untuk membeli
produk/merek tersebut”, “Bermaksud untuk membeli produk/merek di
kemudian hari”.
2.4.3
Proses Keputusan Pembelian (Purchase Decision Process)
Kotler (2012:166) mengemukakan proses keputusan
pembelian konsumen terdiri dari lima tahap yang dilakukan oleh
seorang konsumen sebelum sampai pada keputusan pembelian dan
  
22
selanjutnya pasca pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa proses
membeli yang dilakukan oleh konsumen dimulai jauh sebelum
tindakan membeli dilakukan serta mempunyai konsekuensi setelah
pembelian tersebut dilakukan.
Perilaku konsumen akan menentukan proses
pengambilan keputusan dalam pembelian mereka, proses tersebut
merupakan sebuah pendekatan penyesuaian masalah yang terdiri dari
lima tahap  yang dilakukan konsumen, kelima tahap tersebut adalah
pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian.     
Gambar 2.2 Proses Keputusan Pembelian
Sumber: Kotler & Amstrong (2010:178)
Menurut Kotler & Amstrong (2010:178) ada lima tahap dalam proses
keputusan pembelian konsumen yaitu:
1)
Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah
atau kebutuhan.  Kebutuhan  tersebut dapat dicetuskan  oleh
rangsangan  internal atau eksternal.
2)
Pencarian informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya, akan terdorong untuk
mencari informasi yang lebih banyak. Tantangan bagi marketer
adalah mengenali sumber informasi yang paling berpengaruh.
  
23
3)
Evaluasi alternatif
Mengevaluasi  berbagai  alternatif  yang  ada  dalam  konteks 
kepercayaan utama  tentang  konsekuensi  yang  relevan  dan 
mengkombinasikan pengetahuan tersebut untuk membuat
keputusan.
4)
Keputusan pembelian
Calon  pembeli  menentukan  apa dan dimana  produk  pilihan 
mereka  akan dibeli. Marketer harus menyediakan jalan paling
mudah bagi calon pembeli untuk mendapatkan produk yang
mereka inginkan. Misalnya, produk sudah disalurkan hingga ke
pengecer-pengecer kecil sekalipun sehingga dapat menjangkau
para calon pelanggan.
5)
Perilaku pasca pembelian
Dalam perilaku pasca pembelian, hanya ada tiga kemungkinan,
yaitu:
a)
Performa produk/jasa sama dengan ekspektasi.
b)
Performa produk/jasa lebih rendah dari ekspektasi.
c)
Performa produk/jasa lebih tinggi dari ekspektasi.
2.5
Penelitian Terdahulu
2.5.1
Kaitan Citra Merek (Brand Image) dengan Minat Pembelian
(Purchase Intention)
LaForge, Ingram, dan Bearden (2004) berpendapat bahwa
pemasar harus benar-benar yakin terhadap ide-ide yang dituangkan
terhadap merek, apa manfaat produknya dan bagaimana pandangan
konsumen terhadap merek mereka. Jika suatu produk sudah memiliki
image
yang baik, maka konsumena kan lebih tertarik untuk membeli
produk tersebut tanpa menimbulkan kecemasan akan kualitas produk
dan segala pemikiran negatif tentang produk tersebut.
Berdasarkan jurnal yang berjudul “the effect of store image
and service quality on brand image and purchase intention for private
label brands”, dapat disimpulkan bahwa citra merek memiliki
keterkaitan terhadap munculnya minat beli bagi konsumen.
  
24
2.5.2
Kaitan Pengetahuan Produk (Product Knowledge) dengan Minat
Pembelian (Purchase Intention)
Lin dan Lin (2007) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan
produk
mempengaruhi minat pembelian konsumen. Secara umum,
konsumen dengan pengetahuan produk yang lebih tinggi memiliki
memori lebih baik, pengakuan, analisis dan kemampuan logika
dibandingkan dengan pengetahuan produk yang lebih rendah,
Akibatnya, mereka yang berpikir bahwa mereka memiliki
pengetahuan produk yang lebih tinggi cenderung mengandalkan
isyarat intrinsik bukan stereotip untuk membuat penilaian terhadap
kualitas produk karena mereka menyadari pentingnya informasi
produk. Menurut Wang dan Hwang (2001) yang dikutip dari Lin dan
Lin (2007), menyimpulkan bahwa konsumen dengan pengetahuan
produk
yang tinggi akan mengevaluasi produk berdasarkan
kualitasnya karena mereka percaya diri dengan pengetahuan produk
mereka. Dengan demikian, mereka akan menjadi sadar akan nilai
produk dan akibatnya mengembangkan minat pembelian. Di sisi lain,
mereka yang memiliki pengetahuan produk yang rendah lebih
mungkin untuk menjadi mudah dipengaruhi isyarat lingkungan.
2.5.3
Kaitan Minat Pembelian (Purchase Intention) dengan Proses
Keputusan Pembelian (Purchase Decision Process)
Menurut Gupta, et.al (2004) dalam Long yi (2009) “since the
observed relationship between intention and purchase is generally
positive and significant”, yang artinya adalah hubungan yang diamati
antara niat dan pembelian umumnya positif dan signifikan. Banyak
penelitian yang menemukan korelasi yang positif antara minat
pembelian dengan perilaku pembelian (Morwitz dan Schmittlein,
1992 dalam Long Yi dan Chen, 2009). 
2.5.4
Kaitan Citra Merek (Brand Image) dengan Proses Keputusan
Pembelian (Purchase Decision Process)
Menurut Shannon, et.al (2009) dalam jurnal “the pivotel role
of brand image in purchase decision”, dapat disimpulkan bahwa citra
  
25
merek
berpengaruh positif dalam menciptakan keputusan pembelian
konsumen.
2.5.5
Kaitan Pengetahuan Produk (Product Knowledge) dengan Proses
Keputusan Pembelian (Purchase Decision Process)
Menurut Lin dan Shuo (2006) dalam penelitian yang berjudul
the influence of the country of origin image, product knowledge and
product involvement on consumer purchase decisions : an empirical
study of insurance and catering services in Taiwan”.
Tujuan
penelitiannya yaitu mengetahui pengaruh country-of-origin image,
product knowledge
dan product involvement
pada keputusan
pembelian. Hasil penelitiannya menunjukkan product knowledge has
a significantly positive impact on the consumer purchase decision
yang berarti pengetahuan produk memiliki dampak yang signifikan
positif pada keputusan pembelian konsumen.
2.6
Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian ini menggambarkan pengaruh variabel
independen yaitu citra merek dan product knowledge terhadap
variabel
intervening yaitu minat pembelian dan dampaknya terhadap variabel
dependen yaitu proses keputusan pembelian. Kerangka pemikiran dari
variabel yang ada dapat digambarkan seperti berikut :
Citra
Merek
Pengetahuan
Produk
Minat
Pembelian
Proses
Keputusan
Pembelian
  
26
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber: Peneliti
2.7
Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu proporsi atau anggapan yang mungkin
benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau
pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan
atau asumsi dari hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena
kemungkinan bisa salah, maka apabila digunakan sebagai dasar pembuatan
keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data hasil
observasi (Supranto,2007, p124). Berdasarkan tujuan penelitian yang ada,
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
a.
Untuk T-1
Ho
:
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara citra merek terhadap
minat pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family
Group.
Ha
:
Ada pengaruh
yang signifikan
antara citra merek terhadap minat
pembelian produk wafer Tango di CV. Analis Family Group.
b.
Untuk T-2
Ho
:
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan produk
terhadap minat pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis
Family Group.
Ha
:
Ada pengaruh
yang signifikan
antara pengetahuan produk
terhadap minat pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis
Family Group.
c.
Untuk T-3
Ho
:
Tidak ada pengaruh
yang signifikan
antara minat pembelian
terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di
CV. Analis Family Group.
Ha
:
Ada pengaruh
yang signifikan
antara minat pembelian terhadap
proses keputusan pembelian pada produk wafer  Tango di CV.
Analis Family Group.
d.
Untuk T-4
  
27
Ho
:
Tidak ada pengaruh yang signifikan antara citra merek terhadap
proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di CV.
Analis Family Group.
Ha
:
Ada pengaruh yang signifikan antara citra merek  terhadap proses
keputusan pembelian produk wafer Tango di CV. Analis Family
Group.
e.
Untuk T-5
Ho
:
Tidak ada pengaruh
yang signifikan
antara pengetahuan produk
terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di
CV. Analis Family Group.
Ha
:
Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan produk
terhadap proses keputusan pembelian pada produk wafer Tango di
CV. Analis Family Group.
f.
Untuk T-6
Ho
:
tidak ada pengaruh yang signifikan antara citra merek,
pengetahuan produk, minat pembelian terhadap proses keputusan
pembelian pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group.
Ha  : 
ada pengaruh yang signifikan antara citra merek, pengetahuan
produk, minat pembelian terhadap proses keputusan pembelian
pada produk wafer Tango di CV. Analis Family Group.
2.8
State of the Art
State of the art
merupakan sekumpulan sumber yang menjelaskan
kaitan atau hubungan dari variabel yang diteliti. Sumber tersebut diperoleh
dari jurnal dan buku. Berikut merupakan state of the art dari penelitian ini:
Tabel 2.1 State of the Art
No.
Nama
Tahun
Judul
Keterangan
1.
Diamantopoulos,
et.al 
2010
The relationship
between country-of-
origin image and brand
image as drivers of
purchase intentions
Berdasarkan hasil
analisis yang telah
dilakukan. Dapat
disimpulkan bahwa
brand image
mempengaruhi
terjadinya minat beli
  
28
bagi konsumen.
2.
Lin dan Lin
2007
The Effect of Brand
Image and Product
Knowledge on Purchase
Intention Moderated by
Price Discount
Berdasarkan hasil
analisis yang telah
dilakukan. Dapat
disimpulkan bahwa citra
merek dan pengetahuan
produk
mempengaruhi
terjadinya minat beli
bagi konsumen.
3.
Shannon, et.al
2009
The Pivotel Role of
Brand Image in
Purchase Decision
Berdasarkan hasil
analisis yang telah
dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa citra
merek
berpengaruh
terhadap proses
keputusan pembelian
bagi konsumen.
4.
Jalilvand dan
Samiei
2012
The Effect of Electronic
Word of Mouth on
Brand Image and
Purchase Intention
Berdasarkan hasil
analisis yang telah
dilakukan. Dapat
disimpulkan bahwa citra
merek 
mempengaruhi
terjadinya minat beli
bagi konsumen.
Sumber : Peneliti