8
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian pustaka
2.1.1 Pengertian pemasaran
Pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi
pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan
menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya ( Kotler dan Armstrong, 2008 ).
Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan pemasaran adalah satu fungsi
organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan
menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan
cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya (Kotler dan Keller,
2009).
Menurut Hasan (2013, p1) pemasaran merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi
bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan stakeholder (pelanggan, karyawan,
dan pemegang saham).
Dari definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah
strategi bisnis perusahaan dan seperangkat proses untuk mengidentifikasikan,
menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan
mengelola hubungan pelanggan yang bertujuan untuk mencapai kepuasan
stakeholder (pelnngan, karyawan, dan pemegang saham) untuk memperoleh laba.
Kotler ( dalam Hurriyati, 2010, p44) mengemukakan bahwa pemasaran
merupakan suatu proses sosial dan manajerial, baik oleh individu atau kelompok,
untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan,
penawaran, dan pertukaran produk yang bernilai dengan pihak lain. Peryataan ini
menunjukan bahwa inti dari pemasaran adalah kegiatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan keinginan pihak yang berkepentingan, melalui pertukarn yang mampu
memberikan kepuasan kepada semua pihak, terutama konsumen sebagai pemakai
dari barang atau jasa yang ditawarkan.
Kotler ( dalam Hurriyati, 2010, p47) mengemukakan definisi bauran
pemasaran (marketing mix) sebagai berikut:marketing mix is the set ofmarketing
tools that firm uses to persue its marketing objective in the target market. Bauran
pemasaran adalah sekumpulan alat pemasaran yang dapat digunakan oleh perusahaan
|
9
untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran.
Zeithamal dan Bitner ( dalam Hurriyati, 2010, p48) mengemukakan definisi
bauran pemasaran sebagai berikut:marketing mix define as the elements an
organizations control that can be used to satisfy or communicate with cutomer. These
elements appear as core desicion variables in any marketing text or marketing
plan. Di dalam ini berarti bauran pemasaran jasa adalah elemen-elemen organisasi
perusahaan yang dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi
dengan konsumn dan akan dipakai utuk memuaskan konsumen.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa marketing mix
merupakan unsur-unsur pemasaran yag saling terkait, dibaurkan, diorganisir, dan
digunakan dengan tepat, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran
yang efektif, sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Zeithmal dan Bitner ( dalam Hurriyati, 2010, p48) mengemukakan konsep
bauran pemasaran tradisional terdiri dari 4P, yaitu product (produk), price (harga),
place (tempat/lokasi) dan promotion (promosi). Sementara itu, untuk pemasaran jasa
diperluas dengan penambahan unsur non-tradisional marketing mix, yaitu people
(orang) physical evidence (fasilitas fisik) dan process ( proses), sehingga menjadi 7
unsur (7P).
2.1.1.2 Konsep Pemasaran
Menurut Kotler dan Armstrong (2008,p11)Konsep pemasaran adalah pencapaian
tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target
pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan dengan lebih baik dari pada
pesaing.
Dalam pemasaran terdapat lima konsep alternatif yang mendasari langkah-langkah
organisasi dalam merancang dan melaksanakan strategi pemasaran mereka :
Konsep produksi
Konsep produksi berpendapat bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia
dan harganya terjangkau. Karena itu manajemen harus berfokus pada peningkatan
efisiensi produksi dan distribusi.
Konsep produk
Konsep produk mengatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
menawarkan kualitas, kinerja, dan fitur inovatif yang terbaik. Berdasarkan konsep ini
strategi pemasaran berfokus pada perbaikan produk yang berkelanjutan
Konsep penjualan
|
![]() 10
Banyak perusahaan mengikuti konsep penjualan, yang menyatakan bahwa konsume
ntidak akan membeli produk perusahaan kecuali jika produk itu dijual dalam skala
penjualan dan usaha promosi yang besar. Konsep ini biasanya dipraktekan pada
barang yang tidak dicari
barang-barang yang tidak terpikir akan dibeli oleh
konsumen dalam keadaan normal, seperti asuransi atau donor darah.
Konsep pemasaran
Konsep pemasaran menyatakan bahwa pencapaian tujuan organisasi tergantung pada
pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan
yang diinginkan dengan lebih baik daripada pesaing. Berdasarkan konsep ini, fokus
dan nilai pelanggan adalah jalan menuju penjualan dan keuntungan.
Konsep pemasaran berwawasan sosial
Konsep pemasaran berwawasan social mempertanyakan apakah konsep pemasaran
murni sudah memperhatikan kemungkinan konflik antara keinginan jangka pendek
konsumen dan kesejahteraan jangka panjang konsumen.
2.1.2 Kualitas produk
2.1.2.1 Pengertian produk
Produk adalah adalah semua hal yang ditawarkan kepada pasar untuk
menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumsi yang dapat memuaskan
suatu keinginan atau kebutuhan (Kotler dan Armstrorng, 2008: 266). Menurut Kotler
dalam Purwaningsi dan Soenhadji (2010), produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau
dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan.
Menurut Aaker dan
Joachimstahler dalam Ferrinadewi (2008,p137), produk meliputi karakteristik
cakupan fungsi produk, atribut produk, kualitas atau nilai-nilai, kegunaan serta
manfaat fungsional.
Konsep produk merupakan bentuk tawaran produsen baik tangible (barang)
maupun intangible (jasa) untuk diperhatian, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen, dengan demikian
konsep dasar produk adalah segala sesuatu yang bernilai dapat ditawarkan ke pasar
untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan (Hasan, 2013: 494). Dari konsep ini ada
tiga aspek penting, yaitu :
Produk : sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan need (kebutuhan)
atau want (keinginan)
|
![]() 11
Produk : barang, jasa, ide, kegiatan, tempat, pengalaman, peristiwa, atau
informasi.
Nilai : manfaat yang diperoleh oleh produk.
2.1.2.2 Sifat produk
Produk memiliki dua sifat yaitu barang dan jasa (Hasan, 2013: 496)
Barang : Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa
dilihat, diraba/disentuh, dirasa, dipergan, isimpan, dipindahkan, dan
perlakuan fisik lainya. Ditinjau dari aspek daya tahannya, terdapat dua
macam barang , yaitu :
o
Barang tidak tahan lama (non-durable goods) adalah barang berwujud
yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali
pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kodisi
normal kurang dari satu tahun. Contohnya adalah sabun, minuman
dan makanan ringan, gula, garam, dan lain-lain.
o
Barang tahan lama (durable goods)
merupakan barang berwujud
yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian ( umur
ekonomisnya untk pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih).
Contohnya lemari es, mobil, komputer, dan lain-lain
Jasa : merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang
ditawarkan untuk
dijual. Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, kurus, hotel, lembaga
pendidikan, dan lain-lain
2.1.2.3 Klasifikasi produk
Menurut Hasan (2013, p497-499) produk diklasifikasikan menjadi dua
kelompok, yaitu :
1.
Barang konsumen
Barang konsumen adalah produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk
dikonsumsi pribadi. Produk konsumen dapat dibedakan menjadi empat jenis
yaitu :
Convenience goods adalah produk barang yang setiap hari
diperulukan dan didistribusikan secara luas, lebih laku dan
mudah
diperoleh misalnya garam, beras, pasta gigi dan seterusnya. Barang
yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering
dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, yang memerluka usaha
|
![]() 12
minimum dalam perbandingan dan pembeliannya. Misalnya rokok,
sabun, pasta gigi, permen, dan sebagainya. Jenis produk ini:
o
Staples goods
adalah barang yang dibeli konsumen secara
reguler atau rutin, misalnya sabun mandi dan pasta gigi.
o
Impulse goods merupakan barag yang dibeli tanpa
perencanaan terlebih dahulu seperti permen, coklat, dan
majalah.
o
Emergency goods adalah barang yang lebih dibeli karena
kebutuhan yang sangat mendesak, misalnya karena musim
hujan maka perlu membeli payung dan jas hujan.
Shopping goods adalah produk barang yang dibei memerlukan
pejajakan infrmasi mengenai kinerja, harga, dan sebagainya. Misalnya
produk elektronik, pakaian, perabot rumah tangga dan lain-lain.
Shopping goods terdiri dari:
o
Homogeneous shopping goods, konsumen menganggap bahwa
kualitas produk sama tetapi harganya berbeda dimana dalam
pembelian konsumen berusaha mencari harga yang termurah
dengan membandingkan harga disuatu toko dengan toko
lainnya.
o
Heterogeneous shopping goods, konsumen menganggap
bahwa karakteristik produk lebih penting dibandingkan
harganya.
Specialty goods adalah produk yang memiliki ciri yang sangat khusus,
dijual-beli hanya pada tempat tertentu saja, misalnya barang-barang
antik dan pakaian khas tertentu.
Unsought goods merupakan barang-barang yang tidak diketahui
konsmen atau kalaupun sudah diketahui belum terpikirkan untuk
membeli karena tingkat pemakaiannya yang sangat jarang. Produk ini
terdiri atas :
o
Regularly unsought products
adalah barang-barang yang
sudah ada dan diketahui konsumen, tetapi tidak terlalu penting
untuk dimiliki sekarang. Misalnya bau nisan dan tanah
kuburan.
|
![]() 13
o
New unsought products adalah produk yang benar-benar baru
sebaga hasil inovasi dan pengembangan produk baru, sehingga
belum diketahui banyak konsumen
2.
Barang industri
Barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan
untuk keperluan selain untuk digunakan secara langsung, juga (1) untuk
diubah, diproduksi menjadi barang lain untuk dijual kembali (2) untuk dijual
kebali tanpa dilakukan transformasi fisik. Barang industri dibedakan menjadi
empat, yaitu :
Materials and parts merupakan barang-barang yang sepenuhnya
masuk kedalam produk jadi, yang terdiri atas :
o
Bahan baku pertanian dan produk-produk kekayaan alam
o
Bahan jadi dan suku cadang component material ( masih perlu
diolah , misalnya benang ditenun menjadi kain) dan
component parts
(seluruhnya masuk kedalam produk jadi
tanpa mengalami perubahan bentuk atau sifat, misalnya ban
dipasang sepenuhnya pada motor )
Capital items
adalah produk tahan ama yang memberi kemudahan
dalam mengembangkan dan mengelola produk jadi. Capital items
terdiri atas:
o
Instalasi untuk bagunan ( pabrik dan kantor), dan peralatan
(generator, komputer, mesin bor, dan sebagainya)
o
Peralatan tambahan dan perkakas pabrik yang bersifat portable
( seperti perkakas tangan, alat pengangkut) dan peralatan
kantor ( mesin ketik, meja kantor), yang digunakan untuk
membantu proses produksi.
Suplies and services
merupakan produk tidak tahan lama dan jasa
yang memberi kemudahan dalam mengemangkan dan mengelola
keseluruhan produk jadi.
o
Supplies perlengkapan operasi ( minyak pelumas, batu bara
pensil) bahan pemeliharan dan reparasi (cat, batu, sapu, dan
sikat pembersih)
o
Business service : jasa pemeliharaan dan reparasi dan jasa
konsultasi bisnis.
|
![]() 14
2.1.2.4 Pengerian kualitas produk
Kualitas produk merupakan kemampuan suatu produk yang bisa dinilai dalam
melaksanakan fungsinya seperti keandalan, ketepatan, daya tahan, estetika dan
kemudahaan dalam penggunaan(Ali;Djoko
dan Listyorini). Pengidentifikasian
atribut-atribut kualitas produk yang menghasilkan kepuasan pelanggan dapat
dilakukan melalui pendekatan pengembangan dimensi kualitas. Gravin dalam
Aritonang (2005), mengemukakan beberapa dimensi kualitas barang, yaitu
1.
Performance, yaitu karakteristi utama beroperasinya produk.
2.
Features, yaitu karakteristik sekunder yang melengkapi dasar produk.
3.
Reliability, yaitu kemungkinan produkgagal atau tidak berfungsi selama satu
periode.
4.
Durability, yaitu jumlah manfaat yang diperoleh dari produksebelum produk
itu secara fisik memburuk atau menjadi tidak terpakai.
5.
Conformance, yaitu seberapa dekat kesesuaian antara disain da operasi
produk sebagai mana spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya atau harapan
pelanggan.
6.
Serviceability, yaitu kecepatan, keramahan, kompetensi, dan kemudahan di
reparasi.
7.
Aesthetics, yaitu unsur penilaian subjektif pribadi mengenai bagaimana suatu
produk terlihat.
8.
Reputation,yaitu citra dan reputasi umum perusahaan
2.1.3 Kualitas jasa
2.1.3.1 Pengertian kualitas
Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (2007, p110) mendefinisikan kualitas
sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. American
Society for Quality
dalam Kotler dan Keller (2009,p180), mendefinisikan mutu
adalah keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuanya untuk memuaskan kebutuhan
yang dinyatakan atau tersirat.
Ada
beberapa definisi kualitas dari beberapa ahli diantaranya (Yamit ,2010:8) :
W.Edwards Deming
: Kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan
keinginan konsumen
Philip B. Crosby
: Kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan
kesesuaian dengan persyaratan
|
![]() 15
Joseph M. Juran : kualitas sebagai kesesuaian dengan spesifikasi
Kualitas
sebagai nilai, kesesuian dengan suatu spesifikasi atau persyaratan tertentu,
atau juga kecocokan manfaat.
Selain itu kualitas dijabarkan sebagai suatu yang memuaskan
konsumen sehingga setiap upaya pengembangan kualitas harus dimulai dari
pemahaman terhadap persepsi dan kebutuhan konsumen (Ali; Djoko;
Listyorini ,2013). Hal
ini berarti kualitas bukan hanya menekankan pada
aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa, tetapi juga menyangkut kualitas
manusia, kualitas proses, dan kualitas lingkungan.
2.1.3.2 Prespektif kualitas
Menurut Garvin (dalam Tjiptono, 2008: p 77) terdapat
lima prespektif
kualitas yang berkembang saat ini , yaitu :
1.
Transcendental approach dalam perspektif ini ,kualitas dipandang
sebagai innate excellence,
yang berarti sesuatu yang secara intuitif bisa
dipahami tetapi nyaris tidak mungkin untuk dikomunikasikan, contohnya
kecantikan atau cinta. Prespektif ini menegaskan bahwa orang hanya bisa
belajar memahami kualitas melalui pengalaman yang di dapat dari
eksposur berulang kali. Dalam konteks organisasi bisnis, prespektif ini
sulit digunakan sebagai dasar manajemen kualitas untuk fungsi
perencanaan, produksi/operasi, dan pelayanan, meskipun demikian
organisasi bisnis bias memanfaatkan sejumlah kriteria transcendental
dalam komunikasi pemasaran, misalnya pesan-pesan iklan seperti
tempat berbelanja yang menyenangkan ( untuk pusat perbelanjaan ),
elegan ( mobil ), kecantikan alami ( kosmetik ), kepribadian yang
menawan ( kursus kepribadian ) dan seterusnya.
2.
Product-based approach dalam perspektif ini mengasusmsikan bahwa
kualitas merupakan suatu karakteristik, komponen atau atribut objektif
yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam hal
kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau
atribut yang dimiliki produk. Semakin banyak atrbut yang dimiliki suatu
produk, semakin berkualitas produk tersebut.
3.
User-based approach, prespektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas bergantung pada orang yang menilainya, sehingga produk yang
|
16
paling memuaskan preferensi yang bersifat subyektif dan demand-
oriented
ini juga menyatakan bahwa setiap pelanggan memiliki
kebutuhan dan keinginan masing-masing yang berbeda satu sama lain,
sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan
maksimum yang dirasakan. Akan tetapi, produk yang dinilai berkualitas
baik oleh individu tertentu belum tentu sama dengan individu lainnya.
4.
Manufacturing-based approach perspektif ini di bersifat supply-based
dan lebih berfokus pada praktik-praktik perekayasaan dan
pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebeagai kesesuaian atau
kecocokan dengan persyaratan. Dalam konteks bisnis dan jasa, kualitas
berdasarkan perspektif ini cendrung bersifat operation-driven. Ancangan
semacam ini menekankan penyesuaian spesifikasi produksi dan operasi
yang disusun secara internal, yang sering kali dipicu oleh keinginan
untuk meningkatkan produktivitas dan menekankan biaya. Jadi, yang
menentukan kualitas adalah standard-standar yang ditetapkan
perusahaan, bukan konsumen yang membeli dan menggunakan
produk/jasa.
5.
Value-based approach perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai
( value ) dan harga ( price ). Dengan mempertimbangkan trade-off antara
kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence,
yakni tingkat kinerja terbaik atau yang sepadan dengan harga yang
dibayarkan. Kualitas dalam perspektif ini mempunyai sifat yang relative,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk
yang paling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah barang atau
jasa yang paling tepat dibeli.
2.1.3.4 Pengertian jasa
Menurut Kotler (dalam Huriyati, 2010, p27) a service is any act or
performance that one party can offer to another that essentially intangible and does
not result in the ownership of anything. Its prduction may or may not be tied to a
physical product. Yang artinya pelayanan adalah setiap tindakan atau kinerja yang
ditawarkan oleh satu pihak lain secara prinsip tidak berwujud dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan, produksi jasa dapat terikat atau tidak
|
17
terikat pada suatu produk fisik. Menurut Zeithmal
dan Bitner (dalam Huriyati,
2010, p28) Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output
selain produk dala pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat yang
bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi
pembeli pertamanya. Pelayanan dapat diartikan sebagai upaya berupa penyediaan
fasilitas maupun sumber daya manusia guna mendukung kegiatan usaha yang
bertujuan untuk memikat dan memuaskan konsumen(Herlambang; Hermani dan
listyiorini, 2013)
2.1.3.5 Karakteristik jasa
Menurut Kotler dalam (dalam Huriyati, 2010, p28-30) jasa memiliki ciri
utama yang memperngaruhi program pemasaran, yaitu :
1.
Tidak berwujud, hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melihat,
mencium, meraba, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka
membelinya.
2.
Tidak terpisahkan, jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu
perusahaan jasa yang menghasilkannya. Jasa diproduksi dan dikonsumsi
pada saat bersamaan.
3.
Bervariasi jasa yang diberikan sering kali berubah-ubah tergantung dari
siapa yang menyajikannya, kapan dan dimana penyajian jasa tersebu
dilakukan
4.
Mudah musnah, jasa tidak dapat disimpan atau musnah sehingga tidak dapat
dijual pada maa yang akan datang.
2.1.3.6 Pengertian Kualitas jasa
Menurut Lewis dan Booms dalam Tjiptono dan Chandra (2007,p121) kualitas jasa
bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta
ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelangan . Sedangkan menurut
Tjiptono (2008,p59) kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan
dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut utuk memenuhi keinginan
pelanggan. Jadi menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik suatu produk atau jasa
dalam penyampaianya kepada pelanggan agar dapat memenuhi keutuhan yang
|
![]() 18
diharapkan.
Menurut Siburian, Lubis dan Nugraha (2013) Pelayanan yang baik merupakan hal
yang penting karena :
Pelayanan yang memuaskan menciptakan loalitas.
Pelayanan yang berkualitas merupakan basis dalam penetapan harga.
Pelayanan yang berkualitas membuka peluang untuk deversifikasi produk
dan harga.
2.1.3.7 Dimensi kualitas jasa
Menurut Zeithmal et all dalam Tjiptono (2007) terdapat 5 dimensi utama kualitas
layanan yang diususun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya , sebagai berikut :
1. Reliabilitas (reliability) ,berkaitan dengan kemampuan perusahaan
untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa
membuat kesalahan
2. Daya tanggap (responsiveness),
berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan semua karyawan untuk membantu para pelanggan dan
merespon permintaan mereka, serta mengimformasikan kapan jasa
akan diberikan dan kemudian memberkikan jasa secara tepat.
3. Jaminan (assurance),
yaitu perilaku para karyawan yang mampu
menumbuhnkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan
,dimana perusahaan menciptakan rasa aman bagi para
pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa par karyawan selalu
bersikap sopan dan mengetahui pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah
pelanggan
4. Empati (empathy) ,
yaitu berarti perusahaan dapat memahami
masalah pelanggan dan bertindak demi kepentingan pelanggan,
serta memberikan perhatian personal kepada pelanggan dan
memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti fisik (tangibles) , berhubungan dengan daya tarik fasilitas fisik
, perlengkapan,dan material yang dugunakan perusahaan, serta
|
![]() 19
penampilan karyawan.
2.1.3.7 Prinsip-prinsip kualitas jasa
Dalam rangka meciptakan gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi
organisasi untuk menyempurnakan kualitas, organisasi tersebut harus mampu
mengimplementasikan enam prinsip utama, dimana prinsip ini sangat bermanfaat
untuk membentu dan mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan
penyemurnaan kualitas secara berkesinambungan, keenam prinsip tersebut menurut
Wolkins dalam Tjiptono(2007,p 137)
Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin dan mengarahkan
organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas .
Pendidikan
Semua karyawan di perusahaan, mulai dari manajemen puncak sampai
karyawan operasional, wajib mendapatkan mengenai kualitas. Aspek-aspek
yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut ada;ah
konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi
kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
Perencanaan strategik
Proses perencanaan strategik harus mencangkup pengukuran dan tujuan
kualitas yang digunakan dalam
mengarahkan perusahaan untuk mencapai
visis dan misinya .
Review proses review merupakan alat yang paling efektif bagi manajemen
untuk merubah perelaku organisasional. Proses ini
menggambarkanmekanisme yang menjamin adanya perhatian terus menerus
terhadap upaya mewujudkansasaran-sasaran kualitas.
Komunikasi : implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi
oleh proses komunikasi organisasi baik dengan karyawan pelanggan
maupub stakeholder lainyanya, (seperti pemasok pemegang
sahampemerinatah ,masy sekitar {
|
![]() 20
Total human reward : reward dan recognition merupakan aspek krusial
dalamimplementasi strategi kualitas setiap karyawan berprestasi perlu diberi
imbalan dan diakui. Dengan ini dapat memotivasi semangat kerja rasa
bangga dan rasa memiliki yang
pada giliran nya berkontribusi pada
peningkatan probabiltasnya.
2.1.4 Kepuasan pelanggan
2.1.4.1 Definisis kepuasan pelanggan
Kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan
harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkanterjadinya
pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut (Purwaningsih dan Soenhadji ,2010)
Dalam buku Fandy Tjiptono (2008, p169) berikut definisi yang berkembang untuk
kepuasan pelanggan :
Perasaan yang timbul setelah mengevaluasi pengalaman pemakaian produk.
(Cadotte, Woodruff & Jenkins, 1987) .
Respon pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan
awal sebelum pembelian dan kinerja actual produk sebagaimana
depersepsikan setelah pemakaian atau mengkonsumsi produk bersangkutan (
Tse & Wilton, 1998).
Evaluasi purnabeli keselurhan yang membandingkan persepsi terhadap
kinerja produk dengan ekspektasi pra-pembelian (Fornell, 1992).
Ukuran kinerja produk total sebuah organisasi dibandingkan serangkaian
keperluan pelanggan (Hill, Brierley & MacDougall).
Tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang ia
presepsikan dibandingkan dengan harapannya ( Kotler, et al.,2004 )
Menurut Juwandi (dalam Fajarianto; Lubis dan Saryadi,2013) faktor pendorong
kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut :
1.
Kualitas produk, pelanggan akan puas kalau setelah membeli dan
menggunakan produk tersebut ternyata kualitas produknya adalah baik.
2.
Harga, untuk pelanggan sensitif, biasanya harga murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena pelanggan akan mendapatkan value of money
|
21
yang tinggi.
3.
Service quality,
kepuasan terhadap kualitas pelayanan pada umumnya sulit
ditiru. Kualitas pelayanan merupakan driver yang mempunyai banyak
dimensi, salah satunya yang populer adalah servqual.
4.
Emotional factor, pelanggan akan merasa puas karena adanya emosional
value yang diberikan oleh brand dari produk tersebut.
5.
Biaya dan kemudahan, pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah,
nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.
2.1.4.2 Konsep kepuasan pelanggan
Menurut Hasan (2013,p93) formulasi untuk meningkatkan kepuasan
pelanggndan loyalita dapat dilakukan dengan cara melakukan pekerjaan pertama kali
dengan benar, kemudian menangani komplai degan efektif. Pendekatan experience
effective (pengalaman efektif) berpandangan bahwa tigkat kepuasan dipengaruhi
perasaan positif dan negatif yang diasosiasikan pelanggan dengan barang atau jasa
tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman kognitif
mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalm proses purna beli
memengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dibeli.
Expectncy disconfirmation theory menunjukan evaluasi pengalaman yang
dirasakan (kinerja) sama baiknya (sesuai) dengan yang diharapkan. Harapan
atas
kinerja dibandingkan degan kinerja aktual produk, ada tiga hal yang mungkin terjadi:
a.
Apabila kualitas lebih rendah dari harapan, yang terjadi adalah
ketidakpuasan emosional (negative disconfirmation)
b.
Apabila kinerja lebih besar dibandingkan harapan, akan terjadi
kepuasan emosional (positive disconirmation)
c.
Apabila kinerja sama dengan harapan, maka yang terjadi adalah
konfirmasi harapan (simple disconfirmation atau non-satisfaction)
Kinerja produk yang rendah, kemungkinan hasilnya bukan ketidakpuasan, pelanggan
merasa kecewa dan tidak melakukan komplain, tetapi sangat mungkin pelanggan
mencari alternatif produk atau penyedia jasa yang lebih baik bila kebutuhannya
mengalami masalah.
|
22
2.1.4.3 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Terdapat beberapa metode yang bias dipergunakan perusahaan untuk mengukur dan
memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler
dalam Tjiptono
(2007,p210) mengidentifikasikan terdapat 4 metode yang dapat digunakan untuk
mengukur kepuasan pelanggan :
1.
Sistem keluhan dan saran :
setiap organisasi/perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu
menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi pelanggan
untuk menyampaikan saran dan kritik mereka. Media yang dapat digunakan
bias berupa kotak saran,saluran telepon bebas pulsa, websites, dll. Informasi-
informasi yang diperoleh dapat memberikan ida-ide baru dan masukan kepada
perusahaan dan memungkinkan perusahaan untuk bereaksi secara tanggap dan
cepat dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul. Metode ini bersifat pasif
karena menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan atau
pendapat sehingga sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan
atau ketidakpuasan pekanggan. Riset menunjukan 25% dari totalpembelian
konsumen diwarnai ketidakpuasan dimana hanya 5% pelanggan yang tidak
puas yang melakukan komplain menggunakan kebanyakan diantaranya
langsung berganti pemasok (Kotler,et al.,2004).
2.
Gosh Shoping (Mystery Shopping) :
Metode ini menggunakan beberapa orang ghost shopper
untuk berperan atau
berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.
Dimana mereka
diminta berinteraksi dengan staff perusahaan dan
berdasarkan pengalaman mereka tersebut, mereka diminta melaporkan
temuan-temuanya mengenai kekuatan dan kelamahan produk perusahaan dan
pesaing. Biasanya para ghost shopper
diminta mengamati secara seksama
dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik
pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
Bilamana memungkinkan sebaiknya manajer perusahaan terjun langsung
menjadi ghost shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawan
berinteraksi dan memperlakukan pelanggan.
3.
Lost costumer analisys :
|
23
metode ini menggunakan cara menghubungi pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang berpindah pemasok untuk mengetahui mengapa hal
tersebut terjadi dan supaya mengambil kebijakan perbaikan. Bukan hanya
exit interview saja yang penting tapi pemantauan customer loss rate juga
penting dimana peninggkatan costumer loss rate menunjukan kegagalan
perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. Kesulitan pada metode ini
adalah mengidentifikasikan dan mengontak mantan pelanggan yang bersedia
memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan.
4.
Survei Kepuasan Pelanggan :
Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan feedback secara
langsung dari pelanggan dan uga memberikan kesan positif bahwa
perushaaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Survey bias
dilakukan melalui pos, telepon, email, websites dan wawancara langsung.
2.1.4.4 Strategi meningkatkan kepuasan pelanggan
1.
Strategi rintangan pengalihan
Berupaya untuk menciptaka rintangan pengalihan supaya pelanggan merasa
enggan, rugi, atau perlu menggunakan biaya yang besar untuk beganti
pemasok. Rintangan pengalihan dapat dilakukan denganbiaya pencarian,
biaya transaksi, biaya belajar, potongan harga khusus bagi pelanggan yang
loyal, dan lain-lain.
2.
Strategi relationship marketing
Strategi transaksi antara pembeli dan penjual dimana hubungan tidak berakhir
setelah penjualan selesai.
3.
Strategi superior customer service
Yaitu dengan menawarkan pelayanan yang lebih baik dengan pesaing.
4.
Strategi jaminan tanpa syarat
Pemberian jaminan untuk meringankan resiko kerugian bagi pelanggan baik
sebelum maupun sesudah pembelian untuk meraih loyalitas pelanggan.
5.
Strategi menangani keluhan
Memastika bahwa produk berkualitas dan benar-benar berfungsi sebagaimana
|
![]() 24
mestinya dan memastikan bahwa pelanggan tidak mengalami masalah dalam
mengonsumsi beberapa jenis roduk, layanan, pengiriman dan sebagainnya.
2.1.5 Niat Pembelian Ulang
Niat (intentions) dapat digambarkan sebagai suatu situasi seseorang sebelum
melakukan suatu tindakan (overt action), yang dapat dijadikan dasar untuk
memprediksi perilaku atau tindakan tersebut.
Beberapa pengertian dari intention (Setyawan dan Ihwan, 2004) adalah
sebagai berikut:
Intention dianggap sebagai sebuah perangkap atau perantara antara faktor-
faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku.
Intention juga mengindikasikan seberapa jauh seorang mempunyai kemauan
untuk mencoba.
Intention menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.
Intention berhubungan dengan perilaku yang terus menerus.
Niat Beli Niat beli menurut Assael ( dalam Len, 2012) merupakan kecenderungan
konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan
dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan
pembelian. Pengertian niat beli menurut Howard (dalam Len, 2012) merupakan
sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu
serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode.
Menurut Durianto (dalam Victor 2012), terdapat tiga indikator niat beli yang
digunakan oleh pelanggan, yaitu :
1. Intensitas pencarian informasi mengenai suatu produk.
2. Keinginan untuk segera membeli atau mencari produk.
3. Memiliki preferensi bahwa produk tertentu inilah yang diinginkan.
Menurut Menurut Qian, Peiji dan Quanfu (2011) Niat
pembelian ulang
(repurchase intention) adalah proses seseorang dalam membeli kembali produk atau
jasa dari
perusahaan yang sama, dan alasan untuk
pembelian kembali
terutama
didasarkan pada pengalaman
masa lalu pembelian. Hellier dalam Evanty dan Evelyn
(2011) pembelian ulang dapat didefinisikan sebagai perilaku pembelian oleh
|
![]() 25
konsumen dalam hal frekuensi pembelian kembali atas produk dan jasa pada
perusahaan yang sama yang sudah pernah dikonsumsi sebelumnya.
Pembelian ulang dapat didefinisikan sebagai suatu frekuensi yang dilakukan
oleh konsumen dalam melakukan pembelian kembali atas barang atau jasa yang
ditawarkan dan pembelian kembali dalam frekuensi yang besar sangat
menguntungkan perusahaan.
Niat Pembelian Ulang (Repurchase intentions) Perilaku niat untuk membeli
atau purchase intention adalah hasil dari proses evaluasi terhadap produk/ merk.
Tahapan terakhir dari pengambilan keputusan secara kompleks termasuk membeli
merk yang diinginkan, mengevaluasi merk tersebut pada saat dikonsumsi dan
menyimpan informasi ini untuk digunakan di masa yang akan datang. Repurchase
Intentions merupakan tindakan konsumen pasca pembelian. Terjadinya kepuasan dan
ketidakpuasan pasca pembelian konsumen terhadap suatu produk akan
mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, maka akan menunjukkan
kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut (Kotler
dalam ida 2011)
Minat pembelian ulang adalah kenginan dan tindakan konsumen untuk
membeli ulang suatu produk, karena adanya kepuasan yang diterima sesuai yang
dinginkan dari suatu produk. Merk yang sudah melekat dalam hati pelanggan akan
menyebabkan pelanggan melanjutkan
pembelian atau pembelian ulang
(Nurhayati
dan Wijaya 2012)
Minat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum
keputusan membeli benar-benar dilaksanakan. Terdapat perbedaan antara pembelian
aktual dan minat pembelian ulang. Bila pembelian aktual adalah pembelian yang
benar-benar dilakukan oleh konsumen, maka minat pembelian ulang adalah niat
untuk melakukan pembelian kembali pada kesempatan mendatang (Kinnear & Taylor
dalam Saidani dan Arifin, 2012)
Minat beli ulang dapat diidentifikasi melalui indikator-
indikator sebagai
berikut ( Ferdinand; Saidani dan Arifin, 2012)
Minat transaksional : yaitu kecenderungan seseorang untuk selalu membeli
ulang produk yang telah dikonsumsinya.
Minat referensial : yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
|
![]() 26
produk yang sudah dibelinya, agar juga dibeli oleh orang lain, dengan
referensi pengalaman konsumsinya.
Minat preferensial : yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang selalu memiliki preferensi utama pada produk
yang telah dikonsumsi.
Preferensi ini hanya dapat diganti bila terjadi sesuatu dengan produk
preferensinya.
Minat eksploratif : minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi
untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang dilanggananinya.
Prilaku pembelian ulang bisa berasal dari kepuasan konsumen atau bisa juga
dipengaruhi oleh upaya pemasaran. Pembelian ulang bisa merupakan hasil dominasi
pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya
alternatif yang tersedia, atau mungkin hasil dari upaya promosi yang berulang, yang
menarik konsumen untuk membeli merek yang sama lagi (Hawkins,2010:200).
Dalam Hawkins (2010:201) ada beberapa kategori umum pembeli untuk
sebuah merek tertentu.
Gambar 2.2 Pelanggan yang berkomitmen
Sumber: Hawkins(2010:201)
Gambar 2.2 Pelanggan Yang Berkomitmen
Sumber : Hawkins(2010:201)
Menurut Margaretha (dalam Prastiwi,2013) Repurchase Intention merupakan
niat pembelian ulang yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan
pembelian ulang. Sedangkan Menurut Swasta dan irawan (dalam Prastiwi,2013)
Total Buyer
Satisfied Buyer
Repeat Purchase
Committed Customer
|
![]() ![]() ![]() ![]() ![]() 27
Kualitas
Pelayanan
menyatakan Pembelian Ulang merupakan pembelian yang pernah dilakukan oleh
pembeli terhadap suatu produk yang sama dan akan membeli lagi untuk kedua atau
ketiga kalinya.Pembelian kembali sebagai suatu kegiatan membeli kembali yang
dilakukan oleh konsumen terhadap suatu produk dengan merek yang sama tanpa
diikuti oleh perasaan yang berarti terhadap produk tersebut (Hawkins, et al dalam
Pastiwi, 2013).
Menurut Cleland dan Bruno (dalam Prastiwi, 2013) Ada dua hal yang
dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian ulang yaitu:
1.
Faktor Harga
2.
Faktor bukan harga, yang terbagi lagi menjadi :
Faktor Produk, yaitu atribut atribut yang terkait langsung pada
produk seperti merek, tahan lama , desain yang menarik,
produk yang bergengsi, dan pilihan produk yang sesuai dengan
kebutuhan.
Faktor Non produk, yaitu meliputi ketersediaan pasokan
produk dan produk yang mudah didapatkan.
2.2 Kerangka pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Sumber : Peneliti
2.2.1 Hubungan antar variabel
2.2.1.1 Hubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen
Kualitas
Peroduk
Kepuasan
konsumen
Niat Pembelin
Ulang
|
28
Bedi (Lee M, Hsiao dan Yang 2012) mengatakan tujuan dari memberikan kualitas
pelayanan yang tinggi adalah untuk mencapi kepuasan konsumen yang tinggi.
Smith dan Swinehart ( Muhammad dan Haliman : 2013)
menunjukkan bahwa ada
hubungan
yang kuat antara kualitas pelayanan dan kepuasan. Ia
juga percaya bahwa
layanan pelanggan merupakan syarat untuk kepuasan pelanggan.
2.1.1.2 Hubungan antara kualitas produk dengan kepuasan konsumen
Kualitas produk yang dirasakan konsumen akan menentukan persepsi konsumen
terhadap kinerja, yang pada gilirannya akan berdampak pada kepuasan konsumen.
Kepuasan konsumen berkaitan erat dengan mutu, mutu mempunyai dampak
langsung pada prestasi produk dan dengan demikian kepuasan konsumen. Kepuasan
konsumen tergantung pada anggapan kinerja produk dalam menyerahkan nilai relatif
terhadap harapan konsumen, bila produk jauh lebih rendah ketimbang harapan
konsumen, konsumen tidak puas. ( Suharyati, Sudharto dan Sendhang 2013).
2.2.1.3 Hubungan antara kepuasan konsumen dengan Niat Pembelian Ulang
Repurchase Intentions
merupakan tindakan konsumen pasca pembelian.
Terjadinya kepuasan dan ketidakpuasan pasca pembelian konsumen terhadap suatu
produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, maka akan
menunjukkan kemungkinan yang
lebih tinggi untuk membeli kembali produk
tersebut (Kotler dalam ida 2011)
2.2.1.4 Hubungan antara kualitas pelayanan dengan Niat Pembelian Ulang
Deng et all (dalam Ahmed et all, 2010)
menemukan bahwa penyediaan kualitas
layanan yang lebih baik merupakan salah satu faktor yang paling penting bagi
kepuasan pelanggan dan meningkatkan loyalitas dan pembelian kembali niat
pelanggan. Temuan yang sama diberikan oleh Chen (dalam Ahmed et all, 2010),
yang menyimpulkan bahwa penyediaan layanan yang lebih baik meningkatkan niat
pelanggan untuk membeli dimasa yang akan datang. Hasil temuan Lai (dalam
Ahmed et all, 2010) menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara
kualitas pelayanan kepuasan pelanggan dan ditawarkan , serta dengan niat pembelian
masa depan pelanggan .
2.2.1.5 Hubungan antar kulitas produk dengan Niat Pembelian Ulang
Dalam penelitian sebelumnya yang berjudul Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan,
Kualitas Produk dan Promosi Penjualan terhadap Minat Beli Ulang ( Studi pada
Konsumen Buket Koffee dan Jazz) oleh Freida Triastuti RJ (2012)menunjukkan
|
![]() 29
adanya pengaruh positif variabel-
variabelKualitas Pelayanan, Kualitas Produk dan
Promosi Penjualan terhadap Minat Beli Ulang. Dengan hasil penelitian bahwa bahwa
kualitas produk memiliki pengaruh yang paling besar, kualitas produk semakin
terjaga dan ditingkatkan maka akan terciptanya minat beli ulang yang tinggi
2.3 Hipotesis
Hipotesis 1
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas Produk (X1)
terhadap kepuasan pelanggan. (Y)
Ha : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas Produk
(X1)
terhadap kepuasan pelanggan.
Hipotesis 2
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan (X2)
terhadapa kepuasan pelanggan (Y)
Ha : ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan
(X2)
terhadap kepuasan pelanggan (Y)
Hipotesis 3
Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas Produk
(X1)
dan kualitas pelayanan (X2) terhadap kepuasan pelanggan (Y)
Ha : ada pengaruh yang signifikan antara kualitas Produk
(X1) dan
kualitas pelayanan (X2) terhadap kepuasan pelanggan (Y)
Hipotesis 4
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas Produk
(X1)
terhadapa niat pembelian ulang (Z)
Ha : ada pengaruh yang signifikan antara kualitas Produk
(X1)
terhadap niat pembelian ulang (Z)
Hipotesis 5
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan
(X2) terhadap niat pembelian ulang (Z)
Ha : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas pelayanan
(X2) terhadap niat pembelian ulang (Z)
Hipotesis 6
Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan konsumen (Y)
terhadap niat pembelian ulang (Z)
Ha : ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan konsumen
(Y)
|
![]() 30
terhadap niat pembelian ulang (Z)
Hipotesis 7
Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kualitas Produk
(X1),kualitas pelayanan (X2) dan kepuasan konsumen(Y) terhadap niat
pembelian ulang (Z)
Ha : ada pengaruh yang signifikan antara kualitas Produk (X1),kualitas
pelayanan (X2) dan kepuasan konsumen (Y) terhadap niat pembelian
ulang (Z)
|