7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1         Landasan Teori
2.1.1   
Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)
2.1.1.1
Pengertian Kecerdasan Buatan
Menurut Rich dan Knight (1991), kecerdasan buatan (AI) merupakan
sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer melakukan hal –
hal
yang pada saat ini dapat dilakukan lebih baik oleh manusia.
Menurut Russell dan Norvig (2010:2), definisi dari kecerdasan buatan
dibagi menjadi 4 kategori yakni: bersikap seperti manusia, berpikir seperti
manusia, berpikir secara rasional dan bersikap secara rasional. 
Untuk kategori pertama yakni bersikap seperti manusia, dilakukan
pendekatan uji Turing, yang diajukan oleh Alan Turing pada tahun 1950.
Pendekatan ini di desain untuk menghasilkan kepuasan operasional. Sebuah
komputer lulus dari pengujian jika penguji manusia, setelah menulis
pertanyaan, tidak dapat membedakan apakah pemberi jawaban merupakan
manusia atau komputer. Dalam kategori ini, komputer harus memiliki
kemampuan untuk: memproses bahasa alami, representasi pengetahuan,
pemberian alasan secara otomatis dan alat pembelajaran.
Untuk kategori kedua yakni berpikir seperti manusia, kita harus
memiliki cara untuk memutuskan bagaimana seorang manusia berpikir
untuk mendesain program yang dapat berpikir sebagai manusia juga. Ada
tiga cara untuk mengetahui bagaimana kerja otak manusia, yaitu: melalui
introspeksi (mencoba menangkap pemikiran kita ketika berjalan), melalui
ekperimen psikologikal (mengamati aksi seseorang), dan melalui bayang –
bayang otak (mengamati kerja otak).
Untuk kategori ketiga yakni berpikir secara rasional, terdapat dua
halangan dari pendekatan ini. Pertama,tidak mudah untuk mendapatkan
pengetahuan yang tidak resmi dan menyatakannya dalam pernyataan resmi
membutuhkan notasi logikal, terutama jika pengetahuan tersebut kurang dari
  
8
100% keyakinannya. Kedua, ada perbedaan besar antara menyelesaikan
masalah secara prinsip dan menyelesaikannya melalui latihan. 
Untuk kategori yang terakhir yakni bersikap secara rasional, semua
keterampilan yang dibutuhkan untuk pengujian Turing juga membuat
seorang agen bersikap secara rasional. Representasi pengetahuan dan
pencarian alasan memungkinkan agen mencapai keputusan yang baik.
Pendekatan agen rasional memberikan dua buah keuntungan dibandingkan
pendekatan yang lainnya. Pertama, lebih umum dibandingkan dengan
pendekatan hukum pikiran karena kesimpulan yang benar hanya salah satu
dari mekanisme lain yang memungkinkan untuk mendapatkan rasionalitas.
Kedua, lebih disetujui dalam pengembangan ilmiah dibandingkan
pendekatan berbasis kebiasaan manusia. 
2.1.1.2 
Sejarah Kecerdasan Buatan
Menurut Russell dan Norvig (2010:16), pekerjaan pertama yang
sekarang dikenal sebagai AI dilakukan oleh Warren McCulloch dan Walter
Pitts pada tahun 1943. Mereka menggambar tiga sumber yakni: pengetahuan
dari dasar psikologi dan fungsi syaraf di otak, analisis resmi dari logika
proposisional sesuai Russel dan Whitehead dan teori komputasi Turing. 
Kemudian Donald Hebb pada tahun 1949 mendemonstrasikan aturan
pembaharuan yang sederhana untuk mengubah kekuatan koneksi antara
syaraf. Aturan ini disebut pembelajaran Hebbian. 
Pada tahun 1950-an para ilmuwan dan peneliti mulai memikirkan
bagaimana caranya agar mesin dapat melakukan pekerjaannya seperti yang
bisa dikerjakan oleh manusia. Alan Turing, seorang matematikawan Inggris
pertama kali mengusulkan adanya tes untuk melihat bisa tidaknya sebuah
mesin dikatakan cerdas. Hasil tes tersebut dikenal dengan pengujian Turing,
dimana si mesin tersebut menyamar seolah –
olah sebagai seseorang di
dalam suatu permainan yang mampu memberikan respon terhadap
serangkaian pertanyaan yang diajukan.
Kecerdasan buatan sendiri dimunculkan oleh seorang professor dari
Massachusetts Institute of Technology yang bernama John McCarthy pada
tahun 1956 pada konferensi Dartmouth yang dihadiri oleh para peneliti AI.
  
9
2.1.2
Computer Vision
2.1.2.1 
Pengertian Computer Vision
Menurut Matthies, Malchow dan Kriz (2001:3), computer vision (atau
image understanding) secara umum didefinisikan sebagai konstruksi dari
eksplisit, deskripsi yang berarti dari struktur dan sifat dari dunia 3 dimensi
dari gambar 2 dimensi. Kerangka konseptual dari pemahaman gambar yang
diterima secara luas berdasarkan konsep Marr dari persepsi visual sebagai
proses komputasional (Marr 1982).
Computer vision merepresentasikan sub bidang dari kecerdasan
buatan dimana bertujuan pada analisis dan interpretasi dari informasi visual.
Pemahaman gambar dianggap sebagai proses, dimulai dari gambar atau
urutan gambar dan menghasilkan dalam sebuah komputer deskripsi dari
adegan.
Masalah dari pemahaman
gambar adalah inti dari usaha untuk
memungkinkan mesin untuk membuat interaksi yang “pintar” dengan
lingkungannya. sensor –
sensor digunakan untuk mendapatkan informasi
dari lingkungan 3 dimensinya dimana dapat terjadi dalam bentuk pidato,
gambar, dan noise yang alamiah.
2.1.2.2 
Sejarah Computer Vision
Menurut Matthies, Malchow dan Kriz (2001:4), ilmu dari computer
vision disampaikan melalui sejumlah pola pikir yang berganti selama empat
decade. Dimulai pada tahun 1950an ketika percobaan pertama dilakukan
untuk menggunakan mesin komputasi yang baru untuk memproses gambar.
Selama periode 1965-1975 visi dianggap secara utama sebagai pengenalan
pola. 
Pendekatan pengenalan pola kemudian mengalami beberapa kesulitan
dasar. Khususnya, masalah membagi –
bagi gambar menjadi potongan
signifikan dimana dapat diklasifikasikan terbukti tidak dapat dipecahkan.
Menjadi pasti bahwa membagi – bagi gambar membutuhkan lebih dari satu
pengukuran dalam sebuah gambar. Akhirnya, menjadi diterima secara
  
10
umum bahwa visi dari mesin membutuhkan pemahaman dari dunia dimana
gambar direpresentasikan.
Demikian, pendekatan untuk menginvestigasi visi dari pemahaman
gambar diperbaiki. Orientasi ulang ini terjadi pada tahun 1970an, ketika
teknik baru dikembangkan dalam kecerdasan buatan untuk sistem pakar
pemrograman, khususnya teknik dari representasi pengentahuan dan
kesimpulan. 
Lebih jauh lagi, teori yang baik dari visi harus menyediakan
antarmuka antara persepsi dan kemampuan kognitif lainnya, seperti
pencarian alasan, perencanaan, pembelajaran dan akting. 
Pada waktu yang sama ada proyek yang meneruskan pendekatan
berbasis pengetahuan. Titik awalnya adalah asumsi yang mengenali objek
termasuk perbandingan dari objek dengan representasi dalam objek dan
adegan dalam sistem pemahaman gambar. Ketika Marr (1982) mencoba
meletakkan perbaikan berbasis data dari objek visual ke dalam praktek,
pendekatan berbasis gambar diusulkan (Tarr dan Buelthoff,1998).
Pendekatan ini tidak membutuhkan perbaikan dalam perhitungan
representasi tiga dimensi. Model berbasis gambar merepresentasikan objek
dengan gambarnya dari titik penglihatan yang spesifik. 
2.1.3   
Pengenalan Pola (Pattern Recognition)
Menurut Polikar(2006:1), pengenalan pola atau pattern recognition
berasal dari kebutuhan mesin untuk mengenali objek secara otomatis, sinyal
atau gambar, atau kebutuhan untuk pengambilan keputusan secara otomatis
berbasis sekumpulan parameter.
Sekumpulan variabel dipercaya membawa informasi berbeda tentang
sebuah objek untuk diidentifikasi yang disebut fitur, yang biasanya berisi
pengukuran atau observasi dari objek tersebut. Sekumpulan dari fitur dari
sebuah objek dengan pertimbangan tertentu,disebut pola atau pattern
Tujuan dari sistem pengenalan pola adalah memperkirakan label yang
berhubungan dengan vektor fitur yang diberikan berdasarkan beberapa
pengetahuan yang didapat sebelumnya melalui pelatihan atau training.
Pelatihan merupakan prosedur dimana sistem pengenalan pola belajar
memetakan hubungan antara vektor fitur dan label yang berhubungan.
  
11
2.1.4   
Sidik Jari
2.1.4.1
Pengertian Sidik Jari
Menurut Komarinski
(2005:3), Fingerprint
atau sidik jari adalah
sebuah biometric yang telah digunakan secara sistematik untuk identifikasi
selama 100 tahun yang telah diukur, diduplikasi dan diperiksa secara
ekstensif, sebuah biometric
yang tidak berubah dan relatif
mudah untuk
diambil.
Pada jari atau ibu jari, ridge-ridge membentuk
tiga buah
pola,
yakni loops, whorls dan arches.
Gambar 2.1 Pola pada ridge. (A) Arch, (B) Left slant loop,  (C) Right slant
loop, (D) Whorl.
(Sumber: Komarinski, 2005:71)
Menurut Barnes
(2010:7), ada cerita yang panjang mengenai tanda
yang multak untuk identitas telah diberitahukan selama bertahun –
tahun
dan dengan cara – cara yang berbeda. Pada sisi telapak dari tangan orang
  
12
dan tapak dari kaki orang adalah fitur
kulit yang terkemuka yang
memisahkan dia (laki – laki) atau dia (perempuan) dari orang – orang lain di
dunia. Fitur ini ada dalam bentuk kulit daerah pergesekan (friction ridge)
dimana meningalkan jejak bentuknya ketika bersentuhan dengan benda.
Jejak dari lipatan jari terakhir dikenal sebagai sidik jari. Menggunakan sidik
jari untuk mengidentifikasi sidik jari telah menjadi umum.
2.1.4.2  Sejarah Sidik Jari
Menurut Xiang-Xin dan Chun-Ge (1988:277), tembikar yang
diperkirakan berumur 6000 tahun ditemukan di tempat akeologi di barat laut
Cina dan ditemukan menghasilkan jejak yang dapat dilihat dengan jelas
daerah gesekan (friction ridge). Cetakan ini diperkirakan sebagai jejak kulit
daerah gesekan (friction ridge) tertua yang ditemukan. Bagaimanapun, tidak
diketahui apakah benda tersebut disimpan secara tidak sengaja atau dengan
maksud spesifik, seperti untuk menciptakan pola dekoratif atau simbol. 
Cina merupakan kebudayaan pertama yang diketahui menggunakan
jejak ridge  sebagai identifikasi. Contoh paling pertama datang dari
dokumentasi Cina yang berjudul “The Volume of Crime Scene Investigation
Burglary”, dari dinasti Qin (221-206 SM). Dokumen tersebut berisi
deskripsi dari bagaimana sidik jari digunakan sebagai bukti. Contoh paling
umum dari penggunaan sidik jari adalah pada cap tanah liat. Setelah
ditemukan kertas oleh orang Cina, penggunaan sidik jari untuk
menandatangani dokumen menjadi umum.
Menurut Ashbaugh (1999:38), sejak abad ke-17 ilmuwan Eropa mulai
mempublikasikan percakapan mereka tentang kulit manusia. Sidik jari
pertama kali dideskripsikan secara terperinci oleh Dr. Nehemiah Grew pada
makalah tahun 1684 berjudul “Philosophical Transactions of the Royal
Society of London”.
Walaupun sidik jari telah dipelajari selama bertahun –
tahun, baru
pada tahun 1788 dikenal keunikan dari sidik jari ini di Eropa. Welker mulai
mencetak tangan kanannya sendiri pada tahun 1856 dan kemudian pada
tahun 1897, sehingga mendapatkan predikat sebagai orang pertama yang
memulai pembelajaran sidik jari secara permanen. Menurut Lambourne
(1984:58-59), kasus pembunuhan Rojas adalah kasus pembunuhan pertama
  
13
yang diselesaikan dengan bukti sidik jari, dan Argentina menjadi negara
perama yang mengandalkan sidik jari sebagai metode individualisasi. 
Menurut Myers (1942:18), bencana pertama Amerika Serikat dimana
individualisasi sidik jari berperan utama ketika USS Squalus tenggelam pada
23 Mei 1939. Kapal selam tersebut tenggelam ke dasar laut dengan
kedalaman 240 kaki. James Herbert Taylor, pempimpin di divisi identifikasi
angkatan laut Amerika Serikat, melakukan operasi identifikasi. Semua
mayat diidentifikasi menggunakan sidik jari.
2.1.5   
Gambar
2.1.5.1 
Pengertian Gambar
Menurut Saphiro dan Stockman (2001:9) , citra analog
adalah citra
2D F(x,y) yang memiliki ketelitian tidak terbatas dalam parameter spasial x
dan y dan ketelitian tidak terbatas pada intensitas tiap titik spasial (x,y).
Citra digital adalah citra 2D I[r,c] yang di representasikan oleh array diskrit
2D dari intensitas sampel, dimana masing –
masing titik direpresentasikan
dengan ketelitian tidak terbatas.
Menurut Jain , Kasturi and Schunk (1995:12) , pixel
adalah sampel
intensitas image yang terkuantisasi ke dalam nilai integer. Sementara image
merupakan array dua dimensi dari pixel pixel tersebut. Image
inilah yang
merupakan input awal dari computer vision.
Menurut Saphiro dan Stockman (2001:30) ada beberapa bentuk citra
digital yang sering digunakan di dalam computer vision:
Binary Image adalah citra digital dengan nilai intensitas antara 1 dan
0.
Grayscale Image
adalah
citra digital monokrom dengan 1 nilai
intensitas setiap pixel.
Multispectral Image adalah vektor 2D yang memiliki vektor nilai pada
setiap pixel. Jika citra berwarna , maka mempunyai 3 vektor elemen. 
Labeled Image adalah citra digital dimana nilai dari pixel-nya
merupakan simbol dari alfabet terbatas.
  
14
Resolusi citra juga menentukan baik atau buruknya suatu citra dapat
diproses, karena resolusi citra menunjukan detail
yang ada pada citra
tersebut. Menurut T,Sutoyo et al (2009) ada dua jenis resolusi yang perlu
diketahui, yaitu: 
1.
Resolusi Spasial 
Resolusi spasial ini merupakan ukuran halus atau kasarnya
pembagian kisi-kisi baris dan kolom pada saat sampling.Resolusi ini
dipakai untuk menentukan jumlah pixel per satuan panjang. Biasanya
satuan resolusi ini adalah dpi (dot per inchi). Resolusi ini sangat
berpengaruh pada detail dan perhitungan gambar. 
2.
Resolusi Kecemerlangan 
Resolusi kecemerlangan (intensity atau
brightness) atau
biasanya disebut dengan kedalaman bit atau kedalaman warna (Bit
Depth) adalah ukuran halus kasarnya pembagian tingkat gradasi warna
saat dilakukan kuantisasi. Bit depth menentukan berapa banyak
informasi warna yang tersedia untuk ditampilkan dalam setiap piksel.
Semakin besar nilainya, semakin bagus kualitas gambar yang
dihasilkan dan tentu ukuran juga semakin besar.
2.1.5.2
Pemrosesan gambar
Dalam melakukan identifikasi sidik jari hal yang paling penting dan
pertama kali harus dilakukan adalah melakukan pemrosesan gambar sidik
jari yang tersedia (tahapan pre-processing). Digital image processing adalah
pemrosesan digital image yang dilakukan menggunakan digital computer.
Ada beberapa jenis image processing, yakni:
1. 
Spatial domain processing
Metode spatial domain adalah suatu metode dengan pendekatan
yang beroperasi langsung pada kumpulan pixel yang menyusun citra
seperti operasi pada pixel
(pixel operations), histogram modelling,
spatial operations, dan transform operations.
2.
Frequency domain processing
Metode frequency domain adalah suatu metode yang didasarkan
pada modifikasi fourier transform pada suatu citra.
  
15
Dalam penelitian
ini, database gambar sidik jari yang akan digunakan
adalah database gambar sidik jari yang didapat dari hasil pemindaian sidik
jari seseorang secara elektronik dan sudah dilakukan beberapa pemrosesan
awal seperti konversi gambar RGB
ke dalam gambar grayscale. Grayscale
image adalah sebuah gambar dengan range nilai antara 0 sampai dengan 1
(hitam dan putih).
Pemrosesan – pemrosesan yang akan dilakukan selanjutnya bertujuan
untuk meningkatkan kualitas gambar agar mempermudah proses identifikasi
sidik jari. Pemrosesan
pemrosesan gambar sidik jari yang ada
menggunakan beberapa metode yang berguna dalam memperjelas maupun
membuat gambar menjadi lebih layak bagi keperluan tahap selanjutnya.
2.1.6   
Pengenalan Sidik Jari (Fingerprint Recognition)
Menurut Garg dan Bansal (2013:31), fingerprint recognition adalah
proses untuk membandingkan sebuah sidik jari dengan sidik jari lainnya
untuk memutuskan apakah jejak dari kedua sidik jari berasal dari jari yang
sama. Proses dari pengenalan ini adalah dengan mencocokan kedua sidik
jari tersebut untuk menentukan kesamaan. Penyocokan ini membutuhkan
pemrosesan sehingga dibuatnya algoritma yang merupakan susunan metode
dari proses-proses yang digunakan untuk identifikasi sidik jari.
Menurut Al-Ani (2013:44), fingerprint recognition adalah salah satu
dari metode yang paling banyak dikenal dan sangat populer untuk masalah
identifikasi perorangan dan keamanan. Ini disebabkan oleh keunikan dari
sidik jari dan kemudahan penggunaannya. Fingerprint recognition atau
fingerprint authentication merujuk kepada metode otomatis untuk
membuktikan kesamaan dari dua sidik jari manusia. Sistem dari fingerprint
recognition adalah sistem biometrik yang paling “matang” dan diterima.
Menurut Bana dan Kaur (2011:13), fingerprint recognition adalah
proses membandingkan sidik jari yang ditanyakan dengan sidik jari yang
ditanyakan dan sudah diketahui dengan sidik jari yang lainnya untuk
memutuskan apakah kedua sidik jari tersebut berasal dari jari atau telapak
  
16
tangan yang sama. Hal tersebut termasuk ke dalam dua sub-domains
yakni
fingerprint verification dan fingerprint identification.
 
2.1.7   
Proses-Proses dalam Fingerprint Recognition
Menurut Bazen
(2002:10), sebuah sistem pengenalan sidik jari
melibatkan beberapa tahap, yakni
2.1.7.1   Acquisition Image
Tahap pertama dalam sistem pengenalan sidik jari adalah pengambilan
gambar sidik jari. Pada zaman dahulu, sidik jari didapatkan dengan
menempelkan jari ke tinta kemudian ditempelkan ke atas kertas. Namun,
pada zaman sekarang banyak sensor yang tersedia untuk mendapatkan
gambar sidik jari. Sensor membuat proses pengambilan gambar sidik jari
lebih mudah karena hanya membutuhkan sentuhan dari sidik jari di atas
sensor dan tidak melibatkan tinta sama sekali. Tetapi tugas identifikasi sidik
jari menjadi lebih kompleks karena gambar yang sederhana memiliki
gambar fitur sidik jari yang lebih kecil.
Kualitas dan karakteristik dari gambar sidik jari sangat bergantung
pada tipe sensor yang digunakan. Karena itu pemilihan sensor berpengaruh
secara langsung pada performa pengenalan sidik jari dan algoritma
pengenalan sidik jari harus beradaptasi untuk sensor tertentu. 
Gambar 2.2 Pemindaian sidik jari
(Sumber Maltoni,Maio, Jain, dan Prabhakar, 2009:59)
  
17
2.1.7.2     Preprocessing
Bazen tidak menjelaskan bahwa tahap pemrosesan sebuah sidik jari.
Ini dikarenakan bagus atau tidaknya sebuah gambar dipengaruhi oleh
sensor. Sedangkan sebuah gambar sidik jari yang berasal dari sensor yang
bagus tidak selalu memberikan hasil yang maksimal sehingga diperlukan
pemrosesan gambar tersebut atau enhancement
Menurut Maltoni,Maio, Jain, dan Prabhakar (2009:131), performa dari
algoritma ekstraksi minutiae
dan teknik pengenalan sidik jari lainnya
sangat bergantung dengan kualitas dari gambar sidik jari input. Sebuah
gambar sidik jari yang ideal harus memiliki ridge dan valley yang bergerak
dengan arah yang konstan. Tetapi dalam kenyataannya, karena kondisi
kulit, sensor noise¸
penekanan sidik jari yang tidak tepat, dan sebagian
besar dari gambar sidik jari memiliki kualitas
yang buruk. Oleh karena itu
dibutuhkan algoritma preprocessing atau enhancement.
Tujuan dari algoritma pemrosesan gambar yakni untuk meningkatkan
kerjernihan dari sktruktur ridges dalam daerah yang dapat diperbaiki dan
menandai daerah yang tidak dapat diperbaiki sebagai daerah yang
memiliki noise yang sangat banyak. Hasil dari algoritma pemrosesan sidik
jari dapat berupa gambar grayscale
atau gambar binary
tergantung pada
algoritmanya.
2.1.7.3   Feature Extraction
Sidik jari memiliki informasi-informasi dalam bentuk struktur garis,
yang disebut ridges dan valleys. Proses ekstraksi fitur adalah proses untuk
mengeluarkan ridges dan valleys pada sidik jari sehingga dapat digunakan
pada tahap selanjutnya. 
Menurut Maltoni,Maio, Jain, dan Prabhakar (2009:143), hampir
semua sistem perbandingan sidik jari berbasis pencocokan minutiae. Banyak
metode yang diajukan membutuhkan gambar dengan tipe grayscale yang
kemudian diubah menjadi gambar binary. Namun ada beberapa peneliti
yang mengajukan ekstraksi fitur yang langsung dilakukan pada gambar
grayscale tanpa melalui proses binarization dan thinning.
  
18
2.1.7.4   Feature Matching
Menurut Maltoni,Maio, Jain, dan Prabhakar (2009:167), sebuah
algoritma pencocokan sidik jari membandingkan dua sidik jari yang
diberikan dan mengembalikan nilai
kecocokan. Hanya sebagian kecil
algoritma pencocokan bekerja langsung pada gambar sidik jari dengan tipe
grayscale. Tetapi sebagian besar membutugkan representasi sidik jari yang
lebih baik yang dihasilkan dari tahap ekstraksi fitur. 
Algoritma ekstraksi fitur dan pencocokan sidik jari biasanya memiliki
kesamaan baik untuk masalah verifikasi dan identifikasi sidik jari. Ini
dikarenakan masalah identifikasi sidik jari dapat diimplementasikan sebagai
eksekusi yang berurutan dari perbandingan satu-satu antara pasangan sidik
jari.
2.1.8   
Metode -  Metode Pemrosesan Gambar 
2.1.8.1
Histogram Equalization
Menurut Putra (2010), kontras suatu citra adalah distribusi piksel
terang dan gelap. Citra grayscale dengan kontras rendah maka akan terlihat
terlalu gelap, terlalu terana atau terlalu abu – abu. Histogram citra dengan
kontras rendah, semua piksel akan terkonsentrasi pada sisi kiri, kanan atau
di tengah. Semua piksel akan terkelompok secara rapat pada suatu sisi
tertentu dan menggunakan sebagian kecil dari semua kemungkinan nilai
piksel.
Menurut Gonzalez dan Woods (2008:142) histogram equalization
adalah teknik untuk menambah intensitas gambar untuk memperbaiki
kontras gambar. Misalnya f adalah gambar yang diberikan dengan
representasi matriks piksel intensitas bertipe integer berjarak dari 0 ke L-1.
L adalah angka dari nilai intensitas yang mungkin, biasanya 256.
Menurut Singh, Mishra, dan Gour (2011) perengangan kontras adalah
suatu metode membuat citra yang mmiliki bagian terang menjadi lebih
terang dan bagian gelap menjadi lebih gelap.
Menurut Frank (2010:45),
histogram equalization menggunakan
pemetaan monotik nonlinear
yang menugaskan kembali nilai intensitas
piksel dari gambar masukan sehingga gambar yang dihasilkan berisi
  
19
distribusi intensitas yang seragam. Kita hanya dapat mendapatkan perkiraan
dari distribusi keseragaman ini untuk gambar digital. Teknik ini biasanya
digunakan dalam perbandingan gambar karena efektif dalam perbaikan
terperinci dan pada koreksi efek nonlinear
diperkenalkan dengan sebuah
digitizer atau sistem yang ditunjukkan. Maksudnya histogram equalization
menyebabkan jarak dinamis dari sebuah gambar untuk ditarik, distribusi
kepadatan dari gambar hasil dibuat rata sehingga kontras dari gambar
diperbaiki. Tetapi histogram equalization dapat menyebabkan masalah
karena kontras ditingkatkan dengan menarik jarak dinamis, noise pada
background secara simultan meningkat dengan equalization dan kualitas
gambar dalam daerah yang mendekati konstan terdegradasi.
Konsep dasar dari histogram equalization adalah dengan men-strectch
histogram, sehingga perbedaan piksel menjadi lebih besar atau dengan kata
lain informasi menjadi lebih kuat sehingga mata dapat menangkap informasi
yang disampaikan. Citra kontras ditentukan oleh rentang dinamis yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara bagian paling terang dan paling
gelap intensitas piksel. Histogram memberikan informasi untuk kontras dan
intensitas keseluruhan distribusi dari suatu gambar.
2.1.8.2
Fourier Transform
Pada awal tahun 1800an, matematikawan asal Prancis Joseph Fourier,
dengan penelitiannya dari masalah pergerakan panas, memperkenalkan
rangkaian Fourier untuk representaasi dari sinyal periodik waktu yang
berkelanjutan. (Shih,2010). Hal ini sejalan dengan pendapat Nixon dan
Aguado (2002:37), fourier transform adalah cara untuk memetakan sinyal
ke dalam komponen frekuensi. Frekuensi diukur dalam satuan hertz (Hz)
nilai dari pengulangan waktu, diukur dalam detik.
Diberikan gambar dari sekumpulan garis vertical, transformasi fourier
akan menunjukkan hanya frekuensi spasial horizontal. Transformasi fourier
dari sebuah gambar dapat didapat secara optikal dengan mentransmisikan
sebuah laser melalui film fotografik dan membentuk gambar menggunakan
  
20
lensa. Transformasi fourier
dari gambar dari film dibentuk dalam depan
lensa.
Terdapat properti –
properti transformasi fourier yang lain seperti
perubahan yang invarians (shift invariance), putaran (rotation), teori
frekuensi (frequency scalling), dan impit-gabungan (superposition
/linearity).
2.1.8.3
Low Pass Filtering dan High Pass Filtering
Menurut Basuki
(2005),
untuk membuang titik-titik atau points yang
berbeda dengan titik
yang lainnya pada ranah frekuensi maka dilakukan
penyaringan atau filtering. Terdapat beberapa macam filtering contohnya
adalah low pass filtering dan high pass filtering.
Low pass filtering merupakan suatu bentuk filter yang mengambil data
berfrekuensi rendah dan membuang data berfrekuensi tinggi. Low pass
filtering digunakan untuk melakukan proses efek blur dan reduksi noise.
High pass filtering merupakan suatu bentuk filter yang mengambil
data dengan frekuensi tinggi dan membuang data dengan frekuensi rendah.
High pass filtering digunakan untuk melakukan proses deteksi tepi.
2.1.8.4
Band Pass Filtering
Menurut Christiano dan Fitzgerald (1999:1), teori dari analisis spectral
dari rangkaian waktu menyediakan dasar yang kuat untuk dugaan bahwa
ada kompenen frekuensi yang berbeda dari data. Keuntungan dari teori ini
adalah tidak dibutuuhkannya komitmen untuk mode statistic tertentu dari
data. Teori tersebut adalah ideal band pass filter
Ideal band pass filter adalah transformasi liner dari data, dimana
meninggalkan komponen utuh dari data dalam sekelompok frekuensi
tertentu dan mengeliminasi komponen lainnya. 
2.1.8.5
Binarisasi (Binarization)
Menurut Manu dan Harish
(2013:32), binarissasi adalah proses yang
mengubah gambar gray berukuran 8-bit menjadi gambar dengan ukuran 1-
  
21
bit dengan nilai 0 untuk ridges dan nilai 1 untuk valleys. Setelah dilakukan
operasi binarisasi, ridges pada sidik jari dipertegas dengan warna hitam dan
valleys pada sidik jari berwarna putih.
Menurut Nisha dan Sunil (2013:709), binarisasi mengubah gambar
dari level 255 menjadi gambar dengan level 2 yang memberikan informasi
yg sama. Greyscale mendenotasikan nilai 255 sebagai background dari
gambar dan valley dari sidik jari.  Greyscale mendenotasikan nilai 0 sebagai
ridge dari sidik jari pada gambar. Biasanya, piksel objek diberikan nilai 1
sedangkan piksel background diberikan nilai 0. (nilai 0 untuk warna hitam
dan nilai 1 untuk warna putih)
2.1.8.6
Region of Interest (ROI)
Menurut Young, Gerbrands, dan Vliet (1998:2), sebuah gambar dapat
dianggap berisi sub-gambar terkadang dirujuk sebagai region-of-interest
(ROI) atau hanya regions. Konsep ini merefleksikan fakta bahwa gambar
sering berisi koleksi
dari masing –
masing objek dimana dapat menjadi
dasar untuk daerah. Dalam sistem pemrosesan gambar yang canggih, harus
bisa mengaplikasikan pemrosesan gambar tertentu untuk daerah yang
dipilih. Demikian, salah satu bagian dari gambar tersebut dapat di proses
untuk menekan pergerakan buram ketika bagian lain mungkin diproses
untuk meningkatkan pembawaan warna.
Untuk sebuah daerah yang diberikan dimana dapat menurut pikiran
sebagai seluruh gambar, kita dapat mendefinisikan probabilitas fungsi
distribusi dari
tingkat kecerahan
dalam daerah tersebut dan probabilitas
fungsi kedalaman dari tingkat kecerahan dalam daerah tersebut.
2.1.8.7
Thinning
Menurut Karne dan Navalgund (2013:1), penipisan gambar (image
thinning) adalah transformasi sinyal yang mengubah gambar digital yang
tebal menjadi gambar digital yang tipis atau mendapatkan bentuk kerangka
tulangnya. Kerangka tulang menunjukkan konektivitas structural dari
komponen utama dari sebuah objek dan lebarnya hanya satu piksel.
  
22
Skelonization mengurangi gambar asli menjadi representasi yang lebih
rapat.
Thinning adalah proses mengeluarkan kerangka tulang dari obejk
dalam gambar digital. Dapat juga didefinisikan sebagai tindakan untuk
mengidentifikasi piksel – piksel yang termasuk ke objek yang penting untuk
mengkomunikasikan bentuk dari objek.
2.1.9   
Ekstraksi Fitur 
2.1.9.1   Pengertian Ekstraksi Fitur 
Menurut Al-Ani (2013:46), proses dari feature extraction bergantung
dngan proses sebelumnya. Proses tersebut merupakan bagian utama dari
keseluruhan sistem dimana itu mengekstraksi karakteristik yang diperlukan
dari sebuah pola sidik jari. Proses ekstraksi fitur dalam sistem fingerprint
recognition adalah proses yang paling sensitif dan terpusat pada iluminasi
dari karakteristik minutiae yang dibutugkan. Hal ini dapat
diimplementasikan melalui deteksi, perbaikan dan ekstraksi minutiae.
Minutiae dalam istilah sidik jari berarti titik dari sidik jari seperti bifurcation
dan ridge endings.
Menurut Nixon & Aguado (2008:183), dalam feature extraction,
umumnya dicari invariance properties
sehingga proses dari ekstraksi tidak
berganti-ganti sesuai dengan kondisi yang dipilih. Ekstraksi fitur dengan
level tinggi menaruh perhatian pada cara menemukan bentuk dari gambar
pada komputer.
Menurut Sudiro dan Yuwono (2012:5), titik minutiae adalah
bermacam perbedaan istilah dari ridge bifurcation, ridge endings, ridge
crossovers dan small ridges. Titik ini, untuk fitur ekstraksi dan penyamaan
otomatis dibatasi menjadi dua tipe dari minutiae: ridge termination/endings
dan ridge bifurcations.
Tipe dari minutiae
juga sangat penting, dan informasi ini menambah
akurasi dari identifikasi sidik jari. Setiap titik minutiae memiliki “tipe” yang
berasosiasi dengannya. Ada dua tipe utama dari minutiae yakni “ridge
skeleton end point” dan sebuah “ridge skeleton bifurcation point” atau titik
terpisah.
  
23
Gambar 2.3 Minutiae point
(Sumber: Garg & Bansal, 2013:31)
2.1.9.2   Metode Ekstraksi Fitur (Crossing Number)
Menurut Sudiro dan Yuwono (2012: 15), setelah tahap pre-
processing, proses dari ekstraksi minutiae dilakukan. Deteksi dari minutiae
bergantung pada nilai piksel (0 dan 1). Dua metode dapat digunakan yakni:
metode pertama melakukan pemrosesan hanya terhadap piksel dengan nilai
1 dan metode kedua didedikasikan untuk piksel dengan nilai 0. Metode
pertama menghitung nilai crossing number pada piksel dengan nilai 1 atau
P=1 dan metode dua melakukan proses yang sama pada piksel dengan nilai
0 atau P=0. 
Selanjutnya, menurut Guide dan Thompson (2006: 3), diadakan proses
membuang minutiae yang palsu. Proses pembuangan minutiae palsu
tersebut menggunakan metode fuzzy rule base. Dalam metode ini dibuat
aturan-aturan yang sesuai. 
  
24
2.1.10    Database Sidik Jari
Setelah melewati proses ekstraksi fitur maka untuk sebuah sidik jari
akan terdapat fitur-fitur yang disebut minutiae. Fitur-fitur tersebut kemudian
disimpan ke dalam database
yang telah tersedia. Hal ini sejalan dengan
pendapat dari Billey dan Tenner (2013:1034) yakni hasil perhitungan
tertentu memiliki representasi atau sidik jari yang resmi dan beberapa
kelompok sidik jari dikumpulkan ke dalam database yang dapat ditelusuri. 
Database sidik jari berisi minutiae sidik jari berupa termination dan
bifurcation. Masing-masing dengan posisi x dan y serta sudut.
  
2.1.11    Pencocokan (Matching)
Menurut Garg dan Bansal (2013:35), setelah proses ektraksi minutiae
untuk kedua gambar sidik jari, maka langkah selanjutnya adalah dengan
mencocokan minutiae. Minutiae
yang didapat kemudian disusun kemudian
dilakukan perhitungan presentase banyaknya minutiae yang sama. 
Pada tahap penyusunan, dua gambar
sidik jari yang akan dicocokan
diambil dan salah satu dari minutiae dari masing-masing gambar dipilih.
Kemudian kesamaan dari dua ridges dihubungkan dengan dua referensi titik
minutiae dihitung menggunakan rumus standar cross-correlation. Jika
kesamaan lebih besar dari pada threshold yang telah ditentukan sebelumnya
maka setiap kumpulan dari minutiae diubah menjadi sistem koordinasi.
2.1.12    False Acceptance Rate, False Rejection Rate dan Equal Error Rate
Menurut Maltoni,Maio, Jain, dan Prabhakar (2009:14), hasil
dari
pencocokan sidik jari biasanya adalah matching score
yang mengukur
kesamaan diantara sekumpulan fitrus yang dikenali dan template yang
dimasukkan. Ketika pencocokan dilakukan dalam metode satu banding satu
maka akan memberikan keputusan berupa cocok atau tidak cocok
bergantung pada nilai perbandingan apakah melewati threshold atau tidak. 
Menurut Nilawati,
Karmilasari,
dan Madenda
(2011:243),
mennyatakan bahwa: 
“Salah satu pengukuran keberhasilan dari suatu sistem biometric
adalah dengan melihat seberapa besar respon sistem tersebut dalam
  
25
menerima atau menolak masukan. Pengukurang sering dilakukan dengan
menggunakan False Acceptance Rate (FAR), False Rejection Rate (FRR),
dan Equal Error Rate (ERR).”
False acceptance yaitu menganggap dua gambar sidik jari berasal dari
sidik jari yang sama padahal bukan. Sedangkan false rejection yaitu
dua
gambar sidik jari dianggap bukan berasal dari sidik jari yang sama padahal
kedua gambar tersebut berasal dari sidik jari yang sama. Gambar di bawah
merupakan contoh grafik false acceptance rate atau (FAR) dan false
rejection rate (FRR).
Gambar 2.4 Grafik FAR dan FRR dari nilai threshold tertentu.
(Sumber Nilawati,Karmilasari,Madenda, 2011:244)
Rumus untuk menghitung nilai FAR adalah
Gambar 2.5 Rumus FAR
Sedangkan rumus untuk menghitung FRR adalah
Gambar 2.6 Rumus FRR
Nilai dari FAR dan FRR akan saling bertemu pada titik tertentu
dikarenakan distribusi nilai yang saling tumpang tindih. Nilai dari FAR dan
  
26
FRR pada titik ini dimana sama untuk keduanya disebut Equal Error Rate
(Syris technology corp, 2004). Nilai Equal Error Rate dari sebuah sistem
dapat digunakan untuk memberikan nilai ukuran threshold yang bekerja
secara bebas. Semakin rendah nilai EER maka kerja sistem semakin baik
karena total nilai error dimana total dari FAR dan FRR dari titik EER
berkurang.
2.2
  Related Works
Pada bagian ini, akan dijelaskan beberapa penelitian yang
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan ini. Penelitian yang
dianalisa merupakan penelitian terbaru. Selain menyebutkan penelitian-
penelitian yang terkait, di bagian ini juga akan dijelaskan mengenai proses
yang dilakukan beserta hasil yang didapat dari masing-masing penelitian
tersebut. 
Penelitian sebelumnya yang dipublikasi
dalam jurnal internasional
berjudul Fingeprint Recognition using Image Segmentation. (Bana &
Davinder Kaur,2011)
Penelitian ini melakukan pembelajaran dan
implementasi dari sistem pengenalan sidik jari berbasis minutiae
yang
sering digunakan dalam algoritma-algoritma sidik jari sekarang ini.
Pendekatan yang digunakan yaitu ekstraksi dari titik minutiae dari gambar
sidik jari dan
melakukan pencocokan sidik jari yang berbasis jumlah dari
pasangan minutiae antara dua sidik jari. 
Kesimpulan dari penelitian ini adalah presentase yang rendah dalam
verifikasi disebabkan oleh algoritma yang kurang kuat dan mudah
dipengaruhi oleh efek-efek lain seperti scalling dan elastic deformations.
Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa tantangan utama dari sistem
pengenalan sidik jari adalah pada tahap preprocessing dari gambar sidik jari
dengan kualitas buruk.
Dua tahun kemudian, terdapat penelitian yang dicantumkan ke dalam
jurnal international dalam bidang inovasi dan aplikasi dari tenik. (Garg &
Bansal, 2013). Penelitian ini terfokus pada pengembangan sistem untuk
mengenali dua sidik jari menggunakan pencocokan minutiae. Pengenalan
sidik jari adalah proses membandingkan sebuah sidik jari dengan sidik jari
lain untuk memutuskan jika jejak-jejak berasal dari sidik jari yang sama.
  
27
Penelitian ini menggunakan sebuah kombinasi dari pemrosesan gambar dan
pemrosesan pada daerah frekuensi untuk membangun minutiae extractor
dan minutiae matcher
Penelitian ini menggunakan beberapa sidik jari untuk dibandingkan.
Algoritma yang dihasilkan dari penelitian ini menguji semua gambar tanpa
pengaturan lain dari database. Contoh, algoritma yang dihasilkan dari
penelitian ini digunakan untuk membandingkan dua sidik jari yang berbeda
dan menghitung persentase kecocokan minutiae. Untuk kedua sidik jari
tersebut kecocokan yang didapat sebesar 34,6154%, dimana ketika
dilakukan pencocokan dengan batas threshold (90%) dapat dikatakan bahwa
kedua sidik jari tersebut cocok atau tidak. Karena persentase kecocokan
yang didapat lebih rendah daripada threshold sehingga dapat dikatakan
bahwa kedua sidik jari tersebut tidak cocok yang berarti benar. 
Masih di tahun yang sama, terdapat penelitian yang bertujuan untuk 
memecahkan masalah dalam proses pengenalan gambar sidik jari dari
database dengan memperkenalkan algoritma pengenalan baru yang berbasis
kombinasi dari fitur minutiae seperti ridge eng, bifurcation dan edges of 3-
branch. Penelitian ini focus pada tiga titik minutiae
(Sharma & Sharma,
2013). Dalam kasus penentuan ridge
penelitian ini menghitung satu
komponen yang terhubung dari gambar biner. Dalam kasus
bifurcation
penelitian ini menghitung garis yang terbagi menjadi cabang yang terbentuk
dalam empat kelakuan yang terhubung. Dalam 3-branch penelitian ini
memilih piksel yang memiliki bentuk 3-branch dalam delapan komponen
terhubung yang berarti satu piksel memiliki piksel diagonal.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah mengurangi kekurangan dari
metode yang tersedia seperti pengenalan berbasis minutiae dan ridges.
Metode yang sudah ditingkatkan ini memberikan hasil yang lebih baik
daripada metode individu.
Tetapi metode yang disarankan sangat
bergantung dengan kualitas dan akurasi dari klasifikasi dan pencocokan
gambar sidik jari yang sama.
Penelitian yang sama di tahun 2013
menggunakan metode yang
mendeskripsikan pola yang berbeda dari sidik jari (arch, whorl, dan loop)
menggunakan orientasi dan algoritma yang meningkatkan ekstraksi dari titik
  
28
minutiae berbasis ridges, dots, dan splitting ridges (Patel & Sharma, 2013).
Algoritma tersebut mencocokan dan membandingkan seluruh sidik jari dan
membuktikan sidik jari yang asli, dan setelah itu mengidentifikasi orang.
Metode ini memberikan hasil 0.00 untuk FNMR dan 0.023 untuk FMR
dimana lebih baik daripada sistem pengenalan sidik jari menggunakan nilai
kecocokan minutiae
Metode penelitian ini memiliki kelebihan karena menggunakan semua
template sidik jari yang disimpan dalam sidik jari. Sistem ini mengekstraksi
maximum minutiae points
dari kerusakan sidik jari. Metode ini jika
dibandingkan dengan metode pencocokan tradisional dapat mengerjakan
kondisi gambar yang
lebih kompleks seperti perubahan arah,
ukuran atau
kualitas citra yang lebih buruk. 
Simpulan dari ketiga penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Simpulan penelitian terkait
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
Fingerprint
Recognition
using Image
Segmentation
(Bana,S. dan
Kaur,D.
2011)
Melakukan
pembelajaran
dan
implementasi
dari sistem
pengenalan sidik
jari berbasis
minutiae
Preprocessing
(histogram
equalization, fast
fourier transform,
binarization, ROI,
thinning), proses
ekstraksi dengan
menggunakan
crossing number,
dan matching.
Dari penelitian ini
didapat rata-rata
nilai pencocokan
yang cocok
sekitar 30 dan
rata-rata
pencocokan yang
tidak cocok
sekitar 25 dari
database yang
dipilih. Nilai FAR
dan FRR sekitar
30-35% sehingga
nilai threshold
dengan nilai
kecocokan sekitar
  
29
28 adalah 65-70%
Fingerprint
Recognition
System using
Minutiae
Estimation
(Garg &
Bnasal,
2013)
Pengembangan
sistem untuk
mengenali dua
sidik jari
menggunakan
pencocokan
minutiae.
Terdapat dua
metode utama
yakni minutiae
extraction dan
minutiae
matching.
Dari algoritma
yang disebutkan
dalam jurnal ini
dilakukan
pengujian semua
gambar tanpa
pengaturan untuk
database.
Misalnya
pencocokan
dilakukan
pencocokan dari
dua sidik jari dan
didapatkan nilai
sebesar
34,6154%.
Kemudian
dibandingkan
dengan nilai
threshold sebesar
90% maka kedua
sidik jari tersebut
tidak sama.
Fingerprint
Recognition
Based on
Ridges,
Bifurcation
and 3-
Branch
Posisiton
Memecahkan
masalah dalam
proses
pengenalan
gambar sidik jari
dari database
dengan
memperkenalkan
Mengambil
gambar query,
menghitung
jumlah
bifurcation pada
gambar query
dan membaca
database sidik
Titik minutiae
dari gambar
query. Metode ini
lebih baik
daripada metode
minutiae dan
ridge-based.
Namun metode
  
30
(Sharma &
Sharma,
2013)
algoritma
pengenalan baru
yang berbasis
kombinasi dari
fitur minutiae.
jari.
ini sangat
dipengaruhi oleh
kualitas gambar
sidik jari.
Fingerprint
Recognition
by Minutiae
Matching
Method for
Evaluating
Accuracy.
(Patel &
Sharma,
2013)
Mencocokan dan
membandingkan
seluruh sidik jari
dan
membuktikan
sidik jari yang 
asli dan setelah
itu
mengidentifikasi
orang.
Mendeskripsikan
pola yang berbeda
dari sidik jari
(arch, whorl, dan
loop)
0.00 untuk FRR
dan 0.023 FAR.
Masih perlu
dikembangkan
lagi untuk akurasi
dan efisiensi.