11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 
Pemasaran
2.1.1 
Pengertian
Pemasaran
Kotler (2001)
mengemukakan
definisi
pemasaran
artinya
bekerja
dengan pasar
sasaran
untuk
mewujudkan
pertukaran
yang potensial
dengan
maksud memuaskan
kebutuhan
dan
keinginan
manusia.
Sehingga
dapat
dikatakan
bahwa keberhasilan
pemasaran
merupakan
kunci kesuksesan
dari
suatu perusahaan.
Menurut
Stanton
(2001)
definisi
pemasaran
adalah
suatu
sistem
keseluruhan
dari kegiatan-kegiatan
bisnis
yang
ditujukan
untuk
merencanakan, menentukan
harga,
mempromosikan
dan
mendistribusikan
barang
atau
jasa
yang memuaskan
kebutuhan
baik
kepada
pembeli
yang
ada maupun pembeli potensial.
Menurut
Maynard
dan Beckman
yang
dikutip
oleh
Alma (2004: p.1)
Marketing
embraces
all
business
activities
involved
in the
flow
of goods
and services from physical production to consumption.
Dari
definisi
tersebut
di
atas,
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
pemasaran adalah
kegiatan
atau
aktivitas
yang
berhubungan
langsung
dengan
pasar
dengan menggabungkan
cara-cara
dan
menerapkan
cara
seperti promosi,
distribusi barang
atau
jasa
serta
menenetukan
harga
untuk
memenuhi
kebutuhan
konsumen sehingga
konsumen
merasa
terpuaskan
dengan
baik sehingga
tujuan
suatu perusahaan
tercapai
yaitu
dengan
memperoleh keuntungan.
2.1.2 
Konsep
Pemasaran
Pemasaran
merupakan
faktor penting
untuk
mencapai
kesuksesan
bagi
perusahaan.  Konsep
pemasaran
tersebut
dibuat
dengan
menggunakan  tiga
faktor dasar
yaitu:
1.
Saluran 
perencanaan 
dan 
kegiatan 
perusahaan 
harus
berorientasi 
  
12
pada konsumen/pasar.
2.
Volume
penjualan
yang
menguntungkan
harus  menjadi
tujuan
perusahaan,
dan bukannya volume untuk kepentingan
volume itu sendiri.
3.
Seluruh kegiatan pemasaran dalam perusahaan harus dikoordinasikan dan
diitegrasikan secara organisasi.
Menurut Swastha dan Irawan (2005), mendefinisikan konsep pemasaran
sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan
konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup
perusahaan.
Tujuan utama konsep pemasaran adalah melayani konsumen dengan
mendapatkan sejumlah laba atau dapat diartikan sebagai perbandingan
antara penghasilan  dengan  biaya  yang  layak.  Berbeda  dengan  konsep 
penjualan yang menitikberatkan pada keinginan perusahaan.
2.1.3  
Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan
dimana strategi pemasaran merupakan suatu cara mencapai tujuan dari
sebuah perusahaan. Hal ini juga didukung oleh pendapat Swastha “Strategi
adalah serangkaian rancangan besar yang menggambarkan bagaimana sebuah
perusahaan harus beroperasi untuk mencapai tujuannya”. Sehingga   dalam  
menjalankan   usaha   kecil khususnya,
diperlukan
adanya pengembangan
melalui strategi pemasarannya. 
Karena 
pada
saat
kondisi 
kritis 
justru 
usaha 
kecil-lah yang  mampu 
memberikan 
pertumbuhan 
terhadap 
pendapatan masyarakat.  
Menurut
Stanton
(2001)
definisi
pemasaran
adalah
suatu
sistem
keseluruhan
dari kegiatan-kegiatan
bisnis
yang
ditujukan
untuk
merencanakan, menentukan
harga,
mempromosikan
dan
mendistribusikan
barang
atau
jasa
yang memuaskan
kebutuhan
baik
kepada
pembeli
yang
ada
maupun
pembeli
potensial.
Berdasarkan definisi
di atas,
proses
pemasaran
dimulai
dari
menemukan
apa
yang diinginkan
oleh
konsumen.
Yang akhirnya pemasaran
memiliki tujuan yaitu:
1.
Konsumen
potensial
mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan
dan perusahaan
dapat
menyediakan
semua
permintaan mereka
atas
  
13
produk yang dihasilkan.
2.
Perusahaan
dapat
menjelaskan
secara
detail
semua
kegiatan
yang
berhubungan
dengan
pemasaran.
Kegiatan
pemasaran
ini meliputi
berbagai
kegiatan,
mulai
dari penjelasan
mengenai
produk,
desain
produk, promosi
produk, pengiklanan
produk, komunikasi
kepada
konsumen,
sampai
pengiriman
produk
agar sampai
ke tangan konsumen
secara cepat.
3.
Mengenal 
dan 
memahami 
konsumen 
sedemikian 
rupa 
sehingga
produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.
Pada umumnya
kegiatan
pemasaran
berkaitan
dengan
koordinasi
beberapa 
kegiatan 
bisnis. 
Strategi 
pemasaran 
ini 
dipengaruhi 
oleh
faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Faktor 
mikro, 
yaitu 
perantara 
pemasaran, 
pemasok, 
pesaing 
dan
masyarakat.
2.
Faktor 
makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik
dan sosial/budaya.
2.1.4 
Macam
dan Jenis Strategi Pemasaran
Macam strategi pemasaran diantaranya:
1.
Strategi kebutuhan Primer.
Strategi-strategi pemasaran untuk merancang kebutuhan primer yaitu:
a.
Menambah jumlah pemakai.
b.
Meningkatkan
jumlah pembeli.
2.
Strategi kebutuhan Selektif.
Yaitu dengan:
a.
Mempertahankan pelanggannya, misal:
1)
Memelihara kepuasan pelanggan;
2)
Menyederhanakan proses pembelian;
3)
Mengurangi daya tarik atau kemungkinan untuk beralih merek.
3.
Menjaring pelanggan (Acquisition Strategy)
a.
Mengambil posisi berhadapan (head to head positioning).
b.
Mengambil posisi berbeda (differentiated positioning).
Secara
lebih
jelas,
strategi
pemasaran
dapat
dibagi
kedalam
empat
  
14
jenis
yaitu:
1.
Merangsang  
kebutuhan  
primer  
dengan  
menambah  
jumlah
pemakai.
2.
Merangsang  
kebutuhan  
primer 
dengan 
memperbesar  
tingkat
pembelian.
3.
Merangsang kebutuhan selektif dengan mempertahankan pelanggan yang
ada.
4.
Merangsang  kebutuhan  selektif  dengan  menjaring  pelanggan baru.
2.2 
Jasa
2.2.1
Pengertian Jasa
Menurut Kotler dan Keller (2006)
mendefinisikan jasa
sebagai aktivitas
atau
manfaat tak berwujud yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak
lain tanpa menyebabkan perpindahan hak kepemilikan.
Menurut Zeithaml dan Bitner (1996) jasa adalah perbuatan proses dan
kinerja.
Jasa adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang bersifat
intangible yang biasanya, tapi tentu berlangsung dalam interaksi antara
pelanggan dengan karyawan jasa/sumber daya fisik atau barang dan/atau
sistem dalam penyedia jasa, yang memberikan solusi atas masalah yang
dialami pelanggan. (Groonroos, 1990)
Menurut Fitzsimmons (2006), jasa adalah waktu yang tahan lama dan
tidak berwujud yang dialami dan dilakukan terhadap pelanggan sebagai
peran produksi.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, jasa dapat diartikan sebagai sesuatu
aktivitas, manfaat, dan kepuasan yang tidak berwujud, melibatkan tindakan
dalam proses pembentukannya, serta ditawarkan dari satu pihak ke pihak lain
tanpa berakibat pada perpindahan hak kepemilikan.
2.2.2 
Karakteristik Jasa
Kotler (2010:269)
menjelaskan terdapat empat karakteristik dari jasa
antara lain sebagai berikut:
  
15
1.
Intangibility, karakteristik dari jasa dimana jasa tidak dapat dilihat,
dirasakan, didengar dan dihirup sebelum dibeli.
2.
Inseparability, karakteristik dari jasa dimana jasa diproduksi dan
dikonsumsi pada saat bersamaan dan tidak dapat dipisahkan dari
penyedianya.
3.
Perishability, karakteristik dari jasa dimana jasa tidak dapat disimpan dan
digunakan  pada waktu yang berbeda.
4.
Variability, Karakteristik dari jasa dimana kualitas dari jasa bergantung
kepada penyedia jasa, waktu, lokasi dan bagaimana jasa tersebut
dikonsumsi.
2.2.3 
Jasa Pelayaran (Shipping Lines Service)
Industri jasa pelayaran (shipping industry)
merupakan usaha industri jasa
Transportasi laut yang memberikan manfaat bagi perpindahan suatu barang,
baik memberikan manfaat secara place utility, maupun memberikan manfaat
time utility.
1.
Place utility, yaitu barang yang disatu tempat kurang bermanfaat
dipindahkan ke tempat yang manfaatnya lebih besar.
2.
Time utility, yaitu barang dari satu tempat yang saat tertentu sudah
diproduksi dan berlebihan dipindahkan ketempat yang pada waktu yang
sama belum diproduksi.
Jenis-jenis jasa pelayaran yang saat ini berlaku terbagi atas:
1.
Berdasarkan bidang kegiatannya, yaitu:
a.
Pelayaran niaga (shipping business, commercial shipping dan
merchant marine),
yaitu usaha pengangkutan barang (khususnya
barang dagangan) atau penumpang, melalui laut, baik yang dilakukan
antar pelabuhan-pelabuhan dalam wilayah
sendiri maupun antar
negara.
b.
Pelayaran non-niaga, yaitu kegiatan pelayaran yang bertujuan bukan
untuk kegiatan perdagangan, yang meliputi pelayaran angkatan
perang, dinas pos, dinas perambuan, penjaga pantai, hidrografi dan
sebagainya.
2.
Berdasarkan routing-nya, yaitu:
  
16
a.
Pelayaran internasional, yaitu kegiatan pelayaran itu berlangsung
dalam perairan internasional yang menghubungkan dua negara atau
lebih. Pelayaran internasional dalam dunia shipping dikenal dengan
sebutan Pelayaran Samudera atau Ocean going shipping
atau
Intern ocean shipping.
b.
Pelayaran nasional, yaitu kegiatan pelayaran berlangsung dalam
batas-batas wilayah teritorial suatu negara atau sering disebut
pelayaran interinsulair.
Potensi dan manfaat pelayaran niaga bagi dunia perdagangan pada
umumnya, khususnya perdagangan internasional, pelayaran niaga memegang
peranan penting dan hampir semua barang ekspor dan impor diangkut dengan
kapal laut. Demikian juga pengangkutan barang dalam volume besar dari satu
daerah ke daerah yang lain dalam satu atau antar negara, lebih banyak
menggunakan jasa fasilitas angkutan laut. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan sebagai berikut:
1.
Kapasitas unit per kapal jauh lebih besar untuk pengangkutan dalam
jumlah besar sekaligus.
2.
Biaya bongkar muatnya lebih efisien dibandingkan melalui darat.
3.
Biaya angkut per unit lebih murah karena pengangkutannya dalam
jumlah banyak.
Pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pelayaran niaga, yaitu:
1.
Pengirim Barang (Shipper),
yaitu orang atau badan hukum yang
mempunyai muatan kapal untuk dikirim dari suatu pelabuhan tertentu
(pelabuhan pemuatan) untuk diangkut ke pelabuhan tujuan.
2.
Pengangkut barang (carrier),
yaitu perusahaan pelayaran yang
melaksanakan pengangkutan barang dari pelabuhan muat untuk diangkut
atau disampaikan ke pelabuhan tujuan dengan kapal.
3.
Penerima barang (consignee),
yaitu orang atau badan hukum kepada
siapa barang kiriman ditujukan.
Pihak-pihak lain yang tidak saling berhubungan hukum atau tidak diatur
oleh undang-undang namun memiliki peranan yang yang sangat penting
dalam dunia pelayaran, yaitu:
1.
Ekspeditur (perusahaan ekspedisi muatan kapal laut, forwarder, dan lain-
lain), adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha mengurus
  
17
dokumen-dokumen dan formalitas yang diperlukan untuk mengirim atau
mengeluarkan barang ke dan dari kapal atau ke dan dari gudang atau
lapangan penumpukan container di pelabuhan.
2.
Perusahaan pergudangan (warehousing) yaitu usaha penyimpanan barang
di dalam gudang pelabuhan, menunggu pemuatan ke atas kapal atau
pengeluaran dari gudang.
3.
Perusahaan bongkar muat (stevedoring)
yaitu usaha pemuatan atau
pembongkaran barang-barang muatan kapal. Sering kali perusahaan
stevedoring bekerja sama dengan perusahaan angkutan pelabuhan melalui
tongkang. Hal ini sering dilakukan apabila waktu menunggu giliran
penambatan terlalu lama atau fasilitas tambat kapal terlalu sedikit.
4.
Lembaga Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder)
adalah
perusahaan yang mengkoordinir angkutan multimoda sehingga
terselenggara angkutan secara terpadu sejak dari door shipper
sampai
dengan door consignee.
2.3 
Harga
2.3.1 
Pengertian Harga
Secara
umum,
harga
adalah
suatu
nilai
tukar
dari
produk
barang
maupun jasa yang dinyatakan
dalam satuan
moneter. Menurut
Lamb, Hair,
dan
Mcdaniel (2001:268)
harga
merupakan
sesuatu
yang diserahkan dalam
pertukaran untuk mendapatkan suatu barang
maupun jasa.
Harga menurut Kotler dan Armstrong (2003:430) adalah sejumlah uang
yang dibayarkan atas barang dan jasa atau jumlah nilai yang konsumen
tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki barang dan jasa
tersebut.
Menurut Tjiptono (2001:151)
harga dapat diartikan sebagai satuan
moneter atau ukuran lainnya (barang dan jasa lainnya), yang ditukarkan agar
memperoleh nilai atas hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau
jasa.
Menurut Chandra
(2002:149)
harga dapat diartikan sebagai sejumlah
uang (satuan moneter) dan atau aspek lainnya (non moneter) yang
mengandung utilitas atau kegunaan tertentu yang diperlukan untuk
  
18
mendapatkan suatu produk.
Dari definisi
diatas
dapat
disimpulkan
berdasarkan
individual harga
adalah nilai nominal (moneter atau non moneter) yang harus ditukarkan oleh
konsumen kepada produsen, untuk mendapatkan barang atau jasa yang dibeli
untuk
memenuhi
kebutuhan
dan keinginan. Sedangkan
bagi
perusahaan
harga
adalah
salah
satu
penentu keberhasilan suatu perusahaan karena
harga
menentukan seberapa
besar keuntungan yang akan diperoleh
perusahaan dari penjualan produknya
baik berupa barang
maupun jasa.
Bagi
konsumen,
harga
memiliki
dua peranan
utama
dalam
proses
pengambilan
keputusan
para
pembeli,
yaitu
peranan
alokasi
dan
peranan
informasi.
2.3.2 
Peranan Harga
Menurut Tjiptono, Chandra, dan
Adriana
(2008:471)
harga memainkan
peranan penting bagi perekonomian secara makro, konsumen, dan
perusahaan.
1.
Bagi perekonomian
Harga produk mempengaruhi tingkat upah, sewa, bunga, dan laba.
Harga merupakan regulator dasar dalam sistem perekonomian, karena
harga berpengaruh terhadap alokasi faktor-faktor produksi seperti
tenaga kerja, modal, dan kewirausahaan. Tingkat upah yang tinggi
menarik tenaga kerja, tingkat bunga yang tinggi menjadi daya tarik dari
investasi modal, dan lain sebagainya. Sebagai alokator sumber daya,
harga menentukan
apa yang akan diproduksi (penawaran) dan siapa
yang akan membeli barang dan jasa yang dihasilkan (permintaan).
2.
Bagi konsumen
Dalam penjualan ritel, ada segmen pembeli yang sangat sensitif
terhadap faktor harga. Sensitif dalam harga dapat diartikan bahwa
konsumen memandang harga adalah pertimbangan utama dalam
melakukan keputusan pembelian. Mayoritas konsumen mengalami hal
tersebut, namun juga ada yang mempertimbangkan faktor lain (seperti
citra merek, lokasi, layanan, nilai (value), dan kualitas). Selain itu
persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa sering kali
  
19
dipengaruhi oleh harga. Dalam beberapa kasus, harga yang
mahal
ditunjang dengan kualitas tinggi, terutama dalam kategori.
3.
Bagi perusahaan
Harga merupakan satu-satunya bauran pemasaran yang
menghasilkan pendapatan. Harga produk adalah determinan utama bagi
permintaan pasar perusahaan. Harga juga mempengaruhi posisi bersaing
dan pangsa pasar perusahaan. Dampaknya, harga berpengaruh pada
pendapatan, dan laba bersih penjualan.
Ketiga peranan harga diatas akan cenderung meningkat apabila
beberapa fenomena pasar terjadi. Menurut Baker (2007, p323), peranan
harga meningkat apabila kondisi-kondisi berikut terjadi :
1.
Produk tersebut pertama kali diterjunkan ke pasaran.
2.
Dikaitkan dengan tujuan perusahaan.
3.
Perusahaan competitor melakukan penurunan harga.
4.
Adanya produk baru yang dihasilkan dari perkembangan teknologi baru
yang mempunyai sifat subtitusi dan lebih efisien dan efektif.
2.3.3 
Metode Penetapan Harga
Pada  dasarnya  metode  penetapan  harga  dapat  dikelompokan  menjadi
empat  kategori  utama,  yaitu  metode  penetapan  harga  berbasis 
permintaan, berbasis
biaya,
berbasis
laba,
dan
berbasis
persaingan.
Dalam
hal ini
perusahaan menggunakan
metode penerapan
harga berbasis
biaya.
2.3.4 
Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya
Aplikasi  metode  penetapan  harga  berbasis  pada  biaya menurut Kotler 
(2002:29-34)  dapat  dilakukan dengan cara Cost-plus pricing dan Target-
return pricing.
1.
Cost-plus pricing
Cost-plus
pricing
ditempuh 
dengan 
cara  menambahkan 
margin
keuntungan
tertentu
di
atas
harga
pokok.
Satu
modifikasi
penerapan
cost-
plus pricing diterapkan
untuk  para
pedagang  besar  atau  para 
pengecer yang dikenal dengan Markup pricing. perbedaan dalam cara ini
  
20
adalah
bahwa
margin
keuntungan
dihitung
berdasarkan
harga
jual
akhir,
bukan atas dasar pada total biaya.
Satu  manfaat  dari
cost-plus pricing adalah kemudahannya dalam
penerapan. 
Selain 
itu, 
cara 
semacam 
ini  juga 
akan 
mendorong
terwujudnya 
stabilitas 
harga  karena  sebagian 
besar 
pesaing 
akan
mencapai pada harga jual yang sama.
2.
Target-Return Pricing
Dalam
target-return
pricing,
perusahaan
menentukan
target
return
di
atas total   biaya   pada   sejulah  
volume 
produksi  
tertentu   dan  
kemudian menentukan  
berapa  
harga  
jual 
yang  
layak  
untuk  
volume
produksi tersebut.
Untuk
menentukan
harga
jual
dengan
cara
seperti ini, perusahaan menggunakan
konsep breakeven.
Tjiptono (2005) metode penetapan harga konvensional dalam bisnis jasa
yaitu:
1.
Cost-based
pricing, yaitu metode penetapan harga berbasis pada
perhitungan biaya-biaya operasional dan finansial.
2.
Competition-based pricing, yaitu strategi ini berfokus pada harga
ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan lain dalam industri sejenis dan
pangsa pasar yang sama.
3.
Demand-based pricing
(value-based pricing), yaitu menetapkan harga
konsisten dengan persepsi pelanggan terhadap nilai.
2.3.5 
Tujuan
Penetapan Harga
Menurut Tjiptono (2005:35) terdapat empat jenis tujuan penetapan harga,
yaitu:
1.
Berorientasi pada laba.
Bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat
menghasilkan laba yang paling tinggi. Ada dua jenis target laba yang
biasa digunakan, yaitu target margin
dan target ROI (Return of
Investment).
2.
Berorientasi pada volume.
Selain tujuan
berorientasi
pada
laba,
ada pula perusahaan
yang
menetapkan
harga
berdasarkan
tujuan
yang
berorientasi
pada volume
  
21
tertentu agar dapat
mencapai target volume yang diinginkan.
3.
Berorientasi pada citra (image)
Citra (image)
suatu
perusahaan
dapat
dibentuk
melalui
strategi
penetapan
harga.
Perusahaan
dapat
menentukan
harga
tinggi untuk
membentuk
atau
mempertahankan
citra
prestisiusnya. Sementara itu
harga rendah digunakan untuk menciptakan nilai tertentu (image
of
value), misalnya dengan memberikan jaminan
bahwa harga yang tertera
adalah yang paling rendah di wilayah tertentu. Pada hakekatnya, tinggi
rendahnya harga bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen
terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.
4.
Stabilisasi harga
Dalam pasar
yang
kosnumennya
sangat sensitif
terhadap
harga,
bila
suatu perusahaan
menurunkan
harganya,
maka
para pesaingya
harus
menurunkan
pula harga
mereka.
Tujuan
stabilisasi
dilakukan
dengan
menetapkan harga
untuk
mempertahankan
hubungan
yang
stabil
antara
harga suatu perusahaan
dan
harga pemimpin
industri.
5.
Tujuan lainnya
Menetapkan harga dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang atau
menghindari campur tangan pemerintah.
Menurut Payne tujuan penetapan harga yaitu:
1.
Survival, tujuannya meningkatkan profit
ketika perusahaan dalam
kondisi pasar yang tidak menguntungkan.
2.
Profit Maximization, penentuan harga bertujuan untuk
memaksimumkan laba dalam periode tertentu.
3.
Sales Maximization, penentuan harga bertujuan membangun market
share dengan melakukan penjualan pada harga awal yang merugikan.
4.
Prestige, penentuan harga bertujuan memposisikan jasa perusahaan
sebagai jasa eksklusif.
5.
ROI, penentuan harga disusun berdasar rencana pencapaian Return on
Investment.
Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat disajikan hipotesis sebagai
berikut:
  
22
Ada enam tahap dalam menyusun kebijakan penetapan harga, Kotler
(2002:550) yaitu:
1.
Perusahaan memilih tujuan penetapan harga.
2.
Perusahaan memperkirakan kurva permintaan, probabilitas kuantitas
yang akan terjual pada tiap kemungkinan harga.
3.
Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagai
level produksi dan pada berbagai level akumulasi pengalaman produk.
4.
Perusahaan menganalisis biaya, harga, dan tawaran pesaing.
5.
Perusahaan menyeleksi metode penetapan harga.
6.
Perusahaan memilih harga akhir.
2.3.6 
Peranan
Harga
Harga memiliki peranan
utama dalam proses pengambilan
keputusan
para pembeli,
yaitu:
1.
Peran alokasi
yaitu
fungsi
dari
harga
dalam
membantu
para pembeli
untuk
memutuskan
cara
memperoleh manfaat
atau
utilitas
tertinggi
yang diharapkan
berdasarkan
daya belinya. Pembeli
membandingkan
harga
dari berbagai
alternative
yang tersedia, 
kemudian 
memutuskan 
alokasi  dana  yang dikehendaki.
2.
Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam “mendidik”
konsumen mengenai faktor-faktor produk seperti kualitas. Hal ini
bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan  untuk 
menilai  faktor  produk  atau manfaatnya secara obyektif.
2.3.7 
Strategi Penerapan Harga
Menurut Tjiptono (2005) strategi penerapan harga jasa adalah sebagai
berikut:
1.
Penetapan harga berdasarkan kepuasan (Satisfaction-Based Pricing).
Tujuan utamanya untuk mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan
pelanggan. Bentuk implementasinya sebagai berikut:
a.
Garansi jasa
(service guarentees): penetapan harga diikuti
  
23
pemberian garansi.
b.
Benefit-driven Pricing: penetapan harga berdasarkan manfaat.
c.
Flare-rate Pricing: penetapan harga berdasarkan biaya aktual.
2.
Relationship pricing
Penetapan harga berdasarkan upaya untuk menarik, mempertahankan,
dan meningkatkan hubungan dengan para konsumen, seperti:
a.
Long-term contracts
Penetapan harga berdasarkan jangka waktu kontrak dengan insentif
harga dan non harga kepada pelanggan agar mereka bersedia
mengikat diri untuk jangka waktu yang lebih lama lagi.
b.
Price bundling
Penetapan harga dengan menjual satu atau lebih jasa dalam satu
paket. Keharusannya adalah harga satu paket harus lebih murah dari
harga satuannya.
c.
Efficiency pricing
Penetapan harga melalui pemahaman, pengelolaan, dan penekanan
biaya. Dampak dari penekanan biaya sendiri akan menghasilkan
output harga yang lebih murah terhadap para pelanggan.
Strategi penetapan harga jasa berdasarkan persepsi pelanggan terhadap
nilai yaitu:
1.
Nilai adalah harga murah.
a.
Discounting, penetapan harga disertai dengan potongan harga.
b.
Odd pricing, penetapan harga ganjil agar menghasilkan persepsi
murah.
c.
Synchro-pricing, pengelolaan harga berdasarkan sifat strategis.
d.
Penetration pricing, penetapan harga murah sebagai percobaan
untuk dijual di pasar yang bertujuan meraba pangsa pasar dan
segmen yang tepat.
2.
Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dari sebuah jasa.
a.
Prestige pricing, penetapan harga mahal untuk kualitas prestisius.
b.
Skimming pricing, penetapan harga mahal dengan dana besar
promosi.
3.
Nilai adalah kualitas yang didapatkan:
a.
Value
pricing, penetapan harga berdasarkan paket kualitas dan
  
24
kuantitas yang didapat.
b.
Market segmentation pricing, penetapan harga berdasarkan segmen
pasar.
4.
Nilai adalah semua yang telah diberikan.
a.
Price framing, mengorganisasikan harga berdasarkan referensi
akurat.
b.
Price bundling, penetapan harga berdasarkan paket.
c.
Complementary pricing, menetapkan harga untuk sifatnya
melengkapi Result-based
pricing
(berdasarkan hasil jasa yang
diperoleh).
2.3.8 
Faktor-faktor yang
mempengaruhi harga
Menurut
Lupiyodadi dan Hamdani (2006:100)
terdapat
faktor-faktor
yang mempengaruhi
harga, diantaranya sebagai berikut:
1.
Elastisitas
permintaan,
dengan
elastisitas
ini,
dapat
diketahui
hubungan antara
harga dengan permintaan
2.
Struktur biaya,
umumnya
terdapat dua jenis
biaya
yang
terdapat 
dalam
struktur biaya yaitu biaya tetap dan biaya variable.
3.
Persaingan, perusahaan harus mengamati pesaing-pesaingnya agar dapat
menentukan harga yang tepat.
4.
Postioning dalam jasa yang ditawarkan.
5.
Sasaran yang ingin dicapai perusahaan.
6.
Siklus hidup jasa.
7.
Sumber daya yang digunakan.
8.
Kondisi ekonomi.
2.3.9
Indikator Harga
Dalam Penelitian ini, Pengukuran
harga diukur dengan
indikator
sebagai
berikut :
1.
Tingkat harga
2.
Daya beli konsumen
3.
Kualitas produk/jasa
  
25
4.
Penilaian konsumen
5.
Manfaat
2.4 
Kualitas Layanan
2.4.1 
Pengertian Layanan
Menurut Kotler (2002:486), pelayanan merupakan setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan dari suatu pihak kepada pihak lain, yang
pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Sedangkan Tjiptono (2002:6) mendefinisikan pelayanan sebagai
aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu kegiatan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan ekspektasi
yang mereka harapkan tanpa memberikan sesuatu yang berwujud.
2.4.2 
Pengertian Kualitas Layanan
Kualitas layanan merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis jasa
maupun non jasa dan sangat berhubungan dengan kepuasan konsumen.
Secara umum, kualitas layanan diukur dalam jangka panjang, dimana
kepuasan konsumen dalam jangka pendek.
2.4.2.1 Definisi kualitas jasa
An attitude formed by a long-term, overall evaluation of a firm’s     
performance. Penilaian terhadap
baik atau buruknya kualitas suatu jasa,
sangat berkaitan dengan rasa puas  ataupun tidak puas dengan pengguna jasa
tersebut. Antara kualitas jasa dan kepuasan berbeda. Ketika kepuasan
membandingkan persepsi konsumen pada apa yang konsumen harapkan
secara normal, kualitas pelayanan membandingkan persepsi pada apa yang
konsumen harapkan dari persahaan yang mengatarkan pelayanan berkualitas
tinggi.
Menurut Deming,
kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan
keinginan kosumen. Crosby mempersepsikan kualitas sebagai nihil cafat,
  
26
kesempurnaan dan kesesuaian terhadap spesifikasi,jika dilihat dari sudut
pandang produsen. Goetsch Davis dalam Yamit (2005:8) membuat kualitas
yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Goetsch
Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek
hasil akhir, yaitu produk dan jasa, tetapi juga menyangkut kualitas manusia,
kualitas lingkungan. Sangatlah  mustahil menghasilkan produk dan jasa yang
berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas.
Menurut Wyckof dalam Arief (2007:118), kualitas jasa adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas jasa sebenarnya
berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta ketepatan
penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan menurut Tjiptono
(2000:59). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan merupakan keunggulan yang dirasakan oleh konsumen dengan apa
yang diterima oleh konsumen setelah melakukan pembelian jasa. Dengan
kata lain ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu
expected service dan perceived service menurut Parasuraman dalam Arief
(2007:118). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service)
sesuai dengan yang diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan maka
kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa
yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan maka kualitas jasa
dipersepsikan buruk. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas jasa
tergantung kepada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan
pelanggannya secara konsisten. 
Menurut Akbar dan Parvez (2009) kualitas layanan akan memepengaruhi
kinerja perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik akan berdampak kepuasan
konsumen yang
lebih baik, loyalitas konsumen dan pertambahan pangsa
pasar melalui pertambahan pelanggan baru.
Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama menurut
Gronroos pada Hutt dan Speh (2004).
  
27
1.
Technical Quality. Yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas
output
(keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman,
technical quality dapat diperinci lagi sebagai berikut:
a.
Search quality, yaitu kualitas yang dapat di evaluasi pelanggan
sebelum membeli, misalnya harga.
b.
Experience quality, yaitu
kualitas yang hanya bisa di evaluasi
pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya,
kualitas operasi jantung
2.
Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara
penyampaian suatu jasa.
3.
Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, daya tarik khusus
suatu perusahaan.
Menurut Wickof pada Tjiptono (2002:59), kualitas pelayanan merupakan
tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen. Tingkat kualitas
pelayanan yang baik dapat diukur dari kemampuan dalam memberikan
pelayanan yang sesuai dengan ekspektasi konsumen.
Menurut
Gronross pada Tjiptono (2005:261) terdapat enam kriteria
kualitas pelanggan yang harus dipersiapkan dengan baik. Kriteria-kriteria
tersebut antara lain :
1.
Profesionalisme dan ketrampilan
Indikasi bahwa pemberi layanan (provider) dan para petugas memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah mereka secara professional.
2.
Sikap dan perilaku
Sikap dan perilaku ditunjukkan agar konsumen merasa bahwa karyawan
menaruh perhatian besar pada mereka dan tertarik dalam berusaha
membantu memecahkan masalah mereka secara spontan dan ramah.
3.
Aksesibilitas dan fleksibilitas
Suatu kondisi saat konsumen merasa bahwa pemberi layanan, lokasi, jam
operasi, dan system
operasionalnya, dirancang dan dioperasikan
sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat mengakses dengan mudah.
4.
Reliabilitas dan kepercayaan
  
28
Kriteria yang mengindikasikan sampai sejauh mana konsumen dapat
mengandalkan pemberi layanan beserta karyawan dan sistemnya dalam
memenuhi atau menepati janji dan melakukan sesuatu sesuai dengan
kepentingan pelanggan dengan sepenuh hati.
5.
Perbaikan
Kriteria yang mengindikasikan kesigapan pemberi layanan dalam
mengambil tindakan untuk mengendalika situasi dan mencari solusi yang
tepat apabila terjadi kesalahan atau sesuatu yang tidak diharapkan.
6.
Reputasi dan kredibilitas
Kriteria yang mengindikasikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan 
pemberi layanan dapat dipercaya dan memberikan nilai/tambahan yang
sepadan dengan biaya yang dikeluarkan yang berdampak pada Brand
Image.
Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat digambarkan hipotesis sebagai
berikut :
Gambaran perbedaan fungsi pemasaran barang dan jasa Arief (2006:173).
Gambar 2.1 Perbedaan Fungsi Pemasaran barang dan Jasa
Sumber: Palmer (2001)
  
29
2.4.2.2 Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Pasuraman, Zeithaml dan Berry (1988) dalam Tjiptono dan
Chandra (2005), ada 5 dimensi yang digunakan dalam menilai kualitas
pelayanan pada industri, yaitu:
1. Reliability
(reliabilitas), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan
apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Responsiveness
(daya tanggap), yaitu respon atau kesigapan karyawan
dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan
tanggap, meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
kecepatankaryawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan
pelanggan.
3. Assurance
(Jaminan), yakni
perilaku karyawan mampu menumbuhkan
kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perysahaan bias
menciptakan rasa aman bagi para pelanggan terhadap perusahaan dan
perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Jaminan
juga berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani.
Dimensi kepastian/jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:
a.
Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan
yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
b.
Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian, dan
sikap para karyawan.
c.
Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan
sebagainya.
4.
Empathy (empati), yaitu perhatian individual yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan
usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan
pelanggannya. Dimensi ini merupakan penggabungan dari dimensi:
a.
Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang
ditawarkan perusahaan.
  
30
b.
Komunikasi, merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh
masukan dari pelanggan.
c.
Pemahaman pada pelanggan, meliputi usaha perusahaan untuk
mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
5.
Tangibles (bukti fisik), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung
dan ruangan front office.
Tabel 2.1 Perbedaan antara Produk dan Kualitas Jasa
No
Kualitas Produk
Kualitas Jasa
1
Dapat secara objektif diukur dan
ditentukan oleh pemanufaktur
Diukur secara subjektif dan acap kali
ditentukan oleh customer
2
Kriteria pengukuran lebih mudah
disusun dan dikendalikan
Criteria
pengukuran lebih sulit
disusun dan seringkali sukar
dikendalikan
3
Standarisasi kualitas dapat
diwujudkan melalui investasi pada
otomatisasi dan teknologi
Kualitas sulit distandarisasikan dan
membutuhkan investasi besar pada
pelatihan sumber daya manusia
4
Lebih mudah mengkomunikasikan
kualitas
Lebih sulit mengkomunikasikan
kualitas
5
Dimungkinkan untuk melakukan
perbaikan pada produk cacat guna
menjamin kualitas
Pemulihan atas jasa yang buruk sulit
dilakukan karena tidak bisa mengganti
“jasa-jasa yang cacat”
6
Produk itu sendiri memproyeksikan
kualitas
Bergantung pada komponen
peripherals
untuk merealisasikan
kualitas
7
Kualitas dimiliki dan dinikmati
(enjoyed)
Kualitas dialami (experience)
Sumber : Fandy Tjiptono 2007
  
31
2.5 
Merek (Brand)
Merek adalah nama yang membedakan antara satu produk atau jasa
perusahaan dengan produk atau jasa perusahaan lainnya. Keberadaan merek
dewasa ini amat vital. Orang membeli sebuah produk umumnya pada merek
yang sudah ia kenal sebelumnya. Merek
yang masih baru tidak akan dilirik
banyak pengguna, kecuali ia menawarkan diferensiasi amat kuat menurut
Chandra (2008:128).
Pada prinsipnya, tujuan penggunaan merek untuk mengidentifikasi
produk atau jasa sebagai hak milik atau kepunyaan organisasi tertentu dan
untuk memfasilitasi diferensiasi suatu produk dari produk-produk
pesaingnya.
Bagi customer, mengutip dari Kapferer, Fandy Tjiptono menjabarkan
mengenai delapan fungsi dan manfaat pokok merek:
1.
Fungsi identifikasi, yakni dapat dikenali, dilihat dan diidentifikasi dengan
jelas dan cepat
2.
Fungsi praktikalitas, yaitu memungkinkan penghematan waktu dan energi
melalui pembelian ulang yang identik dan loyalitas.
3.
Fungsi jaminan atau garansi, yakni menjamin diperolehnya kualitas yang
sama dimanapun dan kapanpun customer membeli produk atau jasa yang
bersangkutan.
4.
Fungsi optimalisasi, yaitu memastikan bahwa customer
membeli produk
terbaik dalam kategorinya atau produk yang memiliki kinerja terbaik
dalam tujuan pembelian tertentu.
5.
Fungsi karakterisasi, yaitu konfirmasi atas citra diri (self
-
image)
customer
atau citra yang ditampilkan pembeli atau customer
kepada
pihak lain.
6.
Fungsi kontinuitas, yakni adanya kepuasan yang didapatkan dari
familiaritas dan intimasi dengan merek yang sudah sejak lama
dikonsumsi customer.
7.
Fungsi hedonistik, yakni kepuasan yang berkaitan dengan daya tarik
merek, logo, maupun komunikasinya.
8.
Fungsi etis, yaitu kepuasan berkenaan dengan perilaku merek yang
bertanggung jawab dalam jalinan relasina dengan masyarakat (misalnya
  
32
ekologi, penyediaan lapangan kerja, dan iklan yang harmonis dengan
lingkungan sekitar dan norma sosial).
Berbeda dengan sebagian besar penawaran produk fisik yang
menggunakan merek dalam berbagai bentuk, penawaran jasa cenderung lebih
terbatas dalam hal penggunaan merek
sebagai basis utama diferensiasi
produk. Yang paling banyak dijumpai adalah proses pemberian merek
(branding) yang lebih berfokus pada citra korporasi penyedia jasa menurut
Tjiptono. (2007:95)
2.5.1 
Brand image (Citra Merek)
Di dalam jurnal (Ogba dan
Tan, 2009)
yang berjudul “Exploring the
impact of brand image on customer loyalty and commitment in China”, citra
merek mewakili “persepsi beralasan atau emosional yang konsumen
hubungkan pada merek-merek tertentu” Low dan Lamb (2000:352).
Sekumpulan kepercayaan yang dipegang konsumen tentang merek tertentu,
berdasarkan atribut-atribut intrinsik dan ekstrinsik dari penawaran pasar
menghasilkan persepsi kualitas dan kepuasan konsumen (Aaker, 1994;
Garcia Rodriguez dan Bargantinos, 2001).
Brand image
ialah apa
yang customer pikir atau rasakan ketika mereka
mendengar atau melihat nama suatu merek atau pada intinya apa yang
customer
telah pelajari tentang merek. Brand
image
disebut juga memori
merek yang skemati, berisi interpretasi pasar sasaran tentang atribut atau
karakteristik produk, manfaat produk, situasi penggunaan dan karakteristik
pemasar menurut Supranto dan Limakrisna (2007:132). Menurut Keller
(2003)
adalah anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang
berpegang pada ingatan konsumen. Sedangkan pengertian brand  image
menurut Kotler dan Armstrong (2001:225) yaitu, seperangkat keyakinan
konsumen mengenai merek tertentu.
Menurut Sitinjak dan Tumpal
(2005)
dalam tulisannya yang berjudul
“Pengaruh Citra Merek dan Sikap Merek Terhadap Ekuitas Merek” dalam
jurnal manajemen merek mengutarakan bahwa, citra merek merupakan
bentuk holistik untuk semua asosiasi merek yang berkaitan dengan merek.
Brand
image
merupakan aspek yang sangat penting dari merek, citra dapat
  
33
didasarkan kepada kenyataan atau fiksi
tergantung bagaimana nasbah
mempersepsikan. Dan untuk mengukur citra merek dapat dikaitkan dengan
dimensi kualitas pelayanan.
Perbedaan antara identitas merek dan citra merek adalah terletak pada apa
yang disebut perception gap, mengutip dari Davis
(2000)
mengutarakan
bahwa citra merek memiliki dua komponen yaitu asosiasi merek dan personal
merek. Asosiasi merek membantu memahami manfaat merek yang diterima
customer
dan personal merek adalah deskripsi dari merek dalam konteks
karakteristik manusia, hal ini
membantu kekuatan dan kelemahan merek.
Mengelola citra merek adalah salah satunya dapat dilakukan melalui
peningkatan kualitas pelayanan sebagai asosiasi pembentuk citra perusahaan
jasa.
Mengutip dari Sutojo, bahwa dimensi dari brand image adalah:
1.
Citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang dibutuhkan
dan diinginkan kelompok sasaran. Contohnya;
perusahaan boleh saja
mempromosikan diri dan produknya, walaupun demikian akhirnya
kelompok sasaran jual-lah yang menentukan apakah citra itu nyata atau
hanya “pesan kosong” belaka.
2.
Manfaat yang ditonjolkan cukup realistis.
Citra perusahaan yang ditonjolkan cukup realistis sehingga mudah
dipercaya. Kelompok sasaran cenderung bersikap sinis atau negatif
terhadap penonjolan citra perusahaan yang tidak realistis.
3.
Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan
Oleh karena manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan segmen-segmen
kelompok sasaran dari perusahaan atau produk beraneka warna, idealnya
perusahaan yang ingin menarik beberapa segmen sekaligus menonjolkan
lebih dari satu jenis citra.
4.
Mudah dimengerti kelompok sasaran
Kelompok sasaran tidak mempunyai banyak waktu untuk memahami arti
berbagai macam citra yang ditonjolkan oleh berbagai macam citra yang
ditonjolkan oleh banyak perusahaan. Oleh karena itu setiap perusahaan
yang ingin menonjolkan citranya wajib berusaha agar citra itu mudah
dipahami kelompok sasaran mereka. Salah satu cara memudahkan
  
34
kelompok sasaran memahami citra yang ditonjolkan, adalah membuat
ilustrasi citra yang ditampilkan sesingkat dan sesederhana mungkin.
5.
Citra adalah sarana, bukan tujuan usaha
Faktor penting lain yang wajib disadari para pengusaha adalah citra
perusahaan atau produk yang mereka bangun adalah sarana untuk
mencapai tujuan usaha, dan bukan tujuan usaha itu sendiri. Tanpa image
yang baik sebuah merek tidak akan bisa mendapat sukses besar. Merek
yang memliki image yang baik dapat dipastikan memiliki basis customer
loyal yang besar. Membangun image
yang baik, membutuhkan waktu,
tenaga, biaya, kesabaran dan komitmen. Image
yang telah dibangun juga
harus dijaga sebab merek yang memiliki image
yang baik akan lebih
mudah memenangkan persaingan.
2.5.2 
Membangun Brand image
Christina Whidya Utami mengatakan bahwa, penguatan secara konsisten
terhadap brand
image
dapat dilakukan melalui program komunikasi                      
ritel dan unsur bauran pemasaran (Utami, 2006:214). Komunikasi pemasaran
(marketing communication), iklan dan promosi mempunyai peran paling
penting dalam pembangunan brand
image. Hal ini disebabkan
karena
kegiatan ini mempunyai target audience
luas, sehingga dalam waktu relatif
singkat pesan yang ingin disampaikan tentang brand
lebih cepat sampai.
Masih menurut Maulana, banyak perusahaan yang belum menyadari bahwa
membangun brand
image dengan komunikasi pemasaran tidak sebatas lewat
iklan dan promosi saja. Ada banyak kegiatan lain yang juga berdampak
besar, contohnya adalah:
1.
Desain kemasan, termasukisi tulisan atau pesan yang disampaikan.
2.
Event, promosi di toko, promosi di tempat umum, dan kegiatan below the
line lainnya.
3.
Iklan tidak langsung yang bersifat public relation.
4.
Coorporate Social Responsibility
(CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial
untuk komunitas yang dilakukan perusahaan.
5.
Customer
Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan
dari customer setelah terjadi transaksi.
  
35
6.
Bagaimana karyawan bekerja di lini depan atau front liners
(apakah itu
bagian penjualan, kasir, resepsionis, dan lain-lain).
Jenis tipe komunikasi diatas adalah kegiatan-kegiatan yang baik
buruknya tergantung dari keinginan perusahaan, semuanya dapat
dikendalikan. Komplikasi justru akan muncul dari kegiatan-kegiatan
komunikasi seputar brand
oleh pihak lain yang tidak bisa dikontrol oleh
perusahaan, misalnya komunikasi oleh customer
secara langsung. Customer
bisa menyebarkan kepada relasinya tentang
berita
yang
kurang
menyenangkan yang mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand
(diwakili oleh banyak hal, termasuk front liners
diperusahaan). Word-of-
mouth communication adalah salah satu jenis komunikasi yang sangat efektif,
dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk.
Jadi, pada dasarnya perlu memperhatikan semua elemen komunikasi
dalam bentuk apapun yang menghubungkan customer
dengan brand
perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidakpuasan customer,
sehingga berita seputar brand
bisa selalu merupakan berita baik. (Utami.
2006, p:214)
2.5.3 
Manfaat Brand Image
Brand
image
yang telah dibentuk oleh perusahaan dan sudah menjadi
persepsi konsumen, akan memberikan manfaat baik perusahaan maupun
konsumen. Ada pun manfaatnya sebagai berikut:
1.
Manfaat bagi perusahaan,
Perusahaan dapat mengembangkan lini produk lainnya dengan
memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap produk
lamanya.
2.
Manfaat bagi konsumen,
Konsumen dengan citra yang positif terhadap merek tertentu, lebih
mungkin untuk melakukan pembelian hingga pembelian ulang secara
terus menerus.
2.5.4 
Elemen-elemen Brand Image
  
36
Menurut Joe Kent Kerby, ada beberapa elemen yang terkandung dalam
brand image suatu produk atau jasa, yaitu:
1.
Ketahanan (tenacity),
Berkaitan dengan kualitas dan citra merek itu sendiri.
2.
Kesesuaian (congruence),
Berkaitan dengan kesesuaian antara citra merek dengan karakteristik
merek.
3.
Keseksamaan (precision),
Menentukan seberapa akurat dan jelasnya citra yang ingin ditampilkan.
4.
Konotasi (conotative),
Merupakan pendapat konsumen dari karakteristik produk atau jasa yang
diterima, konsumen menemukan merek produk yang satu berbeda dengan
merek produk lainnya.
Pembentukan brand image
dalam benak konsumen melalui proses yang
memakan waktu. Dan pembentukannya dipengaruhi oleh: (1) kualitas produk
atau jasa yang dihasilkan; (2) pelayanan yang disediakan; (3) reputasi
perusahaan; (4) kebijaksanaan perusahaan; (5) kegiatan-kegiatan perusahaan
itu sendiri.
2.5.5 
Komponen Pembentuk Brand Image
Komponen pembentuk brand image ada tiga, yaitu:
1.
Citra pembuat (corporate image)
Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan
yang membuat suatu produk dan jasa.
2.
Citra pemakai (user image)
Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai
yang menggunakan barang atau jasa, meliputi pemakai itu sendiri, gaya
hidup atau kepribadian dan status sosial.
3.
Citra produk (product image)
Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu
produk atau jasa, yang meliputi atribut produk atau jasa tersebut, manfaat
bagi konsumen, penggunaannya, serta jaminan.
  
37
Faktor –
faktor pendukung terbentuknya brand
image
dalam
keterkaitannya dengan asosiasi merek (Keller, 2003), yaitu:
1.
Keunggulan asosiasi merek (favorability of brand association)
Salah satu faktor pembentuk brand
image
adalah keunggulan produk,
dimana produk tersebut unggul dalam persaingan.
2.
Kekuatan asosiasi merek (strength of brand association)
Membangun kepopuleran merek dengan strategi komunikasi melalui
periklanan atau media komunikasi lain.
3.
Keunikan asosiasi merek (uniquesness of brand association)
Merupakan keunikan–keunikan yang di miliki oleh produk tersebut.
Keunikan produk atau jasa menurut fungsi, inovasi dan bentuknya
menjadi faktor pembentuk citra merek tersebut.
Dalam penelitian ini indikator brand
image
diambil berdasarkan
pembentukannya yaitu: 
1.
kualitas produk atau jasa yang dihasilkan. 
2.
pelayanan yang disediakan.
3.
reputasi perusahaan.
4.
kebijaksanaan perusahaan.
5.
kegiatan-kegiatan perusahaan itu sendiri.
2.6 
Loyalitas Pelanggan
2.6.1 
Pengertian Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan sangat penting artinya bagi perusahaan yang ingin
menjaga kelangsungan hidup usahanya maupun keberhasilan usahanya.
Menurut Margaretha
(2004:297) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan
merupakan tiket menuju sukses bisnis. Menurut Jennie Siat dalam Mouren
Margareth (2004:298 ) loyalitas konsumen merupakan bentuk tertinggi dari
kepuasan konsumen yang menjadi tujuan dari setiap bisnis. Menurut Fournell
dalam Mouren
Margaretha, (2004:297) loyalitas merupakan fungsi dari
kepuasan pelanggan, rintangan pengalihan dan keluhan pelanggan.
Pelanggan yang puas akan dapat melakukan pembelian ulang pada waku
yang akan datang dan memberitahukan kepada orang lain apa yang
dirasakan. Sedangkan menurut Aaker dalam Mouren Margaretha (2004:297-
  
38
298),  berpendapat  bahwa  loyalitas  sebagai  suatu perilaku  yang
diharapkan  atas  suatu  produk  atau  layanan  yang  antara  lain  meliputi
kemungkinan pembelian lebih lanjut atau perubahan perjanjian layanan, atau
sebaliknya  seberapa  besar  kemungkinan  pelanggan  beralih  kepada  merek 
lain atau penyedia layanan lain.
Karakteristik dari loyalitas konsumen adalah konsumen yang melakukan
pembelian ulang secara teratur atau regular. Didalam dunia bisnis,
diungkapkan oleh Kartajaya (2002) ada 5 tingkatan customer yaitu:
1.
Terorist Customer, yaitu  mereka  yang  seperti  bermusuhan   dengan
perusahaan dan suka mengungkapkan cerita tidak baik tentang
perusahaan.
2.
Transaction customer, yaitu mereka yang berhubungan hanya sebatas
transaksi.
3.
Relationship customer, yaitu mereka yang telah melakukan repeat
buying.
4.
Loyal customer, yaitu mereka yang telah setia kepada perusahaan.
5.
Advocation customer, yaitu pelanggan istimewa, excellent.
2.6.2 
Karakteristik
Loyalitas Konsumen
Pelanggan
yang
loyal
merupakan
aset
bagi
perusahaan, hal
ini
dapat
dilihat
dari karaktersitik
yang
dimilikinya,
sebagaimana
diungkapkan
oleh
Griffin (2005:31),
pelanggan
yang
loyal
memiliki
karakteristik
sebagai
berikut:
1.
Melakukan
pembelian secara teratur atau pembelian ulang, adalah
pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk dan jasa
sebanyak dua kali atau lebih.
2.
Membeli diluar lini produk atau jasa (pembelian antar lini produk),
adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka
butuhkan Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis
pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama serta membuat mereka
tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
3.
Merekomendasikan
produk
atau jasa yang
ditawarkan
dan yang mereka
butuhkan,
serta
melakukan
pembelian
secara
teratur. Selain
itu mereka
  
39
mendorong
orang
lain agar
membeli
barang
atau jasa perusahaan
tersebut.
Secara
tidak
langsung,
mereka
telah melakukan
pemasaran
untuk perusahaan
dan
membawa
konsumen kepada perusahaan.
4.
Menunjukan kekebalan dari daya tarik produk atau jasa sejenis, atau
dengan kata  lain  tidak  mudah  terpengaruh   oleh  tarikan pesaing.
Salah
satu reaksi
pelanggan
apabila
merasa
puas
adalah
dengan
tetap
setia akan produk
atau jasa tersebut.
Menurut
Lupiyoadi
(2006:161),
loyalitas konsumen
mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Membicarakan hal-hal positif kualitas jasa kepada orang lain.
2.
Merekomendasikan kualitas jasa kepada orang lain.
3.
Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan perusahaan
tersebut.
4.
Mempertimbangkan  perusahaan  tersebut sebagai pilihan pertama dalam
membeli dan menggunakan jasa.
5.
Melakukan bisnis lebih banyak di waktu yang akan datang.
2.6.3 
Tahapan Loyalitas
Griffin (2005:35) membagi tahapan loyalitas pelanggan sebagai berikut:
1.
Suspect
Meliputi
semua
orang
yang
mungkin
akan
membeli
barang
tatau jasa
perusahaan
tetapi
belum
tahu
apapun
mengenai
perusahaan
dan produk
(barang atau
jasa) yang ditawarkan.
2.
Prospects
Orang-orang yang
memiliki
kebutuhan
produk
atau
jasa
tertentu dan
mempunyai kemampuan
untuk membelinya. Pada prospect
ini, meskipun
mereka
belum
melakukan
pembelian,
mereka
telah
mengetahui
keberadaan perusahaan dan produk (barang atau jasa) yang ditawarkan.
3.
Disqualified Prospect
Adalah orang yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa
tertentu, tetapi
tidak
mempunyai
kebutuhan
akan
barang
atau
jasa
tersebut,
atau tidak mempunyai kemampuan
untuk
membeli
barang atau
jasa tersebut.
4.
First Time Customer
  
40
Adalah pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih
menjadi pelanggan baru.
5.
Repeat Customer
Adalah
pelanggan
yang
telah
melakukan
pembelian
sutu
produk
atau
jasa sebanyak
dua
kali
atau
lebih.
Mereka
adalah
yang
melakukan
pembelian atas
produk  yang  sama  sebanyak  dua
kali,
atau  membeli 
dua  macam produk berbeda dalam dua kesempatan
yang berbeda pula.
6.
Clients
Adalah
membeli
semua
barang
atua jasa yang
ditawarkan
dan
mereka
butuhkan.
Mereka
membeli
secara
teratur,
hubungan dengan
jenis.
pelanggan 
ini  sudah 
kuat 
dan 
berlangsung 
lama, 
yang 
mebuat 
mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
7.
Advocates
Seperti halnya clients, advocates
membeli barang atau jasa yang
ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian
secara teratur. Selain itu, mereka mendorong relasi mereka agar membeli
barang atua jasa prusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut
kepada orang lain . dengan begitu secara tidak langsung mereka telah
melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk
perusahaan. Tahapan kesetiaan pelanggan yang diungkap Griffin
tersebut dikenal dengan istilah Profile Generator System.
2.6.3.1 Indikator loyalitas Pelanggan
Dalam Penelitian
ini, Pengukuran
Loyalitas
Pelanggan   diukur
dengan
indikator sebagai berikut:
1.
Merekomendasikan kualitas produk / jasa kepada orang lain.
2.
Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan perusahaan
tersebut.
2.7 
Path Analysis (Analisis Jalur)
Terdapat beberapa definisi mengenai analisis jalur, mengutip dari Robert
D.Rutherford analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan
  
41
sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya
mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung, tetapi juga
secara tidak langsung. Sementara itu Paul Webley menjabarkan bahwa
analisis jalur merupakan pengembangan langsung bentuk regresi berganda
dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan (magnitude)
dan signifikansi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam
seperangkat variabel.
David Garson mendefinisikan analisis jalur sebagai model perluasan
regresi yang digunakan untuk menguji keselarasan matrix korelasi dengan
dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh
peneliti. Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
analisis jalur merupakan perpanjangan dari analisis regresi berganda.
(Sarwono. 2007:1-2).
Sedangkan menurut 
Riduwan dan Kuncoro
(2007), teknik pengolahan
data menggunakan metode analisis jalur merupakan suatu metode yang
digunakan dalam menguji besarnya sumbangan atau kontribusi yang
ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan
kausal antar variabel X1
, X2, X3
, X
4
, X
5
terhadap Y serta dampaknya kepada
Z. Analisis korelasi dan regresi yang merupakan dasar dari perhitungan
koefisien jalur. Kemudian,
dalam pengolahan data peneliti menggunakan
aplikasi komputer berupa software SPSS 20.0.
Lanjut, Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro mengutip dari Al Rasyid
dalam Sitepu (1994:24) mengatakan bahwa dalam penelitian sosial tidak
semata-mata hanya mengungkapkan
hubungan variabel sebagai terjemahan
statistik dari hubungan antara variabel, tetapi terfokus pada upaya untuk
mengungkapkan hubungan kausal antar variabel. (Riduwan dan Kuncoro.
2007:115).
Tabel 2.2  Kategori Hubungan Pengaruh Variabel Dalam Path Analysis
Kategori
Hubungan Pengaruh Variabel
0.1 0.09
Lemah
0.10 – 0.29
Sedang
  
42
> 0.30
Kuat
Sumber: Engkos Achmad Kuncoro
2.7.1 
Manfaat Path Analysis
Adapun manfaat dari path analysis
menurut Riduwan dan Engkos
Achmad Kuncoro adalah :
1.
Penjelasan (explanation) terhadap fenomena yang dipelajari atau
permasalahan yang diteliti
2.
Prediksi nilai variabel (Y) berdasarkan nilai variabel bebas (X), dan
prediksi dengan path analysis ini bersifat kualitatif
3.
Faktor diterminan yaitu penentuan variabel bebas (X) mana yang
berpengaruh dominan terhadap variabel terikat (Y), juga dapat digunakan
untuk menelusuri mekanisme (jalur-jalur) pengaruh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y)
4.
pengujian model menggunakan theory trimming, baik untuk uji
realibilitas konsep yang sudah ada ataupun uji pengembangan konsep
baru. (Riduwan dan Kuncoro. 2007, p:2)
2.7.2 
Prinsip-Prinsip Dasar Path Analysis
Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro mengatakan bahwa asumsi yang
mendasari path analysis adalah :
1.
Hubungan antar variabel bersifat linear, adaptif, dan bersifat normal.
2.
Hanya sistem aliran kausal ke satu arah artinya tidak ada arah kausalitas
yang berbalik.
3.
Variabel terikat (endogen) minimal dalam skala ukur interval dan rasio.
4.
Menggunakan sample probability sampling
yaitu tekhnik
pengambilan
sample untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota
populasi untuk dipilih menjadi anggota sample.
5.
Observed variables diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid
dan reliabel).
  
43
6.
Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar
berdasarkan teori-teori dan konsep yang relevan artinya model teori yang
dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang
mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang diteliti.
(Riduwan dan Kuncoro. 2007:2)
2.8 
Hubungan Antar Variabel
Tabel 2.3  Hubungan Antar Variabel
Nama Peneliti
Topik/judul
Hasil Penelitian
Sumber
Ken, Clarke
What price on
loyalty when a
brand switch is
just a click
away?
- Layanan dan
produk yang
bersaing dengan
harga yang
menarik
memberikan
kemudahan
terjadinya
pembelian yang
baru serta
memberikan
dampak
tambahan dalam
pentingnya
membangun
loyalitas dengan
pelanggan.
Qualitative Market
Research: An
International
Journal (ProQuest
Entrepreneurship).
Vol.4 , No.3, 2001.
Pp 160-168
-
Al-Zoubi, Majid
Radi
Service quality
effects on
customer loyalty
among the
Jordanian
Telecom sector
"Empirical
Study"
- Elemen kunci
keberhasilan
sebuah organisasi
adalah sifat
hubungan alami
antara pelanggan
dan penyedia
layanan dalam
hal elemen
SERVQUAL,
yang akan
mengakibatkan
loyalitas
pelanggan.
International
Journal of
Business and
Management. Vol.
8, No. 7, 2013.
  
44
- Taylor, Steven
A
The importance
of brand equity to
customer loyalty
- Strategi
pemasaran
terpadu
mendorong
ekuitas merek
dan kepercayaan
pada basis
pelanggan dalam
mendukung
program loyalitas
pelanggan
The Journal of
Product and
Brand
Management
(ProQuest
Entrepreneurship)
- Celuch, Kevin
Vol. 13, No.4,
2004. pp. 217-227.
- Goodwin,
Stephen
Pollack, Birgin
Leisen
Linking the
hierarchical
service quality
model to
customer
satisfaction and
loyalty
- Semakin tinggi
service quality
yang dirasakan,
semakin tinggi
pula customer
satisfaction
Journal of service
marketing. Vol.
23, No. 1,2009.
- Semakin tinggi
customer
satisfaction,
semakin tinggi
pula tingkat
loyalitas
pelanggan
- Ogba, Ike-
Elechi
Exploring the
impact of brand
image on
customer loyalty
and commitment
in China
- Penelitian
mencerminkan
brand image
yang baik
menimbulkan
efek yang baik
pula terhadap
loyalitas
pelanggan
Journal of
Technology
Management in
China. Vol.4, No.
2, 2009, pp. 132-
144
- Tan, Zhenzhen
Hu, Yu-Jia
How brand
equity, marketing
mix strategy, and
service quality
affect customer
loyalty
- Fokus pada
brand dan
strategi bauran
pemasaran
mempunyai efek
yang kuat
terhadap dimensi
loyalitas
pelanggan.
International
Journal of
Organizational
Innovation. Vol. 4,
No. 1, 2011.
  
45
Sumber: Penulis (2013)
2.9
Kerangka Pemikiran
Harga (X1) :
1. Tingkat harga
2. Daya beli konsumen
3. Kualitas jasa
4. Penilaian konsumen
5. Manfaat
Brand Image (Y) :
Loyalitas Pelanggan (Z) :
1. Kualitas jasa
2. Pelayanan
3. Reputasi
4. Kebijakan
Kualitas Layanan (X2) :
5. Kegiatan
1. Reliability
2. Responsiveness
3. Assurance
4. Empathy
5. Tangible
1. Merekomendasikan
kepada orang lain
2. Melakukan pembelian
ulang
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis (2013)
2.10
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2007:159) hipotesis diartikan sebagai jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran hipotesis itu
harus dibuktikan melalui data yang terkumpul.
Variabel:
X1
: Harga
X²
: Kualitas Layanan
Y
: Brand Image
Z
: Loyalitas Pelanggan
Hipotesis penelitian ini berdasarkan rumusan masalah:
1.
Hipotesis 1: Harga berpengaruh signifikan terhadap brand image.
  
46
a.
H
o
=
Tidak ada pengaruh signifikan antara harga terhadap brand
image.
b.
H
a
=
Ada pengaruh signifikan antara harga terhadap brand image.
2.
Hipotesis 2: Kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap brand
image.
a.
H
o
=
Tidak ada pengaruh signifikan antara kualitas layanan terhadap
brand image.
b.
H
a
=
Ada pengaruh signifikan antara kualitas layanan terhadap brand
image.
3.
Hipotesis 3:
Brand
image
berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
pelanggan.
a.
H
o
=
Tidak ada pengaruh signifikan antara brand
image
terhadap
loyalitas pelanggan.
b.
H
a
=
Ada pengaruh signifikan antara brand
image terhadap loyalitas
pelanggan.
4.
Hipotesis 4: Harga berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
a.
H
o
=
Tidak ada pengaruh signifikan antara harga terhadap loyalitas
pelanggan.
b.
H
a
=
Ada pengaruh signifikan antara brand
image terhadap loyalitas
pelanggan.
5.
Hipotesis 5: Kualitas layanan
berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
pelanggan.
a.
H
o
=
Tidak ada pengaruh signifikan antara kualitas layanan terhadap
loyalitas pelanggan.
b.
H
a
=
Ada pengaruh signifikan antara kualitas layanan terhadap
loyalitas pelanggan.