BAB 2 
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agresivitas 
2.1.1 Definisi Agresivitas
Agresi adalah pengiriman stimulus tidak men yenangkan dari satu orang ke orang 
lain,  dengan  maksud  u ntuk  menyakiti  dan  d engan  harapan  menyebabkan  kerugian 
tersebut,  ketika  orang  lain  termotivasi  untuk  melarikan  diri  atau  menghindari  stimulus 
(Russell.G.Geen,2001).  Secara  umum  agresi  merupakan  segala  bentuk  perilaku  yang 
bertujuan  untuk  menyakiti  orang  lain  baik  secara  fisik  maupun  psikis  (Berkowitz, 
1993).  Hal  senada  juga  disampaikan  oleh  Baron  dan  Byrne  (1994)  bahwa  perilaku 
agresif  adalah   perilaku  individu  yang  bertujuan  untuk  melukai  atau  mencelakakan 
individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.  
Menurut  Buss  &  Perry  (1992)  perilaku  agresif  adalah  perilaku  atau 
kecenderungan  p erilaku  yang  niatnya  untuk  menyakiti  orang  lai
baik  secara  fisik 
maupun  psikologis.  Dari  beberapa  teori  agresivitas  yang  ad
penulis  memilih  teori 
agresivitas  dari  Buss  dan  Perry  1992,  karena  menurut  penuli
teori  tersebut  yang 
memiliki kesesuaian dengan fenomena agresivitas yang ditemukan ole
penulis. 
2.1.2 Jenis Perilaku Agresi 
Buss  &  Perry  (1992)  menyatakan  bahwa  tingkah  laku  agresi dapat  digolongkan 
menjadi  tiga,  yaitu  fisik-verbal,  aktif-pasif,  dan  langsun g  tidak  langsung.  Kombinasi 
dari  ketiga  jenis  ini  menghasilkan  suatu  framework  untuk  mengkategorikan  berbagai 
bentuk perilaku agresi (Buss & Perr y 1992) antara lain: 
a.  Agresi Fisik Aktif Langsung  
Tindakan  agresi  fisik  yang  dilakukan  individu  atau  kelompok  dengan  car a  berhadapan 
secara langsung dengan individu atau  kelompok lain yang menjadi targetnya dan  terjadi 
kontak fisik secara langsung seperti memukul, mendorong, menembak, dan sebagainya.  
b.  Agresi Fisik Aktif Tidak Langsung  
Tindakan  agresi  fisik  yang  dilakuk an  oleh  individu  atau  kelompok  den gan  cara  tidak 
berhadapan  secara  langsung  dengan  individu  atau  kelompok  lain  yang  menjadi 
  
  
targetn ya seperti  merusak harta  korban,  membak
rumah,  men yewa  tukang  pukul,  dan 
sebagainya.  
c.  Agresi Fisik Pasif Langsung  
Tindakan  agresi  fisik  yang  dilakukan  oleh  individ
atau  kelompok   dengan  cara 
berhadapan  dengan  individu  atau  kelompok  lai
yang  menjadi  targetnya,  namun  tidak 
terjadi  kontak  fisik  secara  langsung,  seper
demonstrasi,  aksi  mo gok,  aksi  diam,  dan 
sebagainya.  
d.  Agresi Fisik Pasif Tidak Langsung  
Tindakan  agresi  fisik  yang  dilakuk an  ole
individu  atau  kelompok  den gan  cara  tidak 
berhadapan  dengan  individu  atau  kelompok  lai
yang  menjadi  targetnya  dan  terjadi 
kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apati
masa bodoh, dan sebagain ya.  
e.  Agresi Verbal Aktif Langsung  
Tindakan  agresi  verbal  yang  dilakukan  ole
individu  atau  kelompok  dengan  cara 
berhadapan  secara  langsung  dengan  individu  ata
kelompok  lain  yang  menjadi 
targetn ya, seperti menghina, memaki, marah , mengumpa
f.  Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung  
Tindakan  agresi verb al  yang  dilakukan  ole
individu  atau kelompok  dengan cara   tidak 
berhadapan  secara  langsung  dengan  individu  ata
kelompok  lain  yang  menjadi 
targetn ya, seperti men yebar fitnah, mengadu domba, da
sebagainya.  
  
  
  
2.1.3 Dimensi Perilaku Agresivitas
Buss  dan  Perry  (1992),  agresi  terbagi  dalam  empat  dimensi  yang 
menggambarkan  perilak u  agresi  dari  setiap  indivdu  diantaranya  adalah  Physical 
Agression, Verbal Agression, Anger, dan Hostility. 
1.  Physical Agression 
Physical  Agression  merupakan  perilaku  agresi  yang  dapat  diobservasi  (terlihat/overt). 
Physical  Agression  kecenderungan  individu  untuk  melakukan  serangan  secara  fisik 
untuk  mengekspresikan  kemarahan  atau  agresi.  Bentuk  serangan  fisik  tersebut  seperti 
memukul, mendorong, menendang, dan lain sebagainya.  
2.  Verbal Agression 
Verbal  Agression  merupakan  perilaku  agresi  yang  diobservasi  (terlihat/overt).  Verbal 
Agression  adalah  kecenderungan  untuk  menyerang  orang  lain  atau  memberikan 
stimulus  yang  merugikan  dan  menyakitkan  kepada  organisme  lain  secara  verbal,  yaitu 
melalui  kata-kata  atau  penolakan.  Bentuk  serangan  verbal  tersebut  seperti  cacian, 
ancaman, mengumpat, atau penolakan.  
3.  Anger 
Beberapa  bentuk  anger  adalah  perasaan  mara
kesal,  sebal,  dan  bagaimana  cara 
mengontrol  hal  tersebut.  Termasuk  di  dalamn y
Irritability,  yaitu  mengenai 
temperamental,  kecenderungan  untuk  cepat  mara
dan  kesulitan  untuk  mengendalikan 
amarah. 
4.  Hostility 
Hostility  tergolong  dalam  agresi  covert (tida
terlihat). Hostility terdiri dari dua bagian, 
yaitu:  Resentment  seperti  cemburu  dan  iri  terhada
orang  lain,  dan  Suspicion  seperti 
adanya  ketidakpercayaan,  kekhawatiran,  dan  proyek
dari  rasa  permusuhan  terhadap 
tidak  merasa  sesak  ketika  berada  di  antara  ribua
orang  lain  dalam  sebuah  konser 
musik.  Menurut  Altman  (1975)  kesesaka
merupakan  persepsi  subjektif  individu  akan 
  
2.1.4 Faktor Yang mempengaruhi Agresivitas
Ban yak  faktor  yang  mempengaruhi  agresivitas,  salah  satunya  adalah    intensitas 
komunikasi  interpersonal.  Pada  sub  bagian  ini  akan  diungkapkan  faktor-faktor  yang 
mempengaruhi  agresivitas  secara  umum.  Baron   dan  Byrne  (1994)  mengelompokkan 
agresi  menjadi  tiga  pendekatan  dalam  menerangkan  penyebab  dasar  perilaku  agresi, 
yaitu : biologis, faktor eksternal, dan belajar.  
1.  Faktor Biologis 
Menurut  pendekatan  ini  agresi  pada  manusia  seperti  telah  diprogramkan  untuk 
kekerasan dari pembawaan biologis secara alami. Berdasarkan instinct theory seseorang 
menjadi  agresif  karena  hal  itu  merupakan  bagian  alami  dari  reaksi  mer eka.  Sigmund 
Freud  yang  merupakan  pelopor  teori  ini,  mengatakan  bahwa  hal  ini  (agresif)  muncul 
dari  naluri  atau  instinct  keinginan  untuk  mati  yang  kuat  (thanatos)  yang  diproses  oleh 
setiap individu (Baron & Byrne, 1994). 
2.  Faktor Eksternal 
Hal  lain  yan g  dipandang  penting  dalam  pembentukan  perilaku  agresi  adalah  faktor 
eksternal.  Menurut  Dollard  (dalam  Praditya,  1999),  frustrasi,  yang  diakibatkan  dari 
percobaan-percobaan  yang  tidak  berhasil  untuk  memuaskan  kebutuhan,  akan 
mengakibatkan perilaku agresif. Frustrasi akan teijadi jika keinginan  atau tujuan tertentu 
dihalangi.  Berkowitz  (1993)  mengatakan  bahwa  frustrasi  menyebabkan  sikap  siaga 
untuk  bertindak  secara  agresif  karena  kehadiran   kemar ahan  (anger)  yang  disebabkan 
oleh  frustrasi  itu  sendiri.  Apakah  individu  bertindak  secara  agrsif  maupun  tidak 
tergantung  dari kehadiran  isyarat agresif  (aggressive  cue)  yang  memicu  kejadian  aktual 
agresi tersebut. Jadi  perilaku  agresif  mempunyai  bermacam-macam  pen yebab,  di  mana 
frustrasi hanyalah salah satunya. 
2.2 Kesesakan 
2.2.1 Definisi Kesesakan
  Gifford  (1987)  menyatakan  bahwa  kesesakan  adalah  perasaan  subjektif  akan 
terlalu  ban yaknya  orang  di  sekitar  individu.  Kesesakan  mungkin  berhubungan  dengan 
kepadatan  yang  tinggi,  tetapi  kepadatan  bukanlah  syarat  mutlak  untuk  menimbulkan 
kesesakan.  Kesesakan  dipengaruhi  oleh  karakteristik  individu  dan  situasi  sosial. 
Individu  mungkin  merasa  sesak  dalam  sebuah  ruang  luas  yang  hanya  diisi  oleh  dua 
  
orang  tetapi  keterbatasan  ruang  dikarenakan  stimulus  spasial  da
sosial  yang  berlebih 
dan  mekanisme  regulasi-privasi  tidak  bekerja  secara  efekti
sehingga  privasi  yang 
didapat kurang dari  yang diinginkan.  
Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suat
tingkatan 
interaksi  manusia  satu  dengan  lainnya  dalam  suatu  pasangan  ata
kelompok  kecil. 
Perbedaan p engertian  antara  crowding  (kesesakan)  dengan  densit
(kepadatan)  tidaklah 
jelas  benar,  bahkan  kadang  –  kadang  keduan ya  memili
pengertian  yang  sama  dalam 
merefleksikan  pemikian  secara  fisik  dari sejumlah manusia  dala
suatu ksatuan  ruang. 
Stokols  (dalam  Altman,  1975)  membedakan  antara  kesesaka
bukan  sosial  (nonsocial 
crowding),  yaitu  dimana  factor  –  factor  fisik  menghasilka
perasaan  terhadap  ruang 
yang  tidak  sebanding,  seperti  sebuah  ruang  yang  sempit,  da
kesesakan  sosial  (social 
crowding)  yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran o rang lai
yan g  terlalu 
banyak. Dari
beberapa teori  agresivitas  yang  ada,  penulis memilih teo
agresivitas  dari 
Gifford  1987,  karena  menurut  penulis  teori  tersebut  yang  memili
kesesuaian  dengan 
fenomena kesesakan yang ditemukan oleh penulis. 
2.2.2 Reaksi Kesesakan
  Menurut Gifford (1987)  Kesesakan yang dirasakan individu  dap
menimbulkan 
reaksi-reaksi pada:  
1.  Fisiologis dan kesehatan 
Beberapa  penelitian menyatakan  bahwa kesesakan  yang dialami dap
berdampak  pada 
fisiologis tubuh  seperti  peningkatan tekanan darah  dan  denyut jantun
Hasil  penelitian 
D’Atri;  Epstein,  Woolfolk  &  Lehr er  serta  Evans,  (dalam  Giffor
1987)  menyatakan 
bahwa kepadatan yang tinggi mempengaruhi tekanan darah dan fun g
jantung.  
2.  Penampilan kerja 
Reaksi  kesesakan  b erkaitan  dengan  penampilan  kerja  tergantun
pada  jenis  pekerjaan 
yang  dilakukan.  Kesesakan  yang  tinggi  lebih  mempengaru
pekerjaan  yang  bersifat 
kompleks  daripada  pekerjaan  yang  sederhana,  selain  itu  individ
  
3.  Interaksi sosial 
Kesesakan  yang  tinggi  mempengaruhi  aspek  tingkah  laku  sosi
yakni  ketertarikan 
sosial,  agresi,  kerja  sama,  penarikan  diri,  tingkah  laku  verbal  da
non  verbal  bahkan 
humor.  Kesesakan  tinggi  yang  tidak  diinginkan  individu  dap
menimbulkan  dampak 
sosial  yang  negatif  seperti  ketertarikan  sosial  yang  menuru
agresivitas  yang 
meningkat,  menurunn ya  kerja  sama  dan  penarikan  diri  secar
sosial.  Penarikan  diri  ini 
diwujudkan dengan  berbagai cara seperti meninggalkan tempa
menghindari topik yang 
bersifat  pribadi  dalam  perbincangan,  mengucapkan  kata-kat
perpisahan,  menunjukkan 
gerakan  defens  atau  mempertahankan  diri,  menolak  permintaa
atau  ajakan  lawan 
bicara, menghindari kontak mata dan meningkatkan jarak antarpribadi. 
4.  Perasaan / afektif 
Kesesakan  yan g  tinggi  dapat  menimbulkan  emosi  yan g  negati
seperti  kejengkelan  dan 
ketidaknyamanan  akibat  ruang  yang  didapat  tidak  sesuai  denga
keinginan  atau 
terhambatnya  tujuan  yang  ingin  dicapai  karena  kehadiran  b anya
oran g.   Emosi  yang 
positif  muncul  apabila  individu  berhasil  mengatasi  rasa  sesa
dengan  strategi 
penanggulangan masalah yang digunakan secara efektif. 
5.  Kendali dan strategi penanggulangan masalah 
Kesesakan dapat menimbulkan  kemampuan kontrol yang rendah, namu
informasi yang 
jelas  dan  akurat  berkaitan  dengan  situasi  yang  padat  membant
individu  memilih 
strategi  penanggulangan  masalah  yang  tepat  untuk  mengata
kesesakan  yang  timbul 
akibat  ruang  yang  padat.  Kemampuan  dalam  men gembangka
2.2.3 AspekKesesakan
Menurut Stokols dan Sundstrom (dalam Gifford, 1987) kesesakan memiliki tiga 
aspek  yakni: 
1.  Aspek  situasional,  didasarkan  pada  situasi  terlalu  banyak  orang  yang  saling 
berdekatan  dalam  jarak  yang  tidak  diinginkan  sehingga  men yebabkan  gangguan 
secara  fisik  dan  ketidaknyamanan,  tujuan  yang  terhambat  oleh  kehadiran  orang-
  
orang yang  terlalu  banyak,  ruangan  yang menjadi semakin  sempit karena kehadiran 
orang baru ataupun kehabisan ide. 
2.  Aspek  emosional,  menu njuk  pada  perasaan  yang  berkaitan  dengan  kesesakan  yang 
dialami, biasanya adalah perasaan negatif pada orang lain maupun pada situasi yang 
dihadapi. Perasaan positif dalam kesesakan tidak  dapat  dipungkiri, namun perasaan 
ini  hanya  terjadi  jika  individu  berhasil  menangani  rasa  sesak  dengan  strategi 
penanggulangan masalah  yang digunakan. 
3.  Aspek  perilakuan,  kesesakan  menimbulkan  respon  yang  jelas  hingga  samar  seperti 
mengeluh,  menghentikan  kegiatan  dan  meninggalkan  ruang,  tetap  bertahan  namun 
berusaha  mengurangi  rasa  sesak  yang  timbul,  menghindari  kontak  mata, 
beradaptasi hingga menarik diri dari interaksi social. 
2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan 
Faktor-faktor yan g  mempengaruhi kesesakan meliputi faktor individu,  sosial dan 
fisik (Gifford, 1987) :
1.  Faktor individu  
Faktor  individu  terdiri  atas  kepribadian,  minat  dan  harapan-harapan  individu.  Faktor 
kepribadian  meliputi  kemampuan  kontrol  dalam  diri  individu.  Kendali  diri  internal 
yakni keyakinan bahwa segala  sesuatu  yang  terjadi  lebih  dipengaruhi  oleh  diri individu 
sendiri  dapat  membantu  individu  menghadapi  stres  akibat  kesesakan  yang  dirasakan. 
Minat  berkaitan  dengan  kecenderun gan  berafiliasi  atau  bersosialisasi.  Individu  yang 
memiliki  ketertarikan  terhadap  individu  lain  dalam  ruangan  yang  padat  akan  memiliki 
toleransi  terhadap  kesesakan  yang  lebih  tinggi  daripada  individu  yang  tidak  memiliki 
kecenderungan  untuk  berafiliasi  dengan  individu  lain  dalam 
ruang  yang  padat.  Hal  ini 
terlihat dalam  penelitian Stuart Miller, dkk (dalam Gifford, 1987) pada tahun 1971 yang 
menyatakan  bahwa  kecenderun gan  berafiliasi  yang  tinggi  membantu  individu 
menghadapi  kepadatan  yang  tinggi  daripada  ketika  harus  men gh adapi  kepadatan  yang 
tinggi  seorang  diri.  Harapan  atau  pr asangka  juga  mempengaruhi  rasa  sesak  yang 
dirasakan,  individu  yang  berharap  pertambahan  orang  baru  hanya  sedikit  tidak  terlalu 
merasa  sesak   dibanding  individu  yan g  menyangka  pertambahan  orang  baru  dalam 
ruangan  akan  lebih  banyak  dari  keadaan  sebenarn ya.  Selanjutnya  pengalaman  pribadi 
akan  mempengaruhi  tingkat  str es  yang  terjadi  akibat  kepadatan  yang  tinggi.  Individu
  
yang  telah  terbiasa  den gan  situasi  yang  padat  akan  lebih  adapti
d an  lebih  bersikap 
toleran dalam menghadapi kepadatan dalam situasi baru. 
2.  Faktor sosial 
Faktor  sosial  antara  lain  kehadiran  dan  tingkah  laku  orang  yan
berjarak  paling  dek at, 
koalisi  yang  terbentuk  dalam  kelompok-kelompok  kecil  da
informasi  yang  diterima 
individu  berkaitan  dengan  kesesakan  yan g  dirasakan.  Hambata
terhad ap  tujuan  yang 
ingin  dicap ai  dapat  men imbulkan  stres.  Ketika  kepadata
meningkat,  privasi  menjadi 
menurun  sehingga  individu  harus  berpikir  k eras  untuk  men g
adapi  situasi  yang 
menekan,  gangguan  secara  fisik  meningkat  dan  kemampuan  kontr
dapat  berkurang. 
Faktor  sosial  lain adalah  kualitas  hubungan  diantara  individu yan
harus b erbagi  ruang. 
Individu yan g  memiliki  cara  pandang yan g  sama  akan meras
cocok  satu  sama  lain dan 
lebih  mudah  menghadapi situasi  yang padat,  sementara informasi  yan
jelas dan akurat 
akan membantu individu menghadapi kesesakan yang dialami.  
3.  Faktor fisik 
Faktor  fisik  meliputi  keadaan  ruan g,  ban gun an,  lingkungan,  kot
dan  arsitektur 
bangunan  seperti  ketinggian  langit-langit,  penataan  perabo
penempatan  jendela  dan 
pembagian  ruan g.  Menurut  penelitian  Baum,  dkk  (dalam  Giffor
1987)  pada  tahun 
1978, koridor yang  panjang menimbulkan rasa  sesak juga persaingan da
penarikan  diri 
secara sosial, menurunkan kerja sama, dan menimbulkan kontrol diri yan
rendah.  
2.3 Pegawai
A.W.  Widjaja  (2006) Pegawai  adalah  orang-oran g  yang dikerjakan  dalam  suatu 
badan tertentu, b aik di lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan usaha. 
Dari  definisi  di  atas  dapat  diketahui  bahwa  p egawai  merupak an  modal  pokok  dalam 
suatu  organisasi,  baik  itu  organisasi  pemerintah  maupun  organisasi  swasta.  Dikatakan 
bahwa  pegawai  merupakan  modal 
pokok  dalam  suatu  or ganisasi  karena  berhasil  atau 
tidaknya  suatu  organisasi  dalam  mencapai  tujuann ya  tergantung  pada  pegawai  yang 
memimpin dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada dalam organisasi tersebut. 
2.4 Kerangka Berpikir
Pegawai  merupakan  modal  pokok  dalam  suatu  organisasi  karena  berhasil  atau 
tidaknya  suatu  organisasi  dalam  mencapai  tujuann ya  tergantung  pada  pegawai  yang 
  
memimpin  dalam  melaksanakan  tu gas-tugas  yang  ada  dalam  organisasi tersebut  (A.W. 
Widjaja  2006).  Secara  umum  dapat  dilihat  bahwa  pegawai  menjadi  penentu 
keberhasilan  suatu  organisasi.  Untuk  menunjang  pekerjaan  pegawai  agar  dapat 
mencapai  tujuan  perusahaan,  tentunya  sebagai  perusahaan  tidak  hanya  menuntut 
tanggung  jawab  pegawai,  akan  tetapi  dapat  memberikan  hak  yang  men jadi  miliknya 
contohnya  seperti  upah  yang  adil  dan  fasilitas  terbaik  untuk  para  pegawainya.  Jika 
membahas  mengenai  fasilitas  tentunya  berkaitan  dengan  ruan gan  kerja  pegawai,  untuk 
sebuah  perusahaan  yang  pegawainya  bekerja  di  dalam  sebuah  kantor  fasilitas  ruangan 
kerja  yang  n yaman  sangat  penting  untuk  menunjang  pekerjaan  merek a.  Sebab  jika 
pegawai  merasa  sesak  dan  tidak  nyaman  dengan  ruan gannya  dapat  menimbulkan 
berbagai  dampak  negatif.  Berdasarkan  reaksi  kesesakan  menurut  (Gifford  1987) 
Kesesakan  yang  tinggi  mempengaruhi  aspek  tingkah  laku  sosial  yakni  ketertarikan 
sosial,  agresi,  kerja  sama,  penarikan  diri,  tingkah  laku  verbal  dan  non  verbal  bahkan 
humor.  Kesesakan  tinggi  yang  tidak  diinginkan  individu  dapat  menimbulkan  dampak 
sosial  yang  negatif  seperti  ketertarikan  sosial  yang  menurun,  agresivitas  yang 
meningkat,  menurunnya  kerja  sama  dan  penarikan  diri  secara  sosial.  Ketika  pegawai 
sudah  merasakan  dampak negatif dari  kesesakan,  seperti  sering  terjadin ya  argumentasi, 
perdebatan  antar 
pegawai  yang  menyebabkan  saling  menjauh  satu  sama  lain,  hal  ini 
merupakan  bentuk d ari  perilaku  agresivitas  yang  berupa  verbal menurut  (Buss & Perr y 
1992).  
Tindakan agresi verb al  yang dilakukan oleh individu atau kelompok  dengan cara 
berhadapan  secara  langsung  dengan  individu  atau  kelompok  lain  yang  menjadi 
targetn ya,  seperti  menghina,  memaki,  marah,  mengumpat  dan  tindakan  agresi  verb al 
yang  dilakukan  oleh  individu  atau  kelompok  den gan  cara  berhadapan  d engan  individu 
atau  kelompok lain  namun tidak  terjadi  kontak verbal  secar a langsung, seperti  menolak 
berbicara,  bungkam  dan  sebagainya  h al  tersebut  termasuk  dimensi  agresivitas  verbal 
aktif langsung, dan  verbal pasif langsung  yang dikemukakan oleh ( Buss & Perry 1992). 
Berdasarkan  hal  tersebut,  peneliti  menduga  adanya  pengaruh  kesesakan  ruang  kerja 
terhadap  tingkat  agresivitas  pegawai  di  Direktorat  Jenderal  Pengembangan  Destinasi 
Pariwisata. 
  
Persepsi 
Agresivitas 
  
Kesesakan 
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir