BAB  2
TINJAUAN  PUSTAKA
2.1 Kepribadian B ig Five
2.1.1 Definisi Kepribadian
Feist  &  Feist  (2009)mengatakan  bahwa  kepribadian  suatupola  yan g  relatif 
menetap  didalam  diri  individu  yang  menghasilkan  beberapa  ukuran  konsisten  tentang 
perilaku.Serupa  dengan  pernyataan  tersebutLarsen  &  Buss  (dalam  Endah,  2005)juga 
menambahkan  bahwa  kepribadian  merupakan  sekumpulan  trait  psikologis  dan 
mekanisme  didalam  diri  individu  yang  diorganisasikan  dan  relatif  bertahan,  sehingga 
mempengaruhi  interaksi  dan  adaptasi  individu  pada  lingkungan.Selanjutnya,  Fieldman 
(dalam  Endah,  2005)mengatakan  bahwa 
terdapat  beber apa  pendekatan  yang 
dikemukakan  para  ahli  untuk  memahami  kepribadian,  salah  satunya  dengan 
menggunakan  teori  trait.Trait  didefinisikan  sebagai  suatu  dimensi  yang  relatif 
menetappada  karakteristik  individu.Sehingga,  trait  yang  menetap  didalam  diri  invidu 
tersebut  dapat  digunakanuntuk  membedakan  individu  yan g  satu  dengan  individu  yang 
lain. 
Saat  ini  para  peneliti  menyetujui  teori  trait  yang  mengelompokkan  trait  menjadi 
lima  besar, dengan  dimensi bipolar (Costa & McCrae dalam Pervin, 2005), yan g  disebut 
Big  Fiveatau  FFM  (Five  Factor  Model).  McCrae  &  Costa  (1997),  big  five  dapat 
digunakan  dalam  berbagai  bentuk  bahasa,  baik  dalam  bentuk  bahasa  Inggris  maupun 
bahasa  lainnya.Piedmont  &  Chae  (1997)  juga  berpendapat  berbagai  penelitian  lintas 
budaya  mengenai  k epribadian  big  five  ini  dilakukan,  salah   satun ya  di  Korea.Big  Five 
atau  FFM  didasarkan  pada  kategori  sifat  individu,  yang  d apat  digunakan  untuk 
mengevaluasi diri sendiri maupun orang lain (Moberg, 1999).
2.1.2 Definisi Kepribadian Big Five
Feist  &  Feist  (2009)menyatakan  bahwa  big  five  adalah  salah  satu  bentuk 
kepribadian  yang  dapat  digunakan  untuk  memprediksi  dan  menjelaskan  perilaku 
individu.  Gufron  (2010)  berpendapat  bahwa  kepribadian  big  five  adalah  kepribadian 
yang  dikembangkan  oleh  McCrae  &  Costa  yang  memiliki  lima  bentuk  dimensi 
kepribadian  yang  mendasari  perilaku  individu.  McCrae  &  Costa  (1997)  menambahkan 
  
bahwa  kepribadian  big  fivedigamb arkan  dalam  lima  dimensi  dasar,  diantaranya 
Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness.
2.1.3Dimensi-dimensi dalam Kepribadian Big Five  
McCrae  &  Costa  (dalam  Beaumont  &  Stout,  2003)  menyatakan  bahwa  terdapat 
lima  dimensi  dari  big  five  personalitydiantaranya  Neuroticism,  Extraversion,  Openness 
to  Experience,  Agreeableness,  Conscientiousness.Masing-masing  dari  lima  dimensi 
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut;
1.  Neuroticism (N) 
McCrae  & 
Costa  (dalam  Beaumont  &  Stout,  2003)  berpendapat  bahwa 
neuroticm  menggambarkan seseorang  yang  memiliki  masalah  dengan  emosi  yang 
negatif  seperti  rasa  khawatir.  Seseorang  yang  memiliki  tingkat  neuroticism  yang 
rendah  cenderung  akan  lebih  gembira  dan   puas  terhadap  hidup   mereka 
dibandingkan  dengan  seseorang  yan g  memiliki  tingkat  neuroticism  yang  tinggi.
Neuroticism  dicirikan  sebagai  individu  yang  memiliki  kesulitan  dalam  menjalin 
hubungan  dan  memiliki  tingkat  self  esteem  yang  rendah.  Individu  yang  memiliki 
skor yan g  tinggi di neuroticism adalah  individu yang memiliki kepribadian  mudah 
khawatir,  rasa  marah,  dan  depresi.Menurut  Costa  &  Widiger  (dalam  Moberg, 
1999), skala-skala yang terdapat dalam neuroticism adalah:
a.  Anxiety. Individu yang gelisah, penuh rasa takut, gugup dan tegang. 
b.  Hostility.  Individu yang memiliki rasa amarah dan frustasi. 
c.  Depression. Individu yang mengalami depresi. 
d.  Self-Consciousness.  Ind ividu  yang  menunjukkan  rasa  tidak  nyaman 
ketika  berad a  diantara  orang  lain,  terlalu  sensitif,  dan  merasa  rendah 
diri. 
e.  Impulsiveness.  Individu   yang  tidak  mampu  mengontrol  keinginannya 
yang berlebihan untuk melakukan sesuatu. 
f.  Vulnerability.  Individu  yang  tidak  mampu  menghadapi  stress, 
ber gantung  pada  orang  lain,  mudah  menyerah  dan  panik  bila 
dihadapkan pada sesuatu yang datang secara mendadak. 
2.  Extravertion (E) 
McCrae  &  Costa  (dalam  Beaumont  &  Stout,  2003)  berpendapat  bahwa 
extravertiondalam  berin teraksi  lebih  banyak  memegan g  kontrol.Extravertion
  
dicirikan  seperti  memiliki  emosi  yang  positif,  enerjik,  senan g  bergaul,  tertarik 
dengan  banyak  hal,  juga  ramah  terh adap  orang  lain.  Seseorang  yang  memiliki 
tingkat  extravertion  yang  rendah  cenderun g  pendiam  dan  menarik  diri  dari 
lingkungann ya.  Individu  yang  extravertion termotivasi  olehperubahan,  tantangan, 
dan  mudah  bosan.  Menurut  Costa  &  Widiger  (dalam  Moberg,  1999),  skala-skala 
yang yang terdapat dalam extravertionadalah: 
a.  Warmth. Individu  yang mudah bergaul.  
b.  Gregariousness. Individu yangsenang berinteraksi dengan orang lain. 
c.  Assertiveness. Individu  yang cenderung tegas. 
d.  Activity  (E4).  Individu  yang  sering  mengikuti  berbagai  kegiatan  yang 
memiliki semangat yang tinggi. 
e.  Excitement-seeking.  Individu  yang  senang  men cari sensasi  dan berani 
mengambil resiko. 
f.  Positive  Emotion.  Individu  yan g  memiliki  emosi-emosi  yang  positif 
seperti senang, bahagia dan cinta. 
3.  Openness to experience (O) 
McCrae  &  Costa  (dalam  Beaumont  &  Stout,  2003)  berpendapat  bahwa 
openness  to  experience  mengacu  pada  bagaimana  seseorang  bersedia  melakukan 
penyesuaian  pada  suatu  ide  atau  situasi  yang  baru.Openness  to 
experiencememiliki  kapasitas  untuk  menyer ap  informasi,  fokus  pada  berbagai 
pemikiran  dan  perasaan.Seseorang  dengan  tingkat  openness  to  experience  yang 
tinggi  digambarkan  sebagai  seseorang  yan g  memiliki  nilai  imajinasi  dan 
pemikiran  yan g  luas.Sedangkan 
seseorang  yang  memiliki  tingkat  openness  to 
experience  yang  rendah   menggambarkan  pribadi  yang  mempun yai  pemikiran 
yang  sempit  dan  tidak  suka  dengan  perubahan.Pencapaian  kreatifitas  terdapat 
pada  orang  yang memiliki tingkat openness  to  experience  yang tinggi  dan  tingkat
agreeableness  yang  rendah.Hal  ini  dikarenakan,  seseorang  yang  kreatif  memiliki 
rasa  ingin  tahu  yang  tinggidan  lebih  mudah  untuk  mendapatkan  solusi  terhadap 
suatu masalah. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), skala-skala yang 
terdapat dalam openness to experienceadalah :
a.  Fantasy. Individu  yang memiliki imajinasi yang tinggi. 
b.  Aesthetic. Individu yang memiliki apresiasi terhadap seni dan keindahan. 
  
c.  Feelings. Individu yang mampu menyelami emosi dan perasaannya. 
d.  Action.  Individu yang memiliki keinginan untuk mencoba hal-hal baru. 
e.  Ideas. Individu yang berpikiran terbuka terhadap ide baru. 
f.  Values.  Individu  yang  berkeinginan  untuk  menguji  ulang  nilai-nilai 
sosial, politik dan agama. 
4.  Agreeableness (A) 
McCrae  &  Costa  (dalam  Beaumont  &  Stout,  2003)  berpendap at 
bahwaagreeableness  mengindikasikan  seseorang  yan g  ramah,  rendah  hati, 
tidak 
menuntut,  menghindari  konflik  dan  memiliki  kecenderungan  untuk  mengikuti 
orang  lain.  Agreeableness  memiliki  motivasi  untuk  membantu  orang  lain  dan 
terarah pada perilaku prososial. Namun, dalam hubungan interpersonal orang yang 
memiliki  tingkat  agreeableness  yang  tinggi  ketika  berhadapan  dengan  konflik, 
self  esteem  mer eka  cenderung  menurun.Sehingga,menghindarikonflikmerupakan 
usaha  untuk  memutuskan  konflik  dengan  orang  lain.  Sedangkan,  orang-orang 
dengan  tingkat  agreeableness  yang  rendah  cenderung  lebih  agresif  dan  kurang 
kooperatif.Menurut  Costa  &  Widiger  (dalam  Moberg,  1999),  sk ala-skala  yang 
terdapat dalam agreeablenessadalah:
a.  Trust. Individu yan g memiliki kepercayaan terhadap orang lain. 
b.  Straightforwardness. Individu yang berkata secara apa adanya. 
c.  Altruism.  Individu  yan g  memiliki  keinginan  untuk  menolong  orang 
lain. 
d.  Compliance. Karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal. 
e.  Modesty. Individu  yang rendah hati. 
f.  Tender-mindedness.  Individu  yang  memiliki  kepedulian  dan  simpati 
terhadap orang lain. 
5.  Conscientiousness (C) 
McCrae  &  Costa  (dalam  Beaumont  &  Stout,  2003)  berpendap at 
bahwaConscientiousness  mendeskripsikan   individu  yang  memiliki  kontrol 
terhadap  lingkungan  so sial,  berpikir  sebelum  bertindak,  menunda  k epuasan, 
mengikuti  peraturan  dannorma,  terencana,  dan  memprioritaskan  tugas.Individu 
yang  memiliki  tingkat  conscientiousness  yang  rendah  menunjukkan  sikap  yang 
  
malas,  tidak  terarahdan  mudah  teralih  perhatiannya.   Menurut  Costa  &  Widiger 
(dalam Moberg, 1999), skala-skala yang terdapat dalam conscientiousnessadalah: 
a.  Competence.  Individu  yang  memiliki  kemampuan  dalam  mengerjakan 
sesuatu. 
b.  Order.Individu yang memiliki kemampuan dalam mengorganisasi. 
c.  Dutifulness.Individu  yang berpegang teguh pada prinsip hidup. 
d.  Achievement-striving.  Individu  yang  memiliki  kesanggupan  untuk 
mencapai prestasi. 
e.  Self-discipline. Individu yang dapat mengatur diri sendiri. 
f.  Deliberation.  Individu yang berpikir dahulu sebelum bertindak. 
Perbandingan  antara  skor  tertinggi  dan  skor  terendah  pada  kep ribadian  big  five 
yang  terdiri  dari  lima  dimensi  dasar,  diantaran y
Neuroticism,  Extraversion,  Openness 
to  Experience,  Agreeableness,danConscientiousness.Dap
diketahui  pada  tabel 
dibawah ini: 
  
Tabel 2.1Karakteristik Skor Tinggi dan Skor Rendah Pada DimensiBig Five
Skor Tinggi  Skala Trait  Skor Rendah 
Cemas,emosional, 
merasa  tidak  aman, 
merasa  tidak  mampu, 
mudah panik. 
Neuroticism (N)
Tenang,  santai,  merasa 
aman,  puas  terhadap 
dirinya,  tidak 
emosional,  sabar, 
gembira,  dan  puas 
terhadap hidupn ya. 
Menggambarkan  cakupan-
cakupan  emosi  negatif 
yang  kuat  termasuk 
kecemasan, kesedihan,  dan 
nervous tension.
Optimis,  ramah 
dengan  oranglain, 
mudah  bergaul, 
banyak  berinteraksi, 
memiliki  emosi  yang 
positif,  suka 
menolong.  
Extravertion (E)
Tidak  ramah,  
suka 
men yendiri, pendiam. 
Mengukur  kuantitas  dan 
intensitas  dari  interaksi 
interpersonal,  tingkatan 
aktivitas. 
In gin  tahu,  minat  luas, 
kreatif,  original, 
imajinatif, 
Openness  to  Experience
Pemikiran  sederhana, 
minat  sempit,  non 
artistic. 
(O),  Menggambarkan 
keluasan  dan  kedalaman 
mental  individu  dan 
pengalamannya. 
untraditional
Lembut  hati,  dapat 
dipercaya,  suka 
menolong,  dan 
memiliki 
kecend erungan 
mengikuti oran glain.  
Agreeableness (A)
Sinis,  kasar,  curiga, 
tidak  kooperatif  dan 
agresif. 
Mengukur  kualitas  dari 
apa  yang  dilakukan 
dengan  orang  lain  dan  apa 
yang  dilakukan  terhadap 
orang lain. 
Teratur,  pekerja  keras, 
berpikir  sebelum 
bertindak,  disiplin, 
tepat  waktu,  rapi,  hati-
hati. 
Conscientiousness (C)
Malas,  lalai,  ceroboh 
dan mudah men yerah. 
Mendeskripsikan  perilaku 
yang  diarahkan  pada  tugas 
dan  memiliki  kontrol 
sosial. 
Sumber :Moberg, J. D. (1999). The Big Five and Organizational Virtue.Business Ethics 
Quarterly. 9 (2): 245-272. 
  
2.2 Perilaku Prososial 
2.2.1 Definisi Perilaku Prososial
  Bagaimana  kita  dapat  menjelaskan  mengapa  seseorang  memiliki  pengorbanan 
diri yang tinggi  ketika  seseorang tersebut  juga dapat  menjadi  tidak  peduli?  Hal tersebut 
disebabkan  oleh  perilaku prososial  (Aronson,  Wilson& Akert,  2007). Eisenberg  (1989) 
mengatakan  bahwa  perilaku  prososial  adalah  tindakan  yang  dilakukan  secara  sukarela 
dan  dimaksudkan  untuk  membantu  maupun  memberi  keuntun gan  kepada  individu  atau 
sekelompok individu. 
2.2.2Bentuk-bentuk T indakan dalam  Perilaku Prososial 
   Bentuk-bentuk  tindakan  dalam  perilaku  prososial  menurut  Eisenberg  &  Mussen 
(1989),  diantaranya  ialahberbagi  (sharing),  kerjasama  (cooperative),  menyumbang 
(donating),  menolong  (helping),  kejujur an  (honesty),  dan  kedermawanan 
(generosity).Masing-masing  dari  bentuk-bentuk  tindakan  dalamperilaku  prososial  akan 
dijelaskan sebagai berikut:
1.  Berbagi (sharing). Kesediaan individu untuk berbagi perasaan dengan orang 
laindalam  suasana  suka  dan  duka  dan  memberikan  kesempatan  kepada 
oranglain untuk merasakan keahlian dan pengetahuan yang dimilikinya. 
2.  Kerjasama(Cooperation).  Kesediaan  individu  untuk  melakukan  kegiatan 
bersama  dengan  orang  lain  untuk  mencapai  tujuan  bersama,  termasuk 
mempertimbangkan  dan  menghargai  pendapat  orang  lain  saatmelakukan 
diskusi. 
3.  Menyumbang(Donating).  Kesediaan  individu  untuk  memberikan  secara 
materil  (berupa  uang)  kepada  seseorang  atau  sekelompok  orang  untuk 
kepentingan umum yang berdasarkan pada permintaandan kegiatan.  
4.  Menolong  (Helping).  Kesediaan  individu  untuk  menolong  orang  lain  yang 
membutuhkan  pertolongan.  Menolong  dapat  diwujudkan  dalam  kegiatan 
berbagi  dengan  oran g  lain, memberi  tahudan    menawarkan  bantuan  kepada 
orang lain. 
5.  Kejujuran  (Honesty).  Kesediaan  individu  untuk  berkata  dan  bersikap  apa 
adan ya, serta menunjukkan ketulusan hati.  
  
6.  Kedermawanan  (Generosity).  Kesediaan  individu  untuk  memberikan 
sesuatu  (biasanya  berupa  uang  dan  barang)  kepada  orang  lain  atas  dasar 
kesadaran diri. 
Selanjutnya,  Brin gham  (dalam  Dayakisni  &  Hudaniah,  2009)  menambahkan 
bahwa 
tindakan-tindakan  dalam  perilaku  prososial  meliputi  menolong,  kerjasama, 
persahabatan, kedermawanan, menyelamatkan dan pengorbanan.   
Wispe  (dalam  Luthfi,  2009)  juga  men gatakan  bahwa  tindakan-tindakan  dalam 
perilaku prososial meliputi: 
1.  Simpati(Sympathy). Kesediaan individu untuk per hatian dan  peduli terhadap 
orang lain. 
2.  Kerjasama  (cooperation).  Kesediaan  individu  untuk membantu  pihak-pihak 
yang terlibat dalam mencapai tujuan bersama. 
3.  Menolong  (helping).  Kesediaan  individu  untuk  membantu  urusan  orang 
lain. Sehingga, orang tersebut dapat mencapai kesejahteraannya.  
4.  Menyumbang  (donating).  Kesediaan  individu  untuk  memberikan 
sumbangan kepada orang lain dan dilakukan atas dasar kemurahan h ati. 
5.  Altruistik  (altruism).  Kesediaan  individu  untuk  memberikan  pertolongan 
kepada orang lain tanpa mengh arapkan imbalan. 
Berdasarkan  uraian  dari  bentuk-bentuk  tindakan  dalam  perilaku  prososial  yang 
dikemukakan  oleh  para  ahli,  peneliti  memutuskan  untuk  menggunakan  bentuk-bentuk 
tindakan  dalam  perilaku  prososial  menurut  Eisenberg  &  Mussen  (1989).  Tindakan-
tindakan  ini  didalamnya  meliputiberbagi  (sharing),  kerjasama  (cooperative), 
menyumbang  (donating),  menolong  (helping),  kejujuran  (honesty),  dan  kedermawanan 
(generosity). 
2.2.3 Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Prososial   
   Eisenberg  & Mussen (1989),terdapat  tujuh  faktor  utama  yang  memiliki  kontribusi 
terhadap  perilaku  prososial  seseorang,  diantaranya;  faktor  biologis,  budaya  masyarakat 
setempat, pengalaman sosialisasi, proses  kognitif, respon emosional, faktor karakteristik 
individu  dan  faktor  situasional.Aronson,  Wilson&  Akert  (2007)  men ambahkan  efek
mood  juga  memiliki  kontribusi  terhadap  perilaku  prososial.Selanjutnya,Aronson, 
Wilson &  Akert (2007) mengatakan bahwa efek mood  terbagi dua,  yaitu efek dari  mood
  
positif  dan  efek  dari  mood  negatif.  Masing-masing  dari  faktor -faktor  yang 
mempengaruhi perilaku prososial akan dijelaskan sebagai berikut; 
1.  Faktor  Biologis.  Eisenberg  &  Mussen  (1989 )  mengatakan  bahwa  ad anya 
faktor  genetik  dapat  menyebabkan  perbedaan  in dividu  dalam  berperilaku 
prososial. 
2.  Budaya  masyarakat  setempat.  Eisenberg  &  Mussen  (1989)  mengatakan 
bahwa  perilaku,  motivasi,  dan  nilai-nilai  yan g  diyakini  oleh  individu 
dipengaruhi  oleh  budaya  dimana  individu  tinggal.Sehingga  budaya  dap at 
digunakan  sebagai  alat  untuk  memperkirakan  tingkat  kecend erungan 
individu dalam berperilaku prososial. 
3.  Pengalaman  sosialisasi.    Eisenberg  &  Mussen  (1989)  mengatakan 
banyakn ya interaksi individu  dengan  agen-agen  sosialisasi seperti  orang  tua 
(agen  sosialisasi  utama),  teman  sebaya,  guru  dan  media  massa  dapat 
membentuk perilaku prososial pada individu. 
4.  Proses  kognitif.  Eisenberg  &  Mussen  (1989)  mengatakan  bahwa  perilaku 
prososial melibatkan beberapa proses kognitif, diantaranya: 
a)  Intelegensi.  Eisenberg  &  Mussen  (1989)  mengatakan  bahwa  tingkat 
intelegensi  dapat  mempengaruhi  individu  dalam  mempersepsi 
stimulus dan berperilaku.  
b) Persepsi  terhadap  kebutuhan  orang  lain.  Eisenberg  &  Mussen  (1989) 
mengatakan  bahwa  penelitian  Pearl  menyatakan  anak  baru  bisa 
memahami  kebutuhan  orang  lain,  ketika  berada  pada  tingkat  tiga 
sekolah  dasar.  Kemampuan  ini  nantinya  dapat  meningkatkan 
intensitas perilaku prososial pada anak tersebut. 
c)  Role  Taking.Eisenberg  &  Mussen  (1989)  mengatakan  bahwa  role 
takingmeliputikemampuan  untuk  memahami  dan  menarik  kesimpulan 
dari  per asaan,pemikiran,  reaksi  emosi,  motivasi  dan  keinginan  orang 
lain.  Eisenber g  &  Mussen  (1989)  juga  menambahkan  bahwa  role 
takingdapat  menjadi  perantara  perilaku  prososial  yan g  secara 
sistematik telah teruji.
d) Keterampilan  memecahk an  masalah  interpersonal.  Eisenberg  &  Mussen 
(1989)  men gatakan  bahwa  keterampilan  memecahkan  masalah 
  
interpersonal  meliputi  adanya 
sensitivitas  terhadap  permasalahan 
interpersonal dan kemampuan menemukan solusi terhadap masalah. 
e)  Penalaran  moral.  Eisenberg  &  Mussen  (1989)  mengatakan  bahwa 
penalaran  moral  merupakan  faktor  yang  memiliki  kecenderungan 
terhadap individu untuk berperilaku prososial. 
5.  Respon  emosional.  Eisenberg  &  Mussen  (1989)  mengatakanbahwa  respon 
emosional meliputi adanya perasaan bersalah d an rasa peduli terhadap orang 
lain. Respon ini nantin ya akan meningkatkan intensitas prososial seseorang. 
6.  Faktor  karakteristik  individu.  Eisenberg  &  Mussen  (1989)  mengatakan 
bahwa  faktor  karakteristik  individu  yang  berhubungan  den gan  intensitas 
prososial adalah kepribadian. 
7.  Faktor  situasional.  Eisenberg  &  Mussen   (1989)  mengatakan  bahwa  adanya 
tekanan-tekanan  eksternal,sepertiperistiwa  sosial  dapat  menimbulkan 
kecenderunganpada individu untuk berespon secara prososial. 
8.  Efek  mood. Aronson,  Wilson&  Akert (2007 )menambahkan  bahwa  tipe efek 
mood dalam perilaku prososial ada dua, diantaranya;
a)   Efek  dari  mood  positif.Aronson,  Wilson&  Akert  (2007)mengatakan 
bahwa  individu  yang  memiIiki  mood  positif  dapat  meningkatkan 
intensitas perilaku prososial. Hal ini dikarenakanmoodpositif membuat 
individu  selalu  melihat sisi  positif  dari  orang  lain  dan  memungkinkan 
individu berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ideal. 
b)  Efek dari  mood  negatif.  Baumeister (dalam Aronson, Wilson&  Akert, 
2007)  mengatakan  bahwa  salah  satu  jenis  moodnegatif  yan g  dapat 
meningkatkan  intensitas  perilaku  prososial  individu  adalah  rasa 
bersalah.  Sehinggaketika  individu  melakukan  sesuatu  yang  membuat 
ia  merasa  bersalah,  dengan  berperilaku  prososial  seperti  menolong 
oran g lain dapat mengurangi rasa bersalahnya. 
2.3  Relawan TAGANA
Dalam  penelitian  ini,  peneliti  ingin  melihat  hubungan  antara  kepribadian  big  five 
dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. 
2.3.1 Definisi Relawan
  
Basuki  (2013)mengatakan  bahwa  relawan  adalah  seseorang  yang  secara  sukarela 
menyumbangkan  waktu,  tenaga,  pikiran  dan  keahliannya  untuk  menolong  orang  lain 
yang  membutuhkan  pertolongan  serta  sadar  bahwa  tidak  akan  mendapatkan  upah  atas 
sesuatu  yan g  telah  disumbangkan. Himpsi  (dalam  Gunawan  &  Sulistyorini,  2007)  juga 
menambahkan  bahwa  relawan  merupakan  seseorang  yang  memiliki  niat  untuk 
membantu  individuatausekelompok  individu  yang  memerlukan  bantuan,termotivasi 
oleh kemauan sendiri dan tidak bermaksud untuk menerima harta atau benda. 
2.3.2 Ciri-ciri Relawan 
Rajaguguk,  Sinaga,  &  Effendi  (dalam  Saleh,  2011)mengatakan  bahwa  pada 
dasarn ya relawan memiliki beberapa ciri khusus, yaitu: 
a.  Melayani individu  atau sekelompok  individu secara sadar dan  atas kemauan 
diri sendiri. 
b.  Melayani  individu  atau  sekelompok  individu  untuk  memperoleh 
kesejahteraan. 
c.  Melayani  individu  atau  sekelompok  individu  dalam  semangat  rasa 
kebersamaan dan persaudaraan. 
d.  Melayani individu atau sekelompok individu tanpa mengharapkan imbalan. 
2.3.3 Alasan-alasan Menjadi Relawan
Rusell  &Taylor  (2009)  mengatakan  bahwa  terdapat  beberapaalasan- alasan  untuk 
menjadi relawan diantaran ya; 
1.  Memiliki keinginan untuk menolong orang lain. 
2.  Mengekspresikan nilai-nilai yang dianut. 
3.  Sebagai  kesempatan  untuk  mendapat  keterampilan  baru  dan   bertemu  orang 
baru. 
2.3.4Jenis-jenis Relawan
Rajaguguk,  Sinaga,  &  Effendi  (dalam  Saleh,  2011)  mengatakan  bahwa  relawan 
dapat dibedakan dalam beberapa kategori, diantaranya: 
a.  Menurut status:individu dan organisasi  
b.  Menurut sifat pelayanan: pelayanan langsung dan pelayanan tidak langsung 
c.  Menurut sumber dorongan: inisiatif sendiri dan bukan inisiatif sendiri  
2.3.5 Tugas-tugas Relawan
  
Brennan  (2007)  mengatakan  bahwa  relawan  memiliki  tiga  tugas  utama 
diantaranya: 
1.  Relawan dapatmenjalankan operasi secara cepat, sigap dan tanggap.   
2.  Relawan  dapat  menyediakan  fasilitas  darurat  sebagai  sarana  untuk 
penyelamatan korban sementara waktu. 
3.  Relawan  dapat  memastikan  adan ya  distribusi  obat  dan  minuman  bersih 
untuk membantu kesehatan dari korban sementara waktu. 
2.3.6 Relawan TAGANA
  TAGANA  (Taruna  Siaga  Bencana)  merupakan  perwujudan  dari  penanggulangan 
bencana  bidang  bantuan  sosial  berbasis  masyarakat  yang  beranggotakan  seluruh rakyat 
Indonesia  baik  pria  maupun  wanita  (Tagana,  2014).Peran  TAGANA  disesuaikan 
dengan  UU  24/2007  tentang  Pen anggulan gan  Bencana,  pasal  27  yaitu  mengamanatkan 
setiap  orang  berkewajiban  melakukan  kegiatan  penanggulangan  bencan a.  TAGANA 
juga disesuaikan dengan  UU 11/2009 tentan g  Kesejahteraan Sosial, pasal 1 ayat 9 yaitu 
perlindungan  sosial  adalah  semua  upaya  yang  diarahkan  untuk  mencegah  dan 
menangani  resiko  dari  guncangan  sosial  (keadaan  tidak  stabil  yang  terjadi  secara  tiba-
tiba sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik dan bencana alam).  
TAGANA  memiliki  tugas-tugas  pokok  yang  harus  dilaksanakan  saat  berada  di 
lapangan  diantaranya  wajib  mengadakan  pemantauan  terhadap  daerah  rawan  bencana 
dan  memberikan  pertolongan  evakuasi  korban .Pasca  bencana  relawan  TAGANA 
mempunyai  kewajiban  memberikan  bantuan  b erupa  mencarikan  tempat  pengungsian 
untuk  korban  saat  korb an  belum  bisa  kembali  ke  tempat  tinggalnya,  memberikan 
pelayanan  dapur  umum,  posko  sosial  dan   melayani  kebutuhan  darurat  yang 
diperlukan.TAGANA  memiliki  beberapa  persyaratan  yang  harus  dipenuhi  masyarakat 
yang  ingin  turut  serta  untuk berpartisipasi menjadi  relawan  TAGANA  diantaran ya ialah 
warga  Negara  Indonesia  baik  pria  maupun  wanita  dan  telah  mengik uti  pelatihan 
TAGANA. 
2.4  Keterkaitan  antara  Kepribadian  Big  Five  dengan  Perilaku  Prososial  Pada 
Relawan TAGANA
Eisenberg  (1989)  mengatakan  bahwa  perilaku  prososial  adalah  tindak an  yang 
dilakukan  secara  sukarela  dan  dimaksudkan  untuk  membantu  maupun  memberi 
keuntungan  kepada  individu  atau  sekelompok  individu.Eisenberg  &  Mussen  (1989) 
  
menambahkan  bahwa  terdapat  faktor-faktor  yang  berkontribusi  dengan  perilaku 
prososial,  salah  satunya  ialah  faktor  karakteristik  individu  khususnya 
kepribadian.Serupa  dengan  hal  tersebut  Piliavin  (dalam  Dayakisni&  Hudaniah,  2009), 
juga  menambahkan  bahwa  faktor  yang  terdapat  didalam  diri 
seseorang,yaknikepribadianmemiliki  kecenderungan   terhadap  seseorang  untuk 
berperilaku prososial. 
Kepribadian  suatupola  yang  relatif  menetap  didalam  diri  individu  yang 
menghasilkan beberapa ukuran konsisten  tentang perilaku( Feist &Feist, 2009).Fieldman 
(dalam  Endah,  2005)  mengatakan  bahwa  terdapat  beberapa  pen dekatan  yang 
dikemukakan  paraahli  untuk  memahami  kepribadian,  salah  satunya  dengan 
menggunakan  teori  trait.Para  p eneliti  khususnya  generasi  muda  menyetujui  teori  trait 
yang  mengelompokkan  trait  menjadi  lima  besar,  dengan  dimensi  bipolar  (dalam 
Beaumont  &  Stout,  2003),  yang disebut  Big  Five.  McCrae  &  Costa  (1997)  menyatakan 
bahwa  kepribadian  big  five  digambarkan  dalam  lima  dimensi  dasar,  diantaranya 
Neuroticism,  Extraversion,  Openness  to  Experien ce,  Agreeableness,  dan
Conscientiousness.
Pada  dua  trait  kepribadian  dari  lima  trait  kepribadian  dalam  big  five  yang 
dikemukakan  oleh  McCrae  &  Costa(dalam  Beaumont  &  Stout,  2003),  yaitu 
extraversion  dan  agreeableness  sama-sama  memiliki  kepribadian  yakni  ramah  dengan 
orang  lain.  Dalam  tabel  karakteristik  skor  tinggi  dan  skor  rendah  pad a  dimensibig 
five,terlihat  bahwa  a greeablenessdan  extro vertionmemiliki  skor  tinggi  pada 
karakteristik  suka  menolong  (Moberg,  1999).Artinya,  individu  yang  memiliki 
karakteristik  agreeableness  dan  extrovertion  ialah  individu  yang  suka 
menolong.Menolong  merupakan  bentuk  yang  paling  jelas  dari  perilaku 
prososial.Eisenberg 
& Mussen (1989) menambahkan bahwa menolong merupakan salah 
satu bentuk tindakan dari perilaku prososial.
Relawan  adalah  seseorang  yang  secara  sukarela  menolong  orang  lainyang 
membutuhkan pertolon gan  dan  sad ar  bahwa  tidak akan  mendapatkan up ah  atas  sesuatu 
yang  telah disumbangkan (Basuki,  2013).Maka para relawan  TAGANA  di  Jakarta yang 
memiliki  kepedulian  dan  aktif  dalam  penanggulangan  bencana  bidang  bantuan 
sosial,dapat  dikatakan  memiliki  karakteristik  yang  menonjol  b aik  itu  extraversion  atau 
agreeableness maupun  keduanya.Pern yataan  ini  didukung  oleh Susanto  (dalam  Jannah,
  
2008)yang  mengatakan  bahwa  individu  yang  berkepribadian  extravertion  memiliki 
kecenderungan  intensitas  perilaku  prososial  yang  lebih  tinggi.  Sedangkan  menurut 
McCrae  &  Costa  (dalam  Beaumont  &  Stout,  2003)  mengatakan  bahwaagreeableness 
memiliki motivasi untuk membantu orang lain dan terarah pada perilaku pr ososial.  
2.5 Kerangka Berpikir 
   Sebagaimana  yang  telah  dijelaskan  diatas  faktor  yang  menentukan  perilaku 
prososial  seperti  berb agi  (sharing),  kerjasama  (cooperative),  men yumbang  (donating), 
menolong  (helping),  kejujuran  (honesty),  dan 
kedermawanan(generosity)  adalah 
kepribadian  big  five.Sedangkan  perilaku  prososial  adalah  tindakan  yang  dilakukan 
secara  sukarela  dan  dimaksudkan  untuk  membantu  maupun  memberi  keuntungan 
kepada individu atau sekelompok individu (Eisenberg, 1989).
  Perilaku prososial juga disebabkan oleh kepribadian.Eisenber g  & Mussen (1989) 
menyatakan  bahwa terdapat  faktor-faktor  yang berkontribusi  dengan  perilaku prososial, 
salah  satunya  ialah  faktor  karakteristik  individu  khususnya  kepribadian.Serupa  dengan 
hal  tersebut  Piliavin  (dalam  Dayakisni&  Hudaniah,  2009),  ju ga  menambahkan  bahwa 
faktor  yang  terd apat  didalam  diri  seseorang,yak nikepribadianmemiliki  kecenderungan 
terhadap seseorang untuk berperilaku p rososial. 
   Subjek  penelitian  yang  digunakan  ialah  relawan  TAGANA  di  Jakarta.Relawan 
TAGANA merupakan perwujudan  dari penanggulangan  bencana  bidang  bantuan  sosial 
berbasis  masyarakat  yang  beranggotakan  seluruh  rakyat  Indonesia  baik  pria  maupun 
wanita.Dengan  menggunakan  kepribadian  big  five  dalam  mengukur  tipe  kepribadian 
pada  relawan  TAGANA  di  Jakarta,  dapat  diketahui  macam-macam  tipe  kepribadian 
pada masing-masing relawan.
   Dalam  kepribadian big five terdapat  lima  macam  dimensi  dan  digunakan  menjadi 
variabel  pertama  pada  masing-masing  dimensi.  Variabel  tersebut  meliputineuroticism, 
extravertion,openness to  experience,agreeableness, dan conscientiousness.Peneliti ingin 
melihat  adanya  hubungan  terhadap  perilaku  prososial  pada  relawan  TAGANA  di 
Jakarta dalam melaksanakan tugas mulianya  yaitu menolong korban bencana alam. 
   Neuroticism  (N)   adalah  relawan  TAGANA  di  Jakarta  yang  memiliki 
masalah 
dengan  emosi  yang  negatif.  Relawan  TAGANA  yang  memiliki  skor  tinggi 
padaneuroticismberkepribadian  mudah  mengalami  rasa  khawatir,  rasa  takut,  stress  dan 
  
rasa  marah.Sedan gk an  skor  rendah p adaneuroticism  cenderung  akan  lebih  gembira  dan 
puas terhadap hidup mereka. 
   Extravertion (E) diantaranya meliputi emosi yang  positif,  enerjik, senang bergaul, 
tertarik  dengan  banyak  hal,  juga  ramah  terhadap  orang  lain.Relawan  TAGANA  di 
Jakarta  yang  memiliki  tingkat  extravertion  yang  tinggi  dapat  lebih  cepat  bersosialisasi 
dengan lingkungann ya  daripada  relawan  TAGANA  yang  memiliki tingkat  extravertion 
yang  rendah.Extravertion  termotivasi  dengan  perubahan,  tantangan  dan  mudah 
bosan.Sedangkan relawan TAGANA di Jakarta dengan tingkat extravertion yan g rendah 
cenderung bersikap pendiam dan menarik diri dari lingkungannya. 
   Openness  to  experience  (O)  mempunyai  kapasitas  untuk  menyerap  informasi, 
fokus  pada  berbagai  pemikiran  dan  perasaan.Jika  relawan  TAGANA  di  Jakarta 
memiliki skor rendah pada openness to experiences cenderung memiliki pemikiran yang 
sempit  dan  tidak  menyukai  adanya  perubahan,  serta  mempunyai  kecurigaan  terhadap 
objek  yang  membutu hkan  pertolongan  sebelum  berperilaku  prososial.R elawan 
TAGANA di  Jakarta  yang  memiliki  skor  tinggi  pada  openness  to experiencecenderung 
lebih  cepat  untuk 
berperilaku  prososial  jika  melihat  objek  yang  membutuhkan 
pertolongann ya. 
   Agreeableness  (A)  adalah  seseorang  yangramah,  rendah  hati,  tidak  menuntut, 
menghindari konflik dan  memiliki  kecenderungan  untuk mengikuti orang lain. R elawan 
TAGANA  di  Jakarta  yang  memiliki  tingkat  agreeablenesstinggicenderung  perhatian, 
ramah,  suka  menolon g,   dan  bersedia  untuk  bekerjasamaterkaitdengan  kepentingan 
orang  lain.  Sedangkan,  relawan  TAGANA  di  Jakartayang  memiliki  tingkat
agreeableness  rendah  cenderung  agresif,  sinis  dan  kurang  kooperatif  dengan  rekan 
kerjanya. 
   Conscientiousness  (C)  adalah  seseorang  yang  memiliki  kontrol  terhadap 
lingkungan  sosial,  berpikir sebelum  bertindak,  menunda kepuasan,  mengikuti peraturan 
dan  norma,  terencana,  dan  memprioritaskan  tugas.  Relawan  TAGANA  di  Jakarta  yang 
memiliki  skor  tinggi  pada  conscientiousnesscenderung  untuk  menunjukkan  sikap 
disiplin  dan  pekerja  keras,  serta  perilaku  terarah   pada  tujuan  untuk  mencapai  sesuatu 
yang  telah  direncanakan.Sedangkan  relawan  TAGANAdi  Jakarta  yang  memiliki  skor 
rendah pada conscientiousnesscenderung menunju kkan sikap malas, cerobohdan  mudah 
teralih perhatiann ya.
  
Neuroticism
Extravertion
Perilaku 
Kepribadian
Openness to Experience
Big Five
Prososial
Agreeableness
Conscientiousness
  
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 
2.6 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah 
Ha1:Adanya  hubungan  antara  neuroticismdengan  perilaku  prososial  pada  relawan 
TAGANA di Jakarta. 
Ho1:  Tidak  adan ya hubungan  antara neuroticismdengan perilaku  prososial pada relawan 
TAGANA di Jakarta.  
Ha2:  Adanya  hubungan  antara  extravertiondengan  perilaku  prososial  pada  relawan 
TAGANA di Jakarta. 
Ho2:  Tidak  adan ya  hubungan  antara  extravertion  dengan  perilaku  prososial  pada 
relawan TAGANA di Jakarta. 
Ha3:  Adan ya  hubungan  antara  openness  to  experiencedengan  perilaku  prososial  pada 
relawan TAGANA di Jakarta. 
Ho3:  Tidak  adanya  hubungan  antara  openness  to  experience  dengan  perilaku  prososial 
pada relawan TAGANA di Jakarta. 
Ha4:  Adanya  hubun gan  antara  agreeablenessdengan  perilaku  p rososial  pada  relawan 
TAGANA di Jakarta. 
Ho4:  Tidak  adanya  hubungan  antara  agreeableness  dengan  perilaku  prososial  pada 
relawan TAGANA di Jakarta. 
  
Ha5:  Adanya hubungan  antara conscientiousnessdengan perilaku prososial  pada relawan 
TAGANA di Jakarta. 
Ho5:  Tidak  adanya  hubungan  antar a  conscientiousness  dengan  perilaku  prososial  pada 
relawan TAGANA di Jakarta.