5
BAB II
Landasan Teori
2.1  Desain
Pengertian  desain  menurut  Ulrich  &  Eppinger  (2008:  190)  berdasarkan  
keterangan  dari  Industrial  Designers  So ciety  of  America  ( IDSA)  adalah  “layanan 
profesional  dalam  menciptakan  dan  mengemb angkan  konsep  dan  spesifikasi  yan g 
mengoptimalkan  fun gsi,  nilai,  dan  tampilan  produk  dan  sistem  untuk  saling 
menguntungkan antara pengguna dan produsen.  
Berdasarkan  pengertian  diatas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  desain 
merupakan  layanan  yang  berhubungan  dengan  pembuatan  konsep,  spesifikasi  dan 
analisis  data  yang  mengoptimalkan  nilai  dan  fungsi  produk   untuk  suatu  projek 
tertentu  yang  saling  menguntungkan  antara  produsen  den gan  konsumen.    Proses 
desain  bukan  hanya  mengutamakan  bentuk  d an  fungsi  dari  produk  akan  tetapi 
bagaimana interaksi antara produk dengan pengguna (dalam hal penggunaan).  
Menurut  Ulrich  &  Eppinger  (2008:  190)  yang  mengutip  dari  Drefyus  (1967) 
menerangkan  bahwa  terdapat  5  tujuan  penting  dalam  proses  desain  produk,  antara 
lain : 
1.  Utility  (Kegunaan)  :  Produk  yang  digunakan  harus  aman  terhadap  manusia, 
mudah pada saat pengoprasian/digunakan. 
2.  Appearance  (Tampilan)  :  Bentuk  yang  unik  dipadukan  dengan  garis  yang  tegas 
dan pemberian warna menjadi kesatuan  yang menarik untuk produk. 
3.  Easy to  maintenance (Kemudahan pemeliharaan) : Produk  dirancang bukan  hanya
sebatas  pen ggunaan  saja  akan  tetapi  harus  dirancang  agar  mudah  dalam 
pemeliharaan dan perbaikan. 
4.  Low  cost  (Biaya  yg  rendah)  :  Produk  yang  di  desain  harus  dapat  diproduksi
dengan biaya yan g rendah agar dapat bersaing.  
5.  Communication (Komun ikasi) : Disain  produk harus dapat mengaplikasikan nilai-
nilai  dari  philosopi  dan  misi  perusahaan  sebagai  cara  mengkomunikasikan 
philosopi dan misi perusahaan kepada masyarakat 
Menurut  Ulrich  &  Eppinger  (2008:  191)  Pentingnya suatu desain  pada  produk 
harus memenuhi 2 dimensi, yaitu: ergonomi & estetika  
2.2  Ergonomi 
2.2.1.  Sejarah dan Pengertian Ergonomi
Sejarah  perkembangan  ergonomi  dimulai  pada  tahun  1949  di  Oxfor d 
In ggris,  dimana  hal  itu  terlahir  dari  hasil  pertemuan  sekelompok  individu  (yang 
pada  akhirnya  menamakan  perkumpulan  peneliti 
ergonomi)  yang  mendiskusikan 
tentang kinerja manusia. Dari hasil pertemuan tersebut  munculah “ergonomi yang 
berasal  dari  bahasa  Yunani  yaitu  ergos  berarti  bekerja  dan  nomos  yang  berati 
hukum-hukum alam” (Lehto & Buck 2008: 2) 
Menurut  Soenandi,  dkk.  (2012)  dalam  jurnalnya  yang  mengutip  dari 
Nurmianto  (1991)  “ergonomi  juga  dapat  didefinisikan  sebagai  studi  tentang 
aspek-aspek  manusia  dalam  lingkungan  kerjanya  yaitu  ditinjau  secara  anatomi, 
fisiologi, psikologi,  engineering,  manajemen  dan  desain/perancangan. Sedangkan 
Dalam jurnal Nurfajriah dan Zulaihah (2010)  
“Ergonomi  adalah  suatu  cabang ilmu  sistematis untuk memanfaatk an  informasi –
informasi  mengenai  kemampuan  dan  keterbatasan  manusia  untuk  merancang 
sistem  kerja,  sehin gga  manusia  dapat  hidup  dan  bekerja  dalam  sistem  yang  baik, 
efektif, aman, dan nyaman” 
  
Dari  beberapa  pengertian  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  ergonomi  adalah 
ilmu  yang  mempelajari  penerapan  teknologi  mengen ai  aspek  –  aspek  manusia 
baik secara fisik maupun mental dengan lingkungan kerjanya. 
2.2.2.  Implementasi Ergonomi
Menurut  Nurmianto  (2003)  implementasi  atau  penerapan  peranan  ergonomi 
yaitu sebagai berikut : 
1.  Rancang ban gun  (design) ataupun rancang ulan g  (redesign). 
Pada  ran cang  bangun  ataupun  rancan g  ulang  ini  meliputi  perangkat  keras 
misalnya  perkakas  kerja  (tools),  ban gku  kerja  (benches),  platform,  kursi, 
pegangan  alat  kerja  (wo rkholders),  sistem  pengendali  (controls),  alat  peraga 
(displays),  jalan /  lorong  (acces  ways),  pintu (doors), jendela  (windows),  dan 
lainnya. 
2.  Desain pekerjaan pada su atu organisasi. 
Di  dalam  desain  pekerjaan  pad a  suatu  organisasi  meliputi  misalnya  jumlah 
jam  istirahat,  pemilihan  jadwal  pergantian  waktu  kerja  (shift  kerja), 
meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain – lain. 
3.  Meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. 
Dalam  meningkatkan  faktor  keselamatan  dan  kesehatan  kerja  ini  misalnya 
desain  suatu  sistem  kerja  untuk  mengur angi  rasa  nyeri dan ngilu  pada  sistem 
kerangka  dan   otot  manusia,  desain  stasiun  kerja  untuk  alat  peraga  visual 
(visual  display  unit  station).    Ini  dimaksudkan  untuk  mengurangi 
ketidaknyamanan  visual  dan  postur  kerja,  desain  perkakas  kerja  (handtools) 
dimaksudkan  untuk  mengurangi  kelelahan  dalam  bekerja,  desain  peletak an 
instrumen  dan  sistem  pengendali  dilakukan  agar  diperoleh  optimasi  dalam 
proses  transfer  informasi  dengan  dihasilkannya  suatu  respon  yang  cepat 
dengan  meminimumkan  resiko  kelelahan,  serta  agar  didapatkan  optimasi, 
efisien  kerja  dan  hilangnya  resiko  keseh atan  aktibat  metoda  k erja  yang 
kurang tepat.
4.  Desain dan evaluasi produk. 
Penerapan  yang  tidak  kalah  pentingn ya  dalam  implementasi  atau  penerapan 
ergonomi  yaitu  desain  dan  evaluasi  produk.    Produk  –  produk  harus  dapat 
dengan  mudah  diterapkan  (dimengerti  dan  digunakan)  pada  sejumlah 
populasi masyarakat tertentu tanpa  mengakibatkan adanya  bahaya atau  resiko 
dalam penggunaannya. 
2.2.3.  Kerugian Ergonomi
Pada  umumnya    kerugian  yang  muncul  dari  aktivitas  yang  tidak 
memperhatikan  ergonomi    adalah  musculoskeletal  disorders  (MSDs)  atau 
gangguan  otot  yang  meliputi  meliputi  berbagai  kondisi  peradan gan  dan  yang 
mempengaruhi kondisi otot, tendon,  ligamen, sendi, saraf ,  dan juga termasuk yeri 
punggung  bawah  (Low  Back  Pain).  Daerah  tubuh  yan g  paling  sering  terkena 
(MSDs)    adalah  punggung  bawah,  leher,  bahu,  lengan,  dan  tangan.  dan  tungkai 
bagian bawah.  
Berd asarkan  Bridger    (2003:  96)  dalam  bukunya  Introduction  to  Enginering 
menyatakan  bahwa  “jumlah  pekerja  dengan  posisi  duduk  lebih  banyak 
dibandingkan  dengan  pekerja  pada  posisi  berdiri.  Namun  laman ya  duduk  pada 
kerja mempun yai  hubungan/resiko  terhadap  low back  pain”.   Maka dari itu  untuk  
mengetahui  kerugian  dari  aktivitas  yang  tidak  ergonomi  er gonomi  pada  posisi 
duduk  dapat  di  ukur  oleh  metode  pengukuran  RULA  (Rapid  Upper  Limb 
  
Assessment).  RULA  merupakan suatu metode dalam  ergonomi untuk mengetahui 
adanya  keluhan  muskuloskeletal  pada  daerah  leher,  badan,  anggota  gerak  atas, 
dan sangat cocok untuk pekerjaan-pekerjaan yang statis atau menetap.
2.3  Antropometri 
2.3.1.  Pengertian Antropometri
Aspek  ergonomi  merupakan 
faktor  yang  penting  dalam  meningkatkan 
pelayanan  jasa  produksi.    Hal  ini  tidak  terlepas  dari  ukuran  anthropometri  tubuh 
yang  berhubun gan  dengan  ergonomi  tersebut.    Menurut  Nurmianto  (2003:  50) 
“antropometri  adalah  suatu  kumpulan  data  numerik  yang  berhubungan  dengan 
karakteristik tubuh manusia  seperti  ukuran,  bentuk,  dan  kekuatan  serta  penerapan 
dari  data  tersebut  untuk  penanganan  masalah  desain.”    Berdasarkan  pengertian 
tersebut  maka  dengan  kata  lain  bahwa  antropometri  dapat  diartikan  bahwa 
antropometri  merupakan  suatu  ukuran  dalam  kumpulan  data  numerik  yan g 
berhubungan den gan karakteristik ukuran tubuh  manusia. 
Antropometri  berhubungan  dengan  pengukuran  keadaan  dan  ciri  –  ciri  fisik 
manusia.    Informasi  dimensi  tubuh  manusia  diperlukan  untuk  merancang  sistem 
kerja  yang aman dan nyaman (Nurfajrian dan Zulaihah, 2010). 
2.3.2.  Sumber Variabilitas Antropometri
Menurut  Nurmianto  (2003:  48)  beberapa  sumber  variabilitas  dalam 
antropometri  yang  mengakibatkan  perbedaan  satu  populasi  dengan  populasi  lain 
adalah sebagai berikut : 
1.  Keacakan / Random 
Meskipun telah terdapat dalam  suatu kelompok populasi yang sudah jelas sama 
jenis  kelamin,  suku  /  bangsa,  kelompok  usia  dan  pekerjaannya,  namun  masih 
akan  ada  perbedaaan  yang  cukup  signifikan  dalam  berbagai  macam 
masyarakat. 
2.  Jenis Kelamin 
Pada jenis kelamin ini  terdapat perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh 
pria  dan  wanita.    Untuk  kebanyakan  dimensi  pria  dan  wanita  ada  perbedaan 
yang  signifikan  diantara  mean  (rata  –
rata) dan  nilai  perbedaan  ini  tidak dapat 
diabaikan.    Pria  dian ggap  lebih  panjang  dimensi  segmen  badannya  daripada 
wanita, maka dari itu data antropometrinya harus disajikan secara terpisah.  
3.  Suku Bangsa (Ethnic Variability) 
Variasi 
antar  suku  b angsa  disebabkan  karena  meningkatnya  jumlah  angka 
migrasi dari satu negara  ke negara  lain maka akan mempen garuhi antropometri 
secara nasional. 
4.  Usia 
Dalam usia digolongkan atas beberapa kelompok  usia yaitu balita, anak  – anak, 
remaja,  dewasa,  dan  lanjut  usia.      Antropometri  akan  cenderung  terus 
meningkat  sampai  batas  usia  dewasa  dan  cenderung  menurun    setelah 
menginjak usia dewasa karena berkurangnya elastisitas tulang belakang. 
5.  Jenis Pekerjaan 
Jenis  pekerjaan  tertentu  merupakan  salah  satu  faktor  yang  mengakibatkan 
perbedaan  populasi  misalnya  buruh  dermaga  /  pelabuhan  harus  mempunyai 
postur  tubuh  yang  relatif  besar  dibandingkan  dengan  karyawan  perkantoran 
pada umumnya. 
6.  Pakaian 
  
Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya 
iklim yang berbeda dari satu tempat ke tempat  yang lain terutama untuk daerah 
dengan empat musim. 
7.  Faktor Kehamilan pad a Wanita 
Faktor  kehamilan  pada  wanita  adalah  salah  satu  faktor  yang  mempengaruhi 
perbedaan  yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. 
8.  Cacat Tubuh Secara Fisik 
Adanya  skala  prioritas  pada  rancang  bangun  fasilitas  akomoda
untuk  para 
penderita  cacat  tubuh  secara  fisik  sehingga  mereka  dapat  ik
merasakan 
kesamaan  dalam penggunaan  jasa  dari  hasil ilmu ergonomi di  dala
pelayanan 
masyarakat.   
2.3.3.  Pengukuran Dimensi Antropometri
Berd asarkan  jurnal  inter nasional  Chuan,  Markus,  dan  Naresh  (2010)  yang 
berjudul  “Anthropometry  of  the  Singaporean  and  Indonesian  populations” 
melakukan pengukuran dimensi antropometri sebagai berikut : 
  
Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of the Singaporean and  
Indonesian Populations. (2010).
Gambar 2.1  Pengukuran Tubuh Pada Posisi Duduk 
  
Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of th e Singaporean and 
Indonesian Populations. (2010).
Gambar 2.2  Pengukuran Tubuh Pada Posisi Telapak Tangan & Kaki 
Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of th e Singaporean and 
Indonesian Populations. (2010).
Gambar 2.3  Pen gukur an Tubuh Pada Posisi Berdiri 
  
 pada  bagian  paha.    Untuk  berbagai  tujuan  sebaiknya  tinggi  kursi  adalah  5  presentil  perempuan  (400  mm  bersepatu).
10 
Tabel 2.1  Data Antropometri Untuk Orang Indonesia 
Male citizen s Female citizen s
Dimension
5th 50th 95 th SD 5th 50 th 95th SD
16 2 172 183 6,23 150 159 1 69 5,76
1. Stature
2.Ey eheigh t 15 1 160 172 6,3 139 148 1 58 6,12
3.Sh oulderheig ht 13 4 143 155 6,41 123 132 1 41 5,91
4. Elbow heigh t 99 107 114 5,12 9 1 9 9 1 08 6,4
5. Hip  h eight 83 95 105 6,76 7 8 8 8 97 5,91
6. Knuckel heigh t 68 75 8 2 4,75 6 3 7 0 78 4,37
7. Fingertip  h eight 58 64 7 1 4,82 5 4 6 0 65 3,67
8. Sittin g height 80 89 9 6 5,24 7 8 8 3 90 4,7
9. Sittin g eye h eight 69 76 8 4 4,58 6 7 7 3 80 5,83
10 . Sitting sh oulder heigh t 52 59 6 7 6,27 5 1 5 6 63 4,94
11 . Sitting elbow heig ht 19 24 3 0 4,74 1 9 2 5 32 5,19
12 . Th ig h thick nes s 12 16 2 2 3,59 1 1 1 5 19 3,22
13 . Bu ttock -kn ee len gth 48 56 6 4 4,89 4 5 5 3 60 4,81
14 . Bu ttock -po pliteal length 40 46 5 4 4,82 3 7 4 3 51 4,21
15 . Knee heigh t 46 54 6 2 5,21 4 3 5 0 60 5,27
16 . Po pliteal height 38 44 4 9 3,78 3 8 4 4 50 3,92
17 . Sh oulder bread th  (bidelto id ) 36 45 5 2 4,66 3 7 4 3 53 5,43
18 . Sh oulder bread th  (biacromial) 31 37 4 3 3,61 3 3 3 8 44 3,56
19 . Hip bread th 28 35 4 3 4,41 2 9 3 5 45 7,22
20 . Ch est (bu st) depth 16 21 2 7 3,5 1 7 2 1 28 3,38
21 . Abd ominal dep th 15 21 2 9 4,46 1 4 1 8 25 3,44
22 . Sh oulder-elbow length NA NA NA NA NA NA NA NA
23 . Elbow-f in gertip leng th 42 47 5 6 4,55 3 7 4 3 50 4,27
24 . Upp er limb length 68 76 8 4 6,39 6 2 7 0 77 4,69
25 . Sh oulder-grip leng th 56 65 7 3 6,29 5 4 6 0 68 4,3
26 . Head length 17 20 2 4 2,21 1 5 1 8 22 3,95
27 . Head breadth 15 18 2 2 2,06 1 4 1 7 21 2,48
28 . Hand length 17 19 2 2 1,64 1 6 1 8 20 1,72
29 . Hand bread th 7 9 1 1 1,09 6 8 10 4,85
30 . Fo ot leng th 22 25 2 9 2,58 2 1 2 3 26 2,63
31 .Footbread th 8 10 1 2 3,96 7 9 11 2,2
32 . Sp an
15 8 172 186 8,5 146 156 1 70 7,61
33 . Elbow sp an 78 86 9 6 5,97 7 3 7 9 89 5,38
34 . Vertical g rip reach (s tanding) 19 2 206 221 1 0,54 174 186 2 04 9,1
35 .Verticalgrip reach(s itting ) 11 2 122 136 7,9 101 113 1 24 7,2
36 . Fo rward grip reach 64 73 8 1 5,89 6 1 6 7 76 4,39
37 . Bo dy weight (kg ) 50 63 89 ,2 5 1 3,19 3 9,80 5 3 80 11,68
 
Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of the Singaporean and   
Indonesian Populations. (2010).
2.4  Aspek Antropometri Dalam Desain Jok
Menurut Pheasant (2003:75) aspek antropometri dalam desain jok terdiri dari : 
1.  Tinggi Kursi 
Kursi  yang  memiliki  ketinggian  yan g  meningkat 
luar  ketinggian  politeal 
height/tinggin  paha  bawah  pengguna,  aka
menimbulkan  adanya  tekanan  pada 
bagian  bawah  paha.    Hal  ini  dapat  menyebabka
kesemutan,  kaki  bengkak  dan 
ketidaknyamanan  yang  cukup  besar.    Efek  buru
tersebut  dapat  diatasi  dengan 
memperpendek  kursi  untuk  meminimalkan  tekana
  
11 
2.  Kedalaman Kursi 
Jika  kedalaman  kursi  melebihi bokong  – lipatan  dalam  lutut (5  presentil  wanita  = 
435 mm),  maka pengguna kursi tidak akan mampu untuk bersandar.  Batas bawah 
kedalaman kursi tidak mudah untuk ditentukan.  
3.  Lebar Kursi 
Lebar kursi d alam jarak sandaran lengan harus memadai pengguna kursi terbesar. 
4.  Dimensi Sandaran Ku rsi 
Semakin  tinggi  sandaran  kursi  maka  akan  semakin  efektif  dalam  mendukung 
beban  badan.    Kita  dapat  membedakan  jenis  –  jenis  sandaran  sesuai  dengan 
keadaan  tertentu  yaitu  sandaran  tingkat  rendah,  sandaran  tingkat  menengah,  dan 
sandaran  tingkat  tin ggi.   Sandaran tingkat rendah  menunjang  untuk  pinggang  dan 
daerah  tin gkat  rendah  saja.    Sandaran  tingkat  menengah  menunjang  punggung 
atas  dan  bagian  bahu.    Sedangkan  sandaran  tingkat  tinggi  umumnya  lebih  baik 
untuk  sandaran  yang  berkontur  den gan  bentuk  tulang  belakang  khususnya 
memberikan  dukungan positif  ke  daerah  pinggang.  Untuk  dimensi  sandaran  yang 
dirokemendasikan  adalah 400 mm – 750 mm. 
5.  Sudut Sandaran Kursi 
Sudut  sandaran  kursi  yang  meningkat  dari  proporsi  yang  lebih  besar  dari  berat 
badan  maka  gaya  tekan  antara  batang  dan  panggul  berkuran g.  Biasan ya  sudut 
optimal akan berada pada 100 -110  
6.  Sudut Kuris (Miring)  
Sudut  kursi  yang  positif  membantu  pengguna  kursi  untuk  mempertahankan 
sentuhan  yang  baik  dengan  sandaran  dan  membantu  untuk  melawan  setiap 
kecend erungan untuk bergeser dari kursi. 
7.  Penyangga Lengan 
Lengan  kursi  dapat  memberikan  bantu an  postural  tambahan.    Lengan ku rsi harus 
mendukung bagian dari lengan bawah tetapi jika sangat baik  pengguna tidak harus 
melibatkan bagian – bagian tulang siku dekat permukaan. 
Sumber: Pheasant, Stephen Body Space Anthropometry, Ergonomics an d the Design of 
Work. (2003).
Gambar 2.4  Dimensi Tempat Duduk 
  
12 
2.5  Klasifikasi Kendaraan
Dalam  Baariq (2013) mengklasifikasikan mobil  terbagi menjadi  beberapa jenis 
sebagai berikut : 
1.  Mobil C onvertible 
Mobil  convertible  adalah  mobil  kecil  dengan  atap  yang  dapat  dilipat,  sehingga 
memungkinkan  pengguna  untuk  merubah  mobil  dari  kendaraan  tertutup  ke  tipe 
terbuka. 
2.  Mobil C oupe 
Mobil  coupe  merupakan  mobil  kecil  dengan  dua  pintu  mobil  dan  dua  tempat 
duduk  penumpang  (seater),  ada  juga  yang  empat  seater  den gan  atap  yang 
biasanya cenderung ke arah belakang. 
3.  Mobil Hatcback 
Mobil  hatcback  adalah  mobil  yan g  menggabungkan  ruang  penumpang  dengan 
ruang kargo sedemikian rupa. 
4.  Mobil Minivan 
Mobil  minivan  adalah  mobil  menengah,  lebih  tinggi  dari  sedan 
atau  hatcback 
yang paling dikenal adalah interior luas mereka. 
5.  Mobil Sedan 
Sedan  berkisar  dari  menengah  untuk  model  besar,  dan  biasanya  memiliki  dua 
baris kursi dengan ruang yang cukup, tidak seperti jenis coupe. 
6.  Sports Car
Mobil  ini  dikemas  dengan  dua  tempat  duduk,  dirancang  khusus  untuk  jam 
kecepatan luar biasa. 
7.  Sport Vehicle (SUV) 
Kendaraan ini  sering disebut  kendaraan  yang dirancan g  untuk  berkendara  di  jalan 
biasa serta medan off - road. 
8.  Station Wagon
Station  wagon  adalah  kendaraan  penumpang  yan g  menampilkan  atap  relatif 
panjang dan area kargo yang luas di bagian belak ang.
2.6  RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
RULA  adalah  “suatu  metode  observasi  subjectif  untuk  analisa  postur  yang 
berfokus  pada  tubuh  bagian  atas”  (Dockrell,  et.  al  2011).    Dalam  Dockrell,  Diedre, 
dan  Rose  (2010)  “rula  melibatkan  alokasi  skor  numerik  untuk  postur  diamati  dari 
bagian  tubuh  yang  berbeda  (lengan  atas,  lengan  bawah,  pergelangan  tangan,  leher, 
batang dan kaki)”.   Metode  rula  akan  menghasilk an nilai dari  hasil  kalkulasi  dimana 
hasilnya  akan  berupa  angka  1  sampai  7,  dan  angka  tersebut  akan 
di  akan  di 
golongkan  menjadi  4  tahap  dimana  setiap  tahap  mempunyai  tindakan  yang  h arus  di 
ambil berdasarkan tingkatannya. 
RULA  digunakan  “untu k  menilai  postur  tubuh,  gaya,  dan  pergerakan  yang 
berkaitan  dengan  tugas  yang  menetap,  seperti  pekerjaan pada  komputer, menufaktur 
atau pekerjaan dagang dimana pekerja  bekerja  pada  kondisi  duduk atau  berdiri tanpa 
berger ak”  (Stanton,  et.  al  2005  :7-1).  Penilaian  dalam  RULA  untuk  mengetahui 
resiko upper limb disorber atau gan ggu an pada tubuh bagian atas. 
Untuk postur  tubuh yang  diamati dalam metode R ULA terbagi menjadi  dua grup 
utama, yaitu : 
Postur  grup  A  :    Terdiri  dari    lengan  atas,  lengan  bawah  dan  pergelangan 
tangan 
Postur grup B : Terdiri d ari leher, batang dan kaki. 
  
13 
Dari kedua postur tersebut dilakukan  penilaian  berdasarkan posisi bagian tubuh 
yang diamati 
Dari  kondisi  tersebut  dapat  dilakukan  penilaian  sesuai  dengan    gambar 
dibawah: 
  
Sumber: Dockrell, et al, An investigatio n of the reliability of Rapid Upper Limb 
Assessment (RULA) as a method of assessment of children’s computing posture,
(2012)
Gambar 2.5 Penilaian Postur Grup A 
  
Sumber: Dockrell, et al, An investigatio n of the reliability of Rapid Upper Limb 
Assessment (RULA) as a method of assessment of children’s computing posture,
(2012)
Gambar 2.6 Penilaian Po stur Grup B 
  
14 
Tabel 2.2  Penilaian Postur Grup A 
Sumb er: Karwowski W., William S. M, Occupational Ergonomics, (2003) 
Tabel 2.3 Penilaian Postur Grup B 
Sumber: Karwowski W., William S. M, Occupation al Ergonomics, (2003) 
Setelah  melakukan  penilaian  terhadap  postur  tubuh  grup  A  &  B  maka  tahap 
selanjutnya  adalah  melakukan  kalkulasi  terhadap  penilaian  tersebut  dalam  papan 
penilaian  RULA, untuk  nilai yan g  dihasilkan akan menjadi nilai  total RULA. Dalam 
penilaian RULA terdapat poin tambahan pada kedua grup  yaitu muscle & force.  
Untuk  muscle  ditambahkan  nilai  1  apabila  postur  tubuh  statis,  atau  menahan 
dalam jangka waktu lebih dari satu menit, Jika untuk postur tubuh tidak statis & tidak 
melakukan  pengulangan  maka  nilai  tambahnya  0,  dan  jika  postur  tubuh  dengan 
pengulangan yang tin ggi atau pen gulangan  lebih dari 6 kali/menit maka ditambahkan 
nilau  1.  Sedangkan  untuk  force  jika  tidak  ada  beban  atau  kurang  dari  2  Kg  beban 
yang  berselang  (intermittent)  maka  penambahan  nilai  0,  jika  beban  2-10  Kg  beban 
yang  berselang  (intermittent)  maka  penambahan  nilai  1,  jika  beban  2-10  Kg  beban 
statis  atau  2-10  Kg  beban  berulang  atau  lebih  dari  10  Kg  beban  yang  berselang 
(intermittent) maka tambahkan nilai 2,  jika  beban  statis 10  Kg atau  lebih  atau beban 
pengulangan  lebih  dari  10  Kg  maka  tambahkan  nilai  3.  Adapun  untuk  kalkulasi 
penilaian RULA pada papan nilai RULA dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini : 
  
15 
Sumber: Karwowski W., William S. M, Occupational Ergonomics, (2003) 
Gambar 2.7 Papan nilai RULA (nilai total) 
Setelah  dilakukan  penilaian  postur tubuh dengan  menggu anakan  papan  penilai 
RULA  maka  akan  didapat  nilai  total/grand  score  RULA  pada  bagian  tengah  papan 
nilai.    Dari  nilai  RULA  tersebut  dapat  ditentukan  langkah-langkah  apa  yang  harus 
dilakuka,  terdapat  4  tingkata  tindakan  yang  harus  dilakukan  berdasarkan  hasil  nilai 
RULA, semakin besar  nilai total RULA maka semakin  besar pula  tindakan perbaikan 
yang harus  dilakukan karena  semakin b esar nilai RULA maka  semakin besar tingkat 
resiko  terhadap  gangguan  tubuh,  begitu  pula  sebaliknya  jika  semakin  kecil  angka 
nilai  total  yang  di  dapatkan  maka  akan  meminimalkan  resiko  terhadap 
gangguantubuh.  Berikut  ini  adalah  tabel  untuk  level  kegiatan  yan g  harus  dilakukan 
berdasarkan nilai RULA. 
Tabel 2.8 Level Kegiatan Berdasarkan Nilai RULA 
Tindakan
Total Nilai Tingkatan Tindakan
1 Atau 2 1
3 Atau 4 2
5 Atau 6 3
Postur dapat diterima dan tidak perlu dilakukan perbaikan
Perlu investgasi lebih lanjut. Memungkinkan dilakukan perubahan
Perlu investgasi lebih lanjut dan dilakukan perubahan segera
Investigasi dan diperlukan perubahan segera
  
7 Atau lebih 4
Sumber: Dockrell, et al, An investigatio n of the reliability of Rapid Upper Limb 
Assessment (RULA) as a method of assessment of children’s computing posture,
(2012)
  
  
16