![]() BAB II
Landasan Teori
2.1 Desain
Pengertian desain menurut Ulrich & Eppinger (2008: 190) berdasarkan
keterangan dari Industrial Designers So ciety of America ( IDSA) adalah layanan
profesional dalam menciptakan dan mengemb angkan konsep dan spesifikasi yan g
mengoptimalkan fun gsi, nilai, dan tampilan produk dan sistem untuk saling
menguntungkan antara pengguna dan produsen.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa desain
merupakan layanan yang berhubungan dengan pembuatan konsep, spesifikasi dan
analisis data yang mengoptimalkan nilai dan fungsi produk untuk suatu projek
tertentu yang saling menguntungkan antara produsen den gan konsumen. Proses
desain bukan hanya mengutamakan bentuk d an fungsi dari produk akan tetapi
bagaimana interaksi antara produk dengan pengguna (dalam hal penggunaan).
Menurut Ulrich & Eppinger (2008: 190) yang mengutip dari Drefyus (1967)
menerangkan bahwa terdapat 5 tujuan penting dalam proses desain produk, antara
lain :
1. Utility (Kegunaan) : Produk yang digunakan harus aman terhadap manusia,
mudah pada saat pengoprasian/digunakan.
2. Appearance (Tampilan) : Bentuk yang unik dipadukan dengan garis yang tegas
dan pemberian warna menjadi kesatuan yang menarik untuk produk.
3. Easy to maintenance (Kemudahan pemeliharaan) : Produk dirancang bukan hanya
sebatas pen ggunaan saja akan tetapi harus dirancang agar mudah dalam
pemeliharaan dan perbaikan.
4. Low cost (Biaya yg rendah) : Produk yang di desain harus dapat diproduksi
dengan biaya yan g rendah agar dapat bersaing.
5. Communication (Komun ikasi) : Disain produk harus dapat mengaplikasikan nilai-
nilai dari philosopi dan misi perusahaan sebagai cara mengkomunikasikan
philosopi dan misi perusahaan kepada masyarakat
Menurut Ulrich & Eppinger (2008: 191) Pentingnya suatu desain pada produk
harus memenuhi 2 dimensi, yaitu: ergonomi & estetika
2.2 Ergonomi
2.2.1. Sejarah dan Pengertian Ergonomi
Sejarah perkembangan ergonomi dimulai pada tahun 1949 di Oxfor d
In ggris, dimana hal itu terlahir dari hasil pertemuan sekelompok individu (yang
pada akhirnya menamakan perkumpulan peneliti
ergonomi) yang mendiskusikan
tentang kinerja manusia. Dari hasil pertemuan tersebut munculah ergonomi yang
berasal dari bahasa Yunani yaitu ergos berarti bekerja dan nomos yang berati
hukum-hukum alam (Lehto & Buck 2008: 2)
Menurut Soenandi, dkk. (2012) dalam jurnalnya yang mengutip dari
Nurmianto (1991) ergonomi juga dapat didefinisikan sebagai studi tentang
aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yaitu ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Sedangkan
Dalam jurnal Nurfajriah dan Zulaihah (2010)
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu sistematis untuk memanfaatk an informasi
informasi mengenai kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang
sistem kerja, sehin gga manusia dapat hidup dan bekerja dalam sistem yang baik,
efektif, aman, dan nyaman
|
6
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ergonomi adalah
ilmu yang mempelajari penerapan teknologi mengen ai aspek aspek manusia
baik secara fisik maupun mental dengan lingkungan kerjanya.
2.2.2. Implementasi Ergonomi
Menurut Nurmianto (2003) implementasi atau penerapan peranan ergonomi
yaitu sebagai berikut :
1. Rancang ban gun (design) ataupun rancang ulan g (redesign).
Pada ran cang bangun ataupun rancan g ulang ini meliputi perangkat keras
misalnya perkakas kerja (tools), ban gku kerja (benches), platform, kursi,
pegangan alat kerja (wo rkholders), sistem pengendali (controls), alat peraga
(displays), jalan / lorong (acces ways), pintu (doors), jendela (windows), dan
lainnya.
2. Desain pekerjaan pada su atu organisasi.
Di dalam desain pekerjaan pad a suatu organisasi meliputi misalnya jumlah
jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja),
meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain lain.
3. Meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja ini misalnya
desain suatu sistem kerja untuk mengur angi rasa nyeri dan ngilu pada sistem
kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual
(visual display unit station). Ini dimaksudkan untuk mengurangi
ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain perkakas kerja (handtools)
dimaksudkan untuk mengurangi kelelahan dalam bekerja, desain peletak an
instrumen dan sistem pengendali dilakukan agar diperoleh optimasi dalam
proses transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat
dengan meminimumkan resiko kelelahan, serta agar didapatkan optimasi,
efisien kerja dan hilangnya resiko keseh atan aktibat metoda k erja yang
kurang tepat.
4. Desain dan evaluasi produk.
Penerapan yang tidak kalah pentingn ya dalam implementasi atau penerapan
ergonomi yaitu desain dan evaluasi produk. Produk produk harus dapat
dengan mudah diterapkan (dimengerti dan digunakan) pada sejumlah
populasi masyarakat tertentu tanpa mengakibatkan adanya bahaya atau resiko
dalam penggunaannya.
2.2.3. Kerugian Ergonomi
Pada umumnya kerugian yang muncul dari aktivitas yang tidak
memperhatikan ergonomi adalah musculoskeletal disorders (MSDs) atau
gangguan otot yang meliputi meliputi berbagai kondisi peradan gan dan yang
mempengaruhi kondisi otot, tendon, ligamen, sendi, saraf , dan juga termasuk yeri
punggung bawah (Low Back Pain). Daerah tubuh yan g paling sering terkena
(MSDs) adalah punggung bawah, leher, bahu, lengan, dan tangan. dan tungkai
bagian bawah.
Berd asarkan Bridger (2003: 96) dalam bukunya Introduction to Enginering
menyatakan bahwa jumlah pekerja dengan posisi duduk lebih banyak
dibandingkan dengan pekerja pada posisi berdiri. Namun laman ya duduk pada
kerja mempun yai hubungan/resiko terhadap low back pain. Maka dari itu untuk
mengetahui kerugian dari aktivitas yang tidak ergonomi er gonomi pada posisi
duduk dapat di ukur oleh metode pengukuran RULA (Rapid Upper Limb
|
7
Assessment). RULA merupakan suatu metode dalam ergonomi untuk mengetahui
adanya keluhan muskuloskeletal pada daerah leher, badan, anggota gerak atas,
dan sangat cocok untuk pekerjaan-pekerjaan yang statis atau menetap.
2.3 Antropometri
2.3.1. Pengertian Antropometri
Aspek ergonomi merupakan
faktor yang penting dalam meningkatkan
pelayanan jasa produksi. Hal ini tidak terlepas dari ukuran anthropometri tubuh
yang berhubun gan dengan ergonomi tersebut. Menurut Nurmianto (2003: 50)
antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik tubuh manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan
dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Berdasarkan pengertian
tersebut maka dengan kata lain bahwa antropometri dapat diartikan bahwa
antropometri merupakan suatu ukuran dalam kumpulan data numerik yan g
berhubungan den gan karakteristik ukuran tubuh manusia.
Antropometri berhubungan dengan pengukuran keadaan dan ciri ciri fisik
manusia. Informasi dimensi tubuh manusia diperlukan untuk merancang sistem
kerja yang aman dan nyaman (Nurfajrian dan Zulaihah, 2010).
2.3.2. Sumber Variabilitas Antropometri
Menurut Nurmianto (2003: 48) beberapa sumber variabilitas dalam
antropometri yang mengakibatkan perbedaan satu populasi dengan populasi lain
adalah sebagai berikut :
1. Keacakan / Random
Meskipun telah terdapat dalam suatu kelompok populasi yang sudah jelas sama
jenis kelamin, suku / bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih
akan ada perbedaaan yang cukup signifikan dalam berbagai macam
masyarakat.
2. Jenis Kelamin
Pada jenis kelamin ini terdapat perbedaan yang signifikan antara dimensi tubuh
pria dan wanita. Untuk kebanyakan dimensi pria dan wanita ada perbedaan
yang signifikan diantara mean (rata
rata) dan nilai perbedaan ini tidak dapat
diabaikan. Pria dian ggap lebih panjang dimensi segmen badannya daripada
wanita, maka dari itu data antropometrinya harus disajikan secara terpisah.
3. Suku Bangsa (Ethnic Variability)
Variasi
antar suku b angsa disebabkan karena meningkatnya jumlah angka
migrasi dari satu negara ke negara lain maka akan mempen garuhi antropometri
secara nasional.
4. Usia
Dalam usia digolongkan atas beberapa kelompok usia yaitu balita, anak anak,
remaja, dewasa, dan lanjut usia. Antropometri akan cenderung terus
meningkat sampai batas usia dewasa dan cenderung menurun setelah
menginjak usia dewasa karena berkurangnya elastisitas tulang belakang.
5. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan tertentu merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan
perbedaan populasi misalnya buruh dermaga / pelabuhan harus mempunyai
postur tubuh yang relatif besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran
pada umumnya.
6. Pakaian
|
![]() 8
Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya
iklim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain terutama untuk daerah
dengan empat musim.
7. Faktor Kehamilan pad a Wanita
Faktor kehamilan pada wanita adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
perbedaan yang berarti kalau dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.
8. Cacat Tubuh Secara Fisik
Adanya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomoda
untuk para
penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ik
merasakan
kesamaan dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di dala
pelayanan
masyarakat.
2.3.3. Pengukuran Dimensi Antropometri
Berd asarkan jurnal inter nasional Chuan, Markus, dan Naresh (2010) yang
berjudul Anthropometry of the Singaporean and Indonesian populations
melakukan pengukuran dimensi antropometri sebagai berikut :
Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of the Singaporean and
Indonesian Populations. (2010).
Gambar 2.1 Pengukuran Tubuh Pada Posisi Duduk
|
![]() 9
Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of th e Singaporean and
Indonesian Populations. (2010).
Gambar 2.2 Pengukuran Tubuh Pada Posisi Telapak Tangan & Kaki
Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of th e Singaporean and
Indonesian Populations. (2010).
Gambar 2.3 Pen gukur an Tubuh Pada Posisi Berdiri
|
![]() 10
Tabel 2.1 Data Antropometri Untuk Orang Indonesia
Male citizen s Female citizen s
Dimension
5th 50th 95 th SD 5th 50 th 95th SD
16 2 172 183 6,23 150 159 1 69 5,76
1. Stature
2.Ey eheigh t 15 1 160 172 6,3 139 148 1 58 6,12
3.Sh oulderheig ht 13 4 143 155 6,41 123 132 1 41 5,91
4. Elbow heigh t 99 107 114 5,12 9 1 9 9 1 08 6,4
5. Hip h eight 83 95 105 6,76 7 8 8 8 97 5,91
6. Knuckel heigh t 68 75 8 2 4,75 6 3 7 0 78 4,37
7. Fingertip h eight 58 64 7 1 4,82 5 4 6 0 65 3,67
8. Sittin g height 80 89 9 6 5,24 7 8 8 3 90 4,7
9. Sittin g eye h eight 69 76 8 4 4,58 6 7 7 3 80 5,83
10 . Sitting sh oulder heigh t 52 59 6 7 6,27 5 1 5 6 63 4,94
11 . Sitting elbow heig ht 19 24 3 0 4,74 1 9 2 5 32 5,19
12 . Th ig h thick nes s 12 16 2 2 3,59 1 1 1 5 19 3,22
13 . Bu ttock -kn ee len gth 48 56 6 4 4,89 4 5 5 3 60 4,81
14 . Bu ttock -po pliteal length 40 46 5 4 4,82 3 7 4 3 51 4,21
15 . Knee heigh t 46 54 6 2 5,21 4 3 5 0 60 5,27
16 . Po pliteal height 38 44 4 9 3,78 3 8 4 4 50 3,92
17 . Sh oulder bread th (bidelto id ) 36 45 5 2 4,66 3 7 4 3 53 5,43
18 . Sh oulder bread th (biacromial) 31 37 4 3 3,61 3 3 3 8 44 3,56
19 . Hip bread th 28 35 4 3 4,41 2 9 3 5 45 7,22
20 . Ch est (bu st) depth 16 21 2 7 3,5 1 7 2 1 28 3,38
21 . Abd ominal dep th 15 21 2 9 4,46 1 4 1 8 25 3,44
22 . Sh oulder-elbow length NA NA NA NA NA NA NA NA
23 . Elbow-f in gertip leng th 42 47 5 6 4,55 3 7 4 3 50 4,27
24 . Upp er limb length 68 76 8 4 6,39 6 2 7 0 77 4,69
25 . Sh oulder-grip leng th 56 65 7 3 6,29 5 4 6 0 68 4,3
26 . Head length 17 20 2 4 2,21 1 5 1 8 22 3,95
27 . Head breadth 15 18 2 2 2,06 1 4 1 7 21 2,48
28 . Hand length 17 19 2 2 1,64 1 6 1 8 20 1,72
29 . Hand bread th 7 9 1 1 1,09 6 8 10 4,85
30 . Fo ot leng th 22 25 2 9 2,58 2 1 2 3 26 2,63
31 .Footbread th 8 10 1 2 3,96 7 9 11 2,2
32 . Sp an
15 8 172 186 8,5 146 156 1 70 7,61
33 . Elbow sp an 78 86 9 6 5,97 7 3 7 9 89 5,38
34 . Vertical g rip reach (s tanding) 19 2 206 221 1 0,54 174 186 2 04 9,1
35 .Verticalgrip reach(s itting ) 11 2 122 136 7,9 101 113 1 24 7,2
36 . Fo rward grip reach 64 73 8 1 5,89 6 1 6 7 76 4,39
37 . Bo dy weight (kg ) 50 63 89 ,2 5 1 3,19 3 9,80 5 3 80 11,68
Sumber: Chuan, Markus, & Naresh., Anthropometry of the Singaporean and
Indonesian Populations. (2010).
2.4 Aspek Antropometri Dalam Desain Jok
Menurut Pheasant (2003:75) aspek antropometri dalam desain jok terdiri dari :
1. Tinggi Kursi
Kursi yang memiliki ketinggian yan g meningkat
luar ketinggian politeal
height/tinggin paha bawah pengguna, aka
menimbulkan adanya tekanan pada
bagian bawah paha. Hal ini dapat menyebabka
kesemutan, kaki bengkak dan
ketidaknyamanan yang cukup besar. Efek buru
tersebut dapat diatasi dengan
memperpendek kursi untuk meminimalkan tekana
|
![]() 11
2. Kedalaman Kursi
Jika kedalaman kursi melebihi bokong lipatan dalam lutut (5 presentil wanita =
435 mm), maka pengguna kursi tidak akan mampu untuk bersandar. Batas bawah
kedalaman kursi tidak mudah untuk ditentukan.
3. Lebar Kursi
Lebar kursi d alam jarak sandaran lengan harus memadai pengguna kursi terbesar.
4. Dimensi Sandaran Ku rsi
Semakin tinggi sandaran kursi maka akan semakin efektif dalam mendukung
beban badan. Kita dapat membedakan jenis jenis sandaran sesuai dengan
keadaan tertentu yaitu sandaran tingkat rendah, sandaran tingkat menengah, dan
sandaran tingkat tin ggi. Sandaran tingkat rendah menunjang untuk pinggang dan
daerah tin gkat rendah saja. Sandaran tingkat menengah menunjang punggung
atas dan bagian bahu. Sedangkan sandaran tingkat tinggi umumnya lebih baik
untuk sandaran yang berkontur den gan bentuk tulang belakang khususnya
memberikan dukungan positif ke daerah pinggang. Untuk dimensi sandaran yang
dirokemendasikan adalah 400 mm 750 mm.
5. Sudut Sandaran Kursi
Sudut sandaran kursi yang meningkat dari proporsi yang lebih besar dari berat
badan maka gaya tekan antara batang dan panggul berkuran g. Biasan ya sudut
optimal akan berada pada 100 -110
6. Sudut Kuris (Miring)
Sudut kursi yang positif membantu pengguna kursi untuk mempertahankan
sentuhan yang baik dengan sandaran dan membantu untuk melawan setiap
kecend erungan untuk bergeser dari kursi.
7. Penyangga Lengan
Lengan kursi dapat memberikan bantu an postural tambahan. Lengan ku rsi harus
mendukung bagian dari lengan bawah tetapi jika sangat baik pengguna tidak harus
melibatkan bagian bagian tulang siku dekat permukaan.
Sumber: Pheasant, Stephen Body Space Anthropometry, Ergonomics an d the Design of
Work. (2003).
Gambar 2.4 Dimensi Tempat Duduk
|
12
2.5 Klasifikasi Kendaraan
Dalam Baariq (2013) mengklasifikasikan mobil terbagi menjadi beberapa jenis
sebagai berikut :
1. Mobil C onvertible
Mobil convertible adalah mobil kecil dengan atap yang dapat dilipat, sehingga
memungkinkan pengguna untuk merubah mobil dari kendaraan tertutup ke tipe
terbuka.
2. Mobil C oupe
Mobil coupe merupakan mobil kecil dengan dua pintu mobil dan dua tempat
duduk penumpang (seater), ada juga yang empat seater den gan atap yang
biasanya cenderung ke arah belakang.
3. Mobil Hatcback
Mobil hatcback adalah mobil yan g menggabungkan ruang penumpang dengan
ruang kargo sedemikian rupa.
4. Mobil Minivan
Mobil minivan adalah mobil menengah, lebih tinggi dari sedan
atau hatcback
yang paling dikenal adalah interior luas mereka.
5. Mobil Sedan
Sedan berkisar dari menengah untuk model besar, dan biasanya memiliki dua
baris kursi dengan ruang yang cukup, tidak seperti jenis coupe.
6. Sports Car
Mobil ini dikemas dengan dua tempat duduk, dirancang khusus untuk jam
kecepatan luar biasa.
7. Sport Vehicle (SUV)
Kendaraan ini sering disebut kendaraan yang dirancan g untuk berkendara di jalan
biasa serta medan off - road.
8. Station Wagon
Station wagon adalah kendaraan penumpang yan g menampilkan atap relatif
panjang dan area kargo yang luas di bagian belak ang.
2.6 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
RULA adalah suatu metode observasi subjectif untuk analisa postur yang
berfokus pada tubuh bagian atas (Dockrell, et. al 2011). Dalam Dockrell, Diedre,
dan Rose (2010) rula melibatkan alokasi skor numerik untuk postur diamati dari
bagian tubuh yang berbeda (lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher,
batang dan kaki). Metode rula akan menghasilk an nilai dari hasil kalkulasi dimana
hasilnya akan berupa angka 1 sampai 7, dan angka tersebut akan
di akan di
golongkan menjadi 4 tahap dimana setiap tahap mempunyai tindakan yang h arus di
ambil berdasarkan tingkatannya.
RULA digunakan untu k menilai postur tubuh, gaya, dan pergerakan yang
berkaitan dengan tugas yang menetap, seperti pekerjaan pada komputer, menufaktur
atau pekerjaan dagang dimana pekerja bekerja pada kondisi duduk atau berdiri tanpa
berger ak (Stanton, et. al 2005 :7-1). Penilaian dalam RULA untuk mengetahui
resiko upper limb disorber atau gan ggu an pada tubuh bagian atas.
Untuk postur tubuh yang diamati dalam metode R ULA terbagi menjadi dua grup
utama, yaitu :
Postur grup A : Terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan pergelangan
tangan
Postur grup B : Terdiri d ari leher, batang dan kaki.
|
![]() 13
Dari kedua postur tersebut dilakukan penilaian berdasarkan posisi bagian tubuh
yang diamati
Dari kondisi tersebut dapat dilakukan penilaian sesuai dengan gambar
dibawah:
Sumber: Dockrell, et al, An investigatio n of the reliability of Rapid Upper Limb
Assessment (RULA) as a method of assessment of childrens computing posture,
(2012)
Gambar 2.5 Penilaian Postur Grup A
Sumber: Dockrell, et al, An investigatio n of the reliability of Rapid Upper Limb
Assessment (RULA) as a method of assessment of childrens computing posture,
(2012)
Gambar 2.6 Penilaian Po stur Grup B
|
![]() 14
Tabel 2.2 Penilaian Postur Grup A
Sumb er: Karwowski W., William S. M, Occupational Ergonomics, (2003)
Tabel 2.3 Penilaian Postur Grup B
Sumber: Karwowski W., William S. M, Occupation al Ergonomics, (2003)
Setelah melakukan penilaian terhadap postur tubuh grup A & B maka tahap
selanjutnya adalah melakukan kalkulasi terhadap penilaian tersebut dalam papan
penilaian RULA, untuk nilai yan g dihasilkan akan menjadi nilai total RULA. Dalam
penilaian RULA terdapat poin tambahan pada kedua grup yaitu muscle & force.
Untuk muscle ditambahkan nilai 1 apabila postur tubuh statis, atau menahan
dalam jangka waktu lebih dari satu menit, Jika untuk postur tubuh tidak statis & tidak
melakukan pengulangan maka nilai tambahnya 0, dan jika postur tubuh dengan
pengulangan yang tin ggi atau pen gulangan lebih dari 6 kali/menit maka ditambahkan
nilau 1. Sedangkan untuk force jika tidak ada beban atau kurang dari 2 Kg beban
yang berselang (intermittent) maka penambahan nilai 0, jika beban 2-10 Kg beban
yang berselang (intermittent) maka penambahan nilai 1, jika beban 2-10 Kg beban
statis atau 2-10 Kg beban berulang atau lebih dari 10 Kg beban yang berselang
(intermittent) maka tambahkan nilai 2, jika beban statis 10 Kg atau lebih atau beban
pengulangan lebih dari 10 Kg maka tambahkan nilai 3. Adapun untuk kalkulasi
penilaian RULA pada papan nilai RULA dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini :
|
![]() 15
Sumber: Karwowski W., William S. M, Occupational Ergonomics, (2003)
Gambar 2.7 Papan nilai RULA (nilai total)
Setelah dilakukan penilaian postur tubuh dengan menggu anakan papan penilai
RULA maka akan didapat nilai total/grand score RULA pada bagian tengah papan
nilai. Dari nilai RULA tersebut dapat ditentukan langkah-langkah apa yang harus
dilakuka, terdapat 4 tingkata tindakan yang harus dilakukan berdasarkan hasil nilai
RULA, semakin besar nilai total RULA maka semakin besar pula tindakan perbaikan
yang harus dilakukan karena semakin b esar nilai RULA maka semakin besar tingkat
resiko terhadap gangguan tubuh, begitu pula sebaliknya jika semakin kecil angka
nilai total yang di dapatkan maka akan meminimalkan resiko terhadap
gangguantubuh. Berikut ini adalah tabel untuk level kegiatan yan g harus dilakukan
berdasarkan nilai RULA.
Tabel 2.8 Level Kegiatan Berdasarkan Nilai RULA
Tindakan
Total Nilai Tingkatan Tindakan
1 Atau 2 1
3 Atau 4 2
5 Atau 6 3
Postur dapat diterima dan tidak perlu dilakukan perbaikan
Perlu investgasi lebih lanjut. Memungkinkan dilakukan perubahan
Perlu investgasi lebih lanjut dan dilakukan perubahan segera
Investigasi dan diperlukan perubahan segera
7 Atau lebih 4
Sumber: Dockrell, et al, An investigatio n of the reliability of Rapid Upper Limb
Assessment (RULA) as a method of assessment of childrens computing posture,
(2012)
|
16
|