BAB 2 
LANDASAN TEORI 
2.1.  Semiotika 
Untuk  mengun gkapkan  makna  konotasi  warna  hitam  dalam  shuugi  bukuro  pada 
upacara  pemakaman  atau  di  Jepang  disebut  dengan   soushiki  ( ),  maka  penulis 
menggunakan  analisis  semiotika.  Semiotika  adalah  ilmu  yan g  mengkaji  tentang  tanda 
(sign)  dalam  kehidupan  manusia.  Dengan  kata  lain,  segala  sesuatu  yang  ada  di 
kehidupan manusia dapat dilihat sebagai tanda.  
Benny  H.Hoed  (2008)  menulis  dalam  bukunya  “Semiotik  dan  Dinamika  Sosial 
Budaya”,  bahwa  semiotika  adalah  ilmu yan g  mengkaji tanda  dalam  kehidupan manusia. 
Semua tanda  yang ada di kehidupan manusia memiliki makna atau  arti, dengan  kata lain 
ilmu  semiotika  adalah  ilmu  yang  mempelajari  tentang  makna  yang  ada  dalam  sebuah 
tanda.   
2.1.1 Ferdinand de Saussure (1857-1913)
Awal  mulanya  ilmu  yang  mempelajari  tanda  (semiotika)  dikemukan  oleh  ahli 
linguistik  Swiss  yang  bernama  Ferdinand  de  Saussure  (1857-1913).  Ferdinan d  de 
Saussure  telah  membagi  tanda  (sign)  menjadi  dua  bagian  yaitu  penanda  ( signifier)  dan 
petanda  (signified).  Penanda  (signifier)  adalah  bentuk  yang  tercitra  dalam  kognisi 
seseorang,  sedangkan  petanda  (signified)  adalah  makna  yang  dipahami  oleh  pemakai 
tanda.  De  Saussure  melihat  tanda  (sign)  sebagai  sesuatu  yang  menstruktur 
yaitu  proses 
pemaknaan berupa kaitan antara  petanda dan pen anda  serta  terstruktur yaitu hasil proses 
tersebut  dalam  kognisi  manusia.  Oleh  karena  itu,  teori  yang  dikemukankan  oleh  de 
Saussure  dikenal  sebagai  teori  semiotika  struktural  atau  dikotomis.  Struktural  tersebu t 
merupakan sebuah wujud dari relasi signifier-signified. 
Seperti yang dikatakan oleh Benn y  H.Hoed  (2011,29), struktur  adalah sebuah  bangun 
abstrak  yang  terdiri  atas  sejumlah  komponen  yang  berkaitan  satu  sama  lain  untuk 
membentuk struktur itu.  
  
Berikut ini adalah ilustrasi mengenai teori dikotomis
de Saussure: 
B-I-N-T-A-N-G 
Signifier (penanda)
Signified (petanda)
Tabel 2.1 Ilustrasi teori dikotomis de Saussure 
Dari ilustrasi  tersebut  dapat dilihat  bahwa b entuk  bintang d an k ata  (B-I-N-T-A-N-G) 
memiliki  relasi.  Bentuk  bintang  dibaca dalam pikiran  pen ggun a  tanda sebagai  B-I-N-T-
A-N-G  bukan  pohon  maupun  kursi.  Bentuk  bintang  sebagai  signified  sudah  terkognisi 
dalam pikiran manusia sebagai bentuk dari yang bernama B-I-N-T-A-N-G. 
De Saussure telah mengemukakan empat konsep teoretis,  yakni konsep lan gue-parole, 
signifier-signified,  sintagmatik-paradigmatik,  dan  sinkroni-diakroni.  (Dalam  buku 
“Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya”, 10) 
a.  Konsep langue-parole
Menurut  De Saussure,  bahasa (langage)  memiliki  dua  aspek  yaitu,  aspek  langue  dan 
parole.
Langue  adalah  sistem  abstrak  yang  secara  kolektif  diketahui  dan  disadari  oleh  suatu
masyarakat  dan  menjad i  panduan  bagi  praktik  berbahasa,  sedangkan  parole  adalah 
praktik berbahasa di dalam kehidupan bermasyarakat atau bersifat individual. 
Berikut ini adalah ilustrasi mengenai langue
dan parole. 
Gambar 2.1 : ilustrasi hubungan langue-parole 
  
Dari  gambar  di  atas,  dapat  dilihat  bahwa  parole  merupakan  sebuah  ruang  lingkup 
yang  lebih  kecil  daripada  langue.  Parole  lebih  bersifat  individual  dan  langue  lebih 
bersifat  kolektif.  Dari  berbagai  parole  akan  menghasilkan  sebuah  langue.  Berikut  ini 
contoh dari langue-parole. 
  
Individu 
Individu 
Individu 
parole
Praktek bahasa 
Praktek bahasa 
Praktek bahasa 
Langue
(struktur bahasa secara umum) 
Tabel 2.2 Contoh langue-parole 
Dari contoh  di  atas  dapat dilihat  bahwa  langue  (struktur  bahasa  secara umum)  terdiri 
atas  beberapa  parole  (praktek  bahasa).  Contoh  tersebut  dapat  digunakan  dalam  bahasa 
Jepang, dimana  languen ya ad alah  struktur  bahasa  Jepang  yang terdiri dari subjek-objek-
predikat  sedan gkan  parolenya  adalah  praktek-praktek  bahasa  Jepang  dari  pembelajar 
bahasa Jepang yang  akhirn ya menghasilkan   struktur bahasa Jepang (S-O-P)  yang sudah 
dikenal secara umum (langue). 
b.  Konsep signifier-signified 
De  Saussure  melihat tanda  terdiri  dari dua sisi, yakni  signifier sebagai  penanda  yang 
merupakan bentuk yang  tercitra dalam  kognisi masyarakat dan  signified  sebagai  petanda 
yang merupakan makna yang sudah dipahami oleh pengguna tanda. 
Contoh signifier-signified dapat dilihat pada tabel 2.1. 
c.  Konsep sintagmatik-paradigmatik
Sintagmatik adalah  hubungan  antartanda  yang  dapat  teramati  secara  langsung  dalam 
susunan  bersifat  linear,  yakni  tanda-tanda  yang  ditempatkan  mengikuti  urutan  tertentu, 
sehingga  bila  urutannya  berubah  makn anya  pun  dapat  berubah.  Analisis  sintagmatik 
berfungsi untuk melihat sebuah tanda merupakan signifikan atau tidak. 
  
Paradigmatik  adalah  hubungan  antartanda  yang  tidak  bersifat  langsu ng,  secara 
ingatan  atau  asosiatif,  yakni  hubungan  satu  tanda  den gan  yang  lain  tidak  bersifat 
langsung (tidak berada dalam ruang yang sama) 
Berikut  ini  adalah  contoh  dari  relasi  sintagmatik-paradigmatik  pada  struk tur  kalimat 
bahasa Indonesia. 
Relasi Paradigmatik (y)
  
  
  
Pola kalimat  Subjek  Predikat  Objek 
1  Saya  Makan  Nasi  
2  Kamu  Telan   Nasi  
3  Dia  Gigit   Nasi  
4  Nasi  Gigit   Dia  
Relasi sintagmatik (x)
Tabel 2.3 Contoh relasi sintagmatik-paradigmatik 
Dari contoh di atas d apat dilihat bahwa kalimat-kalimat tersebut telah diben tuk dari 
sebuah pola kalimat,  yaitu subjek-predikat-objek (pola kalimat bahasa Indonesia). Relasi 
sintagmatik adalah pola kalimat tersebut, jadi jika terjadi pergantian komponen yan g 
berbeda atau tidak bersifat subjek ke dalam kolom pola kalimat subjek, maka makna 
kalimatn ya akan berubah (kalimat ke-4). Relasi paradigmatic tidak mengalami 
perubahan makna walaupun mengalami perubahan komponen dalam kalimat tersebut. 
d.  Konsep Sinkroni-diakroni 
De  Saussure  melihat  gejala  bah asa  dari  dua  segi,  yakni  segi  sinkroni  dan  segi 
diakroni.
Segi  sinkroni  adalah  melihat  gejala  bah asa  pada  tataran  atau  kurun  waktu  tertentu 
tanpa  melihat proses perkembangan,  sedangkan  segi diakroni adalah suatu  gejala bahasa 
yang dapat dipandang dari segi proses perkembangan. 
Contoh  dari  sinkroni  adalah  kajian   bahasa  Indonesia  prakemerdekaan  sedangkan 
contoh  dari  diakroni  adalah  perkembangan  bahasa  Indonesia  yang  dari  awal  hingga 
sekarang. 
  
2.1.2 Ronald Barthes (1915-1980)
Teori  struktur al  De  Saussure  telah  didukung  dan  dikembangkan  oleh  para 
pengikutn ya,  salah  satunya  adalah  Ronald  Barthes  (1915-1980)  yan g  mengembangkan 
konsep-konsep  de  Saussure,  yakni  konsep  hubungan  sintagmatik-paradigmatik  dan 
konsep denotasi-konotasi. 
2.1.2.1  Relasi Sintagmatik-Paradigmatik
Barthes  (1964)  mengembangkan  pandan gan  analisis  dengan  sintagmatik  dan 
paradigmatik  de  Saussure.  Barthes  (1964)  membicarakan  tentang  sintagme  dan  sistem 
sebagai  dasar  untuk  menganalisis  gejala  k ebudayaan  sebagai  tanda.  Sintagme  adalah 
suatu  susunan  yang  didasari  hubungan  sintagmatik.    Susunan  berhubungan  erat  dengan 
sebuah relasi. 
Seperti  yang  dikatakan  juga  oleh  Benny  H.  Hoed  (2008,30),  “struktur  tersusun  dari 
sejumlah komponen yang mempunyai relasi (hubungan) satu sama lain secara tertentu.” 
Hal  ini  dapat  melihat  contoh  dari  sistem  busana  yan g  dijadikan  sebagai  tanda  dan 
dianalisis  melalui  konsep  sintagmatik.  Dalam  mengamati  sistem  busana,  Barthes 
membedakan  antara  sintagme  dan  sistem.  Jadi  busana  dilihat  sebagai  mencakupi 
perangkat  unsur-unsur   busana  yang  masing-masing  mempunyai  tempat  tertentu 
pada 
tubuh manusia.  
  
Pelindung 
Pelindung 
Sistem busana  Tutup kepala 
tubuh bagian 
tubuh bagian 
Alas kaki 
atas 
bawah  
1  Topi  Baju  Celana panjang  Sepatu 
2  Pet  Blus  Celana pendek  Sandal 
3  Peci  Jas  Sarung  Selop 
4  Kerudun g  Kaus oblong  sarung  terompah 
Tabel 2.4 Contoh sistem busana den gan relasi sintagmatik 
Dari  1-4  merupak an  urutan  sintagmatis.  Setiap  bagian  atau  gabungan  merupakan 
sintagme  (susunan).  Keseluruhan  urutan  ini  membentuk  satu  struktur  memakai  busana 
dari  kep ala  sampai  kaki.  Dalam  contoh  ini,  setiap  unsur  sudah  mempunyai  tempat 
sendiri serta saling membedakan  sehingga  membentuk  “makna” (fun gsi)  masing-masing 
dan  karenanya,  unsu r-un sur  itu  berada  dalam  suatu  relasi  par adigmatik.  Dalam  contoh 
ini,  seperti  sudah  dikemukakan,  setiap  unsur  itu  dalam  praktik  busana  tersusun  sesuai 
dengan  tempatnya  pada  tubuh  manusia.  Jika  terjadi  pergantian  urutan  unsur  maka  akan 
menghasilkan  makna  yang  berbeda  juga.Unsur-unsur  ini  terjukstaposisi  dalam  suatu 
susunan yang disebut dengan susunan sintagmatik.  
Seperti  sifat  utama  struktur  yang  dikemukakan  oleh  Benny  H.Hoed  (2008,29)  yang 
menyatakan bahwa struktur mempunyai tiga sifat utama, yakni : 
1)  Struktur merupakan satu totalitas 
Sebuah  struktur  harus  dilihat  sebagai  sebuah  totalitas.  Meskipun  strukturnya 
terbentuk  dari  sejumlah  struktur  “bawahan”  yang  lebih  kecil,  seluruhnya  membentuk 
suatu totalitas dalam struktur yang  lebih besar.  Jadi,  struktur-struktur bawahan berkaitan 
satu sama lain dan membentuk struktur yang lebih besar.  
2)  Struktur dapat bertransformasi (susunannya dapat berubah) 
Struktur  juga  bukanlah  sesuatu  yan g  statistis,  melainkan  sesuatu  yang  dapat 
bertranspormasi  karena  konsep  struktur  bukan hanya  “terstruktur”  suatu keadaan, tetapi 
“menstruktur” sesuatu  yang berproses. Jadi, sebuah struktur berkembang baik dari dalam 
maupun akibat pengaruh dari luar. 
  
3)  Struktur  dapat  mengatur   dirinya  sendiri  (otoregulatif)  bila  terjadi  perubahan  pada 
susunan komponen-komponennya 
Sebagai  suatu  bangun,  struktur  tersusun  dari  sejumlah  komponen  yang 
membentuknya.  Jika  ada komponen yang hilang  atau berubah  tempatnya, maka  struktur 
akan mengatur dirinya sendiri 
Struktur  tersusun  dari  sejumlah  komponen  yang  mempunyai  relasi    satu  sama  lain 
secar tertentu. Relasi tersebut merupakan suatu jaringan  yang secara keseluruhan disebut 
sistem. Seperti juga struktur, sistem juga dapat terdiri atas sistem-sistem yang  lebih kecil, 
tetapi berkaitan satu sama lain,untuk membentuk sistem yan g lebih besar. 
Struktur  dan  sistem  memiliki  sedikit  perbedaan ,  yakni  struktur  merupakan  suatu 
bangun,  sadangkan  sistem  adalah  jaringan  relasi  antar  komponen.  Relasi  dalam  suatu 
sistem  dapat  merup akan  relasi  intrastruktur  (di  dalam  struktur)  yan g  disebut  sebagai 
relasi  sintagmatik.  Relasi  antara  komponen  suatu  struktur  dengan  unsur  di  luar  struktur 
yang bersangkutan disebut sebagai relasi paradigmatik. 
Konsep  Sintagmatik  dan  paradigmatik  menyangkut  pada  sifat  relasi antar  komponen 
dalam struktur dan sistem. Sintagmatik adalah relasi antarkomponen dalam struktur yang 
sama,  sedangkan  paradigmatic  adalah  relasi  antarkomponen  dalam  suatu  struktur  dan 
komponen  lain  di  lu ar  struktur  itu  (bersifat  asosiatif).  Contoh  relasi  sintagmatik  dapat 
dilihat sebagai berikut ini. 
a.  Anjing men ggigit saya 
b.  Saya men ggigit anjin g 
Dalam  contoh a  di  atas,  relsi antara  saya,  menggigit,  dan  anjing sudah tertentu  sesuai 
dengan  urutannya dan  mempunyai makna  tertentu. Relasi  tersebut disebut  dengan  relasi 
sintagmatik.  Jika  urutannya  berubah  sep erti  contoh  b,  maka  mkananya  juga  akan 
berubah.  Dalam  contoh  tersebut,  komponen  anjing,  menggigit  dan  saya  berada  dakam 
sebuag struktur. 
Dalam  contoh  di  atas,  anjing  merupakan  satu  dari  sejumlah  kata  yang  bermakna 
maknawi,  sep erti  kucing,  ular  atau  harimau.  Menggigit  juga  memiliki  relasi  asosiatif 
dengan  memakan,  menerkam,  atau  melukai.  Dan  saya  berkaitan  langsun g  secara 
  
relasional asosiatif  dengan  dia, kamu, atau  Anda. Hubungan in absentia dan asosiatif ini 
disebut relasi paradigmatik dan terjadi dengan komponen diluar struktur. 
Contoh di atas dapat ditampilkan dengan tabel struktur pola kalimat berikut. 
Relasi Paradigmatik (y)
  
  
  
Pola kalimat  Subjek  Predikat  Objek 
  
Relasi sintagmatik (x)
Tabel 2.5 Relasi sintagmatik paradigmatik 
2.1.2.2  Makna Denotasi dan Konotasi
Semiotik  melihat  berbagai  gejala  dalam  suatu  kebudayaan  sebagai  tanda  yang 
dimaknai  oleh  masyarak at.  seperti  yang  dikatakan  oleh  De  Saussure,  tanda  terdiri  dari 
signifier  (penanda)  dan  signified (petanda). Signifier  (penanda)  adalah bentuk  atau  citra 
yang  ditangkap  oleh  pengguna  tand a,  sedangkan  signified  (petanda)  adalah  makna  dari 
tanda tersebut.
Seperti  contoh  yang  dikemukakan  oleh  de  Saussure  yang  melihat  permainan  catur 
sebagai  sebuah  tanda.  Menurut  de  Saussure,  anak 
catur sebagai  penanda  dan  jalan  yang 
dibolehkan oleh setiap anak catur adalah sebagai petandan ya. 
  
Tabel 2.6 Ilustrasi “permainan catur” dilihat sebagai tanda (sign) 
Anak catur 
Jalan yang 
diperbolehkan oleh 
setiap catur 
  
Barthes  (1957)  menggunakan  teori  signifier-signified  sebagai  dasar  teori,  tetapi  ada 
sedikit  berbedanya  dengan  teori  signifier-signified  de  Saussure  yaitu  Barthes 
mengatakan  bahwa  antara  signifier  dan  signified  harus  ada  relasi  tertentu,  sehingga 
terbentuk  tanda.  Barthes  merumuskan  tanda  sebagai  sistem  yang  terdiri  dari  expression 
[E]  (sama  dengan  signifier  atau  penandan ya  de  Saussure),  content  [C]  (sama  dengan 
signified  atau  petandanya  de  Saussure)  dan  di  antara  ex pression  dengan  content  harus 
ada relation [R]. Menurut  Barthes bahwa  [E][R][C] adalah sistem tanda  dasar dan umum, 
sehingga  teori  tersebut  dikembangkan  dan  memperoleh  teori  denotasi  dan  konotasi. 
Denotasi  adalah  pemakn aan  awal  yang 
dikenal  secara  umum  dalam  setiap  tanda  yang 
kemudian  disebut  oleh  Barthes  sebagai  “sistem  primer”.  Menurut  Barthes  (dalam  buku 
Benny  H.Hoed;2011,45),  content  dapat  dikembangkan,  yang  menyebabkan  tanda 
pertama  (penulis  sebut  sebagai  E1  R1  C1)  berkembang  menjadi  E2  sehingga  menjadi 
tanda  kedua,  yaitu   E2 (E1 R1 C1)  R2  C2.  Pengembangan  tersebut  disebut  sebagai  makna 
konotasi atau “sistem sekunder”. Barthes menggambarkan kedua makna tersebut sebagai 
berikut :
Sistem kedua (Konotasi) 
E2 
C2 
(E1 + C1) 
E1  C1 
Sistem pertama (Denotasi) 
Tabel 2.7 Ilustrasi pemaknaan denotasi konotasi 
Dalam  buku  Benn y  H.Hoed  (2012,46)  terdapat  contoh  yang  telah  menerapkan  teori 
denotasi konotasi Roland Bathes, yaitu sebagai berikut : 
Bagi k elompok masyarakat tertentu, bendera  Amerika  Serikat bukan  sekadar bendera 
sebuah  negara.  Relasi  [R]  antara  [E]  (konsep  bendera  AS)  da  [C]  (salah  satu  lambang 
yang mewakili  negara AS) pada sistem  primern ya memang demikian. Akan tetapi, untuk 
kalangan tertentu,  dalam  sistem  sekundernyaf  terjadi  perkembangan  C,  yakni  “lambang 
  
negara  aggressor”  atau  “lambang  negara  teroris”.  Dengan  demikian,  R  anara  Edan  C 
berubah  dalam  sistem  sekunder.  Ini  adalah  suatu  gejala  konmotasi  yang  semakin 
mkengemuka pascaperistiwa penghancuran gedung WTC  di New York bulan  September 
2001 dan serangan AS ke Afganistan. 
Pada  contoh  di  atas,  jik a  digambarkan  sesuai  dengan  skema  teori  konotasi  Bathes 
maka akan menjadi seperti di bawah ini : 
Sistem kedua (Konotasi) 
C2 
E2 
Lambang negara aggressor atau 
Bendera negara AS
lambang negar a tero ris
E1 
C1 
Bendera sebu ah 
Bendera AS
negara
                      Sistem Pertama (Denotasi) 
Tabel 2.8 Ilustrasi pemaknaan denotasi konotasi terhadap Bendera AS 
2.2  Goshiki  
Goshiki  ( )  adalah  lima  unsur  warna  dalam  ajaran  agama  Buddha,  yaitu  terdiri 
dari warna merah, biru, kuning, hitam dan putih. 
Ketua  Himpunan  Daruma  Jepang  atau  di  bahasa  Jepang  disebut  dengan  nihon
daruma  kai  kaichou  ( ),  Sano  Taigi  ( ,  1918-2007)  dalam
goshiki  nekake  daruma  no  yurai
   yang  menyatakan  bahwa
goshiki ini berhubungan dengan lima harapan.
(sumber :http://darumadera.jp/daruma.html Akses  07-07-2014) 
  
Menurut Sano ( ),
” 
Terjemah an :
“Di  dunia  ini  terdapat  b endera  Buddis  yang  melambankan  para  murid-murid  ajaran
Buddha.  Berder a  tersebut  terdiri  dari  lima  warna  yang  ada  di  dunia  ini,  yakni  hijau, 
kuning, merah, putih dan hitam.”
Di dunia ini terdapat lima warna yang bisa melambangkan elemen-elemen yang 
terdapat dalam kehidupan sehari-hari . 
Seperti yang dikatakan oleh Sano ( ), 
  
Terjemah an:  
“Warna  telah  melambangkan   lima  elemen  terpenting  di  dunia  ini, yakni biru
melambangkan langit,  kuning melambangkan angina,  merah melambangkan api, putih 
melambangkan  air,  dan  hitam  melambangkan  bumi.  Kelima  elemen  tersebut  dapat 
mempengaruhi semesta dalam masa gen erasi, pen gemban gan dan pen ghancuran.” 
Selain  kelima  elemen  yang  membentuk  semesta,  goshiki  atau  lima  warna  ini  juga 
berhubungan  dengan  tub uh  manusia.  Dalam  kontek  ini  dikaitkan  dengan  lima  elemen 
dunia, yakni langit, angin, api, air dan bumi. 
  
Menurut Sano ( ), 
  
Terjemah an : 
“Kelima  elemen  dunia  ini  disamakan  dengan  tubuh  manusia,  yaitu  kepala  dengan 
langit, tenggorokan  den gan  angin,  dada dengan  api, perut  dengan  air,  serta  kaki dengan 
bumi sebagai sosok berdiri dan tempat tinggal manusia.” 
Jadi, goshiki bukan hanya sekedar warna tetapi ju ga memiliki arti tertentu dan dapat 
melambangkan unsur-unsur yang ada di dunia ini. 
2.3  Semiosphere
Budaya  adalah  tanda  yang  sangat  luas,  segala  macam  budaya  dapat  dimengerti 
sebagai  tanda.  Budaya  biasanya  berada  d alam  proses  perubahan  yang  konstan.  Oleh 
karena  itu,  penulis  menggunak an  teori  semiosphere  untuk  men yatukan  ciri-ciri  yang 
sama sehingga penulis dapat mendapatkan makna yan g sama den gan ciri-ciri tersebut.  
Seperti pengertian semiosphere yan g dikatakan oleh Juri Lotman (1990;125),  
Semiosphere is a  semiotic space that is  necessary for the existence  and functioning of
languages  and  other  sign  systems.  All  semiotic  systems  are  “immersed”  in  a  semiotic 
space and “can only function by interaction with that space” 
Terjemah an : 
“Semiosphere adalah ruang semiotik  yang diperlukan untuk keberadaan dan fungsi
bahasa serta sistem tanda lainnya. Semua sistem semiotik dapat “diletakkan” dalam 
sebuah ruang dan mampu menjelaskan interaksi fungsi tanda  dalam ruang tersebut.”