BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Data
2.1.1 Animasi
Secara garis besarnya, animasi pada intinya a dalah memberikan hidup
ba gi karkter tak bernyawa. Bukan sekedar bergerak melainkan dapat
be rprilaku layaknya makhluk hidup ya ng ada. Beberapa pelaku animasi pun
memiliki pendapatnya masing masing mengenai arti animasi sendiri bai
mere ka, sebagai berikut.
Kata animate berasal dari kata kerja Latin animare, yang berarti
membuat jadi hidup atau mengisi dengan nafas. Pada animasi kita benar-
be nar bisa merestrukturisasi realita s. (Jean Ann Wright 2005:1)
Pengertian secara umum, animate memiliki arti memberi kehidupan
ke pada dan termasuk juga live-action (gerakan
langsung)peda langan/pewayangan/permainan boneka semisal Se same Street
serta penggunaan pera latan electromechanical untuk
menggerakkan boneka,
dinamakan animatronics. (Rick Parent 2010:6)
Animasi adalah animasi, a papun medianya. Apakah anda menggambar
di atas kertas, pemodelan de ngan plastik/malam, mendorong bebe rapa kotak
korek api di sekitar di depan kamera Bolex atau menganimasikan dengan
komputer, untuk menjadi seorang animator anda akan pe rlu memahami
gerakan dan ca ra membuat emosi. (Susa nnah Shaw 2004:1)
Modal utama seorang animator adala h
kemampuan menangkap suatu
momen ke dala m runtutan gambar sehingga seolah-olah menjadi bergerak
atau hidup. Sedikit be rbeda dengan komikus, ilustrator, atau katakanlah
ka rikaturis yang menangkap suatu momentum ke dalam sebuah gambar diam
(still). Animator harus lebih memiliki kepekaan gerak daripada hanya
sekedar kemampuan menggambar. Gambar yang ba gus akan percuma tanpa
didukung kemampua n menghidupkan. Sebagaimana definisi dasar animasi
yang berarti: membuat seolah-olah menjadi hidup.
|
2.1.2 Narasi
Dalam buku Pesan, Ta nda dan Makna karya Marcell Danesi halaman 164.
Narasi merupakan teks ya ng telah dikonstruksikan dengan cara te rte ntu sehingga
merepresentasikan ra ngkaia n peristiwa a tau tindakan yang dirasa saling berhubungan
satu sama lain secara logis atau memiliki jalinan tersendiri. Rangkaian nara si sendiri
dapat berdasarkan fakta, atau fiksi. Dalam menceritakan kisah kehidupan sehari
hari, fiksi sering kali terkait dengan fakta untuk memberikan koherensi dan
kredibilitas yang lebih ba gi kisah kisah tersebut. Pakar psikologi menyebutnya
sebagai efek Othello yakni, kebohonga n untuk meneka nkan kebenaran.
Esensi dari narasi adalah plot, karakter dan setting. Plot pada dasarnya adalah
apa yang diceritakan oleh narasi itu sendiri., dimana narasi digunakan sebagai hal
untuk penarik perha tian. Karakter mengacu pa da orang atau makhluk lainnya yang
dice rita kan oleh kisah tersebut. Tiap karakter merupakan sebuah tanda yang
mewakili suatu jenis kepribadian seperti pahlawan, pengecut, pecita,
teman, dan
lainnya. Setting adalah lokasi dan wa ktu plot terjadi.
Narasi fiksi telah menjadi suatu standar untuk meneliti tindakan manusia dan
karakter manusia. Hal ini terjadi karena struktur narasi dirasakan be rfungsi untuk
merefleksikan struktur peristiwa dan kehidupan nyata. e fek yang menghasilkan
realitas dari struktur narasi digunaka n oleh sebuah program televisi Amerika yang
berjudul Wild Kingdom, dimana dalam pertunjukan tersebut potongan - potongan
gambar prilaku binatang yang direka m, diedit sehingga memiliki alur kisa h yang
bermakna.
Suatu kisah dibua t terlihat sama di seluruh dunia agar ma sya rakat yang
menikmati ce rita tersebut dapat memahami dengan muda h serta bagi anak anak
dapat memahami dunia nyata, me mberika n format yang memberikan bentuk dan
keberlangsungan ya ng dipahami, bagi pengamatan mereka terhadap kehidupan sehari
hari. Jelasnya, dalam setiap kisah na rasi, kisah terse but memberikan pengertian
akan adanya suatu plot kehidupa n denga n karakter di dalamnya yang menyajikan
beberapa tujuan yang bermakna dan seting kehidupa n ada lah bagian yang penting.
Sebuah karya fiksi ya ng serius menstimulasi refleksi dan membawa kepada
pemahama n yang le bih baik daripada aspek rea litas manusia. Dengan menciptakan
karakter karakter dan mene mpatkannya dalam situasi khusus serta membangun
sebuah sudut pandang, penulis dapat menyata kan pe nilaian mengenai masalah moral,
filsafat, psikologi, ata u sosial.
|
2.1.3 Mitos
Sama halnya dengan pemahama n narasi, dalam buku Pesan, Tanda dan
Makna halaman 167, Marcell Danesi menjelaskan bahwa kata mitos berasal dari
Bahasa Yunani mythos kata, ujaran, kisah tentang dewa dewa. Sebuah mitos
a dalah narasi dengan karakter utamanya adalah para dewa, pahlawan, dan makhluk
mistis, plotnya be rputar disekitar asal muasal benda atau di sekitar makna benda.
Mitos merupakan suatu siste m pengetahuan metafisika untuk menjelaskan
a sal usul, tindakan, dan karakter ma nusia, selain fenomena di dunia. Sistem ini
a dalah sebuah system yang secara instingtif kita ambil, bahkan hingga saat ini untuk
menyampaikan pengetahuan teta ng nila i dan moral awal kepada anak anak.
Mitos digunakan untuk mempelajari bagaimana masyarakat yang berbeda
menjawab pertanyaan dasar tentang dunia dan tempat bagi manusia di dalamnya.
Mitos pun biasa digunakan untuk mengkaji dan mempe lajari bagaimana orang
orang mengembangka n suatu system social khusus dengan banyak adat istiadat dan
c ara hidup dan juga memahami secara le bih baik nilai nilai ya ng mengikat para
a nggota masyara kat untuk menjadi satu kelompok. Mitos dapat dibandingkan untuk
mengetahui bagaimana ke budayaan dapat saling berbeda ata u menyerupai satu sama
lain, dan mengapa orang bertingkah laku se perti itu. Mitos juga dapa t dijadikan
kerangka referensi yang mendasari tidak hanya karya besar di bidang arsitektur,
sastra, music da n lukisan, dan seni pahat, juga hal hal kontemporer seperti iklan dan
program televisi.
Mitos me rupakan sumber simbolisme awal. Banyak simbolisme awal
digunakan oleh budaya modern yang diambil dari mitos mitos awal, contohnya,
pada na ma hari, na ma hari berakar dari kebudayaan Ge rmania dan Romawi, Tuesday
a dalah hari yang dinisbatkan bagi dewa Tiu (perang), Wednesday (rabu) bagi dewa
utama Wotan, Thursday (kamis) ba gi dewa Thor, Firday (kamis) bagi dewi
kecantikan Frigga, Saturday (sabtu) bagi dewa Saturnus, Januari bagi Janus. Tidak
mengeherankan juga misalnya dalam simbol
kedokteran diambil simbol dua ular
melingkar (Asclepius).
Mitos tidak dibentuk berdasarkan suatu logika rasional, melainkan dengan
a pa yang disebut logika puitis (poetic logic), suatu bentuk yang dibentuk dari
pembikiran yang didasarkan da n dipandu oleh pegalaman tubuh secara sadar yang
ditransformasikan ke dalam gagasan yang digeneralisasi oleh imajinasi manusia
(filsuf Italia, Giambattista Vic o). Menurut Sigmund Freud, meilhat konflik yang
|
dice rita kan dalam mitos adalah salah satu usaha untuk memahami kehidupan psikis
alam bawah sadar manusia. Sedangkan menurut Carl Jung (1965) kisah mitos
memiliki sekumpulan bukti ketidaksadaran manusia yang dihasilkan oleh citra
primodial yang terus berlanjut untuk me ncari ungkapan melalui symbol dan pelbagai
bentuk dan ungkapan.
Emile Durkheim, seorang sosiolog Prancis memiliki gagasan lain mengenai
mitos itu sendiri muncul sebagai respon emosiona l terhadap eksistensi social yang
menhasilkan suatu kode moral, nara si ata u suatu sistem penalaran historis. Terhadap
kesamaa n antara dunia mitos dengan dunia kesadaran kolektif manusia, ya kni
dimana kandungan dasar suatu mitos merupakan bagian dari otak manusia dan
merupa kan suatu hal yang umum bagi manusia Kesadaran kolektif manusia
merupa kan bentuk tertinggi dari kehidupan psikis (kesadaran akan kesadaran).
Antropolog Brinislaw Ma llinowski menyatakan bahwa mitos memberikan
suatu dasa r pemikiran sebaga i domestikasi kehidupan koloni (plant). Mallinowski
menyataka n bahwa, mitos tidak hanya sekedar kisah, tapi realitas kehidupan yang
hidup. Mitos ukan fikis, dan mitos hidup dalam ritual kita, mengatur mode persepsi
kita dan mengendalikan kita se cara tidak sa dar. Filsuf Jerman Ernst Cassirer juga
melihat muncul sebagai respon e mosional komunal terha dap a lam seperti ketakutan
akan guntur, petir dan lainnya .
Kajian mitos yang paling popular ada lah kajian Joseph Campbe ll. Dalam
pandangannya Campbell menggabungkan pandangan psikologi Jungian dan
linguistik untuk memformulakan suatu teori umum mengenai asal usul,
penge mbangan da n ke satuan seluruh budaya manusia. Jika sese orang mendengar
guntur, seseorang akan kura ng le bih memiliki pemahaman se bagai sua ra de wa yang
sedang marah, atau ketika hujan berarti dewa sedang menangis.
2.1.4 Mitologi
Mitos adalah refleksi modern dari tema, plot dan karakter mitos (Ronald
Barthes, 1915-1980). Mitologi berasal dari gabunga n mythos (pemikiran awal yang
benar) dan logos (pemikira n rasional
ilmiah).
Sebaga imana yang Barthes kemukakan, sebuah mitologi dapat me mbawa
kepada suatu pembentukan gaya hidup da n tre n social. Misalnya saja pada Revolusi
Industri pada abad ke 19, anak anak dianggap sebagai manusia yang ebrada pada
masa ke hidupan yang belum mengalami kecurangan hidup dan masih bersih dari
|
peradaban. Mereka berbeda dengan orang dewasa yang tidak lebih baik dan
juga
tida k lebih buruk. Citra anak anak sebagai yang suci dan tida k berdosa merupakan
bagian dari mitologi, bukan lagi psikologi atau sosiologi masa kanak kanak.
(Marcell Danesi 2010:173).
2.1.5 Makna Obje k
Menurut Da nesi, dalam buku Pe san, Tanda dan Makna halaman 235, sebuah
objek yang ditemukan dalam sua tu kebudayaan tidak mungkin dianggap tanpa
makna. Di seluruh dunia, ada kepercayaan bahwa objek bukan sekedar tanda yang
mewakili makna social konvensional, tetapi juga memiliki kekuatan di dalamnya
yang mengungguli dan melampaui aspek fisik. Manifestasi ekstreme dari
kepercayaan ini disebut fetishme keyakinan bahwa beberapa benda mati dikenal
dengan na ma fetish, menga ndung a tribut supernatural. Fetish tipikal adalah figure
yang modelnya berdasarka n atau dibentuk dari tanah liat, batu, kayu, atau materi
lainnya, da n menye rupai hewan atau benda yang di dewakan lainnya. Pada sejumlah
kebudayaan, fetishme berkembang menjadi pemberhalaan. Dalam kasus se perti ini,
sistem kepercayaan tersebut disebut seba gai bentuk ekstrim da ri animism
pandangan bahwa roh mendiami atau berkomunikasi de ngan manusia melalui objek
mate rial.
Animisme masih hidup dan bertumbuh subur di kebuda yaan modern.
Animisme juga merupaka n bukti bahwa orang mengangga p objek tertentu sebagai
sejenis tanda yang istimewa . Inila h menga pa pelbagai macam objek dilestarikan dan
dianggap me miliki nilai sejara h. Seperti sebuah karya seni, objek dirasakan se bagai
c erminan bentuk lahiriah yang mencari ekspre si da lam bentuk fisik di dunia nyata.
2.1.6 Dongeng
Dalam thesis Zunairoh Nihayatu, Aspek Moral Dalam Kumpulan Dongeng
Histoires Ou Contes Du Temps Passé Karya Charles Perrault tahun 2012 Dongeng
a dalah cerita ya ng tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk
a kal (Nurgiantoro, 2005:198). Pendapat lain mengenai dongeng ada lah cerita yang
tida k benar-bena r terjadi, terutama te ntang kejadian zaman dulu yang aneh-ane h. (
KBBI, 2007 : 274).
Dongeng termasuk dalam cerita rakyat lisan. Menurut Brunvard, Carvalho,
dan Neto dalam Danadjaja 2007 : 3-5) dongeng mempunyai ciri sebagai berikut :
|
1. pe nyeba ran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan dari mulut
ke mulut, melalui kata-kata dan dari generasi ke generasi berikutnya.
2. disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang c ukup lama
3. ada dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini diakibatka n oleh cara penyebaran dari
mulut ke mulut ( lisan)
4. be rsifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi
5. biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola se perti kata klise, kata-kata
pe mbukaan dan penutup baku
6. mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif, sebagai
alat pendidik, pelipur lara, protes sosia l dan proyeksi keinginan yang terpendam.
7. be rsifat pralogis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sesua i de ngan logika
umum
8. menja di milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang
pe rta ma sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif merasa
memilikinya.
9. be rsifat polos da n lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan.
ha l ini dapat dime ngerti bahwa dongeng juga me rupakan proyeksi em
manusia
ya ng paling jujur manifestasinya.
2.1.7 Fungsi Dongeng
Dalam thesis Zunairoh Nihayatu pula dijelaskan dongeng sebagai salah satu
dari sastra anak, be rfungsi untuk memberikan hiburan, juga sebagai sarana untuk
mewariska n nilai-nila i yang diyakini kebenarannya oleh masyaraka t pada waktu itu.
Donge ng dipandang sebagai sarana untuk mewariskan nilai-nilai, dan untuk
masyarakat lama itu dapat dipa ndang sebagai satu-satunya cara. Sesuai dengan
keberadaan misi tersebut, dongeng mengandung ajaran moral. Dongeng sering
mengisahkan pende ritaan tokoh, namun karena kejujura n dan ketahanujiannya tokoh
tersebut me ndapat imbalan yang menyenangkan. Sebaliknya tokoh jahat pasti
mendapat hukuman. (Nurgiya ntoro, 2005:200).
Hal senada juga dikemukakan oleh (Danandjaja, 2007:83) bahwa dongeng
dice rita kan teruta ma untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan
kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran. Sama halnya yang
diungkapkan oleh Carvalho-Neto (dalam Danandjaja, 2007:4) bahwa dongeng
|
mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi
keinginan terpendam.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dongeng
mempunyai banyak fungsi anta ra lain: se bagai hiburan atau pelipur lara, pendidik,
sarana mewariska n nilai-nilai, protes sosial, dan juga sebagai proyeksi keinginan
terpendam.
2.1.8 Sinopsis
Suatu dongeng yang menceritakan bagaimana kita bisa mendengarka n suara
dalam cangkang kerang yang te rdengar seperti suara laut. Di awali dari seorang gadis
yang ditinggal pergi oleh ke kasihnya melaut. Gadis itu setia menunggu di tepi pantai.
Dalam penantiannya, sang gadis se ring bercerita kepada laut, mengenai dirinya,
hidupnya dan pria yang dikasihinya. Hingga akhirnya Sang Laut yang ja tuh hati
padanya berusaha mencuri hatinya. Dari suatu ketiadaan, lama kelamaan sang Laut
menampa kan dirinya, menjadi seorang pria. Sang Laut menemani gadis itu dari hari
ke hari, di tepi pantai. Sang Laut bermaksud untuk memikat hati Gadis itu namun
usaha sang Laut pun tidak berhasil. Dala m ke kesalannya Laut menunjukkan
kuasanya, ia mengurung keka sih si Gadis di dalam laut. Menangkapnya se bagai
sandera. Gadis tersebut terlalu sayang de ngan kekasihnya, ia merelakan dirinya
ditukar dengan kekasihnya. Laut pun menyetujuinya. Gadis itupun menyerahkan
dirinya kepada Laut. Sebagai pesan terakhir kepada kekasihnya, Gadis itupun
memberikan sebuah kerang. Diucapkannya kata kata perpisahan te rakhir kepada
kekasihnya. Keka sih Gadis itupun kembali ke daratan, tapi ia tidak menemukan
kekasihnya, ia hanya menemukan sebuah cangkang kerang di tempat ke tika sang
kekasih memintanya untuk menunggu. Dari kerang tersebut terdengar suatu suara,
suara ucapan perpisahan yang menggumam, sebuah sua ra yang sudah menyatu
dengan laut.
2.1.9 Tinjauan Pustaka
Dalam proses kreatif penciptaan visual pendek animasi, penulis melakukan
beberapa riset untuk memperoleh data yang me ndukung dan referensi visual yang
sesuai. Riset tersebut antara lain dengan dilakukannya riset terhadap literatur yang
berhubungan dengan cerita yang akan dibawakan, baik yang berasal dari buku, ebook
maupun artike l maja lah. Sedangkan untuk tinjauan terhadap visualnya sendiri,
|
penulis mencoba melakukan riset dari beberapa video dan film film pendek. Untuk
lebih memperdalam hasil riset terhadap karya visual ini, penulis me mbaginya
menjadi dua bagian kecil, antara lain tinjauan terhadap naskah cerita dan tinjauan
terhadap visual yang he ndak dicapai.
Dalam pembentukan cerita, penulis cukup banyak mendapat inspirasi.
Berawal dari inspirasi suatu mitos masa ke cil yang mengatakan kalau kita
menempelkan salah satu telinga kita ke cangkang kerang, kita bisa mendengar suara
laut, hingga kumpulan puisi dan literatur kuno yang membahas me ngenai relasi
anta ra cangkang kera ng dan suara laut.
Mitos akan selalu terbantahkan oleh fa kta ilmiah. Seperti yang sudah
dijelaskan secara singkat pada bab sebelumnya. Cangkang kerang memiliki bentuk
spiral dan me miliki ketebalan yang cukup baik untuk meresonansikan kembali suara
udara di da lamnya. Hal ini dibuktika n oleh teori resonansi Helmholtz yang
merupa kan peristiwa resonansi udara dalam suatu rongga. Resonator tersebut terdiri
dari suatu badan yang berbentuk bola dengan satu volume udara dengan sebuah
lehe r. Sebuah volume
udara di dalam dan di dekat lubang terbuka bergetar karena
'melenting' da ri udara di dalamnya. Sebuah contoh umum ada lah botol kosong, udara
di dalam botol akan bergetar ketika ditiup bagian atasnya atau bunyi yang diciptakan
ketika satu hembusan melintasi puncak satu botol kosong.
Tidak puas da ri sekedar mitos da n fakta ilmiahnya , Penulis terinspirasi juga
dari sebuah lagu berjudul Naturaleza Muerta. Lagu ini menceritakan mengenai
bagaimana seorang pria harus meninggalkan wanitanya berlayar mengarungi lauta n.
Pria tersebut tidak pe rnah kemba li ke daratan padahal pria tersebut untuk mene mui
wanita ini di pinggir pantai. Hingga kisah ini menjadi mitos bagi penduduk setempat
wanita tersebut diselimuti oleh ga ram dan pa sir hingga berubah menjadi se buah batu
putih yang indah.
Lagu yang berlirikkan Bahasa Latin ini, rasanya sanga t erat kaitannya
denga n keinginan penulis untuk membawakan
suatu kisah mengenai cangkang
kerang yang memiliki suara. Terlebih pada lagu tersebut diselipkan sebuah mitos
dimana wanita tersebut diselimuti oleh pasir dan ga ram sehingga membentuk suatu
batu ya ng indah. Rasa nya cukup pas bila disetarakan dengan kondisi cangkang
kerang sendiri yang berfungsi untuk melindungi benda yang sifatnya rapuh di
dalamnya.
|
Berikut lirik lagi Naturaleza Muerta yang dipopulerkan oleh Sarah
Brightman.
No ha salido el sol y Ana y Miguel y a prenden llama
Ella sobre él, hombre y mujer deshacen la cama
Y el mar que está loc o por Ana pre fiere no mirar
Los celos no perdonan
Al agua, ni a las algas, ni a la sal
Al amanece r ya está Miguel sobre su barc a
Dame un beso amor y espera quieta junto a la playa
Y el mar murmura en su lenguaje: ¡Maldito pescador!
Despídete de ella - no quiero compartir su c orazón
Chorus:
Y llorar, y llorar, y llorar por él
Y esperar, y esperar, y e sperar de pie
En la orilla a que vuelva Miguel
Dicen en la aldea que esa roca blanca es Ana
Cubierta de sal y de coral espera en la playa
No esperes más niña de piedra, Miguel no va a volver
El mar le tiene preso
Por no querer cederle a una mujer
Chorus
Incluso hay gente que asegura
Que cuando hay tempestad
Las olas las provoca
Miguel luchando a muerte con el mar
Y llorar, y llorar, y llorar por él
Y esperar, y esperar, y e sperar de pie
Y llorar, y llorar sobre el mar ...
Dengan terjemahannya sebagai berikut
The sun hasn't c ome up but
Ana and Miguel are already burning with love
She is lying on him, man and woman, they rumple the bedsheets
The sea, crazy about Ana, prefers not to watch
|
Jealousy cannot forgive
The water nor the seawe ed nor the salt
At dawn, Miguel is already in his small boat
"Give me a kiss, my love, and wait for me at the beac h"
And the sea murmurs in its own language: "Damned fisherman!"
"Say goodbye to her - I will not share her he art"
Chorus:
And weeping, and weeping, and weeping for him
And waiting, and waiting, and waiting, standing
On the shore until Miguel returns
In the v illage they say the white rock is Ana
Covered with salt and coral, waiting at the beac h
Wait no more, girl of stone, Miguel will not return
The sea has him prisoner
Not wanting to release him to a woman
Chorus
And there are people who are certain
That when there is tempest
The wave s are provoked by
Miguel's battle to death with the se a
And weeping, and weeping, and weeping for him
And waiting, and waiting, and waiting, standing
And weeping, and weeping over the sea ...
(sumber : Jos van Geffen. 2011.Sarah BrightmanNaturaleza Muerta. Diakses
tangga l 16 Februari 2014. http://josvg.home.xs4all.nl/cits/sb/sb409.html )
|
Beberapa puisi juga menjadi inspirasi yang menguatakan ide penulis dalam
penciptaan cerita ya ng hendak di
capai, be rikut beberapa bait dari puisi yang di
maksud
Shell of the bright sea-waves!
What is it, that we hear in thy sad moan?
Is this unceasing music all thine own?
Lute of the ocean-caves!
Or does some spirit dwell
In the deep windings of thy chambers dim,
Breathing forever, in its mournful hymn,
Of oceans anthem swell?
Amelia Welby, To a Sea-Shell, 1845
And heard that instant in an unk nown tongue,
Which yet I understood, articulate sounds,
A loud prophetic blast of harmony;
An Ode, in passion uttered, which foretold
Destruction to the children of the e arth
By deluge, now at hand.
William Wordsworth, The Prelude or, Growth of a Poe
Mind, Book Fifth,
179918057
CONSIDER the seas listless chime:
Times self it is, made audible,
The murmur of the earths own shell.
Secret continuance sublime
Is the seas end: our sight may pass
No furlong farther. Since time was,
This sound hath told the lapse of time.
No quiet, which is de aths,it hath
The mournfulness of ancient life,
|
Enduring always at dull strife.
As the worlds heart of rest and wrath,
Its painful pulse is in the sands.
Last utterly, the whole sky stands,
Grey and not known, along its path.
Listen alone beside the sea,
Listen alone among the woods;
Those voices of twin solitudes
Shall have one sound alike to thee:
Hark where the murmurs of thronged men
Surge and sink back and surge again,
Still the one voice of wave and tree.
Dante Gabriel Rossetti, The Sea-Limits , 1828 - 1882
Gather a shell from the strown beach
And listen at its lips: they sigh
The same desire and mystery,
The ec ho of the whole seas speec h
And all mankind is thus at heart
Not anything but what thou art:
And Earth, Sea, Man, are all in e ach.
Like the sigh of a maiden in lone despair,
...
Such, such are the sounds of the wild sea shell
...
Ac ross my ear like the tones of woe,
It soundeth to me
Like the voice of the sea,
And swee t is its mournful melody.
...
Like a holy hymn
Of nymphs in deep devotion.
|
William Quarmby, The Song of the Sea-She ll
(Sumbe r: Helmreich, Stefan.(2012/13:23) . Seashell Sound. Cabinet Magazine.
Issue 48.)
Dari beberapa puisi ini dapat disimpulkan bahwa suara kerang memiliki
keterkaitan ya ng cukup erat dengan kisah yang mengandung suara kesedihan,
keputus-a saan dan misteri. Suara tersebut lebih diartikan seba gai suatu gumam atau
senandung yang dilakukan ole h seorang pe rempuan.
Da ri dasar inilah, terbentuk sedikit gambaran mengenai cerita seperti apa
yang hendak penulis sampa ikan dalam kisah film animasinya. Baik dari perasaaan
yang ingin disampa ikan oleh penulis, hingga re ncana tempa t dan kara kter didasarkan
dari puisi ini.
2.1.10 Data Karakter
Dalam film pe ndek animasi ini ada tiga karakter yang menjadi focus cerita,
yakni seora ng Gadis, seorang Pria, dan sang Laut. Untuk menggambarkan karakter
dan penokohan dalam film animasi ini,
penulis menggunakan beberapa referensi
karakter dan visual, diantaranya a dalah sebagai berikut
2.1.10.1 Gadis
Ga dis ini adalah tokoh protagonist dalam film animasi ini. Gadis ini berusia
berkisar antara 20 tahunan. Gadis ini be rtubuh kurus dan kecil. Gadis ini akan
digambarkan sebagai seora ng gadis de sa yang lugu dan cantik. Pembentukan
karakter si Gadis ini terinspirasi dari sebuah tokoh dari cerita rakyat Makassar, Datu
Museng dan Maipa Deapati. Di kisahkan pada akhir kisahnya, ketika Datu Museng
dan Maipa Deapati telah tertangkap oleh Belanda. Maipa Deapati menyerahkan
dirinya untuk dibunuh oleh pihak Belanda, baginya lebih baik ia mati terbunuh
daripada Datu Museng harus menyerahkan dirinya pada Belanda. Sehingga ia
meminta Datu Museng untuk menikamnya dengan ba diknya.
Selain dari tokoh Maipa De apati, penulis juga terinspirasi da ri tokoh Ludhe
dalam novel Perahu Kertas. Seorang gadis Bali berusia sekitar 17 ta hunan. Ia jatuh
c inta dengan seorang lelaki yang pernah belajar lukis di sanggar milik pamannya.
Namun, Ludhe melepaskan lelaki itu, karena kebahagia an lelaki itu adalah yang
terbaik untuknya. Ke bahagiaan ora ng disekitarnya selalu menjadi prioritas baginya.
|
![]() Gambar 2.2 Ludhe dalam film Perahu Kertas
Gambar 2.1 Datu Museng dan Maipa Deapati dalam theater
2.1.10.2 Pria
Pria ini dikisahkan sebagai seorang nelaya n muda. Kekasih dari si gadis. Ia
harus berlaut untuk pergi ke suatu tempat yang jauh. Pria ini digambarkan sebagai
pela ut muda yang tidak te rlalu besar dan tidak terlalu kecil juga. Layaknya pelaut
Indonesia.
Sama halnya dengan penokohan si gadis. Tokoh pria juga diambil dari kisah
Datu Museng dan Maipa Dea pati. Di mana kehidupa n Datu Museng ditukar oleh
kekasihnya karena kekasihnya tidak mau terjadi hal yang buruk terhada p pria
tersebut.
(sumber:http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2009/10/10/kisah-c inta-bugis-datu-
muse ng-dan-putri-lombok-maipa -deapa ti-12900.html)
2.1.10.3 Sang Laut
Sang Laut diga mbarkan se bagai tokoh anta gonis. Di mana, digambarkan sang
laut ini bertubuh kurus dan tinggi, namum menawan. Sang Laut sendiri
direferensikan dari beberapa mitos Yunani.
Dalam mitologi Yunani, Poseidon (bahasa Yunani: se d , Poseidó n)
dikenal se bagai dewa penguasa laut, sungai, dan
danau, serta ayah pa ra Pahlawan.
Poseidon memiliki senjata berupa trisula yang bisa menyebabkan banjir dan gempa
bumi. Trisula tersebut dibuat oleh para Kiklops semasa Titanomakhia. Pose idon juga
memiliki kendaraan yang ditarik oleh hippokampos (makhluk setenga h kuda
setengah ikan).
Poseidon selalu digambarkan sebaga i seora ng pria yang perkasa, berjenggot
dan membawa trisula. Satu pukulan dari trisulanya bisa membe lah bumi. Poseidon
kadang-kadang digambarkan bertubuh setengah ikan. Dia mengendarai kereta yang
|
![]() dita rik oleh dua ekor hippokampos. Poseidon sering digambarkan bersama
rombongannya yaitu Amfitrit, Triton, Nereid, lumba -lumba, Dioskuri, Palaemon,
Pegasus, Bellerofontes, Thalassa, Ino, dan Galene. Poseidon sering diga mbarkan
dengan ke rang laut atau hewan laut lainnya. Dalam Theogonia karya Hesiod,
Poseidon disebut sebagai "Yang Berambut Gelap". Seperti kebanyakan de wa
laut,
dia memiliki kemampua n untuk mengubah wujudnya, tetapi Poseidon tidak memiliki
kekuatan meramal. Figur Poseidon tidak mencirikan kara kter keagungan seperti
saudaranya, Zeus; tetapi lebih mencerminkan ciri khas la utan yang bisa beruba h-
ubah, kadang bergejolak dan kadang te nang.
Poseidon se ring dikatakan memiliki sifat yang pemarah, sama seperti laut,
sangat gemar bertanding. Se sungguhnya laut sendiri tida k mudah bertengkar dan
marah, hanya saja tidak ada yag bisa memprediksikannya, factor factor tertentu
terkadang dapat membuatnya liar dan tidak dapat dikendalikan. Berbeda halnya
dengan orang Roma wi, mereka menyebut penguasa lautnya adalan Neptunus. Orang
Yunani da n Romawi didramatisasi dan memaknai Ne ptunus dan Poseidon oleh
sebagai sosok pecinta dan pemberi keturunan, bahkan dikatakan juga se bagai
pemerkosan para nymph dan dewi.
(Aaron J. Atsma. 2011. Poseidon. Diakses 15 Februari 2014
Jenks, Kathleen (April 2003). "Mythic themes clustered around
Poseidon/Neptune". Myth*ing links. Retrieved 13 January 2007.)
Selain berdasarkan dari mitologi, wujud penggambara n sang Laut sendiri juga
terc ipta dari tokoh Pitch Black dari Rise of Guardian. Hal ini disesuaikan dengan
wujud sang Laut merupakan penguasa dunia bawah. Dunia ba wah yang dimaksud
kadang bisa dipahami sebagai penguasa dunia kematian.
Gambar 2.3 Pitch Black dari film Rise of Guardian
|
![]() 2.1.11 Data Environtment
Gambar 2.4 Suasana senja di Jembatan Pulau Tidung
Gambar 2.5 Tanaman bakau di Pulau Tidung
Gambar 2.6 Suasana senja di n Pulau Tidung
|
![]() Gambar 2.7 Suasana senja di Jembatan Pulau Tidung
Gambar 2.8 Matahari Terbit di Pulau Tidung
|
![]() 2.1.12 Study Existing
Refere nsi dan data pembanding menjadi hal yang pe nting dalam
pembentukan visual animasi yang ingin dibentuk. Dasar pemikiran pelukis dalam
menyajikan konsep dongeng ini adalah dengan suatu narasi. Narasi dongeng yang
kemudia n dic eritakan layaknya sebuah kisah perwaya ngan. Untuk animasinya
sendiri, penulis memiliki gagasan utama untuk memperoleh gamba ran visual seperti
dalam cerita pendek animasi The Tale of Three Brother yang ada pada serial Harry
Potter ke 7.
Gambar 2.9 Pagelaran Wayang Gambar 2.10 The Tale of Three Brotherhood
Untuk studi be ntuk sendiri penulis tetap aka n bermain dengan bayangan dan
bentuk geometris juga. Bayangan atau siluet memiliki makna sendiri dalam
penceritaannya. Untuk penulis sendiri, penggunaan bayangan dan siluet digunakan
untuk lebih menekankan untuk pembawaan suasana yang lebih tera sa mistis namun
anta ra hal tersebut nyata atau se kedar cerita belaka.
2.1.12.1 Bentuk
Dalam pembentuka n karakternya, penulis ingin menciptakan suatu kara kter
dimana karakter tersebut menampilkan suatu kesederhanaan dan misterius. Sehingga
penggunaan wujud yang menekankan pada bentuk artistic dan segi siluet lebih
ditonjolkan dalam karya animasi yang akan dibuat.
|
![]() Karya se orang illustrator Perancis, Alex Liddel menjadi inspirasi penulis.
Gambar 2.11 karya Alex Liddel
Untuk bentuk dari karakter sendiri pe nulis juga me referensikan karakternya
terhadap karya Dale Newton.
Gambar 2.12 Karya Dale Newton
|
![]() 2.1.12.2 Warna
Untuk penggunaan warna, penulis lebih meneka nkan pada warna mute d.
Dimana penggunaan warna muted dimaksudkan untuk memberikan kesan tua.
Dalam buku Color Index karangan Jim Krause halaman 186 dijelaskan bahwa
penggunaan warna muted dapat lebih menc iptakan kesan yang tenang da n modern
dalam suatu bentuk desain. Dalam illustrasi kontemporer pun sering menampilkan
palet warna muted yang be rada pada turunan yang cukup jauh. Terlebih untuk trend
warna desain yang ada untuk saat ini juga banyak memanfaatkan warna muted dalam
penga plikasiannya.
Berdasarkan buku Color Index, penulis memfokuskan studi
warna pada
kate gori warna restraine d chic dan dull primary and secondary hues.
Gambar 2.13 Restrained Chic
Gambar 2.14 Dull Primary and Secondary Hues
|
![]() 2.1.12.3 Studi Art Direction
Untuk pengemasa n Art Direction sendiri, penulis melakukan studi terhadap
beberapa animasi pendek, diantaranya :
Gambar 2.15 Athan The Call to Prayer Gambar 2.16 Mirage
Gambar 2.17 Meet Me Far Gambar 2.18 Red River Bay
Da lam beberapa cuplikan a ngle kamera yang digunakan dalam film tersebut,
tampak untuk be berapa bagian scene menggunakan a ngle extre me, dan sisanya
kura ng lebih bermain pada kamera still. Adapun bila terjadi pergerakan hanya sedikit
sekali pergera kannya.
2.1.12.4 Studi Cerita
Dalam me ngemas penceritaan dalam cerita pendek ini, penulis juga
mela kuka n beberapa pe nelitian. Terutama terhadap film film pendek indie da n film
layar lebar yang pernah tayang.
Dari segi gaya penc eritaa n, penulis ingin lebih meneka nkan pada kesan
dongeng, sehingga pe nulis me lakukan riset yang cukup intens terhadap dua film
pendek yang menurut penulis memiliki potensi dalam membawakan sebuah
dongeng. Mirror mirror (opening sequence) dan Tales of three brother memiliki
kekuatan penceritaan yang kuat. Hal yang harus sa ngat diperha tika n disini adalah
dari kedua film pendek tersebut dapat dipahami bahwa kekuatan dari penceritaan
|
![]() dongeng tersebut terletak dari transisi antar tiap shot nya, dimana pengemasan
tra nsisi yang bersa mbung memiliki keunikannya sendiri. Setiap transisi yang
dihasilkan bukan sekedar fade to blac k atau fade in/out. Setiap transisinya mampu
menyuguhkan kelanjutan cerita yang akan dibawakan selanjutnya.
Gambar 2.19 Mirror Mirror opening sequence
Selain itu, pe nerapa n narasi pun mampu mengesankan suatu cerita te rse but
Gambar 2.20 Tales of Three Brother
merupa kan suatu refleksi dari struktur peristiwa kehidupan nyata. Sehingga terbentuk
suatu anggapan bahwa hal terse but adala h ril.
Untuk konse p pemilihan kata dan penentuan emosi seperti apa yang akan
ditampilkan dalam film pendek ini, penulis juga melakukan riset pada bebe rapa film
buatan Wong Fu Production. Wong
Fu Production sendiri sudah memiliki nama
tersendiri da lam pembuatan produksi film di Amerika dan sudah menjadi salah satu
Youtube Artist dengan karya karya film pendeknya. Film pendek yang penulis
analisis adalah film pendek yang berjudul Shell dan When Five Fell. Gaya
penceritaannya c enderung terkesan lambat namun tidak menggunakan narasi namun
mampu mengekspresikan suatu emosi yang kuat di dalamnya. Terdapat monolog
pada tiap karakternya yang menginspirasi penulis da lam penulisan naskahnya.
Pada film pende k When Five Fell, menceritakan ba gaimana lima benda yang
sering digunakan oleh seorang gadis dan bercerita bagaimana benda te rse but
memiliki kesan serta perasaan tersendiri terhadap gadis itu. Benda benda te rsebut
diibaratkan sebagai seseorang yang hidup dan nyata. Benda benda itu antara lain
adala h kacamata, telepon, paying, scarf dan sebuah mug. Mereka mengisahkan
kisahnya ma sing masing, bagi kacama ta ia paling beruntung karena sang gadis
|
![]() melihat dari c ara pandangnya hingga suatu ketika ia tergantikan oleh sebuah lensa
kontak. Telepon mengisa hkan bahwa ia adalah yang paling beruntung karena gadis
tersebut seolah berce rita pada dirinya, namun sayangnya ternyata kata kata tersebut
disampaikan untuk seseorang yang lain. Payung mengatakan hal yang berbeda, gadis
tersebut se lalu menggenggamnya e rat seolah tak mau melepaskannya dan tak ada
yang dapat me nggantikannya. Sebuah scarf memiliki kisah yang lainnya, ia mera sa
ia sa ngat dekat, ia selalu dekat dengannya, namun ada kalanya gadis tersebut
meninggalkannya, yang tersisa hanyalah bau si ga dis. Terakhir, sebuah mug gelas
berkisah, gadis ini adalah ciuman pertamanya, dalam malam yang dingin. Ia mera sa
bahwa ia ada lah yang paling utama, namun ia selalu bertanya apakah ia satu
satunya. Ia bukan lah satu satunya, ada seorang pria yang dimiliki si
gadis yang
menciumnya juga.
Gambar 2.21 When Five Fell
Berbeda halnya dengan yang dikisahkan dalam film pendek Shell. Sebuah
c angka ng ke rang diibaratkan mampu menyimpan sebuah kenangan, kenangan yang
hampir terlupa. Sebuah ke nangan yang seolah diciptakan dan hampir menyamai
dengan sebuah realitas. Imajinasi sebuah perasaan yang perlahan terbentuk me njadi
suatu ingatan yang se olah nampak nyata dan pernah terjadi. Sama halnya ketika
mendengarkan sebuah cangkang kera ng, seolah mengisyaratkan bahwa suara laut
yang tertangka p dalam cangkang tersebut. Membayangkan sebuah laut seolah berada
dalam pikiran imajiner dan mera sakan seolah semuanya itu nyata. Hal ini sama
seperti yang dilakukan ole h se orang pria te rhadap teman wanitanya dalam film
pendek Shell, ia memvisualisasikan apa yang terjadi dalam imajinasinya, bagaimana
kedeka tan mereka berdua dan bagaima na mereka memadu kasihnya. Hingga gadis
tersebut pun ma mpu mengimajinasikan dan me nerimanya sebaga i salah satu bentuk
kenyataannya .
Gambar 2.22 Shell
|
2.1.13 Film Pendek / Animasi seje nis
Film pendek yang boleh dibilang penulis sangat terinspirasi a dalah The Tale
of Three Brotherhood. Pada film pendek ini dikisahkan mengenai tiga bersaudara
yang berhasil menipu kematian. Sebagai hadiahnya, kematian memberikan mereka
hak untuk memilih apapun yang mere ka mau. Anak pertama meminta sebuah tongkat
sihir yang sangat kuat dan tak terkalahkan. Anak kedua me minta benda yang dapat
membangkitkan orang dari alam kematian. Anak ketiga, ia tidak tahu apa yang harus
ia minta, maka ia hanya meminta supaya dapat bersembunyi dari kematian Anak
pertama yang memiliki tongkat sihir paling sakti memicu orang orang untuk
mencurinya, sehingga pada suatu malam ada seseorang yang membunuh si anak
tertua untuk memperoleh tongkat tersebut. Anak kedua, ia bermaksud untuk
menghidupkan tunangannya yang meninggal, namun ia merasa jenuh, ia merasa
tunangannya tersebut memang hidup tapi tidak bisa berinteraksi, rasanya sia-sia
kemudia n ia bunuh diri. Hingga anak ya ng terakhir, kema tian tidak bisa menemukan
anak terakhir te rsebut. Hingga ketika tua si anak terakhir memberikan juba h untuk
berse mbunyi da ri kematian itu kepada anakanya, dan iapun kembali kepada kematian
dan selayaknya bertemu teman lama. Kental dengan nuansa dongeng dengan cara
penceritaan dinarasikan menjadi inspirasi penulis untuk membentuk cerita yang akan
disampaikan kedalam bentuk dongeng.
Tema dongeng te ntang kera ng ini pernah dibuat oleh seorang artist yang
bernama Pauline B.Appiah, dalam account-nya di vimeo, diposting se buah film
pendek yang berdurasi 4 menit. Di ma na dalam film pende k tersebut diceritakan
seora ng kakek ya ng menyampaikan ke pada cucunya bahwa setiap kerang memiliki
dongengnya masing ma sing, apa bila kita me ndengarka nnya dengan seksama kerang
tersebut akan menceritakannya. Anak kec il mencoba mendengarkannya, sementara
sang ka kek berusaha mencari sebuah buku dongeng yang hilang. Sang cucu yang
mendengarkan suara kerang pun mulai dapat memvisualisasikan a pa yang hendak
disampaikan oleh kerang, kerang pun mulai mengisahkan bahwa da hulu terdapat
sepasang kekasih, sang pria menyerahkan hatinya kepada wa nita, namun ka rena ada
suatu masalah, pria tersebut justru jatuh ke dalam lautan. Di dalam la utan itu pria
tersebut tenggelam dalam dunia yang berbeda, saat itu juga pria terse but menemukan
sebuah cangkang ke rang yang kemudian disinggahi oleh pria tersebut. Pria terse but
melihat banyak seka li hiburan namun di tempat tersebut juga, pria tersebut bertemu
|
![]() dengan gadisnya. Seselesainya gadis te rsebut mendenga rkan, kakeknya meminta
c ucu tersebut untuk menceritakannya padanya.
Gambar 2.23 Pauline B.Appiah - The Tale of Seashell
2.1.14 Trend Bentuk
Diawali oleh karya seorang 3d Artist Australia, Jeremy Kool, trend bentuk
low poly
menjadi gaya terse ndiri di masa kini. Bentuk ya ng seperti pahatan kertas
beberapa tahun ini menjadi banyak digunakan dalam pengaplikasian bentuk beberapa
film animasi pendek. Tre nd seperti ini diawali oleh ka rya Jeremy Kool yang
membuat ce rita interaktif The Paper Fox untuk ta blet iPad dan Android pada tahun
2012 (berdasarkan blog milik Jeremy, bentuk rubah tersebut di posting pada 3
September 2011). Bentuk karakter yang ada dalam ce rita tersebut dibe ntuk seperti
lipa tan khas origami.
|
![]() Gambar 2.24 karya Jeremy Kool
Pengemba ngan dan contoh contoh terbaik dari pengaplikasian trend ini
dilakuka n oleh Timothy J. Reynolds. Selain itu Jeremiah Shaw dan Danny Jones pun
juga berkontribusi da lam pengembangan gaya low-poly seperti ini.
Me nurut Martin Gittins dalam website webdesignerdepot.com, bentuk low
poly ini merupakan salah satu reaksi dari penyempuranaan personal para modeler
artist, di mana keinginan artist ini didasari pada keingian untuk tidak memimikri
bentuk realis, namun kearah bentuk yang a bstrak dan mencoba menangkap esensi
dari bentuk te rsebut dibandingkan representasi dari bentuk re alis yang ada.
Berdasarka n sejarah, gaya ekspresionis muncul setelah munculnya fotografi, dimana
segala bentuk realis dunia dapat tercipta dengan semirip aslinya, namun tidak ada
kebutuhan seni untuk melakukannya. Seni ekspresionis dianggap se bagai upaya
untuk menyampaika n bentuk dari pe rasaan dan sensasi bukan representasi akurat.
Sehingga tidak mengherankan bila bentuk ekspresionis seperti ini mulai merambah
abad 21 teruta ma pada seni digital sendiri.
|
![]() Gambar 2.25 karya Timothy J.R
(sumber ga mbar : Awward Team. 2014. Low Poly Illustrastion, Whats The
Secret. Diakses 22 Maret 2014. http://www.awwwards.com/low-poly-
illustration-what-s-the-secret.html).
Gambar 2.26 karya Danny Jones Gamba r 2.27 karya JR Sc hmidt
Untuk Indonesia sendiri, pengguna an gaya Low Poly sendiri sudah mulai
populer. Karya mahasiswa Bina Nusantara tah
2012 misalnya, oleh Andrey
Pratama, beliau mengaplikasikannya ke dal
karya animasinya Moriendo. Selain
itu pa da tahun 2012, dalam karya milik Ad
Agung Prakasa yang berjudul Bayang
pun sudah menggunakan gaya low-poly.
Gambar 2.28Moriendo karya Andrey Pratama
|
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Animasi
Kata animate berasal dari kata kerja Latin animare, yang berarti membuat
jadi hidup atau mengisi dengan nafas. Pada animasi kita benar-be nar bisa
merestrukturisasi realitas. (Jean Ann Wright 2005:1)
Pengertian secara umum, animate memiliki a rti membe ri kehidupan
kepada dan termasuk juga live-action (gerakan langsung)
pedalangan/pewayangan/permainan boneka semisal Sesame Street serta penggunaan
peralatan electromechanical untuk menggerakkan boneka, dinamakan animatronics.
(Rick Parent 2010:6)
Animasi adalah animasi, apapun medianya. Apakah anda menggambar di
atas kertas, pemodelan denga n plastik/malam, mendorong beberapa kotak korek api
di sekitar di depan kame ra Bolex atau menganimasika n dengan komputer, untuk
menjadi seorang animator anda akan pe rlu memahami gerakan dan cara membuat
emosi. (Susannah Shaw 2004:1)
Modal uta ma seorang animator adalah kemampuan menangkap momentum
ke dalam runtutan gambar sehingga se olah-olah menjadi bergerak atau hidup. Sedikit
berbeda dengan komikus, ilustrator, atau -kata kanlah- karikaturis yang menangkap
suatu momentum ke dalam se buah gambar diam (still). Animator harus le bih
memiliki kepekaan ge rak daripada hanya sekedar kemampuan menggamba r.
Gambar yang bagus akan percuma ta npa didukung kemampuan menghidupka n.
Sebagaimana definisi dasar animasi ya ng be rarti: membuat seolah-olah menjadi
hidup.
Dalam buku Illusion of Life, Ollie Johnston menjelaska n terdapat 12 prinsip
animasi yang a kan membuat animasi menjadi hidup. Ke-12 prinsip ini meliputi
solid drawing (kemampuan me nggambar dan kepekaan terhadap anatomi, komposisi,
berat, keseimbangan, dan pencahayaan), timing and spacing (gerak percepatan dan
perlambatan), squash and stretch (pemberian efek dina mis seperti memuai dan
menyusut dalam gerak sehingga benda yang mati dapat seolah hidup), anticipation
(ancang a ncang da lam bergerak), slow in and slow out (akselerasi dan deselerasi
suatu gera kan), arcs (be ntuk gera k lengkung yang diha silkan dari pergerakan benda
sehingga be nda tersebut tampak hidup tidak se perti gerakan robot yang patah patah),
secondary action (gerakan tamba han untuk memperkuat gerakan utama sehingga
nampak lebih realistis), follow through and overlapping action (keadaan dimana
|
suatu benda tetap bergerak sekalipun telah berhenti dan gerakan saling silang ketika
bergerak), straight ahead action and pose to pose (cara pengerjaan proses animasi),
staging (peletakan karakter sehingga mendukung suasana), appeal (gaya animasi),
e xagge ration (me ndramatisir suatu kejadian secara ekstrim).
2.2.2 Prinisp Desain
Dalam buku Foundation of Arts and Design, Lois Fichner Ratus menjelaskan
bahwa pada dasanya se tiap karya visual aka n yang tergabung satu elemen dengan
e lemen lainnya akan membentuk sua tu karya seni yang bernilai, namun dalam
pembentukannya diperlukan paham paham yang dapat menjadi acuan dalam
membentuk suatu karya visual ya ng menarik dan harmonis. Ka rya visual yang
dimaksudkan pun tidak terlepa s dari wujud 3 dimensi se kaligus, dimana setiap karya
visual yang diha ruskan tidak boleh terlepa s dari prinsip desain.
Prinsip - Prinsip Desain adalah se bagai berikut:
1. Unity and Variety
Unity adalah suatu kesa tuan yang membentuk struktur dan stabilitas dalam
komposisi. Digunakan juga sebaga i bagian dari komposisi untuk mendapatkan
harmonisasi dalam keseluruhan karya. Variety atau keraga man adalah keba likan
dari kesa tuan, variety menambahkan visual interest dalam komposisi dengan
menciptakan instabilita s dan sesuatu yang tidak terduga.
2. Balance and Rhythm
Keseimbangan membe rikan bentuk visua l yang stabil dalam suatu karya seni.
Keseimbangan sendiri lebih diterapkan pada benda tiga dimensi, dimana
keseimbangan tersebut me ngacu pada distribusi dari bentuk atau berat elemen
visual dari benda yang sifatnya dua dimensi.
3. Emphasis and Focal Point
Senima n menggunakan emphasis untuk menonjolkan bagian spesifik dari suatu
karya atau untuk menciptakan focal point. Focal point adalah area spesifik atau
bagian yang spesifik dari secara keseluruhan karya seni.
4. Scale and Proportion
Ska la merujuk pada ukuran namun pada karya seni, skala menunjukan relasinya
denga n orang yang meliha t karya. Skala dalam karya merujuk pada hubungan
anta ra ukuran benda yang satu dengan benda yang lainnya dala m karya tersebut.
Senima n dapat memanipulasi respon orang ya ng melihat dengan memvariasikan
|
skala dan proporsi dari elemen dalam keseluruhan komposisi. Beberapa artist
me n-distort atau bahkan merusak skala asli dari objek tersebut untuk
me mberikan pe ngalaman baru terhadap orang yang melihat karya tersebut.
2.2.3 Teori Bercerita
Dalam workshop Pixar Masterclass ya ng dibawakan Matthew Luhn,
Pengembangan awal suatu ide dimlai dari suatu cerita yang dikemas menjadi satu
kalimat utuh. Dimana dalam kalimat tersebut me njelaskan karakter dan baga imana
karakter tersebut akan berakhir. Lokasi tempat cerita tersebut berlangsung juga
menjadi sa lah satu bagian dari kalimat tersebut. Da lam pembuatan
sebua h cerita,
diperlukan elemen elemen yang akan membuatnya menjadi suatu cerita yang utuh,
elemen elemen tersebut antara lain:
1. Exposition
Exposisi merupakan awal dari sebuah cerita. Apa saja yang menjadi kesukaan
ba gi si karakter. Dimana tempat keja dian cerita tersebut. Semua seputar
pe ngena lan bagaimana tokoh dan tempat dilakukan pada bagian eksposisi ini.
2. Inciting Incident
Awal dari sebuah konflik, pencerita mulai mengambil apa yang menjadi kesukaan
da ri tokoh tersebut ata u hal yang akan membuat kara kter tersebut hancur.
3. Progresive Complication
Pada proses ini, tokoh utama akan memiliki sebuah alur kisah dimana ia berjuang
untuk me ndapatkan hal yang menjadi yang disukainya namun tokoh tersebut akan
semakin ja uh dari hal tersebut.
4. Crisis
Masalah aka n terjadi pada tokoh utama dan akan menentukan bagaimana
ke hidupan tokoh tersebut ke depannya.
5. Climax
Punca k dari konflik yang terja di dalam cerita.
6. Resolution
Konflik suda h terselesaikan. Cerita dapat selesai.
Untuk membantu pengembangan cerita, terdapat suatu kerangka cerita.
Adapun kerangka cerita te rsebut diawali
dengan eksposisi seperti once upon a
time
., , and eve ryday
, dilanjutkan dengan inciting incident diawali dengan
frasa until one day
, and bec ause of that
., dilanjutkan kembali dengan progressive
|
c omplication berupa and because of that
Untuk krisis / klimaksnya diawali
dengan until finally
. Penyelesaiannya sendiri diawali denga n frasa and since that
day
Penggunaan frasa- frasa tersebut dima ksudkan untuk membantu dalam
pembentukan ceritanya, sehingga cerita tersebut memiliki sistem cerita yang lebih
tera tur. Kerangka cerita ini biasa digunakan pada kerangka cerita klasik.
Dalam pembuatan cerita, terdapat 3 struktur bercerita, struktur tersebut antara
lain:
1. Classical
Struktur yang paling sering digunaka n dalam cerita fiksi, khususnya dalam film.
Struktur ini telah membuktikan de ngan respon emosional dari penonton yang
be sar di banding struktur lainnya. Struktur cerita klasik fokus dengan perubahan
ka rakter. Karakternya berasal dari sesuatu yang de kat dengan mereka tanpa
terpengaruh banyak. Semua pertanya an dan emosi dijelaskan dalam cerita. Dalam
struktur klasik, penekanan terjadi pada konflik eksternal dan tokoh utama pun ikut
proaktif dalam cerita. Ceritanya linear dan fakta yang konsisten
2. Minimalis
Be ntuk cerita ini tidak memiliki perubahan dalam hidup karakter. Mereka tidak
juga mengalami pe rubahan pada awal dan akhir cerita. Cerita yang di sampaikan
biasanya memiliki akhir terbuka, klimaks yang belum terselesaikan. Tidak semua
pe rtanyaan dalam cerita dapat terjawab, dan beberapa pertanyaan senga ja tidak
dijawab di cerita. Sengaja agar penonton bebas mene rjemahka n cerita tersebut.
Protagonisnya lebih ke reaktif bukan proaktif. Dan sering kali te rdapa t lebih dari
satu tokoh utama.
3. Anti Structure
Pada be ntuk cerita ini, realita sali
bertentangan, menggali absurdita s sehingga
realita tidak mempunyai makna. Tidak ada atur
pasti dalam struktur ini. Ha mpir
sama dengan struktur minimalis, karakter tid
be nar-benar berubah. Waktu
kejadian biasa nya dipeca h dan ac
Kebetulan lebih sering terjadi ketimbang
adanya sebab-akibat.
|
![]() 2.2.4 Teori Warna
Menurut Jim Krause dalam buku Color Index., dalam konsep se derhana,
warna dibagi menjadi 4 kelompok warna, yakni warna primer, sekunder, tersie r dan
netral. Warna primer merupakan warna dasar yang tidak mencampurkan warna
warna lain. Warna yang termasuk warna primer adalah merah, biru dan kuing. Wa rna
sekunder merupakan hasil pemcampuran wa rna primer dengan proporsi 1:1.
Misalnya warna jungga merupakan warna merah dan kuning, hijau dari biru dan
kuning, dan ungu merupaka n campuran dari merah dan biru. Warne tersier
merupa kan salah satu dari warna sekunder. Misal warna jingga kekuningan bera sal
dari pencampuran warna kuning dan jingga. Warna cokelat merupakan campuran
dari ketiga wa rna merah, kuning dan biru.
Dalam pengaplikasiannya, penggunaan warna dan campuran warna warna
tertentu dapat membangun suatu mood tertentu. Misalnya untuk menampilkan kesan
quiet atau diam. Pengaplikasiannya bisa mengguna kan warna pucat atau gelap, atau
bahkan diantaranya. Hue yang digunakan biasanya berada diantara warna biru, biru
kehijauan, dan biru keunguan. Penggunaan warna ini dimaksudkan untuk
menggambarkan suasa na tenang. Tidak jarang juga penggunaa n warna mute atau
pucat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang bersifat kalem atau nostalgia.
Untuk penggunaan hue yang lebih gelap, dengan pe rbeda an value yang tidak te rlalu
jauh dapat menampilka n kesan sunyi, misterius atau bahkan kondisi mencekam.
Penggunaan warna hue yang sangat pucat, biasa digunakan untuk latar belakang
(seba gai penanda jarak) atau untuk me mperoleh perasaan yang lebih sentimental.
Dalam penerapan kombinasi wa rna, Tigercolor dalam webnya me njela skan
bahwa terdapat enam kombinasi warna yang da
membentuk suatu harmonisasi,
anta ra lain:
1. Complementary
Gambar 2.29 Color Wheel Complementary Color
|
![]() Warna yang bersebrangan dalam color wheel. Misal wa rna merah dan hijau.
Warna kontras dari warna komplementer menciptakan warna keras terutama
yang menggunakan saturasi tinggi.
2. Analogus
Gambar 2.30 Color Wheel Analogus Color
Warna Analogus me rupakan warna yang bersebe lahan satu deng
yang lainnya.
Warna a nalogus biasanya ditemukan pada alam dan warna ya
dihasilkan pun
nyaman untuk dilihat. Dalam penggunaannya, diharapk
kontras warnanya
cukup.
3. Triad
Gambar 2.31 Color Wheel Triads Color
Warna triad me rupakan warna yang berjarak anta ra warna yang satu dengan
yang lainnya dengan jarak yang sama. Harmonisasi warna dalam warna triad
cukup kuat, bahkan bila diturunkan warnanya a tau dipucatkan warnanya. Untuk
mengguna kan warna triad, harus berhati hati antara warna dominan dan warna
yang menjadi aksen lainnya.
4. Split Comple mentary
|
![]() Gambar 2.32 Color Wheel Split Complementary Color
Wa rna split kompleme nter merupakan va riasi da ri warna komple menter. Sebagai
tambahan dari warna dasa r, terda pat dua warna lainna yang berdekatan dengan
warna komplementernya.
5. Rectangle (tetra dic)
Wa rna te tradic me nggunakan e mpat warna yang dibagi menj
dua pa sang
warna komplemente r. Warna tetra dic dapat menghasilkan bany
variasi wa rna
Dalam penggunaan warna tetradic lebih baik hanya me nggu
kan satu warna
dominan. Harus diperhatikan juga warna hangat dan dingin ya
akan
dihasilkan.
Gambar 2.33 Color Wheel Tetradic Color
6. Square
Gambar 2.34 Color Wheel Square Color
|
Warna square memiliki kesamaan denga n tetradik, tetapi jarak antara empat warna
terbagi secara merata di sekitar lingkungan warna.
Sumber: Tiger Color. 2012. Color Harmony. Diperoleh 12 Februari 2014.
http://www.tigerc olor.com/color-lab/color-theory/color-harmonies.htm.
2.2.5 Teori Sinematografi
Dalam maka lah Donny
Trihandono, dalam fotogra fi atau sinematografi
memiliki dasar sebaga i berikut:
1. Fra ming : Kegiatan membatasi adegan/ menga tur ka mera sehingga
mencakup ruang pengelihatan yg diinginka n
2. Angle : Sudut pengambilan gambar
3. Shot size : Cara pengambilan gambar
4. Komposisi : Penyususna n elemen dalam sebuah pengambilan gamba rm
termasuk warna dan objek.
Menurut Gabrie lle Moura dalam artikelnya Camera Angles pada website
e lementofcinema.com, sudut pengambilan gambar dapat memberikan makna yang
berbeda dala m setiap penggunaannya. Adapun sudut pengambilan gambar te rsebut
meliputi:
1. Birds Eye Level
Sudut ini tampak terlihat be nar benar dari atas suatu scene. Biasanya
digunakan untuk establishing dan penggunaannya bersamaan dengan extreme
long shot.
2. High Angle
Dalam sudut panda ng ini, kamera terletak di atas actor, seolah actor tersebut
melihat ke arah bawah. Posisi ini memberikan kesan bahwa ka rakter lemah,
takut dan tunduk.
3. Eye Level
Sudut pandang berada sejajar dengan tinggi subyek. Sehingga bila actor
melihat kea rah kamera, ia tidak akan melihat ke atas atau bawah. Sudut
pa ndang ini biasa digunakan da lam perfilma n karena sifatnya natural. Tidak
memiliki kesan dramatis. Coc ok untuk digunakan da lam film komedi,
romantic dan acara berita.
4. Low Angle
|
Sudut pa ndang ini diletakka n di bawah mata actor, dan lawan bicara ac tor
tersebut terkesan memandang aktir tersebut lebih tinggi. Sudut pandang
seperti ini memberikan kesan dominan, agresif dan berkuasa.
5. Dutch Angle
Posisi ka mera dimiringkan ke salah satu arah, sehingga garis horizon yang
ada tampak
miring. Pada sudut ini perubahan garis horizon vertical dan
horizontal kea rah dia gonal dapat menciptakan komposisi yang lebih dinamis.
Tak jarang penggunaan sudut sepertiini dimaksudkan untuk me mberikan
kesan artistik yang bisa digunakan untuk sedikit memberikan kesan bingung.
2.2.6 Teori Karakter Desain
Scott Mc Cloud dalam bukunya Understanding Comic menjelaskan tentang
pembagian karakter karakter desain. Karakter desain yang diciptakan memiliki
pemaknaannya masing masing sehingga dalam penggunaannya dapat sesuai
denga n apa yang hendak disampaikan oleh si pembuatnya. Adapun pembagian itu
dibagi me njadi:
1. Realistik
Mirip dengan kondisi aslinya di dunia nyata. Hal ini dimaksudkan untuk
menyampaikan suatu informa si sedetail dan semirip mungkin dengan apa
yang ada pada kehidupan nyata.
2. Ikonik
Pada pembentukan ka rakter ikonik, umumnya desainer bermaksud
menyampaikan suatu informasi yang maknanya sa ma dengan realistic
namunn mengurangi banyak de tail sehingga lebih murah diingat.
Karakteristik dari karakte r bia sanya tida k dihilangkan, sehingga menjadi
suatu ciri khas atau unsur pembeda. Menurut McCloud, ikon
seperti ini akan
berakhir dengan Ba hasa tertulis, dimana untuk detail penceritaannya dapat
dima knai dengan Ba hasa tulisan bukan dengan detail yang ditampilkan pada
karakter.
3. Abstra k
Bentuk, garis, da n warna saja yang digunakan sebagai symbol. Semua
kemiripan dihilangkan. Umumnya, de sainer ingin menyampaikan suatu
makna secara tersirat sehingga membebaskan audience untuk
menerjemahkannya sesuai dengan jalan pikir masing masing.
|
![]() Gambar 2.35 The Big Triangle Scott McCloud
2.3 Hasil Angket
Untuk lebih memastikan kembali mengenai antara kedeka tan mitos dengan
masyarakat Indonesia sendiri, penulis melakukan survei ke cil. Berikut hasil survei
yang diperoleh.
1. Jenis Kelamin
Answer Choices
Responses
Laki - Laki
59.09%
Perempuan
40.91%
2. Perca ya adanya mitos?
Answe r Choices
Re sponse s
Ya
73.47%
Tidak
26.53%
|
![]() 3. Ma sih dekat/masih digunakankah dengan praktek mitos itu dalam kehidupan
se hari -
hari?
Answer Choices
Responses
Ya
51.02%
Tidak
48.98%
4. Perc aya kalau suatu benda itu memiliki kisahnya sendiri?
Answer Choice s
Responses
Ya
79.17%
Tidak
20.83%
5. Suka mendengar kisah tentang asal usul suatu benda?
Answer Choice s
Responses
Ya
83.67%
Tidak
16.33%
6. Ka lau mitos diangkat jadi suatu film animasi?
Answer Choices
Responses
Jangan deh, nanti pamali kata orang tua
4.08%
Boleh - boleh aja, kayaknya lucu juga
95.92%
7. Lebih suka ending film itu seperti apa?
Answer Choice s
Responses
Sedih
10.20%
Senang
51.02%
Gantung
22.45%
|
![]() Answe r Choices
Responses
Absurd
16.33%
8. Suka sastra (puisi, pantun, puisi)?
Answer Choices
Responses
Ya
57.14%
Tidak
42.86%
9. Pernah mendengar mitos " mendengar kerang bisa mendengarkan suara laut"?
Answe r Choic es
Responses
Ya
73.47%
Tidak
26.53%
Kesimpulan dari hasil angket tersebut, tanpa adanya perbedaan gender,
keberadaan mitos di Indonesia ma sih c ukup kental dan terasa. Masyarakatpun tidak
merasa terganggu apabila terdapat mitos
mitos yang akan diangkat kedala m bentuk
a nimasi. Bentuk bentuk sastra pun separuh dari responden sudah te rbiasa dengan
hal tersebut. Namun, mengenai akhir film, penulis mengambil responden yang paling
sedikit. Hal ini dikarenakan penulis lebih menginginkan ke san cerita yang berbeda
dari ma yoritas orang pikirkan. Dalam pernyataan survei yang terakhir,
penulis
semakin dimantapkan untuk mengadapta si suatu mitos yang mayoritas orang sudah
tahu, sehingga mempermudah masyarakat untuk menikmati animasi yang akan
dibuat nantinya.
Selain dari angket seperti ini, penulis juga beberapa kali mengadakan survei
singkat dengan mengajukan pertanyaan seputar apakah masyarakat umum tahu kalau
a da dongeng dibalik cerita mitos tenta ng suara laut yang dalam cangkang kerang
tersebut. Mayoritas masyaraka t mengatakan tidak
tahu dan sebagian diantaranya
justru secara reflek langsung mencari apakah ada dongeng tersebut ata u tidak. Sejauh
ini, penulis mencoba menanyakan kepada responden yang mencoba me ncari
dongeng tersebut namun responden mengata kan tidak bisa menemukannya. Penulis
|
juga menanyakan apabila ada dongengnya sebenarnya ada namun be lum
diungkapkan, apakah responden tersebut tertarik untuk mengetahuinya, responden
mengataka n mere ka dengan se nang hati ingin me ngetahui dongeng dari mitos
tersebut.
2.4 Analisa
2.4.1 Analisa Film Pende k Pemenang Festival
2.4.1.1 Pemenang Pilihan Jur i
Juri cenderung lebih memiliki penilaian yang lebih spe sifik dibandingkan
denga n penonton. Terdapat kriteria khusus yang membuat suatu film dapat dikatakan
layak menjadi pemenang bagi juri. Salah satuh hal yang menjadi penila iannya adalah
keunika n. Keunikan yang ha mpir bisa dikatakan eksperimental dan abstrak menjadi
nilai lebih da lam penilaian juri. Suatu bentuk cerita yang tidak lazim digunakan atau
bahkan suatu cerita yang kontroversial dikema s kedalam suatu cerita yang
berstruktur minimalis atau bahkan antistruktur.
Sebagai contoh penulis menggunakan film Wind. Film pendek buatan
mahasiswa Calarts ini mengisahkan suatu kehidupan dimana seluruh kese hariannya
terdapat angin besar yang menerpa. Bagaimana keseharian orang - orangnya
dice rita kan apa adanya. Tampak sesekali humor yang kadang tida k terpikirkan
namun masuk akal bila ditampilan. Hingga suatu ketika, angin yang biasanya akrab
denga n masyarakat, tiba tiba terhenti. Segala aktifitas masyarakat se dikit
terganggu, na mun akhirnya kembali dila njutkan kembali oleh seseorang yang
menggantikan temannya yang memutar sebuah kipas yang menyedia kan angin bagi
masyarakat tersebut.
Keunikan yang ditampilkan dari film pendek ini adalah bagaimana pembuat
cerita pendek ini, menyuguhkan apabila terjadi suatu kehidupan baru dan apa yang
sekiranya akan dikerjakan. Struktur seperti ini, cenderung menggunakan struktur
minimalis.
|
![]() Contoh lainnya bisa diambil dari film Will. Film ini mengisahkan tentang
Gambar 2.36 Wind Short Film Animation
seorang anak yang ditinggalkan ole h ayahnya ketika peristiwa WTC 11 September
2001. Pengemasan ceritanya cukup se derhana, diawali dengan bagaimana sang ayah
memberikan sebuah yoyo untuk anaknya mainkan selama ayahnya
meninggalkannya. Sang ayah tersebut bekerja, di WTC. Naas pada hari itu ternyata
terjadi sebuah tragedy, sang ayah berusaha menghubungi anaknya setida knya untuk
mengucapkan pesan terakhir namun tidak bisa. Anak tersebut tampak tertidur setelah
bermain seharian menunggu ayahnya pergi bekerja. Hingga sang ayah harus pergi,
a nak tersebut terbangun dan mendenga r sebuah voice mail dari ayahnya yang
mengatakan bahwa ayahnya menyayanginya.
Cerita dalam film pendek WILL terkesan sangat sederhana namun
menyentuh, dimana pada awal ce rita dita mpilkan sebuah voice mail, awalnya
mungkin akan sulit dimengerti apa yang dimaksud, namun seiring berjalannya cerita,
potongan
potongan cerita itu mulai terbe ntuk. Kesan prihatin kita dapatkan ketika
kita melihat ana k tersebut setia menunggu ayahnya bersama dengan yoyo pemberian
a yahnya. Kedekatan kita denga n peristiwa yang benar benar pernah terjadi seperti
peristiwa WTC ini juga salah satu alasan mengapa dapat dengan mudah terhanyut
dalam cerita ini. Pemberian sebuah sound yang tepat, yang mengisyaratkan sound
tersebut diputar secara forward dan backward menambah kekuatan visualisasi film
ini.
Gambar 2.37 Will Short Film Animation
|
![]() 2.4.1.1 Pemenang Pilihan
Penonton
Gambar 2.38 La Luna Short Film Animation
Beda halnya de ngan juri, pilihan penonton biasanya cenderung lebih
menguta makan suatu cerita yang sifatnya klasik dan ringan, sehingga mudah
dimenge rti. Hiburan adalah hal utama yang menjadi penilaian bagi penonton.
Sebaga i c ontoh dalam film La Luna karya Pixar. Dalam film pe ndek La Luna,
dice rita kan ba hwa seorang anak yang ikut be rsama dengan ayah dan kakeknya untuk
membersihkan bulan, sehingga bulan tersebut dapat tampak seperti bula n sabit atau
bulan setenga h yang biasa dilihat. Pada awalnya, kakek da n ayah dari tokoh utama
mendebatkan cara memaka i topi si anak tersebut, aka n ikut si ayah atau si kakek.
Hingga akhirnya si anak memutuskan sendiri cara menggunakan topinya. Hingga
bulan muncul, sang ayah pun mengulurkan sebuah tangga sehingga anak te rsebut
diminta untuk memanjat dan memasangkan jangka r pada bulan tersebut.
Sesampainya anak tersebut pada bulan, anak tersebut takjub melihat bintang yang
bertaburan dan membentuk sebua h cahaya bulan. Sampai akhirnya terdapa t sebuah
bintang dengan ukuran raksasa jatuh di bulan tersebut. Sang kakek dan ayah yang
memperdebatkan ba gaimana cara menggese rnya, anak ini justru memanjat bintang
tersebut dan memalunya hingga bintang tersebut terpecah menjadi bagian bagian
kecil yang mempermudah untuk di ge ser dan membentuk bulan sabit.
Struktur cerita dalam film pendek La Luna ini sangat sederhana, diawali
denga n suatu pe ngena lan masalah, terjadi konflik, da n kemudian solusi terhadap
konflik tersebut. Cerita ya ng disuguhkan pun boleh dikatakan ringan dan bersifat
menghibur. Tampilan visual dengan warna cerah pun menjadi da ya tarik
bagi semua
kala ngan untuk menikmatinya.
|
![]() 2.4.1.2 Kesimpulan
Dari hasil perbandingan dua kategori pemenang yang telah dijabarkan maka
dapat disimpulkan dalam tabel berikut:
Pilihan Juri Pembanding Pilihan Penonton
Minimalism dan Anti
Alur Cerita Klasik
Struktur
Absurd, sulit dipa hami,
Cerita Ringan, mudah ditebak,
makna/ pesan agak sulit
karakter memiliki tujuan yang
ditangka p
jelas
Hampir mengacu pada
Karakter Sederhana, menarik, dan
bentuk a bstrak
mudah diingat
Banyak terdapat simbol
Visual Visual ya ng dita mpilkan jela s,
dengan makna tertentu
realistis dan apa adanya.
Tabel 2.1 Perbandingan Film Animasi Pendek Pilihan Juri d
Penonton
Berdasarkan a nalisis ini, penulis mencoba untuk menga mbil alur film pendek
pilihan penonton. Dengan pertimbanga n strategi desain yang digunakan berdasarkan
c erita klasik dan biasa didengar ole h orang banyak serta kebe radaan dasar mitosnya
sendiri yang sudah biasa diterima oleh orang banyak.
Apabila ditarik kedalam bentuk matriks, ra nah antara pemenang pilihan juri
dan pilihan penonton adalah sebaga i berikut:
|
![]() Gambar 2.39 Matrix Film Animasi Pendek berdasarkan Bentuk Visual dan Cerita yang
Disampaikan
Matriks ini menyimpulkan bahwa dalam pemenang piliha n juri cenderung
secara bentu visual adalah abstrak dan cerita pun absurd sedangkan pemenang
pilihan penonton lebih me ngarah pada cerita yang komunikatif dan bentuk yang
entertain. Untuk ranah bentuk visual yang abstrak namun cerita yang komunikatif
jarang dipilih oleh para pelaku de sain animasi, hal ini dimanfaatka n penulis untuk
lebih mengeksplorasi bentuk visual yang unik namun memiliki cerita yang mudah
untuk dipahami oleh orang banyak.
2.4.2 Per timbangan Pengambilan Cerita
Saat ini anima si di Indonesia sedang sangat berkembang, namun sayang nilai
nilai kebudayaan di dalamnya masih kurang di eksplorasi. Ke budayaan
kebudaayan yang sangat beragam ini memiliki banyak cara untuk me ngangkatnya
kembali. Salah satunya dengan mengangkat isu mitos.
Keterkaitan orang Indonesia terhadap suatu mitos boleh dikatakan cukup
dekat. Terbukti dengan dalam setiap peristiwa di Indonesia sering ka li dikaitkan
denga n fenomena gaib yang turut bekerja di dalamnya. Keunikan ora ng Indone sia
denga n mempercaya i suatu dongeng ata u mitos ini setidaknya bisa se dikit
memberika n suatu gaya hiburan baru untuk Indonesia. Mengingat pengemasan
|
wujud wayang sendiri tidak terlalu banyak orang yang mau melihatnya karena orang
terlalu mengatakannya ha l tersebut terlalu kolot atau tua.
Pengemasan wujud dongeng yang diangkat dari mitos yang beredar bila
mendengarkan cangkang kera ng kita dapat me ndengarkan suara kerang menjadikan
keinginan penulis untuk membentuk suatu donge ng baru, dimana suguha n dongeng
dongeng sekarnag sudah terlalu lama dan tidak jarang dongeng nusanta ra pun sudang
banyak yang di adaptasi oleh pihak asing, misalnya saja dongeng ba wang merah dan
bawang putih, timun mas, keong ma s dan lainnya.
2.4.3 Faktor Pendukung
1. Mina t masyarakat Indonesia terhadap animasi dan mitos sangat tinggi.
2. Alterna tif hiburan baru dalam suguhan animasi.
3. Bentuk lowpoly yang se dang menjadi trend dan masih jara ng digunakan di
Indonesia.
4. Donge ng yang sudah ada di Indone sia be rcerita tentang hal yang sama melulu,
belum ada yang menceritakan a tau menc ipta kan dongeng baru yang berkesan.
2.4.4 Faktor Penghambat
1. Keterbatasan waktu, karena tenggat wa ktu yang dibe rikan disesuaikan dengan
penanggalan akademik Tugas Akhir Bina Nusantara University.
2. Sua tu mitos yang tidak memiliki asal mulanya, namun diterima oleh sebagian
besar masyaraka t secara umum.
3. Bentuk yang hampir mengarah ke a bstra ksi mungkin agak sulit di terima oleh
umum.
4. Pengalaman penulis yang terbatas dalam produksi film animasi.
|