5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Beton Pracetak
Sistem  beton  pracetak  dapat diartikan sebagai suatu proses produksi elemen 
struktur atau arsitektural bangunan pada suatu tempat atau lokasi yang berbeda
dengan tempat atau lokasi dimana elemen struktur atau arsitektural tersebut
akan
digunakan (Wulfram I.E, 2006). 
Pembuatan elemen beton pracetak dapat  dilakukan  di  pabrik  maupun  di
lapangan. Pembuatan elemen di pabrik biasanya  bersifat  permanen  dan  dapat
dilaksanakan dengan berbagai
metode yang menyangkut proses produksi dan
peralatan yang digunakan. Metode yang digunakan disesuaikan
dengan jumlah 
elemen yang akan diproduksi, agar didapat suatu produk yang ekonomis.  Sedangkan 
pada pelaksanaan di  lapangan,
kerena bersifat  sementara  maka  metode  yang
digunakan juga terbatas.
2.2
Sistem Konvensional
Sistem  konstruksi  beton konvensional  (cast  in  situ  atau  cast  in place
adalah  sistem  konstruksi  dari suatu  bangunan  yang  pengecorannya dilakukan  di 
tempat  dimana  elemen
elemen struktur tersebut harus berada. Untuk  bangunan 
bertingkat banyak di Indonesia, biasanya kontraktor  pelaksana memberikan 
pekerjaan  ini  kepada perusahaan  beton  ready-mix.  Jarang sekali  kontraktor  mau 
mengerjakan pekerjaan ini sendiri. Hal ini dilakukan untuk  mengurangi  resiko  yang 
bisa timbul  akibat  beton  tidak  sesuai dengan  spesifikasi  yang  diharapkan. Selain 
itu  juga  untuk  menghindari penumpukan  material  beton  (semen, pasir dan kerikil)
di lokasi proyek.
2.3
Manajemen Proyek
Manajemen proyek adalah
aplikasi
pengetahuan, keterampilan, alat dan
teknik dalam aktivitas­aktivitas proyek untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan 
proyek (PMBOK, 2004). Manajemen proyek dilaksanakan
melalui aplikasi dan
integrasi  tahapan proses  manajeman  proyek  yaitu  initiating,  planning, executing
monitoring dan controlling serta akhirnya closing keseluruhan proses proyek tersebut. 
Dalam
pelaksanaannya, setiap  proyek selalu dibatasi oleh kendala-kendala yang
sifatnya saling mempengaruhi dan biasa  disebut  sebagai  segitiga  project constraint
  
6
yaitu lingkup pekerjaan, waktu dan biaya.  Dimana  keseimbangan  ketiga  konstrain
tersebut akan menentukan kualitas suatu proyek. Perubahan salah satu atau lebih
faktor tersebut akan  mempengaruhi setidaknya satu faktor lainnya.  (PMBOK  Guide,
2004). Dalam pelaksanaan proyek ada tawar-menawar
tradeoff
antara berbagai
pembatas. Jika kualitas hasil ingin  dinaikkan, akan  membawa konsekuansi kenaikan
biaya dan waktu. Sebaliknya, jika biaya ditekan
agar lebih murah dengan waktu
pelaksanaan tetap sama, maka konsekuensinya adalah kualitas bisa turun.
Untuk  situasi  sekarang,  perusahaan  perlu  juga  menjaga  agar pencapaian 
yang  diperoleh  dalam  pelaksanaan  proyek  tetap  menjaga hubungan baik dengan
pelanggan (customer relation). bahwa  dalam pencapaian  tujuan  proyek,  kita  perlu 
memperhatikan batasan waktu, biaya, lingkup pekerjaan dengan memanfaatkan
sumber yang  kita punyai.
Gambar 2.1 Pembatas-pembatas dalam pelaksanaan proyek
Sumber :  (Kerzner,2003)
Menurut H. Fayol, fungsi manajemen proyek dibagi menjadi 5, yaitu :
1.
Merencanakan  
Merencanakan berarti memilih dan menentukan langkah-langkah kegiatan
yang akan  datang  yang  diperlukan untuk  mencapai  sasaran.  Ini  berarti 
langkah pertama adalah menentukan sasaran
yang hendak dicapai, kemudian
menyusun urutan langkah kegiatan untuk mencapainya. Berangkat dari 
  
7
pengertian ini,  maka perencanaan dimaksudkan untuk menjembatani antara
sasaran yang akan diraih dengan
keadaan atau situasi awal. Salah satu
kegiatan perencanaan adalah pengambilan keputusan, mengingat hal ini
diperlukan dalam proses pemilihan  alternatif.
2.
Mengorganisir
Mengorganisir dapat diartikan sebagai segala  sesuatu  yang  berhubungan
dengan cara bagaimana mengatur dan mengalokasikan kegiatan serta  sumber 
daya kepada para peserta kelompok (organisasi) agar dapat mencapai  sasaran 
secara
efisien. Hal ini berarti perlunya pengaturan
peranan masing-masing
anggota. Peranan ini kemudian dijabarkan
menjadi pembagian tugas,
tanggung jawab, dan otoritas. Atas dasar  pembagian  tersebut  selanjutnya 
disusun  struktur organisasi.
3.
Memimpin  
Kepemimpinan adalah aspek yang penting  dalam  mengelola  suatu usaha,
yaitu mengarahkan dan mempengaruhi sumber daya manusia dalam 
organisasi
agar mau bekerja dengan sukarela
untuk mencapai tujuan  yang 
telah digariskan. Mengarahkan dan
mempengaruhi  ini  erat  hubungannya
dengan  motivasi,  pelatihan,  kepenyeliaan, koordinasi,  dan  konsultansi.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah gaya kepemimpinan yang  hendak
diterapkan
karena berpengaruh besar terhadap
keberhasilan  dalam  proses
mencapai tujuan.
4.
Mengendalikan  
Mengendalikan adalah menuntun dalam arti memantau,
mengkaji, dan
bila perlu mengadakari koreksi agar hasil kegiatan sesuai dengan yang telah
ditentukan. Jadi, dalam  fungsi  ini,  hasil-hasil pelaksanaan kegiatan  selalu
diukur
dan dibandingkan dengan rencana. Oleh karena itu,  umumnya telah 
dibuat tolak ukur, seperti anggaran, standar mutu, jadwal penyelesaian
pekerjaan, dan lain-lain. Bila terjadi  penyimpangan, maka segera dilakukan
pembetulan. Dengan
demikian
pengendalian merupakan salah satu upaya
untuk meyakini bahwa arus kegiatan bergerak ke arah sasaran yang
diinginkan.
  
8
5.
Staffing 
Staffing  sering  dimasukkan sebagai  salah  satu  fungsi  manajemen, 
tetapi banyak yang menganggap kegiatan ini merupakan  bagian  dari  fungsi 
mengorganisir. Staffing
meliputi pengadaan tenaga kerja, jumlah  ataupun
kualifikasi yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan,  termasuk  perekrutan
(recruiting), pelatihan, dan penyeleksian untuk menempati posisi-posisi 
dalam  organisasi.
Sedangkan menurut H. Kerzner apabila melihat manajemen dari fungsi
dan apabila digabungkan dengan pendekatan sistem,
maka pengertian
manajemen proyek merupakan merencanakan, mengorganisir, memimpin,
dan mengendalikan sumber daya perushaan untuk mencapai sasaran jangka
pendek yang telah ditentukan. Lebih jauh lagi, manajemen proyek
menggunakan pendekatan sistem dan arus kegiatan yang vertikal dan
horizontal.
Dari definisi tersebut terlihat bahwa konsep manajemen proyek
mengandung hal – hal pokok sebagai berikut: 
Menggunakan pengertian manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu
merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan
sumber daya perusahaan yang berupa manusia, dana, dan material.
Kegiatan yang dikelola berjangka pendek, dengan sasaran yang telah
digariskan secara spesifik. Ini memerlukan teknik yang sangat khusus,
terutama aspek perencanaan dan pengendalian.
Memakai pendekatan sistem.
Mempunyai hierarki (arus kegiatan) horizontal disamping hierarki
vertikal.
2.4  
Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya merupakan estimasi biaya yang dilakukan dalam
pembuatan proposal proyek sekaligus pengelolaan proyek. Jika  estimasi  biaya 
dilakukan  dengan  kurang  hati-hati  dapat menyebabkan  perkiraan  biaya  yang 
terlalu tinggi (overestimate) atau perkiraan biaya yang terlalu rendah (underestimate).
Dalam proyek besar hal inilah yang akan menjadi peranan penting dalam suatu
proyek dimana dalam proses tender apabila terlalu tinggi akan kalah dari pesaing
atau terlalu rendah juga akan menyebabkan margin keuntungan yang sedikit. Oleh
  
9
sebab itu diperlukan seorang estimator yang dapat menyusun anggaran  biaya secara
tepat dan efisien dimana seorang estimator
harus membuat work breakdown
structure dalam setiap pekerjaan sehingga didapatkan hasil yang optimal. Ada tiga
pendekatan yang dapat dilakukan dalam perkiraan anggaran biaya, dilihat dari cara
pengumpulan informasinya, yaitu :
a.
Perkiraan Biaya Secara Top-Down
Dalam pendekatan ini pertimbangan dan
pengelaman diperoleh  dari
manajer
tingkat
atas, manajer menengah dan data masa lampau
yang
berhubungan dengan aktivitas
yang serupa. Para manajer tersebut akan
memperkirakan  biaya seluruh proyek. Selanjutnya hasilnya diberikan kepada
manajer di bawahnya. Para manajer di tingkat lebih bawah diharapkan akan
melakukan estimasi biaya
untuk paket kerja lebih kecil yang merupakan
bagian dari proyek. Hal ini diteruskan sampai  tingkat paling  bawah.  Dengan 
demikian ketika manajer di tingkat  tertentu melakukan estimasi  biaya  untuk
beberapa  kegiatan  dia  harus  berpikir bahwa biaya maksimal  yang bila dia 
usulkan haruslah lebih kecil  atau sama dengan apa yang sudah diperkirakan
oleh manajer di atasnya.
b.
Perkiraan Biaya Secara Bottom-Up
Dengan perkiraan biaya secara Bottom-up,
hal yang harus
dilakukan 
pertama kali adalah merinci pekerjaan  menjadi paket kerja yang lebih detail.
Orang­orang yang akan terlibat dalam pengerjaan paket kerja tersebut diminta
pendapatnya mengenai
biaya
yang dibutuhkan dan
waktu penyelesaiannya.
Untuk lebih
mudahnya, perkiraan awal dimulai dari sumber daya baik itu
material dan jam-pekerja yang diperlukan untuk suatu paket kerja.  Kemudian
hasilnya bisa dikonversikan ke nilai rupiah. Pendekatan  top-down secara luas
banyak digunakan dalam proses perkiraan biaya  ini. Sedangkan  pendekatan
bottom-up
murni jarang digunakan. Para manajer senior akan merasa sangat
riskan
jika harus menerapkan pendekatan ini. Karena para manajer 
cenderung untuk tidak
percaya sepenuhnya
kepada bawahannya yang
mungkin akan melebih-lebihkan perkiraan biaya yang diperlukan di
bagiannya untuk menjamin
keberhasilan di bagiannya serta membangun 
semacam kerajaan  kecil. 
  
10
c.
Kombinasi Top-down dan Bottom-up
Pedekatan inilah yang banyak  digunakan  oleh estimator  dimana dalam 
pendekatan ini manajer tingkat atas mengundang bawahannya untuk 
memberikan usulannya mengenai perkiraan biaya untuk pekerjaan yang  akan 
datang. Kepala divisi akan menyampaikan permintaan ini melalui departemen, 
departemen, seksi, subseksi. Kemudian akan mengumpulkan hasil
yang 
diberikan para  estimator muda.
Dalam menyusun anggaran biaya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.
Anggaran Biaya Kasar
Anggaran biaya kasar biasa digunakan sebagai pedoman terhadap anggaran
biaya yang dihitung secara teliti. sebagai pedoman dalam penyusunan
anggaran biaya kasar, digunakan harga satuan tiap meter persegi luas lantai
dimana nilai dari anggaran biaya tiap meter persegi tidak terlalu jauh berbeda
dengan harga yang dihitung secara teliti.
b.
Anggaran Biaya Teliti
Yang dimaksud dengan anggaran biaya teliti adalah anggaran biaya
bangunan proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat, sesuai dengan
ketentuan dan syarat-syarat perhitungan anggaran biaya. Pada anggaran biaya
kasar sebagaimana diuraikan.
Berdasarkan keputusan direktur jendral Cipta Karya, ditetapkan bahwa untuk
menentukan harga bangunan atau anggaran biaya yang dapat dimaklumi dan diterima
oleh kontraktor maupun pemilik bangunan, diantaranya :
1.
Bangunan 2 lantai = 1,090 X
2.
Bangunan 3 lantai = 1,120 X
3.
Bangunan 4 lantai = 1,135 X
4.
Bangunan 5 lantai = 1,162 X
5.
Bangunan 6 lantai = 1,197 X
6.
Bangunan 7 lantai = 1,236 X
7.
Bangunan 8 lantai = 1,265 X
Dalam hal ini X merupakan nilai atau harga dasar gedung bertingkat per m²,
dengan tinggi bangunan bertingkat gedung pemerintahan tidak boleh lebih dari 8
lantai, termasuk lantai dasar.
  
11
2.5
Definisi Beton Pracetak
Beton pracetak adalah suatu metode percetakan komponen secara mekanisasi
dalam pabrik atau workshop dengan memberi waktu pengerasan dan mendapatkan
kekuatan sebelum dipasang.
Precast Concrete
atau Beton pra-cetak menunjukkan
bahwa komponen struktur beton tersebut tidak dicetak atau dicor ditempat komponen
tersebut akan dipasang. Biasanya ditempat lain, dimana proses pengecoran dan
curing
dapat dilakukan dengan baik dan mudah. Jadi komponen beton pra-cetak
dipasang sebagai komponen jadi, kemudian disambung dengan bagian struktur
lainnya menjadi struktur utuh yang terintegrasi.
Karena proses pengecorannya di tempat khusus (bengkel pabrikasi), maka
mutunya dapat terjaga dengan baik. Tetapi agar dapat menghasilkan keuntungan,
maka beton pra-cetak hanya akan diproduksi jika jumlah bentuk yang typical
mencapai angka minimum tertentu, sehingga tercapai break
event
point. Bentuk
typical yang dimaksud adalah bentuk-bentuk yang repetitif, dalam jumlah besar.
2.5.1.
Sistem Pracetak Beton
Pada pembangunan struktur dengan bahan beton dikenal 3 (tiga) metode
pembangunan yang umum dilakukan, yaitu sistem konvensional, sistem formwork
dan sistem pracetak.
Sistem konvensional adalah metode yang menggunakan bahan tradisional
kayu dan triplek sebagai formwork dan perancah, serta pengecoran beton di tempat.
Sistem formwork
sudah melangkah lebih maju dari sistem
konversional dengan
digunakannya sistem formwork
dan perancah dari bahan metal. Sistem formwork
yang telah masuk di Indonesia, antara lain sistem Outinord
dan Mivan. Sistem
Outinord
menggunakan bahan baja sedangkan sistem Mivan
menggunakan bahan
alumunium.
Pada sistem pracetak, seluruh komponen bangunan dapat difabrikasi lalu dipasang di
lapangan. Proses pembuatan komponen dapat dilakukan dengan kontol kualitas yang
baik.
  
12
2.5.2.
Sistem Koneksi
a.
Sambungan
Pada umumnya sambungan –
sambungan bisa
dikelompokkan sebagai
berikut :
Sambungan yang pada pemasangan harus langsung menerima beban
( biasanya beban vertikal ) akibat beban sendiri dari komponen .
Sambungan yang pada keadaan akhir akan harus menerima beban-beban
yang selama pemasangan diterima oleh pendukung pembantu.
Sambungan dimana tidak ada persyaratan ilmu gaya tapi harus memenuhi
persyaratan lain seperti : kekedapan air, kekedapan suara.
Sambungan-sambungan tanpa persyaratan konstruktif dan semata-mata
untuk menyediakan ruang gerak untuk pemasangan .
b.
Ikatan
Cara mengikatkan atau melekatkan suatu komponen terhadap bagian
komponen konstuksi yang lain secara prinsip dibedakan sebagai berikut :
1.
Ikatan Cor ( In Situ Concrete Joint )
Penyaluran gaya dilakukan lewat beton yang dicorkan
Diperlukan penunjang atau pendukung pembantu selama pemasangan
sampai beton cor mengeras
Penyetelan berlangsung dengan bantuan adanya
penunjang
atau
pendukung pembantu. Toleransi penyusutan diserap oleh Coran Beton.
2.
Ikatan Terapan
Cara menghubungkan komponen satu dengan yang lain secara
tersusun disebut ikatan terapan.
Dimulai
dengan cara hubungan
peletakan, kemudian berkembang
menjadi saling menggigit.
Proses pemasangan dimungkinkan tanpa adanya pendukung
atau 
penunjang pembantu.
3.
Ikatan Baja
Bahan pengikat yang dipakai : plat baja dan angkur. Sistem ikatan ini
dapat dibedakan sebagai berikut :
Menyambung dengan cara di las ( Welded Steel )
Menyambung dengan baut atau mur atau mlir ( Corbel Steel )
  
13
4.
Ikatan Tegangan
Merupakan perkembangan lebih jauh dari ikatan baja dengan memasukan
unsur Post Tensioning dalam sistem koneksi.
Memerlukan penunjang atau pendukung bantu selama pemasangan
Perlu tempat atau ruang yang relatuf besar untuk Post Tensioning
Angkur cukup mahal
c.
Simpul
Merupakan kunci dalam struktur yang memakai komponen pracetak dan
merupakan tempat pertemuan antara 2 atau lebih komponen struktur. Secara garis
besar dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.
Simpul primer, pertemuan yang menghubungkan kolom dengan balok dan
juga terhadap plat lantai. Disisni beban dari plat akan diteruskan ke
pendukung-pendukung vertikal.
2.
Simpul pertemuan kolom, pertemuan dimana beban-beban vertikal
dan
sewaktu momen-momen juga disalurkan.
3.
Simpul penyalur sekunder-primer (pelat balok) untuk menyalurkan beban
vertikal.
4.
Simpul pendukung sesama plat
dengan balok dan kolom, untuk
menyalurkan beban horizontal dalam bentuk tegangan tekan –
tarik dan
geser
5.
Simpul yang mampu menahan momen yang secara statis bisa membentuk
komponen pendukung tapi oleh alasan tertentu.
2.5.3.
Pembuatan Beton Pracetak
Proses produksi
atau pabrikasi beton pracetak dapat dibagi menjadi tiga
tahapan berurutan yaitu :
1
Tahap design
Proses perencanaan suatu produk secara umum merupakan kombinasi
dari ketajaman melihat peluang, kemampuan teknis, kemampuan pemasaran.
Persyaratan utama adalah struktur harus memenuhi syarat kekuatan,
kekakuan dan kestabilan pada masa layannya.
  
14
2
Tahap produksi
Beberapa item pekerjaan yang harus dimonitor pada tahap produksi :
1.
Kelengkapan dari perintah kerja dan gambar produk
2.
Mutu dari bahan baku
3.
Mutu dari cetakan
4.
Mutu atau kekuatan beton
5.
Penempatan dan pemadatan beton
6.
Ukuran produk
7.
Posisi pemasangan
8.
Perawatan beton (curing)
9.
Pemindahan, penyimpanan dan transportasiasi produk
10. Pencatatan ( record keeping )
Tahap produksi terdiri dari :
1.
Persiapan
2.
Pabrikasi tulangan dan cetakan
3.
Penakaran dan pencampuran beton
4.
Penuangan dan pengecoran beton
5.
Transportasiasi beton segar
6.
Pemadatan beton
7.
Finishing atau repairing beton
8.
Curing beton
3
Tahap pasca produksi
Terdiri dari tahap penanganan ( handling
), penyimpanan ( storage
),
penumpukan ( stacking ), pengiriman ( transportasiasi dan tahap pemasangan
di lapangan ( site erection )
Yang perlu diperhatikan dalam sistem transportasiasi adalah :
1.
Spesifikasi alat transportasi : lebar, tinggi, beban maks, dimensi elemen
2.
Rute transportasi
: jarak, lebar jalan, kepadatan lalu lintas, ruang bebas
bawah jembatan, perijinan dariinstansi yang berwenang.
Pemilihan alat angkut dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1.
Macam komponennya : linier atau plat
2.
Ketinggian alat angkat : berhubungan dengan ketinggian bangunan yang
akan dibangun
3.
Berat komponen : berdasarkan beban maksimum
  
15
4.
Kondisi lokal : pencapaian lokasi dan topografi
Menurut tempat pembuatan beton pracetak dibagi 2 yaitu :
Dicor di tempat disebut Cast In Situ
Dicor di pabrik
Menurut perlakuan terhadap bajanya dibagi 2 yaitu :
Beton pracetak biasa
Beton prategang pracetak
Ada 2 prinsip yang berbeda pada beton prategang ;
Pre-tensioned Prestressed Concrete
Post-tensioned Prestressed Concrete
Transportasiasi Dan alat angkut
Transportasiasi adalah pengangkatan elemen pracetak dari pabrik ke
lokasi pemasangan. Sistem transportasiasi berpengaruh terhadap waktu,
efisiensi konstruksi dan biaya transportasi.
Yang perlu diperhatikan dalam sistem transportasiasi adalah :
Spesifikasi alat transportasiasi
Rute transportasiasi
Perijinan
Alat angkat yaitu memindahkan elemen dari
tempat penumpukan ke posisi
penyambungan ( perakitan ).
4
Pelaksanaan Konstruksi ( Ereksi )
Metode dan jenis pelaksanaan konstruksi precast diantaranya adalah :
a)
Dirakit per elemen
b)
Lift – Slab sistem
Adalah pengikatan elemen lantai ke kolom dengan menggunakan
dongkrak hidrolis. Prinsip konstruksinya sebagai berikut :
Lantai menggunakan plat-plat beton bertulang yang dicor pada lantai
bawah
Kolom merupakan penyalur beban vertikal dapat sebagai elemen pracetak
atau cor di tempat.
Setelah lantai cukup kuat dapat diangkat satu persatu dengan dongkrak
hidrolis.
  
16
c)
Slip – Form Sistem
Pada sistem
ini beton dituangkan diatas cetakan baja yang dapat bergerak
memanjat ke atas mengikuti penambahan ketinggian dinding yang
bersangkutan.
d)
Push – Up atau Jack – Block Sistem
Pada sistem
ini lantai teratas atap di cor terlebih dalu kemudian diangkat
ke atas dengan hidraulic
jack
yang dipasang di bawah elemen pendukung
vertikal.
e)
Box Sistem
Konstruksi menggunakan dimensional berupa modul-modul kubus beton.
2.6
Identifikasi Kelebihan dan Kelemahan Metode Pracetak Dengan
Konvensional
Dari studi yang telah dilakukan beton praccetak memiliki keunggulan dan
kelemahan dibandingkan dengan metode konvensional. Hal inilah yang membuat
tidak semua poyek konstruksi menggunakan satu metode saja namun
dipertimbangkan metode mana yang lebih efisien apabila digunakan pada proyek
tersebut.
2.6.1.
Studi Literatur
Berdasarkan studi  melalui berbagai referensi yang telah dilakukan penelitian
sebelumnya didapatkan kelemahan dan  keunggulan dari metode pracetak dengan
konvensional. Keunggulan dan kelemahannya adalah sebagai berikut :
1.
Keunggulan
Metode pracetak memiliki control quality
yang lebih baik
dibandingkan dengan konvensional. Karena dengan metode pracetak
masa curing beton akan lebih diperhatikan dibandingkan dengan
konvensional.
Mutu dari beton pracetak yang dihasilkan lebih baik dibandingkan
dengan konvensional, karena proses pengecorannya dilakukan di
tempat khusus.
Dari segi biaya beton pracetak akan lebih menguntungkan bila
diproduksi dalam jumlah dan bentuk dengan typical yang sama,
  
17
sehingga tercapai break
event
point. Bentuk typical yang dimaksud
adalah bentuk repetitive dalam jumlah yang besar.
2.
Kelemahan 
Tidak ekonomis apabila diproduksi dalam jumlah yang sedikit.
Panjang dan  bentuk elemen yang terbatas, sesuai dengan kapasitas
alat angkat dan alat angkut. 
Tidak efektif dipergunakan di daerah yang belum tersedia peralatan
untuk handling (mobilisasi)  dan erection.
Memerlukan lahan yang cukup luas untuk proses pabrikasi dan
penimbunan hasil jadi dari beton pracetak.
Apabila dipergunakan di daerah dengan tingkat gempa yang cukup
intensif perlu diperhatikan dalam proses konstruksinya, karena cukup
berbahaya terutama pada daerah sambunga
2.7
Tata Cara Perencanaan Rumah Susun Modular
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian – bagian yang distrukturkan secara fungsional
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan – satuan yang masing
masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian
yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Berdasarkan SNI 03-2845-1992 tentang tata cara perencanaan rumah susun
modular, rumah susun harus memenuhi syarat dalam perencanaan design agar dapat
diperoleh suatu perancangan bangunan rumah susun yang optimal dan memenuhi
syarat bagu kelayakan suatu hunian. 
Perencanaan rumah susun harus memperhatikan faktor-faktor
kenyamanan,
kesehatan, ekonomis, efisien,
keamanan dan disesuaikan dengan perencanaan
menyeluruh dari perencanaan lingkungan rumah susun. Ukuran komponen dan
elemen harus mengikuti SNI yang berlaku, yaitu SNI 03-2845-1992 tentang tata cara
perencanaan rumah susun modular.
Penerapan koordinasi modular harus memenuhi ketentuan bahwa:
Pengelompokan modul satuan rumah susun dapat menggunakan beberapa
cara dalam penentuan ukurannya dan bahan modul fungsi
dipertimbangkan pada bahan struktur, dinding pengisi atau partisi dan
lantai pengisi.
  
18
Ukuran sambungan antar komponen dan ukuran penampang komponen
dan elemen baik struktural maupun non struktural tidak harus modular.
Dalam beberapa hal diperbolehkan adanya penyela dan tidak harus
modular.
Ukuran arah vertikal dan horizontal harus berdasarkan multi modal.
Ukuran tinggi tingkat minimum 26m dan tinggi perubahan tingkat harus
berkisar antara 3 m dari 12 m dengan kelipatan 3 m.
Gambar 2.2 Standard Eleveasi Minimal Pada Rusunawa
Sumber : SNI 03-2845-1992, Tata Cara Perencanaan Rumah Susun
Modular.
  
19
Koridor dapat ditempatkan pada tengah dan pinggir massa bangunan
dengan lebar minimum 5 x 3 m. Pada bangunan kurang dari atau sama
dengan lima lantai dipersyaratkan menggunakan tangga.
Untuk luas bangunan yang di syaratkan harus berdasarkan ketentuan yang
berlaku.
Dimana dalam merencanakan perbandingan keseluruhan luas lahan yang
tertutup bangunan dan atau bangunan pada setiap peruntukan bangunan gedung
bertingkat yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian. Ketentuan umum
perencanaan kepadatan bangunan lingkungan ditentukan dari koefisien luas dasar
lantai bangunan dan koefisien luas seluruh lantai bangunan terhadap lahan.
Perbandingan penggunaan lahan adalah penggunaan lahan 60% dari luas total lantai
bangunan untuk ruang terbuka.
Table 2.1 Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan
Sumber : SNI 03-2845-1992, Tata Cara Perencanaan Rumah Susun Modular.
2.8
Persamaan Regresi Linier
Regresi linier
merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur ada atau
tidaknya korelasi antar variabel. Ada dua jenis regresi yaitu regresi linier sederhana
dan regresi linier
berganda, dimana regresi linier
sederhana dupergunakan untuk
menghasilkan persamaan yang bersifat linier dengan variabel bebas dan terikat yang
jumlahnya satu. Sedangkan regresi linier berganda dipergunakan untuk menghasilkan
persamaan yang bersifat linier dengan variabel bebas yang jumlahnya lebih dari satu.
Untuk perhitungan statistik
biasa dipergunakan persamaan garis regresi linier
sederhana karena jumlah variabel bebas yang dipergunakan hanya satu.
Menurut Usman dan Akbar (2006), analisis regresi linier
berguna untuk
mendapatkan hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih. Selain itu analisis
regresi linier berguna untuk mendapatkan pengaruh antar variabel predictor terhadap
  
20
variabel kriteriumnya atau meramalkan pengaruh variabel predictor
terhadap
variabel kriteriumnya.
Untuk
menentukan persamaan garis linier yang sederhana dengan variabel
bebas sebanyak 1, persamaan garis liniernya dirumuskan  sebagai berikut :
Persamaan regresi linier diatas dapat pula dirumuskan dengan persamaan :
Ã
Ã
)
dimana :
Y  = variabel terikat 
X  = variabel bebas
A  = konstanta
B = koefisien regresi (kemiringan), besaran respon yang ditimbulkan oleh
predictor
Nilai nilai dari A dan B dapat dihitung dengan mempergunakan rumus :
:
Ã
;
k
Ã
o
:
Ã
;
:
Ã
;
:
;
k
Ã
o
:
Ã
;
:
Ã
;
:
Ã
;
:
Ã
;
:
;
k
Ã
o
:
Ã
;
Untuk menentukan persamaan garis linier sederhana ada beberapa tahap yang
harus dilakukan, diantaranya :
1
Tentukan tujuan dari melakukan analisis regresi linier.
2
Identifikasikan variabel faktor penyebab (predictor) dan variabel akibat
(response).
3
Lakukan pengumpulan data.
4
Hitung nilai dari x
2
,y²
, xydan total dari masing-masingnya.
5
Hitung a dan b berdasarkan rumus.
6
Buatkan model persamaan garis linier sederhana 
7
Lakukan prediksi terhadap variabel faktor penyebab atau variabel akibat.
2.9
Efisiensi
Secara umum efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari
segi besarnya sumber atau biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan atau pekerjaan
yang sedang dijalankan.
Hasil yang dicapai merupakan perbandingan antara output
  
21
fisik dan input fisik. Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi
efisiensi yang dicapai. Efisiensi juga dapat dijelaskan sebagai pencapaian output
maksimum dari penggunaan sumber daya tertentu. Jika output yang dihasilkan lebih
besar daripada sumber daya yang dipergunakan maka semakin tinggi pula tingkat
efisiensi yang dicapai.
Efisiensi maupun produktivitas keduanya dapat digunakan sebagai bahan
untuk mengukur kinerja suatu unit kegiatan ekonomi, meskipun secara prinsip kedua
pengukuran tersebut berbeda. Konsep efisiensi lebih berkaitan dengan seberapa jauh
suatu proses mengkonsumsi masukan untuk menghasilkan keluaran tertentu,
sementara konsep produktivitas berkaitan dengan seberapa jauh suatu proses
menghasilkan keluaran dengan mengkonsumsi masukan tertentu.
Efisiensi dan produktivitas merupakan suatu ukuran tentang seberapa efisien
suatu proses mengkonsumsi masukan dan seberapa produktif suatu 
proses
menghasilkan keluaran. Efisiensi merupakan rasio antara keluaran dengan masukan
suatu proses, dengan fokus perhatian pada konsumsi masukan. Produktivitas
merupakan rasio antara masukan dengan keluaran, dengan fokus perhatian pada
keluaran yang dihasilkan oleh suatu proses.
Efisiensi ekonomi terdiri dari efisiensi teknis (technical effisiency) dan
efisiensi alokasi (allocative effisiency). Efisiensi teknis merupakan kombinasi antara
kapasitas dan kemampuan unit kegiatan ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat
output
maksimum dari input-input
dan teknologi yang tetap. Efisiensi alokasi
merupakan kemampuan dan kesediaan unit ekonomi untuk beroperasi pada tingkat
nilai produk marjinal (marginal value product) sama dengan biaya marjinal
(marginal cost).
Efisiensi teknis sebenarnya mencerminkan seberapa tinggi tingkat teknologi
dalam proses produksi. Pada umumnya teknologi yang dipergunakan dalam proses
produksi dapat digambarkan dengan mempergunakan kurva isokuan (isoquand),
fungsi produksi (production function), fungsi biaya (cost function), dan fungsi
keuntungan (profit function).